Anda di halaman 1dari 19

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya
kami bisa menyelesaikan laporan Teknologi Sediaan Padat Pembuatan
Suppositoria. Laporan ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Teknologi
Sediaan Padat.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan
ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya laporan ini.

Semoga laporan ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk


pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Bogor, 01 Desember
2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 2
2.1 Definisi Suppositoria........................................................................... 2
2.2 Macam-Macam Suppositoria............................................................... 2
2.3 Keuntungan dan Kerugian Suppositoria.............................................. 3
2.4 Basis Suppositoria............................................................................... 3
2.5 Pelepasan Obat dari Basis.................................................................... 5
2.6 Metode Pembuatan Suppositoria......................................................... 8
BAB III DATA PREFORMULASI.................................................................. 9
3.1 Zat Aktif............................................................................................... 9
3.2 Zat Tambahan...................................................................................... 9
BAB IV METODE KERJA.............................................................................. 10
4.1 Alat dan Bahan..................................................................................... 10
4.2 Formulasi............................................................................................. 10
4.3 Prosedur Pembuatan............................................................................ 11
4.4 Evaluasi Suppositoria.......................................................................... 11
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 12
5.1 Data Pengamatan................................................................................. 12
5.2 Penimbangan Bahan............................................................................ 12
5.3 Evaluasi Suppositoria.......................................................................... 12
5.4 Pembahasan......................................................................................... 13
BAB VI PENUTUP........................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17
LAMPIRAN....................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suppositoria merupakan sediaan padat yang digunakan melalui dubur,
umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut , melunak, atau meleleh pada
suhu tubuh. Bahan dasar yang harus digunakan dapat larut dalam air atau
meleleh pada suhu tubuh. Sebagai bahan dasar digunakan lemak coklat,
polietilen glikol berbobot molekul tinggi, lemak atau bahan lain yang cocok.
Kecuali dinyatakan lain, digunakan lemak coklat. Suppositoria dapat
bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat
terapetik yang bersifat lokal atau sistemik (Depkes RI, 1979).
Penggunaan suppositoria bertujuan untuk lokal seperti pada
pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit infeksi lainnya. Suppositoria
bertujuan sistemik karena dapat diserap oleh membran mukosa dalam rectum.
Suppositoria juga bertujuan untuk mencapai kerja awal lebih cepat, untuk
menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan
perubahan obat secara biokimia dalam hati.
Paracetamol atau asetaminofen adalah obat yang mempunyai efek
mengurangi rasa nyeri (analgesik). Penggunaan obat paracetamol dalam
bentuk suppositoria sebetulnya dimaksudkan hanya untuk keadaan-keadaan
tertentu dimana pasien tidak sabar, tidak dapat atau sering muntah-muntah.
Beberapa literatur menyatakan bahwa pemberian dosis paracetamol melalui
oral dan rectal adalah cara yang dianjurkan apabila cara lain tidak dapat
digunakan.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui formula standar sediaan suppositoria.
2. Mengetahui dan memahami tahapan-tahapan dalam pembuatan
suppositoria.
3. Mengetahui persyaratan dan evaluasi sediaan suppositoria.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Suppositoria

1
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk,
yang diberikan melalui rectal,vaginal atau uretra. Bentuk dan ukurannya harus
sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat dimasukkan ke dalam lubang
atau celah yang diingankan tanpa menimbulkan kejanggalan dalam
penggelembungan begitu masuk dan harus bertahan untuk suatu waktu dan
suhu tertentu (Depkes RI, 1995).
Supositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan,
tetapi untuk vagina khususnya tablet vagina yang dibuat dengan cara kompresi
dapat dimasukkan lebih jauh ke dalam saluran vagina dengan bantuan alat
khusus (Ansel, 1989).

2.2 Macam – macam Suppositoria


Macam-macam suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya
menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1. Suppositoria rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, berbentuk
peluru, digunakan lewat rektum atau anus. Menurut Depkes 1979
bobotnya antara 2-3 g, yaitu untuk dewasa 3 g dan anak 2 g, sedangkan
menurut Depkes 1995 kurang lebih 2 g.
2. Suppositoria vaginal(ovula), berbentuk bola lonnjong, seperti kerucut,
digunakan lewat vagina, berat antara 3-5 g, menurut Depkes 1979
bobotnya sekitar 3-6 g, umumnya 5 g. Menurut Depkes 1995,suppositoria
vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut atau dapat bercampur dalam
air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi memiliki bobot 5 g.
3. Suppositoria uretra (bacilla, bougies) digunakan lewat uretra, berbentuk
batang dengan panjang antara 7-14 cm.

2.3 Keuntungan dan Kerugian Suppositoria


Keuntungan penggunaan obat dalam bentuk suppositoria dibanding per
oral menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam
lambung.
3. Obat dapat masuk langsung ke dalam saluran darah sehingga obat dapat
berefek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral.
4. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.

2
Kerugian penggunaan obat dalam bentuk suppositoria dibanfing per
oral menurut Lachman (2008), yaitu:
1. Meleleh pada udara yang panas jika menggunakan basis oleum cacao.
2. Dapat menjadi tengik pada penyimpanan lama.
3. Dianggap tidak aman.
4. Harus dalam kondisi penyimpanan yang tepat (kering, dingin).

2.4 Basis Suppositoria


Macam-macam basis suppositoria antara lain adalah sebagai berikut:
a. Basis Lemak:
1. Lemak Coklat
Lemak coklat diperoleh dari pengepresan biji masak tanpa
bungkus dan telah disangrai dari Theobroma cacao. Lemak coklat
memiliki kontraktibilitas yang relatif rendah, sehingga pada saat
pembekuannya akan mudah melekat pada cetakannya (Voigt, 1971).
2. Lemak Keras
Lemak keras (Adeps solidus, Adeps neutralis) terdiri dari
campuran mono-, di-, dan trigliserida asam-asam lemak jenuh
C10H21COOH. Produk semisintesis ini didominasi oleh asam laurat
warna putih, mudah patah tidak berbau, tidak berasa dan memiliki
kecenderungan yang amat rendah untuk menjadi tengik (angka iod
paling tinggi 3, angka iod untuk lemak coklat 35-39). Sifat
kontraktilitasnya tinggi sehingga pelapisan cetakan dipandang tidak
perlu, demikian pula pendinginan mendadak tidak terjadi. Pembekuan
yang terlalu cepat mengakibatkan terjadinya pembentukan celah dan
kerut pada permukaan supositoria (Voigt, 1971).
b. Basis Yang Larut Dengan Air
1. Masa melebur suhu tinggi larut air (Polietilenglikol)
Polietilenglikol merupakan polimer dari etilen oksida dan air,
dibuat bermacam-macam panjang rantainya. Bahan ini terdapat dalam
berbagai macam berat molekul dan yang paling banyak digunakan
adalah PEG 200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, dan 6000.
Pemberian nomor menunjukan berat molekul rata-rata dari masing-
masing polimernya. PEG yang memiliki berat molekul rata-rata 200,
400, dan 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang

3
mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih,
padat, dan kepadatannya bertambah dengan bertambahnya berat
molekul (Ansel, 1989). Polietilenglikol luas penggunaannya dalam
berbagai formulasi farmasetika termasuk parenteral, topikal,
ophthalmic oral dan rektal. Polietilenglikol ini stabil dalam air dan
tidak mengiritasi kulit (Raymond, 2006).
2. Masa elastis larut air (Gliserol-Gelatin)
Gliserol adalah zat cair kental yang rasanya manis. Gliserol
memberikan kelenturan gel dan memperkuat perajutan perancah gel
gelatin. Konsentrasi gliserol dalam masa supositoria pada basis gelatin
harus serendah mungkin, oleh karena gliserol dalam konsentrasi tinggi
aktif sebagai pencahar (Voigt, 1971).
c. Basis-Basis Lainnya
Basis yang termasuk dalam kelompok ini adalah campuran bahan
bersifat seperti lemak dan larut dalam air atau bercampur dengan air atau
kombinasi dari bahan-bahan lipofilik dan hidrofilik. Beberapa diantaranya
berbentuk emulsi, umumnya dari tipe air dalam minyak atau mungkin
dapat menyebar dalam cairan berair. Polioksi 40 stearat suatu zat aktif
pada permukaan yang digunakan pada sejumlah basis supositoria dalam
perdagangan dan distearat dari polioksietilen dan glikol bebas. Panjang
polimer rata-rata sebanding dengan 40 unit oksietilen. Umumnya
mempunyai titik leleh antara 390C dan 450C (Ansel, 1989).

2.5 Pelepasan Obat Dari Basis


Pelepasan obat didefinisikan sebagai proses melarut suatu zat kimia
atau senyawa obat dari sediaan padat kedalam suatu media tertentu.
Sedangkan kecepatan disolusi adalah kecepatan melarutnya suatu zat kimia
atau senyawa obat kedalam medium tertentu dari suatu padatan (Martin dkk,
1993). Untuk mendapatkan efek dari suatu obat baik efek lokal maupun efek
sistemik terlebih dahulu zat aktif harus terlepas basisnya.
Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat:
a. Suhu peleburan.

4
b. Laju pencairan dan peleburan pada supositoria dengan bahan pembawa
berlemak.
c. Laju pelarutan pada supositoria dengan bahan pembawa larut air.
d. Kemampuan penampakan leburan pembawa (Aiache, 1993).
Untuk mengetahui pelepasan zat aktif dari basis supositoria dapat
diteliti secara in vivo dan in vitro. Untuk mendapatkan hasil percobaan in vivo
yang terkendali dengan baik, maka cara pemberian per rektum tidak boleh
dianggap sebagai cara pengganti rutin untuk pemberian suatu obat. Bila zat
aktif diserap dengan baik pada pemberian per oral, maka tidak dapat
dipastikan bahwa obat akan diserap denga n cara yang sama setelah pemberian
per rektum (Wagner, 1971).
Beberapa cara penetapan in vivo misalnya (Murrukmihadi, 1986) :
a. Determinasi yang biasanya dilakukan pada kelinci dengan mengamati
respon biologik, misalnya saja karena pemberian obat dengan
bermacammacam basis-basis supositoria (metede Charnat) atau waktu
latent sebelum terlihat adanya efek fisiologis (metode Neuwald).
b. Determinasi pada manusia, yaitu sejumlah obat atau zat aktif dalam
plasma setelah pemberian obat dengan supositoria dengan bermacam-
macam.
Basis supositoria atau determinasi obat dalam organ-organ tertentu
dengan menggunakan obat yang ditandai senyawa radioaktif. Cara penetapan
in vitro dengan menggunakan metode difusi pada gelose, metode disolusi
dalam air 37ºC serta dengan cara dianalisa menggunakan membran cellophane
semi permeabel. Dalam metode difusi pada pada gelose menggunakan piring
petri yang diberi media untuk pembiakan bakteri tertentu sebagai standar.
Supositoria yang berisi obat anti bakteri yang bermacam-macam basis
dipotong-potong, dengan metode ini dapat diketahui absorpsi obat tersebut
(Murrukmihadi, 1986).
Cara pelepasan zat aktif secara in vitro menggunakan cara disolusi
dengan medium disolusi tertentu yang disesuaikan dengan pH cairan tubuh
dimana tempat zat aktif tersebut diberikan. Zat aktif yang terlarut pada
medium disolusi diperiksa absorpsinya menggunakan spektrofotometer uv,
selanjutnya dihitung persen dari zat obat yang terlarut.

5
Pada laju pelarutan obat secara in vitro ditentukan oleh beberapa
faktor antara lain sifat fisika kimia obat, faktor formulasi, faktor uji pelarutan
in vitro.
a. Sifat fisika kimia obat.
Sifat fisika dan kimia partikel obat umumnya mempunyai pengaruh
yang besar pada kinetika pelarutan. Luas permukaan efektif obat dapat
diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Karena pelarutan terjadi
pada permukaan solute, makin besar luas permukaan makin cepat laju
pelarutan. Bentuk geometrik partikel juga dapat mempengaruhi luas
permukaan dan lama pelarutan permukaan berubah secara konstan
(Shargel dan Yu, 1988)
b. Faktor formulasi,
Berbagai bahan tambahan dalam bentuk obat. juga mempengaruhi
kinetika pelarutan obat dengan mengubah media tempat obat melarut atau
bereaksi dengan obat itu sendiri (Shargel dan Yu, 1988). Beberapa jenis
bahan tambahan seperti natrium bikarbonat dapat mengubah pH media.
Untuk obat yang bersifat asam dalam bentuk padat seperti aspirin, atau
suatu media alkali yang berdekatan dengan obat asam akan menyebabkan
obat melarut secara cepat dengan membentuk suatu asam garam yang larut
dalam air. Proses ini disebut pelarutan dalam suatu media reaktif. Obat
dalam bentuk padat dapat melarut secara cepat dalam suatu pelarut yang
rektif yang mengelilingi partikel padat. Namun selama molekul obat
terlarut terdifusi keluar kebagian besar pelarut, maka obat dapat
mengendap kembali dari larutan dengan ukuran partikel sangat kecil
(Shargel dan Yu, 1988).
c. Faktor Uji Pelarutan in vitro.
Uji pelarutan in vitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat
dalam suatu media air dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang
terkandung dalam produk obat.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan bila melakukan uji
pelarutan, yaitu:

6
1. Suhu Umumnya semakin tinggi suhu media akan semakin banyak zat
aktif yang terlarut. Kenaikan kelarutan akan memberikan kenaikan
gradien konsentrasi sehingga menghasilkan kecepatan disolusi.
2. Media pelarutan. Sifat dari media pelarutan akan mempengaruhi uji
pelarutan, kelarutan dan jumlah obat dalam bentuk sediaan harus
dipertimbangkan media pelarutan hendaknya tidak jenuh oleh obat. Uji
disolusi biasanya digunakan suatu volume media yang besar dari
jumlah pelarut yang perlukan untuk melarutkan obat secara sempurna
(Shargel dan Yu, 1988).
3. Peralatan disolusi yang digunakan. Macam dan tipe alat yang
digunakan baik ukuran maupun bentuk wadah dapat mempengaruhi
laju dan peningkatan pelarutan (Shargel dan Yu, 1988).
4. Pengadukan. Tujuan dari pengadukan agar diperoleh homogenitas pada
cairan dalam medium disolusi. Pada uji pelarutan obat akan kecepatan
pengadukan akan menurunkan tebal stagnan layer sehingga
mengakibatkan pelarutan obat akan semakin cepat (Shargel dan Yu,
1988).

2.6 Metode Pembuatan Suppositoria


Menurut Syamsuni (2006), metode pembuatan suppositoria yaitu:
a. Dengan Tangan
Pembuatan dengan tangan hanya dapat dikerjakan untuk suppositoria
yang menggunakan bahan dasar oleum cacao berskala kecil, dan jika
bahan obat tidak tahan terhadap pemanasan. Metode ini cocok untuk iklim
panas.
b. Dengan Mencetak Hasil Leburan
Cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan paraffin cair bagi yang
memakai bahan dasar gliserin-gelatin, tetapi untuk oleum cacao dan PEG
tidak dibasahi karena akan mengerut pada proses pendinginan dan mudah
dilepas dari cetakan.
c. Dengan Kompresi
Pada metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan
suppositoria dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas bisa
sampai 3500-6000 suppositoria/jam.

7
BAB III
DATA PREFORMULASI

3.1 Zat aktif


Paracetamolum (Depkes RI, 1995)

Memiliki nama yaitu paracetamol atau acetaminophen dengan rumus


molekul C8H9NO3. Acetaminofen berbentuk Serbuk hablur, putih, tidak
berbau, rasa sedikit pahit, dengan berat molekul yaitu 151,16. Acetaminophen
larut dalam air mendidih, dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut
dalam etanol. Jarak lebur yang dimiliki (1021) antara 168° dan 172°, dengn
sisa pemijaran (301) tidak lebih dari 0,1%. Air (1031) metode 1 tidak lebih
dari 0,5%. Biasanya disimpan dalam wadah tertutup rapat atau tidak tembus
cahaya, yang berkhaiat sebagai analgetikum dan antipiretikum.

3.2 Zat tambahan


Oleum cacao (Martindale XXX hal 11 10, eksipient hal 517)
Berbentuk lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatic, rasa
khas lemah, agak rapuh. Sukar larut dalam etanol (95%) mudah larut dalam
kloroform p, dan eter p. memanaskan oleum cacao diatas 36°C selama
preparasi akan mengakibatkan titik memadat menjadi bentuk menstabil yang
mengakibatkan kesulitan dalam membuat suppositoria. OTT terjdi reaksi kiia
antara basis lemak suppositoria dan jarang pada obat yang sama tetapi
beeberapa potensial untuk beberapa indikasi. Reaksi besarnya pada mulai
basis hidrofil. Oleum cacao memiliki konsentrasi sebesar 40-96% . berfungsi
sebagai basis untuk suppositoria serta disimpan dalam wadah tertutup rapat.

BAB IV

8
METODE KERJA

4.1 Alat dan Bahan


4.1.1 Alat
Batang pengaduk, beaker glass, cawan penguap, cetakan
suppositoria, gelas ukur, kertas perkamen, penangas air, pipet tetes,
sendok tanduk, serbet, spatel, stopwatch,thermometer dan timbangan
analitik.
4.1.2 Bahan
Oleum cacao dan paracetamol.

4.2 Formulasi

Jenis zat Nama zat Formula


Zat aktif Paracetamol 50 mg
Basis Oleum cacao ***

4.3 Prosedur Pembuatan


1. Dilakukan penimbangan semua bahan ( zat aktif , dan basis supositoria ).
2. Dilelehkan basis supositoria hingga benar – benar meleleh dan homogen.
3. Didispersikan zat aktif kedalam basis yang telah meleleh menggunakan
pengaduk atau mixer, hingga homogeny dengan tetap dihangatkan.
4. Dicampurkan yang telah homogen tersebut dituang kedalam cetakan
suppositoria.
5. Dimasukkan kedalam freezer hingga benar – benar membeku.
6. Dikeluarkan supositoria yang telah membeku dari cetakan untuk kemudian
dievaluasi.
4.4 Evaluasi Suppositoria
1. Uji organoleptik
a. Dilakukan pengamatan organoleptik meliputi warna , dan bentuk dari
supositoria.
2. Uji keseragaman bobot
a. Dilakukan penimbangan masing – masing terhadap 20 supositoria
b. Dihitung bobot rata – rata tersebut.
3. Uji waktu hancur

9
a. Dimasukkan aquadest kedalam gelas kimia kemudian dipanaskan
hingga suhu mencapai 37℃. Dengan terus dijaga suhunya dan terus
diukur menggunakan thermometer.
b. Diletakan cawan penguap yang berisi suppositoria diatas gelas kimia
yang sedang dilakukan pemanasan.
c. Dilakukan secara duplo (2x)
d. Dicatat waktu yang diperlukan untuk menghancurkan suppositoria
tersebut.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Data Pengamatan


No. Jenis Zat Nama Zat Formula Jumlah/supp Jumlah/batch
1. Zat aktif Paracetamol 50 mg 52,5 mg 5,25 g
2. Basis Oleum cacao *** 1950 mg 195 g

5.2 Penimbangan Bahan


1. Paracetamol = 5,25 g
2. Oleum cacao = 195 g
5.3 Evaluasi Suppositoria
1. Uji organoleptik

Organoleptik Hasil

10
Warna Putih cream
Bentuk Peluru
Bau Harum coklat

2. Uji keseragaman bobot

Massa suppositoria

1,89 2,09 2,06 2,10

2,24 2.10 2,04 2,07

2,08 2,07 2,10 2,12

2,08 2,12 2,04 2,08

2,07 2,07 2,12 2,08

 Berat teoritis : 2 gram


 Berat rata – rata 20 suppos : 2,076 gram ( ≠ memenuhi syarat)
 Syarat menurut FI ed IV Hal 17 : ± 2 gram

3. Uji waktu hancur

Suppositoria Waktu (s)


I 60’20”
II 60’25”
Rata-rata 60’22”

 Dilakukan sebanyak duplo (2x)


 Waktu hancur rata – rata : 60’22’’ ( ≠ memenuhi syarat )
 Syarat menurut FI ed IV Hal 1088 :
< 30’ untuk supositoria dengan dasar lemak
< 60’ untuk supositoria dengan dasar larut dalam air

5.4 Pembahasan

11
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai cara
pembuatan suppositoria. Tujuan dari praktikum ini yaitu agar dapat melakukan
cara pembuatan suppositoria dan dapat melakukan evaluasi terhadap sediaan
suppositoria tersebut . Suppositoria ini merupakan bentuk sediaan padat yang
biasa digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut,
melunak, atau meleleh pada suhu tubuh (FI III, 32).
Prinsip dari pembuatan suppositoria adalah dengan peleburan,
pencampuran, pencetakan dan pendinginan. Peleburan dilakukan dengan
meleburkan bahan yang memiliki titik lebur tinggi ke titik lebur rendah
ataupun sebaliknya. Kemudian dicampurkan dengan zat aktif, dan dicetak
ketika masih dalam keadan panas. Suppositria yang telah dicetak, didinginkan
untuk mendapatkan massa suppositoria yang padat. Suppositoria memiliki
beberapa keuntungan yaitu dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung,
dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung,
dan baik bagi pasien yang mudah muntah.
Pada percobaan kali ini menggunakan basis oleum cacao sebagai basis
dan paracetamol sebagai zat aktif. Paracetamol dibuat dalam bentuk
suppositria memungkinkan supaya absorpsi lebih cepat daripada pemberian
oral karena suppositoria akan langsung diabsorpsi oleh membran mukosa
rektal menuju sistemik tanpa mengalami metabolisme oleh sistem hepatic
sehingga akan memberikan efek terapeutik yang cepat. Paracetamol juga
memiliki rasa yang pahit sehingga akan sulit menutupi rasa yang tidak enak
pada pemberian oral.
Pada praktikum kali ini, dibuat suppositoria paracetamol dengan
metode pencetakan tuang. Metode ini dipilih karena lebih efektif dan efisien
digunakan dalam pembuatan suppositoria skala lab. Sedangkan basis yang
digunakan yaitu oleum cacao. Oleum cacao merupakan trigliserida berwarna
kekuningan, memiliki bau yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai
banyak bentuk kristal). Jika dipanaskan pada suhu sektiras 30°C akan mulai
mencair dan biasanya meleleh sekitar 34°-35°C, sedangkan dibawah 30°C
berupa massa semi padat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak coklat akan

12
mencair sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti kristal
menstabil. Keuntungan oleum cacao adalah dapat melebur pada suhu tubuh
dan dapat memadat pada suhu kamar. Sedangkan kerugian oleum cacao adalah
tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan pengeluaran), titik
leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun apabila ditambahkan
dengan bahan tertentu. Serta meleleh pada udara yang panas.
Berdasarkan hasil pembuatan sediaan suppositoria yang telah di buat
di lakukan evaluasi bentuk dan uji waktu hancur. Evaluasi bentuk dari sediaan
yang kami buat berwarna putih cream, memiliki bau aroma coklat dan
berbentuk peluru. Pada uji keseragaman bobot memiliki bobot rata-rata yaitu
2,076 dan dari literatur yaitu tidak lebih dari 2 gram sehingga sediaan yang
kami buat belum memenuhi syarat, hal ini dapat terjadi karena pada saat
pencetakan terbentuk lubang tikus sehingga kami menambahkan bahan lagi
supaya lubang akan tertutupi sehingga dapat memberikan bobot yang berlebih.
Pada uji waktu hancur untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat
hancur dalam tubuh. Pada uji ini 3 sediaan suppositoria di larutkan ke dalam
air panas dengan suhu 377 C ( suhu tubuh ) media yang digunakan adalah air
karena sebagian tubuh kita berisi air. Pengujian dilakukan duplo dengan hasil
yang didapat rata rata waktu hancur sediaan suppositoria yaitu 60 menit 22
detik. Hasil yang didapat tidak memenuhi syarat karena untuk sediaan
suppositoria dengan basis oleum cacao tidak dapat bercampur dengan cairan
sekresi (cairan pengeluaran), titik leburnya tidak menentu karena kualitas
bahan sudah teroksidasi.

13
BAB VI
PENUTUP

Pada percobaan kali ini dapat disimpulkan bahwa :


1. Hasil uji organoleptic pada suppositoria memiliki warna putih cream, bentuk
seperti peluru, dan memiliki bau seperti coklat.
2. Hasil uji keseragaman bobot rata – rata 20 suppositoria yaitu 2,076 gram.
Hasil tersebut tidak memenuhi syarat berat teoritis yaitu 2 gram.
3. Hasil uji waktu hancur yang diperoleh yaitu 60 menit 22 detik, hasil tersebut
tidak memenuhi syarat karena tidak sesuai dengan FI edisi IV hal 1088 yaitu
< 30 menit untuk suppositoria dengan dasar lemak.

DAFTAR PUSTAKA

14
Aiache, 1993. Farmasetika Biofarmasi. Jakarta. Airlangga Press

Anief, M. A. 2005. Manajemen Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-IV. Jakarta: Depkes RI.

Lachman, L., et al. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.

Martin, dkk., Farmasi Fisik II. Jakarta. UI Press

Murukkmihadi, 1986. Suppositoria Natrium Salisilat Dengan Basis Larut Air.


Bandung. ITB

Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Bandung: Erlangga.

Shargel, L., dan Yu, A.B.C., 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika.


Surabaya. Airlangga University Press

Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.

Wagner, W., 1971. Sediaan Suppositoria. Jakarta. UI Press

LAMPIRAN

15
Penimbangan Bahan Pelelehan Basis

Pencampuran Zat Aktif Pencetakan

Evaluasi Waktu Hancur

16
Jumlah per suppositoria Jumlah per batch

Paracetamol = 50 mg + 5% = 52,5 mg Paracetamol = 52,5 mg x 100 mg = 5250


mg = 5,25 g

Oleum cacao = 2000 mg – 50 mg = Oleum cacao = 1950 mg x 100 = 195000


1950 mg mg = 195 g
Pentamol
Perhitungan suppositoria
Komposisi :
Tiap 1 suppositoria mengandung :
Parasetamol ................................................ 50mg

Indikasi :
Menurunkan demam dan meredakan rasa nyeri

Kontra Indikasi :
Gangguan fungsi hatidan ginjal

Efek Samping :
Kerusakan fungsi hati pada dosis tinggi, reaksi
hipersensitif

Aturan Pakai :
Anak 4-8 tahun 4 kali sehari 250mg
Anak 2-4 tahun 4 kali sehari 125mg
Dimasukan melalui anus

Kemasan:
Dus, 1 blister @6 suppositoria

No. Reg : DKL1900401453A1


No. Batch : 901019
Exp. Date : Maret 2021
HET : Rp 30.000,-

Simpan Dalam Wadah Tertutup Baik Dan Kering


Terlindung Dari Cahaya

Diproduksi Oleh :
17

PT. Penta Pharma Indonesia


Bogor – Indonesia

Anda mungkin juga menyukai