Diabetes adalah suatu penyakit gangguan kesehatan di mana kadar gula dalam darah lebih tinggi
dari normal (normal: 4-8 mmol/L atau 70 sampai 150 mg/dL; dimana saat puasa berkisar antara
80 - < 110 mg/dL, setelah makan 110 - < 160 mg/dL). Orang yang menderita diabetes,
glukosanya sulit masuk ke dalam sel karena sedikit atau tidak adanya zat insulin dalam tubuh.
Akibatnya, kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi yang nantinya dapat memberikan efek
samping yang bersifat negatif atau merugikan. Diabetes dikenal juga dengan sebutan penyakit
gula darah atau kencing manis dengan jumlah penderita yang cukup banyak di Indonesia juga di
seluruh dunia.
Gejala-gejala
http://klorofilmurah.klorofilsynergy.com/klorofil/diabetes/
Melihat cara kerja obat ini yang berbeda maka sangat rasional
bila obat ini diberikan dalam bentuk kombinasi akan mempunyai
efek yang lebih besar ketimbang diberikan secara tersendiri-
sendiri (terapi tunggal).
Pengobatan kombinasi
Ringkasan
Diabetes mellitus adalah penyakit yang berkaitan dengan gangguan produksi dan/atau
fungsi hormon insulin. Pada keadaan normal, insulin yang dihasilkan oleh sel-sel
pankreas bertugas menjaga agar kadar gula darah tetap berada dalam rentang normal
(“normoglisemia”), yaitu 70-100 mg/dL pada keadaan puasa, atau 115-150 mg/dL pada
keadaan sewaktu. Tugas insulin dilakukan dengan cara membuat glukosa masuk ke
dalam sel-sel. Pada orang normal, pelepasan insulin terjadi melalui 2 cara:
• Basal: dilepaskan secara kontinyu di antara waktu makan dan sepanjang malam •
Terstimulasi: merupakan pelepasan insulin sebagai respon terhadap adanya makanan
Gambar berikut menunjukkan bagaimana insulin dapat menyebabkan glukosa masuk
Diabetes yang tidak diterapi atau dikontrol dengan baik dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi, antara lain: • Diabetic neuropathy, yaitu gangguan saraf pada anggota
gerak bagian bawah yang menyebabkan anggota gerak tidak dapat merasakan
sentuhan atau bahkan nyeri. • Diabetic nephropathy, yaitu gangguan ginjal, yang dapat
mengarah pada terjadinya microalbuminuria (ditemukannya protein pada urine) •
Diabetic retinopathy, yaitu gangguan pada retina, yang dapat menyebabkan katarak
atau bahkan kebutaan • Hipertensi • Gangguan ritme jantung • Stroke • Impotensi •
Koma, akibat hiperglikemia parah 3. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes tipe 2 merupakan tipe yang paling sering terjadi. Diperkirakan 90% dari kasus
diabetes adalah tipe 2. Mengingat insiden diabetes terus meningkat dari waktu ke
waktu, maka kriteria diagnostik oleh the American Diabetes Association (ADA) pada
tahun 1997 juga menyertakan parameter random plasma glucose (kadar gula plasma
sewaktu), mengingat sebagian penderita diabetes “terjaring” pada saat pemeriksaan
glukosa sewaktu. ADA menetapkan kriteria diagnostik diabetes tipe 2 sebagai berikut: •
Seseorang dengan dengan gejala hiperglikemia dan random plasma glucose (RPG)
atau glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dari hasil 2 kali pengukuran terpisah dapat
dikatakan menderita diabetes tipe 2, atau • Seseorang dengan fasting plasma glucose
(FPG) atau glukosa plasma dalam keadaan puasa ≥ 126 mg/dL dari hasil 2 kali
pengukuran terpisah dapat dikatakan menderita diabetes tipe 2 • Seseorang dengan
fasting plasma glucose (FPG) atau glukosa plasma dalam keadaan puasa ≥ 110 mg/dL
dari hasil 2 kali pengukuran terpisah dapat dikatakan beresiko menderita diabetes tipe
2. Keterangan:
Puasa: tidak ada pemasukan kalori selama sekurangnya 8 jam
Penyebab munculnya diabetes tipe 2 adalah satu atau lebih dari kejadian berikut: •
Organ pankreas tidak mampu menghasilkan insulin dalam jumlah cukup • Reseptor
insulin yang ada di dalam tubuh tidak memberi respon yang baik terhadap hormon
insulin yang ada. Keadaan ini dikenal sebagai resistensi insulin • Hati memproduksi
gula secara berlebihan (sebagai hasil penguraian glikogen). Akibatnya muncul
keadaan hiperglikemia yang terus-menerus, dimana glukosa akan tetap berada di
dalam darah, bukan masuk ke dalam sel. Gambar berikut menunjukkan bagaimana
kondisi hiperglikemia dengan kadar insulin cukup (kasus resistensi):
Golongan Sulfonilurea
Antidiabetik oral yang paling tua ini mulai digunakan dalam pengobatan diabetes tipe 2 sejak
tahun 1952. Mekanisme kerjanya adalah merangsang pelepasan insulin dari sel pankreas.
Terkait dengan mekanisme kerjanya ini, maka salah satu efek samping yang menonjol dari
golongan sulfonilurea adalah hipoglisemia, yang terjadi jika pengaturan dosis tidak tepat,
penderita terlambat makan atau penderita melakukan olah raga atau aktivitas fisik yang terlalu
intensif. Efek samping yang lain adalah peningkatan bobot badan, sehingga golongan ini tidak
dianjurkan sebagai pilihan pertama pada penderita yang overweight atau kegemukan.
Dilihat dari kemampuannya untuk menurunkan kadar gula puasa maupun HbA1c, golongan
sulfonilurea termasuk antidiabetika oral yang potensial. Semua golongan sulfonilurea
mempunyai efikasi yang tidak terlalu berbeda, yaitu mampu menurunkan kadar gula puasa 60-
70 mg/dL dan menurunkan HbA1c 1,5-2%. Perbedaannya terletak pada farmakokinetik dan lama
kerja, sehingga klorpropramid, misalnya sering menimbulkan hipoglikemia pada pasien usia
lanjut.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan golongan sulfonilurea adalah : • Golongan
sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan • Penggunaannya harus hati-hati pada
pasien usia lanjut, gangguan fungsi hati dan ginjal. Klorpropramid dan glibenklamid tidak
dianjurkan untuk pasien usia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal
dapat digunakan glikuidon, gliklazid atau tolbutamid yang kerjanya singkat. • Wanita menyusui,
porfiria dan ketoasidosis merupakan kontraindikasi bagi sulfonilurea Aturan minum
golongan ini adalah: sesaat sebelum makan pagi atau bersama makan pagi. Dosis awal yang
dianjurkan adalah dosis rendah. Jika kadar gula darah penderita masih belum terkontrol dan
penderita dapat mentoleransi efek sampingnya, maka dosis dapat ditingkatkan. Karena efek
samping hipoglisemia sangat berbahaya bagi mereka yang berusia lanjut, maka bagi mereka
mungkin diperlukan penyesuaian dosis, umumnya adalah setengah dosis lazim.
Beberapa sediaan golongan sulfonilurea dibuat dalam bentuk lepas lambat untuk tujuan
mengurangi frekuensi pemberian dan menjamin pelepasan dosis yang terkontrol sehingga
dapat mengurangi resiko hipoglisemia.
Senyawa yang termasuk dalam golongan sulfonilurea – dengan aturan minum 1 x sehari --
adalah: • Chlorpropamid, 100 mg • Glibenklamid atau gliburid, 2,5 - 5 mg • Glipizid, 5 - 10 mg •
Gliklazid, 80 mg • Gliquidon, 30 mg • Glimepirid, 1 - 4 mg Bagi orang yang berpuasa,
minumlah obat ini pada saat buka puasa. Jangan pada waktu sahur.
Efek samping hipoglikemia – didefinisikan sebagai kadar gula darah ≤ 60 mg/dL – dapat
diketahui dari gejala-gejala berikut: • Gemetar • Berkeringat dingin • Pusing dan bingung • Muka
pucat • Rasa lapar sekali • Lidah tidak berasa Jika hipoglikemia terjadi pada malam hari, misal:
karena penderita tidak makan malam karena suatu alasan – maka gejala yang muncul adalah: •
Pakaian atau alas tidur basah oleh keringat • Mimpi buruk • Bangun dengan kesiagaan penuh •
Bangun dengan detak jantung cepat • Gelisah dan tidak dapat tidur kembali Cara mengatasi
gejala hipoglikemia adalah dengan memakan bahan makanan yang manis, seperti permen atau
air gula.
Golongan Biguanida
Berbeda halnya dengan golongan sulfonilurea dan insulin secretagogue yang bekerja sebagai
antidiabetika dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh sel-sel pankreas, golongan
biguanida bekerja dengan cara menurunkan resistensi insulin di beberapa jaringan, terutama di
hati. Kerja utamanya adalah mengurangi produksi gula (sebagai hasil urai glikogen) di hati.
Sedangkan kerja sekundernya adalah memperbaiki kerja insulin. Kemampuan golongan
biguanida untuk menurunkan kadar gula darah hampir sama dengan golongan sulfonilurea,
sehingga penggunaannya sebagai antidiabetika di seluruh dunia menempati posisi kedua
setelah golongan sulfonilurea. Namun berbeda halnya dengan golongan sulfonilurea yang
dapat meningkatkan bobot badan, metformin justru menginduksi penurunan bobot badan,
sehingga sering dijadikan pilihan utama bagi penderita yang overweight. Golongan biguanida
dapat menurunkan glukosa plasma puasa 60-70 mg/dL dan HbA1c 1,5-2%. Senyawa yang
termasuk dalam golongan biguanida saat ini baru hanya ada satu yaitu metformin, setelah
ditariknya senyawa fenformin dari peredaran pada tahun 1975 karena efek toksis laktat
asidosis, bahkan kematian. Karena efek samping yang menonjol dari golongan biguanida
adalah efek gastrointestinal – misal : mual, kembung, diare -- maka skema terapi yang
dianjurkan adalah peningkatan dosis secara bertahap sebagai berikut (jika digunakan secara
tunggal):
http://www.pom.go.id/io/ce/m/21.html
Alpha-Glucosidase Inhibitors
Alpha-glucosidase inhibitor, termsuk di dalamnya acarbose (Precose, Glucobay) dan miglitol
(Glyset) memilki cara kerja mengurangi kadar glukosa dengan menginterfensi penyerapan sari
pati dalam usus. Acarbose cenderung menurunkan kadar insulin setelah makan, yang merupakan
keuntungan khusus obat ini, karena kadar insulin yang tinggi setelah makan berkaitan dengan
pengingkatan risiko penyakit jantung. Studi tahun 2002 juga menemukan bahwa obat ini
kemungkinan bisa menunda datangnya diabetes tipe 2 pada orang risiko tinggi. Alpha-
glucosidase inhibitor tidak seefektif obat lain bila digunakan sebagai terapi tunggal. Namun bila
digunakan secara kombinasi, misalnya dengan metformin, insulin, atau sulfonylurea, bisa
meningkatkan efektivitasnya.
Insulin
Untuk pasien yang tidak bisa mengontrol diabetes dengan diet atau pengobatan oral, kombinasi
insulin dan obat-obatan lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara,
misalnya selama kehamilan. Namun, pada psien dengan diabetes melitus tipe 2 yang memburuk,
maka penggantian insulin total menjadi suatu kebutuhan. Ada beberapa bentuk insulin yang
tersedia atau tengah dalam penelitian.
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=83