Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Telah berabad-abad manusia mengenal gunanya tumbuhan

sebagai penghasil bahan obat-obatan. Namun penemuan-penemuan

tersebut bukan berdasarkan perbuatan-perbuatan yang rasional,

melainkan karena perasaan instriktif dan kemudian setelah pilihan tadi

ternyata dapat memberikan yang diharapkan (sakitnya sembuh atau rasa

sakit berkurang), secara turun-temurun pengetahuan tadi dipertahankan

dengan penuturan-penuturan secara lisan.

Seiring dengan berkembang dan meningkatnya pengetahuan dan

peradaban manusia, maka pengetahuan tentang tumbuhan berkhasiat

obat mulai diabadikan sebagai dokumen.

Bila kita meninjau banyaknya tumbuhan yang bahannya dipakai

dalam obat tradisional oleh mereka yang tidak mengenal ilmu pengobatan

modern, maka rasanya tinggal dilakukan suatu penyelidikan ilmiah saja

untuk memperoleh kepastian bahwa penduduk yang mempergunakan

macam-macam bahan tumbuhan itu memang beralasan.

Pada praktikum farmakognosi ini, sample dilakukan dengan

cara maserasi,perkolasi,dan infuse maka sudah selayaknya dilakukan

penelitian dan pengembangan dari tanaman-tanaman tersebut agar dapat


diketahui senyawa kimia apa saja yang terkandung di dalamnya, sehingga

manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat.

I.2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud dan Tujuan Percobaan

Mengetahui dan memahami cara maserasi,perkolasi,dan infuse

komponen kimia tumbuhan yang berkhasiat obat dari sampel biji

jintan,daun salam,kunyit,dan merica dengan menggunakan metode

tertentu.

I.3 Prinsip Percobaan

Untuk menarik zat aktif yang berkhasiat sebagai obat yang terdapat

dalam tanaman dengan cara maserasi,perkolasi,dan infuse.

I.3.1 Prinsip Ekstraksi

1. Maserasi

Perendaman simplisia dalam cairan penyari, dimana cairan

penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan dari zat aktif di

dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat akan terdesak

keluar dan diganti oleh cairan penyari yang lain. Peristiwa

tersebut berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di luar sel dan di dalam sel.


2. Refluks

Penyarian komponen zat aktif secara berkesinambungan

dimana sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-

sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan dan komponenn zat

aktif akan menguap ke kondensor, terjadi proses kondensasi

yang akan turun kembali menuju labu alas bulat dan akan

menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat,

demikian seterusnya sampai penyarian sempurna dan dilakukan

penggantian pelarut sebanyak 3 kali setiap 4 jam

3. Perkolasi

Pengaliran cairan penyari melalui serbuk simplisia, dimana

cairan penyari yang dialirkan dari atas ke bawah akan melarutkan

zat-zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai mencapai

keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh kekuatan

gaya beratnya sendiri dan tekanan penyari dari cairan di atasnya

dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan

gerakan ke bawah.

4. Infudasi

Ekstrasi dengan proses pengeluaran zat aktif dengan

bantuan air yang dipanaskan dengan mengakibatkan aktifitas zat


aktif yang ada didalam bahan simplisia sehingga terjadi difusi zat

aktif dan merata pada pelarut air dan hasilnya disaring.

I.3.2 Prinsip ekstraksi cair-cair

Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan disperse

komponen kimia diantara 2 fase cair yang tidak saling bercampur

dimana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian

lainnya larut pada fase kedua, dimana fase kedua setelah dikocok

bersama fase pertama yang mengandung zat terdispersi, didiamkan

sampai terjadi pemisahan sempurna terbentuk dua lapisan fase cair,

dan zat akan terpisah kedalam kedua fase tersebut sesuai dengan

tingkat kepolarannya.

I.3.2 Prinsip ekstraksi padat cair

Ekstraksi padat cair (corong pisah) merupakan disperse

komponen kimia diantara 2 fase cair yang tidak saling bercampur

dimana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian

lainnya larut pada fase kedua, dimana fase kedua setelah dikocok

dengan menggunakan bantuan batang pengaduk bersama fase

pertama yang mengandung zat terdispersi, didiamkan sampai terjadi

pemisahan sempurna terbentuk dua lapisan fase cair, dan zat akan

terpisah kedalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat

kepolarannya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tumbuhan

II.1.1 Klasifikasi

(1) Merica

Klasifikasi : (Piper retrofractum)

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub division : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Piperales

Familia : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper retrofractum

(2) Daun salam

Regnum : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales

Familia : Myrtaceae

Genus : Syzigium

Spesies : Syzygium polyanthum

(3) Kunyit

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Familia : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinales

(4) Jintan

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Ranuncules

Familia : Ranunculaceae

Genus : Nigella
Spesies : Nigella sativa

II.1.2 Nama daerah :

(1) Merica

- Sulawesi : merica

- Kendari : merica

- Sunda : merica, lada

(2) Daun salam

- Sumatera : maselangan, uber serai, salam

- Jawa : Salam, kastalam

- Sulawesi : Daun salam

(3) Kunyit

- Sulawesi selatan : Kunyi

- Sunda : Kunyit

- Jawa : Kunyit

(4) Jintan

- Sumatera : Bangun-bangun, jinten, daun hati-hati,

sukan

- Jawa : Ajeran, acerang, daun kucing, daun

kambing, majha nereng


- Nusantenggara : iwak, kumu ute

II.1.3 Morfolgi Tanaman

(1) Merica

- Merupakan bunga majemuk tak berbatas (inflorescentis

racemosa), karena ibu tangkai bunganya dapat tumbuh terus.

Ibu tangkai bunganya tidak bercabang sehingga bunga

langsung terdapat pada tangkai.

- Termasuk bunga untai (amentum), yaitu ibu bunga hanya

mendukung bunga-bunga yang berkelamin tunggal dan runtuh

(bunga majemuk mendukung bunga jantan dan yang betina

menjadi buah).

- Batang tumbuh membelit (volubilis) ke kanan, yaitu arah

lilitannya searah jarum jam (dexrorsum volubilis).

- Batangnya termasuk batang basah (herbaceus) yang lunak

dan berair.

- Daunnya memiliki bagian yang terlebar terdapat dibawah

tengah-tengah helaian daun.

- Mempunyai sistem perakaran akar tunggang (radix primaria).

- Ujung daun meruncing (acuminatus).


- Susunan tulang daunnya menyirip (penninervis), dimana daun

mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke

ujung dan merupakan terusan pangkal daun. Dari ibu tulang

daun ini keluar tulang-tulang cabang yang susunannya

menyirip.

- Tepi daun rata (integer).

(2) Daun salam

- Pohon, bertajuk rimbun, tinggi sampai 2,5 cm

- Daun bila diremas bverbau harum, berbentuk lonjong atau

bulat telur.

- Bunga berupa malai, keluar dari ranting, berbau harum.

- Buah buni berwarna merah gelap, bentuk bulat dengan garis

tengah 7-10 mm.

- Pada bagian tepi berakar lembaga yang sangat pendek

(3) Kunyit

- Terna, batangnya pendek dan merupakan batang semu yang

dibalut oleh pelepah-pelepah daun membentuk rimpang yang

warnanya jingga dan bercabang-cabang.

- Setiap tanaman berdaun 3-8 helai. Daun tunggal bertangkai

panjang, bantuknya lanset lebar, ujung dan pangkal runcing


(acutus), tepi rata (integer),pertulangan menyirip, berwarna

hijau pucat.

- Perbungan majemuk, warna putih atau kuning muda.

- Rimpang warna kuning jingga kemerahan sampai kuning

jingga kecoklatan. Rimpang tersiri dari rimpang induk dan

anak rimpang. Rimpang induk berbentuk bulat telur.

- Anak rimpang letaknya lateral dan bentuknya seperti jari.

(4) Jintan

- Daun tunggal, berwarna hijau, helaian daun berbentuk

bundar telur, kadang-kadang agak membundar, panjagng

helaian daun 3,5-6 cm, lebar 2,5 sampai ujung timbul, pinggir

daun beringgit atau agak berombak, tangkai daun panjang 1,5

cm sampai 3 cm, tulang daun menyirip

- Pada keadaan segar helaian daun tebal, sangat berdaging

dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol

sehingga membentuk bangun menyerupai jala, permukaan

atas berbngkul-bingkul, berwarna hijau muda, 3-5 cm

permukaan atas dan pemukaan bawah berambut halus

berwarna putih.
- Pada keaadaan kering helaian daun tipis dan sangat berkerut,

permukaan atas kasar, warana coklat samapi coklat tua,

permukaan bawah berwarna lebih muda dari permukaan atas,

tulang daun kurang menonjol, pada kedua permukaan

terdapat rambut halus berwarna putih.

II.I.4 Kandungan

(1) Kunyit

Minyak atsiri 2-3% mengandung zingiberin, felandren, kamfer

limonene, borneol, sitral, zingiberol, minyak damar yang

mengandung zinger

(2) Jintan

Minyak atsiri, glikosida saponin, zat pahit dan minyak lemak.

(3) Daun Salam

Tannin, minyak atsiri mengandung sitral dan eugenol, flavanoid.

(4) Merica

Mengandung zat pedas piperine,palmitic acid,tetrahydropiperic

acid,I-undercylenyl-3,4-methyllenedioxy

benzene,piperidine,minyak atsiri,N-isobutyl-decatrans-2trans-4-

dienamidew,dan sesamin.Memiliki rasa pedas dan panas.


II.I.5 Kegunaan :

(1) Daun Salam

Sebagai bumbu dapur, antiseptic, obat batuk.

(2) Kunyit

Karminatif, stimulant, dan diaforetik, antiimflamasi dan reumatik

(3) Merica

Gangguan pencernaan,batuk,bronchitis,dan ayan,masuk

angin,mobat kejang perut,daunnya digunakan untuk masuk

angina dengan cara direbus.

(4) Jintan

Penurun panas (antipiretik),sakit kepala (analgetik),obat

luka,obat batuk,sariawan.

II.2 Teori Umum

II.2.1 Ekstraksi sederhana

1. Metode maserasi

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang

sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada

temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.


Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang

mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan

penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti

benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada

sampel yang berupa daun, contohnya pada penggunaan pelarut

eter atau aseton untuk melarutkan lemak/lipid.

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara: memasukkan

simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu

sebanyak 10 bagian dalam bejana maserasi yang dilengkapi

pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan

penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada temperatur

kamar dan terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk.

Setelah 5 hari, cairan penyari disaring ke dalam wadah

penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan

penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi

sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup

dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2

hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya

dipekatkan.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara

pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah

diusahakan. Selain itu, kerusakan pada komponen kimia sangat


minimal. Adapun kerugian cara maserasi ini adalah

pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna.

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya :

1. DIGESTI

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan

lemah, yaitu pada suhu 40° - 50° C. Cara maserasi ini hanya dapat

dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap

pemanasan.

Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain :

a. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan

berkurangnya lapisan – lapisan batas.

b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga

pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan

pengadukan.

c. Koefisien distribusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan

berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu

akan berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan

zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.

Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan,

maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan

penyari yang menguap akan kembali ke dalam bejana.


2. MASERASI DENGAN MESIN PENGADUK

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus menerus, waktu

proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

3. REMASERASI

Cairan penyari dibagi dua. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi

dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan

diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

4. MASERASI MELINGKAR

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan

penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari

selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk

simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

Keuntungan cara ini :

1. Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.

2. Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga

akan memperkecil kepekatan setempat.

3. Waktu yang diperlukan lebih pendek

5. MASERASI MELINGKAR BERTINGKAT

Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan

secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila


keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatasi dengan

maserasi melingkar bertingkat (M.M.B.).

Pada proses ini tiap “batch” serbuk simplisia disari beberapa kali

dengan sejumlah cairan penyari. Pada proses ini diperoleh

beberapa kesimpulan yaitu :

1. Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali,

sesuai dengan jumlah bejana penampung.

2. Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari,

dilakukan penyarian dengan cairan penyari baru. Dengan ini

diharapkan agar memberikan hasil penyarian yang maksimal.

3. Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari

serbuk simplisia yang baru, hingga memberikan sari dengan

kepekatan yang maksimal.

4. Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan

hasil yang lebih baik daripada yang dilakukan sekali dengan

jumlah pelarut yang sama.

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang

sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia

dalam cairan penyari. Dimana cairan penyari akan menembus

dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi

antara larutan zat aktif di dalam sel dan diluar sel maka larutan yang
terpekat didesak ke luar. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang hingga

dicapai keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di

dalam sel. Cairan penyari yang biasa digunakan untuk metode ini

adalah metanol.

Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang

mengandung komonen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari,

tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin.

Umumnya maserasi dilakukan dengan cara memasukkan

sampel yang telah diserbukkan dengan derajat halus tertentu

sebanyak 10 bagian ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi

pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan

penyari, ditutup, dan dibiarkan selama 5 hari pada temperature

kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah

5 hari, disaring ke dalam wadah penampung kemudian ampasnya

diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk

kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari sebanyak 100 bagian.

Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang

terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang diperoleh

dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

Keuntungan dari metode ini yaitu peralatan yang

digunakan sederhana dan murah. Sedang kerugiannya antara lain

waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama,


cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan

untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin,

tiraks dan lilin. (2,3)

Ada beberapa modifikasi metode maserasi, antara lain :

1. Modifikasi digesti, yaitu maserasi yang dilakukan dengan

menggunakan pemanasan lemah, pada suhu antara 40 – 50 0 C

terutama untuk sample yang mengandung komponen kimia yang

tahan pemanasan

2. Modifikasi dengan menggunakan mesin pengaduk yang ditujukan

untuk mempercepat penyarian

3. Remaserasi adalah penyarian yang dilakukan setelah penyarian

pertama selesai, diperas dan ditambahkan lagi larutan penyari

4. Maserasi melingkar adalah penyarian yang dilakukan dengan

cairan penyari yang selalu bergerak dan menyebar sehingga

kejenuhan cairan penyari dapat merata

2. Metode Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari

melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan

perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana

silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari

dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari

akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel
dalam keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh kekuatan

gaya beratnya sendiri dan tekanan penyari dari cairan di atasnya,

dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan gerakan

ke bawah.

Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena :

a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang

terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga

meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.

b. Ruangan diantara butir – butir serbuk simplisia membentuk saluran

tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler

tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan

batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.

Adapun kerugian dari cara perkolasi ini adalah serbuk kina yang

mengadung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila

diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan

segera menjadi pekat dan berhenti mengalir.

Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat,

kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi,

daya kapiler dan daya geseran (friksi).

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang

digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan

zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat,
sedangkan sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau

sisa perkolasi.

Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu :

1. Perkolator berbentuk tabung

Biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak cair ( gambar A ).

2. Perkolator berbentuk paruh

Biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan

kadar tinggi ( gambar B ).

3. Perkolator berbentuk corong

Metode perkolasi umumnya dilakukan dengan cara simplisia atau

bahan yang akan diekstraksi dikemas dalam kolom dengan kran

pada ujung bawah dan penyaring di tengah atau sinter untuk

mencegah keluarnya bahan padat. Kran dibuka, pelarut

pengekstraksi (pada suhu kamar atau di atasnya) dituang dari atas

dan dibiarkan menembus sample. Dengan demikian, bahan-bahan

kimia terekstraksi dapat dikumpulkan dalam wadah yang sesuai.

Penguapan palarut menghasilkan ekstrak kering. Proses ini dapat

diulang sebanyak mungkin bila perlu untuk menjamin sampel telah

terekstraksi secara keseluruhan.

Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan

yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya


adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas

dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin

selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen

secara efisien Biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak atau

tingtur dengan kadar rendah.

Ukuran perkolator yang digunakan harus dipilih sesuai dengan

jumlah bahan yang disari. Jumlah bahan yang disari tidak lebih dari
2
/3 dari perkolator. Perkolator dibuat dari gelas, baja tahan karat atau

bahan lain yang tidak saling mempengaruhi dengan obat atau cairan

penyari.

3. Metode Infudasi

Sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati,

dengan air pada suhu 900 C sampai 150 C selama 15 menit.

Pembuatan campuran simplisia dengan derajat halus yang

cocok dalam panci dengan secukupnya, panaskan diatas tangas air

selama 15 menit terhitung mulai suhu mancapai 90 0C sambil aduk.

Serkai selagi panas melalui kain fanel tambahkan air panas

secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang

dikehendaki.

4. Ekstraksi cair-cair dan cair padat.

Jika suatu cairan ditambahkan kedalam ekstrak yang telah

dilarutkan dalam cairan lain yang tidak bercampur dengan yang


pertama, maka akan terbentuk dua lapisan. Satu komponen dari

campuran akan memiliki kelarutan dalam dua lapisan tersebut

(biasanya disebut fase) dan setelah beberapa waktu dicapai

kesetimbangan konsentrasi dalam kedua lapisan. Waktu yang

diperlukan untuk tercapainya kesetimbangan biasanya dipersingkat

oleh pencampuran kedua fase tersebut dalam corong pisah.


BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

1. Aluminium foil

2. Batang pengaduk

3. Botol sirup

4. Cawan porselin

5. Corong pisah

6. Erlenmeyer

7. Gunting

8. Karet sumbat

9. Keranjang

10. Kompor

11. Sendok tanduk

12. Selang infuse

13. Timbangan kasar

14. Toples
III.1.2 Bahan

1. Air suling

2. Kertas saring

3. Kertas timbang

4. Label

5. Metanol

6. Sampel kunyit (Zingiber officinalis), jintan (Nigella sativa),

daun salam (syzygium polyanthum), merica (Piper

retrofractum)

7. Tissue rol

III.2 CARA KERJA

III.2.1 CARA KERJA MASERASI Jintan (Nigella sativa)

- Sampel ditimbang sebanyak 500 gram

- Kemudian sample dimasukkan ke dalam toples

- Setelah itu sample tersebut ditambahkan methanol

secukupnya dan diaduk-aduk dengan batang pengaduk

sampoai semua sample terendam dan larut.

- Setelah itu toples ditutup rapat

III.2.2 CARA KERJA INFUS Jintan (Nigella sativa)

- sample ditimbang sebanyak 300 g


- sample dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan dilarutkan

dengan menggunakan air

- kemudian dimasukkan ke dalam penangas air di bairkan

selama 15 menit pada suhu 900 C, disaring

III.2.3 CARA KERJA PERKOLASI (jintan (Nigella sativa)

- sample ditimbang sebanyak 200 g

- dimasukkkan dalam botol sirup yang telah dilapisi dengan

kertas saring

- Dipasang karet sumbat dan selang infuse pada mulut

botol

- dimasukkan methanol hingga sample terendam

- perkelator ditutup dengan alminium foil

- kran perkoletor dibiarkan menetes dengan kecepatan 1

ml/ menit

- diuapkan dan hasil ekstrak ditimbang

III.2.4 CARA KERJA EKSTRAKSI CAIR-CAIR/PADAT CAIR

- Disiapkan alat dan bahan

- Ditimbang ekstrak metanol sebanyak 2 gram

- Ditambahkan 10 ml air sehingga diperoleh suspensi yang

homogen dan cukupkan hingga 20 ml.

- Dimasukkan dalam corong pisah.


- Ditambahkan dietil eter 20 ml, (pelarut organik) kedalam

corong pisah.

- Ditutup corong pisah lalu dikocok hingga homogen, lalu

balik dan biarkan beberapa saat hingga terjadi

pemisahan.

- Keluarkan lapisan air dan lapisan eter ditampung.

- Lapisan air diekstraksi kembali dengan pelarut dietil eter

yang lain (lakukan sebanyak 3 kali).

- Lakukan perlakuan yang sama terhadap pelarut n-butanol

jenuh air.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

IV.1 Hasil Ekstraksi sederhana

A. Jintan (Nilgella sativa)

Jenis ekstraksi Jenis ekstrak Berat (gr) Pelarut Vol pelarut (l)

Maserasi Ekstrak 0,560 metanol 2

metanol

B. Kunyit (Zingiber Oficinalis)

Jenis ekstraksi Jenis ekstrak Berat (gr) Pelarut Vol

pelarut (l)

Maserasi Ekstrak 0,254 metanol 1

metanol
BAB IV

PEMBAHASAN

Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental dan

cairdibuat dengan menyari simplisia hewani atau nabati menurut cara yang

sesuai.

Sedangkan ekstraksi adalah suatu metode yang digunakan untuk

menarik komponen senyawa yang terdapat dalam suatu bahan alam baik

tumbuhan maupun biota laut dengan menggunakan pelarut yang sesuai.

Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang

terdapat disimplisia terdapat dalam bentuk dengan kadar yang tinggi dan hal

ini dimaksudkan untuk memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya.

Dalam melakukan suatu ekstraksi harus diperlukan pengetahuan yang

baik mengenai karakteristik suatu simplisia yang akan di ekstraksi sehingga

dapat ditentukan metode ekstraksi yang sesuai sehingga diperoleh hasil yang

maksimal. Dalam penentuan metode ekstrsksi yang sesuai perlu diketahui

sifat fisik dan kimia dari suatu simplisia karena dapat mempengaruhi

kecepatan penyarian seperti kecepatan difusi zat terlarut, struktur kimia dan

konsistensi bahan.
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Cara ini dimaksudkan

untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut

dalam cairan penyari. Tidak mengandung zat yang mudah mengembang

dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, sitrak, dll.

Pada metode maserasi digunakan metanol sebagai larutan penyari

karena metanol memiliki sifat semi polar sehingga dapat menarik komponen

polar dan non polar pada tanaman.

Pada metode ini penyimpanannya ditempatkan pada tempat gelap

untuk menjaga suhu disekitarnya tetap seimbang sehingga dapat mencegah

agar larutannya tidak cepat menguap sebelum menarik secara total zat aktif

yang terdapat pada simplisia.

Pada percobaan ini simplisia dibiarkan terendam selama 3 x 24 jam

yang disertai dengan pengadukan yaitu agar diperoleh hasil ekstraksi yang

maksimal, dimana hampir semua zat aktif dalam simplisia tertarik keluar.

Keuntungan dari metode maserasi adalah cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Selain itu,

kerusakan pada komponen kimia sangat minimal. Seharusnya bagi tanaman

yang mudah menguap yang pengerjaannya dengan menggunakan metode

panas.

Adapun kerugian dari cara maserasi ini penyariannya kurang sempurna

dan kerugian lainnya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi

sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat
digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti

benzoin, tiraks,dan lilin.

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Pada percobaan

ini ditambahkan cairan penyari metanol untuk menarik zat aktif yang terdapat

pada serbuk simplisia yang dibiarkan selama satu malam. Cairan yang

terdapat dalam botol perkolator disaring dengan kertas saring agar ampasnya

tidak ikut terbawa yang juga kemungkinan dapat menghambat aliran di dalam

pipa infus. Dialirkan dengan kecepatan 20 tetes/menit agar diperoleh ekstrak

yang betul-betul murni, karena kemungkinan jika kecepatan alir cairan cepat

maka kemungkinan besar serbuk ekstrak ikut terbawa aliran.

Pada percobaan perkolasi biasanya digunakan perkolator yang

berbentuk :

1. perkolator bentuk tabung.

2. perkolator bentuk corong.

3. perkolator bentuk paruh.

Pada percobaan ini digunakan perkolator bentuk paruh, karena

perkolator bentuk ini mempunyai lubang yang lebih kecil pada ujungnya

dibandingkan dengan kedua alat perkolator lainnya. Sebab lubang ujung

perkolator mempengaruhi besarnya aliran yang keluar dari alat perkolator.

Ujung yang kecil menyebabkan aliran perkolasi lebih kecil sehingga serbuk-

sebuk simplisia yang dilarutkan tidak ikut dalam aliran tersebut. Sehingga

hasil yang diinginkan dapat lebih maksimal.


Keuntungan dari metode perkolasi adalah peralatan yang digunakan

sederhana dan murah dan juga tidak memerlukan langkah tambahan yaitu

sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak.

Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau

terbatas dibandingkan dengan metode lainnya dan pelarut menjadi dingin

selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien.

Biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar

rendah. Kerugian lainnya dari metode perkolasi adalah jika kita menggunakan

serbuk yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila

diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera

menjadi pekat dan berhenti mengalir.

Infudasi adalah suatu proses penyarian yang umumnya digunakan untuk

menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air. Karena cara ini sangat

sederhana maka sering digunakan oleh perusahaan obat-obatan tradisional.

Pada metode ini serbuk simplisia dilarutkan dalam air, akan tetapi

dilakukan pemanasan pada suhu 90 oC-98oC. dilakukan pemanasan karena

air pada metode ini hanya berperan sebagai pelarut sehingga dengan

pemanasan akan membantu penarikan zat aktif pada serbuk simplisia.

Dilakukan pemanasan antara 90oC-98oC karena suhu di atas 90oC-98oC

menyebabkan sampel mendidih sehingga terjadi penguapan berlebihan.

Sedangkan suhu dibawah 90oC-98oC tidak efektif untuk metode ini karena
zat aktif pada simplisia tidak tersari secata total pada suhu tersebut sehingga

tidak diperoleh hasil yang sesuai.

Syarat suatu cairan penyari adalah dapat menembus dinding sel

sehingga masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif kemudian

melarutkan zat aktif tersebut. Pada infudasi digunakan air karena pada

metode ini dilakukan pemanasan pada suhu 90-98 0C selama 15 menit

sehingga jika digunakan pelarut yang lain seperti metanol misalnya, akan

menyebabkan simplisia kering karena pelarutnya mengalami penguapan.

Keuntungan dari metode infudasi adalah membutuhkan peralatan yang

relatif sederhana dan tidak membutuhkan langkah-langkah penyaringan

untuk memisahkan zat aktif dari suatu simplisia yang terekstraksi dari

tanaman asalnya.

Kerugian dari metode infudasi yaitu menghasilkan sari yang tidak stabil

dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Selain itu, diperlukan kehati-

hatian karena dalam proses ini dilakukan proses pemanasan.

Ekstraksi cair-cair/padat cair adalah proses pemisahan antara dua zat

pelarut dalam zat terlarut yang tidak saling bercampur. Keuntungan dari

metode ini yaitu hasil yang diperoleh sangat akurat karena dari proses

penyaringannya larutan antara satu dengan yang lain dapat dipisahkan

dengan sempurna.

Kerugian dari metode ini yaitu banyaknya sisa sampel yang tidak dapat

menyatu dengan larutan lainnya.


BAB V

PENUTUP

V.1. Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa :

1. Ada 3 cara/metode pengekstrakan sampel jintan (Nigella sativa),

yaitu :

- Maserasi ; cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan

cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama

beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.

- Perkolasi ; cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui

serbuk simplisia yang telah dibasahi.

- Infudasi, proses penyaringan yang dilakukan untuk mendapatkan

sediaan cair pada suhu 900C selama 15 menit.

V.2. Saran

Sebaiknya waktu yang digunakan dalam laboratorium lebih

dimaksimalkan agar praktikum lebih lancar.


DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1987. “Ilmu Meracik Obat”. UGM Press. Yogyakarta.

Anonim, 2006. “Penuntun Praktikum Farmakognosi I” UMI. Makassar.

Anonim, 1986. “Galenika”. UGM Press. Yogyakarta.

Dalimantha S. 2000. “Atlas Tumbuhan Indonesia Edisi II“, Trubus

Agriwidjaya. Jakarta.

Depkes RI, 1978. “ Materi Medika Indonesi Jilid I- IV“. Dirjen POM.
Jakarta.

Sudjadi, Drs. 1986. “Metode Pemisahan”. UGM Press. Yogyakarta.

Tjitrosoepomo, Gembong. 1985. “Morfologi Tumbuhan”. UGM Press.


Yogyakarta.

Tobo, Fachruddin, (2001), "Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia


I", Laboratorium Fitokimia Jurusan Farmasi Unhas, Makassar.

Wijaya H. M. Hembing, 1992. “Tanaman Berkhasiat Obat di


Indonesia”. Cet. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai