Anda di halaman 1dari 45

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Melitus Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

2.2 Gejala dan Tanda-Tanda Diabetes mellitus Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik. A. Gejala Akut Penyakit Diabetes mellitus Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan, mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. 1. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu: a) Banyak makan (poliphagia). b) Banyak minum (polidipsia). c) Banyak kencing (poliuria). 2. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala: a) Banyak minum. b) Banyak kencing c) Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5 10 kg dalam waktu 2 4 minggu). d) Mudah lelah. e) Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.

B. Gejala Kronik Diabetes mellitus Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes mellitus adalah sebagai berikut: 1) Kesemutan. 2) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum. 3) Rasa tebal di kulit. 4) Kram.

Page 1

5) Capek. 6) Mudah mengantuk. 7) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata. 8) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita. 9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi. 10) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg

2. 3 Patogenesis Diabetes mellitus Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu : a. Rusaknya sel-sel pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll). b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas. c. Desensitas/kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan perifer

Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka dapat mengakibatkan: a. Menurunnya transport glukosa melalui membram sel, keadaan ini mengakibatkan sel-sel kekurangan makanan sehingga meningkatkan metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasi yang muncul adalah penderita Diabetes mellitus selalu merasa lapar atau nafsu makan meningkat poliphagia. b. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan otot terganggu. c. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis, karena proses ini disertai nafsu makan meningkat atau poliphagia sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hiperglikemi. Kadar gula darah tinggi mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi mengabsorpsi dan glukosa keluar bersama urin, keadaan ini yang disebut glukosuria. Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering berkemih atau poliuria dan selalu merasa haus atau polidipsia.

Faktor Risiko Diabetes Mellitus Faktor-faktor risiko terjadinya Diabetes mellitus tipe 2 menurut ADA dengan modifikasi terdiri atas : a. Faktor risiko mayor : 1) Riwayat keluarga DM.

Page 2

2) Obesitas. 3) Kurang aktivitas fisik. 4) Ras/Etnik. 5) Sebelumnya teridentifikasi sebagai IFG. 6) Hipertensi. 7) Tidak terkontrol kolesterol dan HDL. 8) Riwayat DM pada Kehamilan. 9) Sindroma polikistik ovarium.

b. Faktor risiko lainnya : 1) Faktor nutrisi. 2) Konsumsi alkohol. 3) Kebiasaan mendengkur. 4) Faktor stress. 5) Kebiasaan merokok. 6) Jenis kelamin. 7) Lama tidur.

2. 4 Diagnosis diabetes mellitus Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini. 1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. 2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Page 3

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: 1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. 2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. 3. Test toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.

2.5 Pemicu Sekresi Insulin 1. Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

2. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin Tiazolidindion Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat

Page 4

memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis Metformin Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens. Mekanisme kerja OHO

Cara Pemberian OHO, terdiri dari: 1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal 2. Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan 3. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan 4. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan 5. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan 6. Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama 7. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

2. Insulin Insulin diperlukan pada keadaan: 1. Penurunan berat badan yang cepat

Page 5

2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis 3. Ketoasidosis diabetic 4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik 5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat 6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal 7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) 8. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan 9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat 10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: a. insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

b. insulin kerja pendek (short acting insulin) c. insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) d. insulin kerja panjang (long acting insulin)

Penyulit menahun 1. Makroangiopati : a. Pembuluh darah jantung b. Pembuluh darah tepi Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul. c. Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati: a. Retinopati diabetik Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati b. Nefropati diabetic

Page 6

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati

3. Neuropati a. Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. b. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari. c. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap tahun. d. Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi.

2. 6 Ulkus diabetika Definisi Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob

2.7 Tanda dan Gejala Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu : a. Sering kesemutan. b. Nyeri kaki saat istirahat. c. Sensasi rasa berkurang. d. Kerusakan Jaringan (nekrosis). e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea. f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. g. Kulit kering

Page 7

Faktor Risiko Ulkus diabetika Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas : a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah : 1) Umur 60 tahun. 2) Lama DM 10 tahun.

b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya hidup) 1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer). 2) Obesitas. 3) Hipertensi. 4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol. 5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol. 6) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan : a) Kolesterol Total tidak terkontrol. b) Kolesterol HDL tidak terkontrol. c) Trigliserida tidak terkontrol. 7) Kebiasaan merokok. 8) Ketidakpatuhan Diet DM. 9) Kurangnya aktivitas Fisik. 10) Pengobatan tidak teratur. 11) Perawatan kaki tidak teratur. 12) Penggunaan alas kaki tidak tepat.

Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut : a. Umur 60 tahun. Umur, menurut penelitian di Swiss dikutip oleh Suwondo bahwa penderita ulkus diabetika 6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia 60 tahun42. Penelitian kasus kontrol di Iowa oleh Robert menunjukkan bahwa umur penderita ulkus diabetika pada usia tua 60 tahun 3 kali lebih banyak dari usia muda < 55 tahun. Umur 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis

Page 8

menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. b. Lama DM 10 tahun. Penelitian di USA oleh Boyko pada 749 penderita Diabetes mellitus dengan hasil bahwa lama menderita DM 10 tahun merupakan faktor risiko terjadinya ulkus diabetika dengan RR-nya sebesar 3 (95 % CI : 1,2 6,9)22. Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi

vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki Penderita diabetik yang sering tidak dirasakan. Neuropati. Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi ulkus diabetika. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian DM awal 1. Diabetes tidak terkontrol (diet, pengobatan, olah raga,glukosa darah, dislipidemia) 2. Hipertensi 3. Obesitas 4. Peningkatan fibrinogen 5. Peningkatan reaktivitas trombosit 6. Neuropati 7. Atherosklerosis 8. Vaskuler 9. Trombosis Insufisiency 10. Hipoksia 11. Ulkus diabetika

Page 9

c. Waktu (tahun) Ulkus diabetika, Penelitian terhadap populasi di Rochester, Minnesota, Amerika Serikat dikutip oleh Levin menunjukkan bahwa 66% penderita Diabetes mengalami neuropati dengan gangguan sensasi rasa/sensasi vibrasi pada kaki, 20% terjadi ulkus diabetika. Penelitian kohort prospektif yang dilakukan oleh Boyko pada penderita Diabetes mellitus bahwa neuropati berhubungan dengan kejadian ulkus diabetika dengan RR-nya sebesar 4 (95 % CI : 2,6 7,4) dan apabila sudah terjadi deformitas pada kaki berhubungan dengan ulkus diabetika dengan RR-nya sebesar 12,1 (95 % CI : 4,2 17,6)22. Penelitian kasus kontrol di RSCM oleh Toton Suryatono, neuropati yang dinyatakan dengan insensitivitas terhadap pemeriksaan monofilament Semmes-Weinstein 10 g mempunyai risiko 11 kali terjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM tanpa neuropati.

d. Obesitas. Pada obesitas dengan IMT 23 kg/m2 (wanita) dan IMT 25 kg/m2 (pria) atau BBR lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 U/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus/ganggren diabetika.

e. Hipertensi. Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus

f. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali. Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila

Page 10

Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel. Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika

g. Kolesterol Total, HDL, Trigliserida tidak terkendali. Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensitylipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah ( 45 mg/dl). Kadar trigliserida 150 mg/dl , kolesterol total 200 mg/dl dan HDL 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai

h. Kebiasaan merokok. Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada penderita Diabetes mellitus yang merokok 12 batang per hari mempunyai risiko 3 X untuk menjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.

Page 11

i. Ketidakpatuhan Diet DM. Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Kepatuhan Diet DM mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki system koagulasi darah.

j. Kurangnya aktivitas Fisik. Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Salah satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM menunjukkan bahwa olah raga akan menurunkan kadar trigliserida.

k. Pengobatan tidak teratur. Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut hasil penelitian di Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan bahwa pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi khronik, seperti ulkus diabetika.

l. Perawatan kaki tidak teratur. Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki.

m. Penggunaan alas kaki tidak tepat. Diabetes tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetika, terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang .

Page 12

2.8 PATOFISIOLOGI Penyebab terjadinya ulkus kaki diabetik bersifat multifaktorial.Faktor penyebab tersebut dapat dikatagorikan menjadi 3 kelompok, yaitu akibat perubahan patofisiologi, deformitas anatomi dan faktor lingkungan. Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang berakibat terganggunya proses penyembuhan luka. Deformitas kaki sebagaimana terjadi pada neuroartropati Charcot terjadi sebagai akibat adanya neuropati motoris. Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan sepatu, benda tajam, dan sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus.Neuropati perifer pada penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus, pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinya artropati Charcot. Gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskular (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut di samping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki.Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagi menjadi 3 katagori, yaitu kaki diabetika neuropati, iskemia dan neuroiskemia. Pada umumnya kaki diabetika disebabkan oleh faktor neuropati (82%) sisanya adalah akibat neuroiskemia dan murni akibat iskemia.

Neuropati Perifer Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan diperkirakan merupakan akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum, disfungsi endotel, defisiensi mioinositolperubahan sintesis mielin dan menurunnya aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas kronis, menyebabkan edema pada saraf tubuh serta pengaruh peningkatan sorbitol dan fruktose. Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama sehingga menyebabkan kelainan vaskuler dan metabolik. Peningkatan kadar sorbitol intraseluler, menyebabkan saraf membengkak dan terganggu fungsinya. Penurunan kadar insulin sejalan dengan perubahan

Page 13

kadar peptida neurotropik, perubahan metabolisme lemak, stress oksidatif, perubahan kadar bahan vasoaktif seperti nitrit oxide mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf. Kadar glukosa yang tidak teregulasi meningkatkan kadar advanced glycosylated end product (AGE) yang terlihat pada molekul kolagen yang mengeraskan ruangan-ruangan yang sempit pada ekstremitas superior dan inferior (carpal, cubital, dan tarsal tunnel). Kombinasi antara pembengkakan saraf yang disebabkan berbagai mekanisme dan penyempitan kompartemen karena glikosilasi kolagen menyebabkan double crush syndrome dimana dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan autonomik. Perubahan neuropati yang telah diamati pada kaki diabetik merupakan akibat langsung dari kelainan pada sistem persarafan motorik, sensorik dan autonomik. Hilangnya fungsi sudomotor pada neuropati otonomik menyebabkan anhidrosis dan hiperkeratosis. Kulit yang terbuka akan mengakibatkan masuknya bakteri dan menimbulkan infeksi. Berkurangnya sensibilitas kulit pada penonjolan tulang dan sela-sela jari sering menghambat deteksi dari luka-luka kecil pada kaki. Neuropati autonomik mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan pembukaan arteriovenous (AV) shunt. Neuropati motorik paling sering mempengaruhi otot intrinsik kaki sebagai akibat dari tekanan saraf plantaris medialis dan lateralis pada masingmasing lubangnya (tunnel)

Penyakit Arterial Penderita diabetes, seperti orang tanpa diabetes, kemungkinan akan menderita penyakit atherosklerosis pada arteri besar dan sedang, misalnya pada aortailiaca, dan femoropoplitea. Alasan dugaan bentuk penyakit arteri ini pada penderita diabetes adalah hasil beberapa macam kelainan metabolik, meliputi kadar Low Density Lipoprotein (LDL), Very Low Density Lipoprotein (VLDL), peningkatan kadar faktor von Willbrand plasma, inhibisi sintesis prostasiklin, peningkatan kadar fibrinogen plasma, dan peningkatan adhesifitas platelet. Secara keseluruhan, penderita diabetes mempunyai kemungkinan besar menderita atherosklerosis, terjadi penebalan membran basalis kapiler, hialinosis arteriolar, dan proliferasi endotel. Peningkatan viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul berawal pada kekakuan mernbran sel darah merah sejalan dengan peningkatan aggregasi eritrosit, Karena sel darah merah bentuknya harus lentur ketika melewati kapiler, kekakuan pada membran sel darah merah dapat menyebabkan hambatan aliran dan kerusakan pada endotelial. Glikosilasi non enzimatik protein spectrin membran sel darah merah bertanggungjawab pada kekakuan dan peningkatan agregasi yang telah terjadi. Akibat yang

Page 14

terjadi dari dua hal tersebut adalah peningkatan viskositas darah. Mekanisme glikosilasi hampir sama seperti yang terlihat dengan hemoglobin dan berbanding lurus dengan kadar glukosa darah. Penurunan aliran darah sebagai akibat perubahan viskositas memacu meningkatkan kompensasinya dalam tekanan perfusi sehingga akan meningkatkan transudasi melalui kapiler dan selanjutnya akan meningkatkan viskositas darah. Iskemia perifer yang terjadi lebih lanjut disebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terglikolasi terhadap molekul oksigen. Efek merugikan oleh hiperglikemia terhadap aliran darah dan perfusi jaringan sangatlah signifikan (Gambar 1).

2.9 DIAGNOSIS KLINIS Penanganan ulkus diabetes terdiri dari penentuan dan perbaikan penyakit dasar penyebab ulkus, perawatan luka yang baik, dan pencegahan kekambuhan ulkus. Penyebab ulkus diabetes dapat ditentukan secara tepat melalui anamnesa riwayat dan pemeriksaan fisik yang cermat.

Page 15

Riwayat Gejala neuropati perifer meliputi hipesthesia, hiperesthesia, paresthesia, disesthesia, radicular pain dan anhidrosis. sebagian besar orang yang menderita penyakit atherosklerosis pada ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), Penderita yang menunjukkan gejala didapatkan claudicatio, nyeri iskemik saat istirahat, luka yang tidak sembuh dan nyeri kaki yang jelas. Kram, kelemahan dan rasa tidak nyaman pada kaki sering dirasakan oleh penderita diabetes karena kecenderungannya menderita oklusi aterosklerosis tibioperoneal.

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3 bagian yaitu: 1. Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas 2. Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler 3. Penilaian kemungkinan neuropati perifer Mengingat diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik, oleh karena itu pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada pasien sangat penting untuk dilakukan.

Pemeriksaan Ekstremitas Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah yang menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang menonjol (pada jari pertama dan kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus karena pada daerah ini sering mendapatkan trauma. Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaa fisik: o Callus hipertropik o Kuku yang rapuh/pecah o Hammer toes o Fissure

Insufisiensi arteri perifer Pemeriksaan fisik rnemperlihatkan hilangnya atau menurunnya nadi perifer dibawah level tertentu. Penemuan lain yang berhubungan dengan penyakit aterosklerosis meliputi adanya bunyi bising (bruit) pada arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut

Page 16

pada kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemia, kedua kaki pucat pada saat kaki diangkat setinggi jantung selama 1-2 menit. Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen transkutan,

anklebrachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI merupakan pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat Doppler. Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada brachialis tidak dapat dideteksi Doppler (Gambar 5). Cuff kemudian dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai, dimana cuff dipasang pada calf distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. ABI didapatkan dari tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachialis.

Neuropati Perifer Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi, hilangnya reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop, atrofi otot, dan pemembentukan calus hipertropik khususnya pada daerah penekanan misalnya pada tumit. Status neurologis dapat diperiksa dengan menggunakan monofilament Semmes-Weinsten untuk mengetahui apakah
Page 17

penderita masih memiliki "sensasi protektif', Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika penderita tidak dapat merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki dengan tekanan yang cukup sampai monofilamen bengkok

Deformitas kaki Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan kerusakan arkus longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait biomekanik. Perubahan pada calcaneal pitch menyebabkan regangan ligamen pada metatarsal, cuneiform, navicular dan tulang kecil lainnya dimana akan menambah panjang lengkung pada kaki. Perubahan degenerative ini nantinya akan merubah cara berjalan (gait), mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan beban, dimana menyebabkan kolaps pada kaki. Ulserasi, infeksi, gangren dan kehilangan tungkai merupakan hasil yang sering didapatkan jika proses tersebut tidak dihentikan pada stadium awal.

Tekanan Diabetes dapat memberikan dampak buruk pada beberapa sistem organ termasuk sendi dan tendon. Hal biasanya tejadi pada tendon achiles dimana advanced glycosylated end prodruct (AGEs) berhubungan dengan molekul kolagen pada tendon sehingga menyebabkan hilangnya elastisitas dan bahkan pemendekan tendon. Akibat ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak kaki, dengan kata lain arkus dan kaput metatarsal mendapatkan tekanan tinggi dan lama karena adanya gangguan berjalan (gait). Hilangnya sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan fraktur, kelainan struktur kaki, misalnya hammertoes, callus, kelainan metatarsal, atau kaki Charcot; tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan jaringan lunak. Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan sepatu yang salah, kerusakan akibat benda tumpul atau tajam dapat menyebabkan pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini ditambah aliran darah yang buruk meningkatkan resiko kehilangan anggota gerak pada penderita diabetes.

Deskripsi Ulkus Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yang dilatarbelakngi neuropati ulkus biasanya bersifat kering,fisura, kulit hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar, lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi

Page 18

akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema, kalus, kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon, tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah dipermukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit: 37%) dan daerah dorsum (11%).

Status Infeksi Infeksi merupakan ancaman utama amputasi pada penderita kaki diabetik. Infeksi superfisial di kulit apabila tidak segera di atas dapat berkembang menembus jaringan di bawah kulit, seperti otot, tendon, sendi dan tulang, atau bahkan menjadi infeksi sistemik. Tidak semua ulkus mengalami infeksi. Adanya infeksi perlu dicurigai apabila dijumpai peradangan lokal, cairan purulen, sinus atau krepitasi. Menegakkan adanya infeksi pada penderita DM tidaklah mudah. Respons inflamasi pada penderita DM menurun karena adanya penurunan fungsi lekosit, gangguan neuropati dan vaskular. Demam, menggigil dan lekositosis tidak dijumpai pada 2/3 pasien dengan infeksi yang mengancam

tungkai.Menentukan ada/tidak infeksi dan derajat infeksi merupakan hal penting dalam perawatan ulkus DM. Elemen kunci dalam klasifikasi klinis infeksi ulkus DM disingkat menjami PEDIS (perfusion, extent/size, depth/tissue loss, infection, and sensation). Infeksi dikatagorikan sebagai derajat 1 (tanpa infeksi), derajat 2 (infeksi ringan: melibatkan jaringan kulit dan subkutis), derajat 3 (infeksi sedang: terjadi selulitis luas atau infeksi lebih dalam) dan derajat 4 (infeksi berat: dijumpai adanya sepsis). Secara praktis derajat infeksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu infeksi yang tidak mengancam kaki/nonlimb-threatening infections (derajat 1 dan 2), dan infeksi yang mengancam kaki/limb-threatening infections (derajat 3 dan 4). Pada ulkus kaki terinfeksi dan kaki diabetik terinfeksi (tanpa ulkus) Namun standar kultur adalah dari debridemen jaringan nekrotik. Kuman pada infeksi kaki diabetik bersifat polimikrobial. Staphylococcus dan Streptococcus merupakan patogen dominan. Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabetik memberikan komplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi akan mempersulit penyembuhan ulkus. Oleh sebab itu setiap terjadi ulkus perlu dipikirkan kemungkinan adanya osteomielitis. Diagnosis osteomielitis tidak mudah ditegakkan. Secara klinis bila ulkus sudah berlangsung >2 minggu, ulkus luas dan dalam serta lokasi ulkus pada tulang yang menonjol harus dicurigai adanya osteomielitis. Spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaan rontgen tulang

Page 19

hanya 66% dan 60%, terlebih bila pemeriksaan dilakukan sebelum 10 21 hari gambaran kelainan tulang belum jelas. Seandainya terjadi gangguan tulang hal ini masih sering sulit dibedakan antara gambaran osteomielitis atau artropati neuropati. Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan karena di samping dapat mendeteksi adanya osteomielitis juga dapat memberikan informasi adanya osteolisis, fraktur dan dislokasi, gas gangren, deformitas kaki.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1. Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat. 2. Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal 3. Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume Recording (PVR), atau plethymosgrafi.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS 1. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya ostomielitis. 2. Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas. 3. Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofloxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis. 4. Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler atau endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan makna penyakit atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan injeksi kontras pada angiografi konvensional berhubungan dengan suntikan dan agen kontras. a. Teknik : secara khusus, kateter dimasukan secara retrograde melalui tusukan pada

Page 20

femur, kontras disuntikkan melalui aorta infrarenal. Gambar diambil sejala dengan kontras ke bawah pada kedua kaki. b. Komplikasi berkaitan dengan tusukan: resiko dapat berupa perdarahan, terbentuknya pseudoaneurisma, dan pembekuan atau hilangnya lapisan intima arteri. Saat ini metode terbaru dengan suntikan secara perkutan dapat mengurangi komplikasi yang terjadi. c. Resiko berkaitan dengan kontras: bahan kontras angiografi merupakan bahan nefrotoksik. Resiko terjadinya gagal ginjal akut tinggi pada pasien dengan insufisiensi renal dan pada penderita diabetes. Pada pasien dengan faktor resiko tersebut 30% kemungkinan dapat terjadi kegagalan ginjal akut. Oleh karena itu, pemeriksaan kreatinin serum dilakukan sebelum dilakukan angiografi. d. Untuk mencegah kemungkinan lactic asidosis, penderita diabetes yang mengkonsumsi Metformin (Glucophage) tidak boleh minum obat tersebut menjelang dilakukan angiografi dengan kontras. Pasien dapat kembali mengkonsumsi obat tersebut setelah fungsi ginjal normal kembali dalam 1-2 hari setelah terpapar kontras. 5. Alternatif selain angiografi konvensional a. Magnetic Resonance Angiography (MRA): MRA merupakan alternatif yang dapat digunakan pada penderita resiko tinggi atau penderita yang alergi bahan kontras. Kontras yang digunakan adalah Gadolinum chelates, berpotensi menimbulkan 3 efek samping pada penderita dengan insufisiensi renal: acute renal injury, pseudohipokalemia, dan fibrosis nefrogenic sistemik. b. Multidetector Computed Tomographic Angiography (MDCT) menghindari penusukan arteri. Dengan menggunakan injeksi kontras intravenous, CT scan multidetektor (16 atau 64 channel) dapat meningkatkan resolusi gambar angiografi dan dengan kecepatan relatif tinggi. Penggunaan kontras pada MDCT mempunyai resiko yang sama. c. Carbondioxide Angiography merupakan salah satu alternatif pada penderita dengan insufisiensi renal, tetapi tidak secara luas dapat digunakan dan masih membutuhkan bahan kontras iodium sebagai tambahan gas karbondioksida untuk mendapatkan gambar yang baik.

Page 21

d.

Plain radiografi tidak digunakan untuk pemeriksaan rutin pada penyakit arteri perifer oklusif. Hal ini disebabkan kalsifikasi arteri yang terlihat pada plain radiografi bukan merupakan indikator spesifik penyakit aterosklerosis.

Kalsifikasi pada lapisan media arteri bukan merupakan diagnosis aterosklerosis, bahkan juga kalsifikasi pada lapisan intima yang merupakan diagnosis aterosklerosis, tidak akan menyebabkan stenosis hemodinamik yang signifikan.

KLASIFIKASI PATOLOGI Penilaian dan klasifikasi ulkus diabetes sangat penting untuk membantu perencanaan terapi dari berbagai pendekatan dan membantu memprediksi hasil. Beberapa sistem klasifikasi ulkus telah dibuat yang didasarkan pada beberapa parameter yaitu luasnya infeksi, neuropati, iskemia, kedalaman atau luasnya luka, dan lokasi. Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan pada ulkus diabetes adalah Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit yang didasarkan pada kedalaman luka dan terdiri dari 6 grade luka

Page 22

2.10 Manajemen Ulkus Kaki Diabetik Manajemen ulkus diabetik dilakukan secara komprehensif melalui upaya; mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/ mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi. Penyakit DM melibatkan sistem multi organ yang akan mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia, hiperkolesterolemia, gangguan kardiovaskular (stroke, penyakit jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan sebagainya harus dikendalikan.

Debridemen Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk (1) Mengevakuasi bakteri kontaminasi, (2) Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan, (3) Menghilangkan jaringan kalus, (4) Mengurangi risiko infeksi local
Page 23

Mengurangi beban tekanan (off loading) Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar. Pada penderita DM yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory.Total contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitian Amstrong TCC dapat mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan memberikian kesembuhan antara 73%-100%. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karet sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan belakang (tumit).

Perawatan luka Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ovington memberikan pedoman dalam memilih dressing yang tepat dalam menjaga keseimbangan kelembaban luka: 1. Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab 2. Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka luka tertentu yang akan diobati

Page 24

3. Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering selama sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab 4. Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak menyebabkan maserasi pada luka 5. Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak sering diganti 6. Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri. 7. Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat.

Pengendalian Infeksi Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti: ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam + aztreonam, piperacillin/tazobactam + vancomycin, vancomycin +

metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama 6 minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.

Page 25

Revaskularisasi Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh atau bahkan kemudian hari akan menyerang tempat lain apabila penyempitan pembuluh darah kaki tidak dilakukan revaskularisasi. Tindakan debridemen, mengurangi beban, perawatan luka, tidak akan memberikan hasil optimal apabila sumbatan di pembuluh darah tidak dihilangkan. Tindakan endovaskular (angioplasti transluminal perkutaneus (ATP) dan atherectomy) atau tindakan bedah vaskular dipilih berdasarkan jumlah dan panjang arteri femoralis yang tersumbat. Bila oklusi terjadi di arteri femoralis satu sisi dengan panjang atherosklerosis <15 cm tanpa melibatkan arteri politea, maka tindakan yang dipilih adalah ATP. Namun lesi oklusi bersifat multipel dan mengenai arteri poplitea/arteri tibialis maka tindakan yang direkomendasikan adalah bedah vaskular (by pass). Berdasarkan penelitian revaskularisasi agresif pada tungkai yang mengalami iskemia dapat menghindakan amputasi dalam periode 3 tahun sebesar 98%.5,15

Tindakan bedah Jenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dari berat ringannya ulkus DM. Tindakan bedah dapat berupa insisi dan drainage, debridemen, amputasi, bedah revaskularisasi, bedah plastik atau bedah profilaktik. Intervensi bedah pada kaki diabetika dapat digolongkan menjadi empat kelas I (elektif), kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif) dan kelas IV (emergensi). Tindakan elektif ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas, seperti pada kelainan spur tulang, hammertoes atau bunions. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami neuropati. Prosedur rekonsktuksi yang dilakukan adalah melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon. Tindakan bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif. Contoh tindakan bedah kuratif adalah bila tindakan endovaskular (angioplasti dengan menggunakan balon atau atherektomi) tidak berhasil maka perlu dilakukan bedah vaskular. Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif. Pada keadaan ini jaringan tulang mati dan jaringan granulasi yang terinfeksi harus diangkat, sinus dan rongga mati harus dihilangkan. Prosedur bedah ditujukan untuk menghilangkan penekanan kronis yang mengganggu proses penyembuhan. Tindakan tersebut dapat berupa exostectomy, artroplasti digital, sesamodectomy atau reseksi caput metatarsal. Tindakan bedah emergensi paling sering dilakukan, yang diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi. Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan nekrotik. Dari

Page 26

sudut pandang seorang ahli bedah, tindakan pembedahan ulkus terinfeksi dapat dibagi menjadi infeksi yang tidak mengancam tungkai (grade 1 dan 2) dan infeksi yang mengancam tungkai (grade3 dan 4). Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridement dilakukan dengan tujuan untuk: drainage pus, mengangkat jaringan nekrotik, membersihkan jaringan yang menghambat pertumbuhan jaringan, menilai luasnya lesi dan untuk mengambil sampel kultur kuman. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien DM adalah fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab yang dapat mengancam jiwa sehingga rehabilitasi kemudian dapat dilakukan. Indikasi amputasi pada kaki diabetika: (1) gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas, (2) infeksi yang tidak bisa dikendalikan, (3) ulkus resisten, (4) osteomielitis, (5) amputasi jari kaki yang tidak berhasil, (6) bedah revaskularisasi yang tidak berhasil, (7) trauma pada kaki, (8) Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati.

Pengelolaan Holistik Ulkus Diabetik Terdiri dari metabolic control, wound control, microbiological control, infection control, vascular control, mechanical control, pressure control dan education control. a. Metabolic control 1. Efek hiperglikemia terhadap penyembuhan luka: gangguan proses penyembuhan luka, gangguan pada fungsi fagosit sel darah putih. 2. Pengendalian faktor-faktor lain: Hipertensi, Hiperkolesterolemia, Gangguan elektrolit, Anemia, Gangguan fungsi ginjal, Infeksi penyerta pada paru-paru b. Wound control Terdiri dari: Debridement dan nekrotomi, pembalutan, obat untuk mempercepat penyembuhan, jika diperlukan dengan tindakan operatif. Indikasi operasi jika Jaringan
Page 27

nekrosis yang makin luas, Asending infection, Osteomielitis, dan koreksi deformitas. c. Infection control Antibiotik adekuat disesuaikan pemeriksaan kultur pus. Terapi empirik sesuai multiorganism, anaerob, aerob, Mengatasi infeksi sistemik di tempat lain. d. Vascular control Pemeriksaan kondisi pembuluh darah meliputi: Ankle Brachial Index, Trans cutaneus oxygen tension ( TcPO2), Toe pressure ( N > 30 mmHg )dan Angiografi. e. Pressure control Terdiri dari istirahatkan kaki, hindari beban tekanan pada daerah luka, aktivitas pada kaki mempermudah penyebaran infeksi, gunakan bantal pada kaki saat berbaring untuk mencegah lecet pada tumit, kasur dekubitus. Non weight bearing dengan menggunakan crutches, kursi roda, dan cast. f. Education control Diantaranya, pada pasien dan keluarga, Penjelasan tentang penyakitnya, rencana tindakan diagnostik dan terapi, Risiko-risiko yang akan dialami dan prognosis.

2.11 Terapi Macam-macam terapi terdiri dari terapi suportif, farmakologis, intervensi non operasi, dan operasi. Terapi suportif meliputi perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan memberikan krem pelembab. Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas dan dari bahan sintetis yang berventilasi. Hindari penggunaan bebat elastik karena mengurangi aliran darah ke kulit. Pengobatan terhadap semua faktor yang dapat menyebabkan aterosklerosis harus diberikan. Latihan fisik (exercise), merupakan pengobatan yang paling efektif. Hal tersebut telah dibuktikan pada lebih dari 20 penelitian. Latihan fisik meningkatkan jarak tempuh sampai terjadinya gejala klaudikasi. Setiap latihan fisik berupa jalan kaki kira-kira selama 30 sampai 45 menit atau sampai terasa hampir mendekat nyeri maksimal. Program ini dilakukan selama 6 hingga 12 bulan. Hal ini disebabkan karena peningkatan aliran darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respon inflamasi, metabolisme mukuloskeletal dan oksigenasi jaringan lebih baik dengan perbaikan viskositas darah. Terapi farmakologi, dapat diberikan aspirin, clopidogrel, pentoxifilline, cilostazol, dan ticlopidine. Obat-obat tersebut dalam penelitian dapat memperbaiki jarak berjalan dan mengurangi penyempitan. Mengelola faktor risiko, menghilangkan kebiasaan merokok,
Page 28

mengatasi diabetes mellitus, hiperlipidemi, hipertensi, hiperhomosisteinemia dengan baik. Terapi intervensi pada kasus kaki diabetik harus segera dilakukan atas indikasi adanya penyakit arteri perifer yang berat dengan keluhan disertai ulkus yang tak kunjung sembuh, atau pada keadaan critical limb ischemia. Pilihan terapi intervensi dapat dilakukan dengan cara operasi bypass atau intervensi perkutan yang disebut percutaneus transluminal Angioplasty (PTA) atau disebut juga terapi endovaskular. Pemilihan terapi revaskularisasi operasi atau endovaskular tergantung dari hasil gambaran angiografi. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain luas atau panjangnya lesi dan derajat beratnya lesi stenosis, oklusi total atau tidak dan lokasinya di proksimal atau distal. Disamping itu dipertimbangkan juga adanya komorbid yang menyertai seperti penyakit jantung dan paru, diabetes mellitus dan gangguan fungsi ginjal. Bidang terapi endovaskular perkutan telah maju meningkat pesat dalam penanganan pasien dengan penyakit vaskular perifer simptomatik. Sebelumnya dalam prosedur penatalaksanaan kelainan arteri infrapopliteral sangat lambat. Dengan kemajuan teknologi terapi intervensi endovaskular meningkat ke arah keberhasilan teknis yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Penggunaan stent endovaskular mulai aorta, iliaka, sampai femoralis telah banyak dilaporkan sejak lama. Grant & Dimitris, melaporkan penggunaan drug eluting stent sirolimus untuk kasus Chronic limb ischemia pada arteri infra poplitea telah berhasil digunakan dengan angka restenosis yang rendah. Di masa datang akan semakin rendah angka amputasi dengan adanya kemajuan di bidang intervensi endovaskular.

2.12 PROGNOSIS Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan menderita ulkus pada kaki dan 1 diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap tahun. Oleh karena itu, diabetes merupakan faktor penyebab utama amputasi non trauma ekstremitas bawah di Amerika Serikat. Amputasi kontralateral akan dilakukan pada 50 % penderita ini selama rentang 5 tahun ke depan. Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan resiko terbesar terjadinya ulkus pada kaki, diikuti dengan penyakit mikrovaskuler dan regulasi glukosa darah yang buruk. Pada penderita diabetes dengan neuropati, meskipun hasil penyembuhan ulkus tersebut baik, angka kekambuhanrrya 66% dan angka amputasi meningkat menjadi 12%.

Page 29

2.13 PENCEGAHAN 1. Pengawasan dan perawatan penyakit diabetes dapat mencegah ulkus diabetes. Regulasi kadar gula darah dapat mencegah neuropati perifer atau mencegah keadaan yang lebih buruk. 2. Penderita diabetes harus memeriksa kakinya setiap hari, menjaga tetap bersih dengan sabun dan air serta menjaga kelembaban kaki dengan pelembab topikal. 3. Sepatu dan alas kaki harus dipilih secara khusus untuk mencegah adanya gesekan atau tekanan pada kaki.

Page 30

STATUS ORANG SAKIT

ANAMNESA PRIBADI Nama Umur Jenis Kelamin Status Perkawinan Pekerjaan Suku/ Agama Alamat Tanggal Masuk MR : lisnawati : 49 tahun : Perempuan : Menikah : Ibu rumah tangga : Jawa / Islam : Jl Rawa no 2 Medan : 18 November 2013 : 78.95.28

ANAMNESA PENYAKIT KU : Sesak nafas Telaah : Hal ini dialami os 3 hari memberat pada hari ini. Sesak tidak berhubungan dengan aktivitas ataupun cuaca, riwayat terbangun malam hari (-), sesak tidak berkurang dengan posisi setengah duduk. Demam(+) dialami OS sejak 2 hari ini, demam bersifat naik turun dan turun dengan obat penurun panas, menggigil (-).Mual (+) dialami sejak 2 minggu ini, riwayat muntah (+) frekuensi 1 kali dalam 1 minggu ini. Borok dikaki kanan dialami sejak 3 bulan yang lalu, awalnya kulit os terasa gatal, kemudian digaruk dan menyebabkan kulit jadi lecet dan nyeri dan lama-kelamaan luka bertambah lebar dan dalam, nanah (+), berbau busuk (+), nyeri awalnya dijumpai tapi lama kelamaan nyeri jadi berkurang. Penglihatan kabur (+), BAK (+) frekuensi meningkat. Banyak makan (-), mudah haus dan banyak minum (+), gatal-gatal dikulit (+), penurunan berat badan (+), BAB (+) N. RPT : DM sudah dialami lebih dari 15 tahun RPO : Glibenclamide

Page 31

STATUS PRESENS Sensorium Tek.Darah Nadi Pernapasan Suhu Anemis Ikterus Sianosis Dyspnoe Edema : Compos Mentis : 100/ 80 mmHg : 128 x/i : 32 x/i : 38,0 C : (+) : (-) : (-) : (+) : (-)

Pancaran wajah: sesak Sikap paksa : (+)

Ref. Fisiologis : (+)/(+) Ref. Patologis : (-)/(-)

KU/KP/KG

: berat/berat/normal

BB TB IMT

: 55 kg : 163 cm : 20,7 (Normoweight)

Page 32

PEMERIKSAAN FISIK Kepala Mata 2 mm Telinga Hidung Mulut : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : Konj. palp. inf. pucat (+)/(+), skleraikterik (-)/(-), RC (+)/(+), pupilisokor

Leher: TVJ R-2 cmH2O, trakea medial, pembesaran KGB (-), pembesaran struma (-) Thoraks Depan: Inspeksi : Simetris fusiformis Palpasi : Sdn Perkusi: Sonor memendek Batas paru hati R/A : Relatif ICR V, Peranjakan sulit dinilai Batas jantung atas : ICR III Sinistra Batas jantung kanan: LSD Batas jantung kiri: 1 cm medial LMCS Auskultasi: SP : Bronkhial lapangan paru tengah dan bawah paru kanan dan kiri ST : ronkhi basah(+) lapangan paru tengah dan bawah paru kanan dan kiri jantung :M1>M2; P2>P1; A2>A1; A2>P2 bunyi

Thorak Belakang Inspeksi Palpasi : Sdn Perkusi Auskultasi : Sonor memendek : SP:Bronkhial lapangan paru tengah dan bawah paru kanan dan kiri : Simetris fusiformis

ST: ronkhi basah(+) lapangan paru tengah dan bawah paru kanan dan kiri

Abdomen Inspeksi Palpasi : Simetris : Hepar/Lien/Renal tidak teraba


Page 34

[Type text]

Perkusi Auskultasi

: Tympani : Peristaltik (+) normal

Punggung Inguinal Genitalia

: Tapping pain (-)/(-) :Pembesaran KGB (-) :Perempuan, tdp

Extremitas Superior Inferior o Dextra: Pedis Dextra: Inspeksi Palpasi : eritema (+), sianosis (+), jaringan nekrotik (+) : Arteri Poplitea : normal Arteri Tibialis : menurun Arteri Dorsalis Pedis : menurun PD Ulkus : Ukuran 15 x 8 cm, kedalaman sampai ke tendon, berbau gas Gangren Bentuk : tepi tidak rata, dasar menembus otot dan tendon, pus (+), eksudat (+), edema (+), Kalus (+) Lokasi : plantar pedis: metatarsal dorsum pedis ( jari jari kaki ) Claudicatio (+), kulit membiru (+), dingin (+),Ulkus dan Ganggren (+) ABI : o,8 : Edema (-)/(-), Eritema Palmaris (-)/(-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM tgl.18 November 2013 di RSU Pirngadi medan : Darah Rutin DARAH RUTIN WBC HGB PLT Ht HASIL 279.000 8,0 649.000 24,7 %; NILAI NORMAL 4000-10000/ul 12-14 gr/dl 150000-440000/ul

[Type text]

Page 35

MCV MCHC Pemeriksaan Glukosa ad random SGOT SGPT Alkaline Phospatase Total Bilirubin Direct Bilirubin HbA1C

70,0 fL 32,4g% Hasil 164 35 23 327 0,22 0,14 4,3 Nilai normal < 140 mg/dl 0 40 u/l 0 40 u/l 30- 142u/l 0,00 1,20 mg/dl 0,05- 0,3 mg/dl < 6,0 %

Kimia klinik Ureum Creatinin Uric acid Natrium Kalium Clorida

Hasil 18 0,47 8,3 137 3,9 101

Nilai normal 10-50mg/dl 0.6- 1.2mg/dl 3.5-7.0mg/dl 136-155mmol/dl 3.5-5.5mmol/dl 95-103mmol/dl

Waktu protrombin 16,1 c:14,3 detik (R=1,12), INR 1,38 , APTT 34,2 c=31,3 dtk (R=1,09), D-dimer : 580 ng/ml Analisa gas darah PH PCO2 PO2 TCO2 HCO3 Base Excess O2 saturasi
[Type text]

Hasil 7,593 22,4 140,2 22,6 21,9 -0,0 99,6


Page 36

RESUME KU : Dispnoe

Telaah : Dyspnoe dialami os 3 hari, penurunan berat badan (+). Febris (+). Nausea (+), vomitus (+). Ulkus di pedis dextra (+) dialami sejak 3 bulan yang lalu, awalnya pruritus (+) pada kulit, kemudian excoriated muncul karena digaruk dan akhirnya membentuk ulkus, pus (+), berbau busuk (+), pain awalnya dijumpai tapi lama kelamaan pain jadi berkurang. Visus menurun dijumpai, poliuri (+), polidipsi (+), pruritus (+).

Diagnosis Banding Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2 + Anemia ec DD/ - Penyakit Kronis Perdarahan Defisiensi Fe -

Diagnosis Sementara Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2 + Anemia ec Penyakit kronis

Terapi: Tirah baring Diet DM 1500 kkal Pasang kateter pantau OUP IVFD Asering 10 gtt/i Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam Drips Metronidazol 500 mg/8 jam PCT 3x500 mg

Anjuran 1. Elektrolit, RFT, LFT, HST, D- Dimer, SI, TIBC, Serum ferritin, morfologi darah tepi 2. KGD N/ 2jam PP, HbA1c, Lipid profile
[Type text] Page 37

Reticulosit count,

3. Urinalisa 4. Kultur Darah 5. Kultur Luka/Ulkus 6. EKG 7. Funduscopy 8. USG colour Doppler 9. Konsul Bedah Vaskular 10. Konsul Mata 11. Konsul divisi HOM 12. Konsul divisi PAI 13. Konsul PTI

[Type text]

Page 38

Follow Up ruangan tanggal 19 20 November 2013 S O : sesak nafas (+) : Sens : CM; TD : 100-110/60-70 mmHg HR : 94-104 x/i RR : 26-30 x/i T : 36,8-37,8 oC

Pem.Fisik: sama seperti sebelumnya

Diagnosis Sementara Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2 + Anemia ec Penyakit kronis

Terapi: Tirah baring Diet DM 1500 kkal Pasang kateter pantau OUP IVFD Asering 10 gtt/i Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam Drips Metronidazol 500 mg/8 jam PCT 3x500 mg

Hasil Laboratorium : 19 November 2013 Urin rutin Warna Kekeruhan Protein Reduksi Sedinmen-eritrosit Hasil Kuning Keruh 0 Nilai normal Kuning Jernih Negatif Negatif <3/Ipl

[Type text]

Page 39

Sedimen-leukosit Sedimen-renal epiel Sedimen-blaas epitel Sedimen-vag/urethr.Ep Kristal-ca Oxalat Kristal-T.Phospat Kristal-Cysrin Kristal-urat Silinder Urobillin Billirubin Urobillinogen Ph Berat jenis Nitrit

2-4/Ipb Negatif Negatif 0-3/Ipb Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Positif 5 1,010

<5/Ipb Negatif Negatif <5Ipb Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif 4,6-8,0 1.001-1.035 Negatif

Pemeriksaan Glukosa ad random SGOT SGPT Alkaline Phospatase Total Bilirubin Direct Bilirubin Total protein- total Albumin Globuli Globulin Albunin Total Protein HbA1C
[Type text]

Hasil 360 13 11 90 0,51 0,12

Nilai normal < 140 mg/dl 0 40 u/l 0 40 u/l 30- 142u/l 0,00 1,20 mg/dl 0,05- 0,3 mg/dl

2,6 2,2 4,2 10,1

2,6 3,6 g/dl 3,6 5,0 g/dl 6,0 8,3 g/dl < 6,0 %
Page 40

Pemeriksaan Gula puasa Lipid profile Gula 2 jam PP Kolesterol total Trigliserida HDL-cholesterol LDL-cholesterol

Hasil 115

Nilai normal 60-110 mg/dl

225 148 80 21 117 140-200 mg/dl 10-160 mg/dl 35-55 mg/dl <190 mg/dl

Follow Up ruangan tanggal 21 22 November 2013 S : sesak nafas (+) : CM; : 100-110/60-70 mmHg : 94-104 x/i : 26-30 x/i

O : Sens TD HR RR

T : 36,8-37,8 oC

Pem.Fisik: sama seperti sebelumnya

Diagnosis Sementara Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2 + Anemia ec Penyakit kronis

Terapi: Tirah baring Diet DM 1500 kkal Pasang kateter pantau OUP IVFD Asering 10 gtt/i Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam Drips Metronidazol 500 mg/8 jam PCT 3x500 mg

[Type text]

Page 41

21 November 2013 DARAH RUTIN WBC HGB PLT Ht MCV MCH MCHC Neutrofil Lymph Mono Eosinofi Basofil Neut%: Lymph%: Mono% Eosofil%: Basofil Analisa gas darah HHASIL 20.680 7,9 570.000 24,7 %; 66,0 Fl 22,1 33,5g% 17.92[10^3/Ul] 1,65[10^3/uL] 1,05[10^3/uL] l:0.04[10^3/uL] 0,02 [10^3/uL] 86,6%; 8,0% 5,1%; 0,2 %, 0,1% Hasil NILAI NORMAL 4000-10000/ul 12-14 gr/dl 150000-440000/ul

PH PCO2 PO2 TCO2 Base Axcess O2 saturasi

7,469 22 150 16 -7,8 99,5

[Type text]

Page 42

Natrium Kalium Clorida

132 2,3 95

136-155mmol/dl 3.5-5.5mmol/dl 95-103mmol/dl

Jawaban konsul divisi Bedah vaskuler KU : Borok pada kaki kiri Therapi : Rencana dilakukan debridement dan amputasi A : Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2 + Anemia ec DD/ - Penyakit Kronis - Perdarahan - Defisiensi Fe + Hipoalbuminemia + Hipokalemia

P : - Tirah baring - Diet DM 1500 Kkal - Pasang kateter pantau OUP - IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i - Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam - Drips Metronidazol 500 mg/8 jam - Inj. Levemir 6 iu (malam hari) - Inj. KCL 1 flc didalam IVFD NaCL 0,9 % - Drips Albumin 1 fls /hari - PCT 3x500 mg Follow Up Ruangan tgl 23 24 November 2013 S : Sesak nafas (+), badan lemas (+) O : Sens: CM TD: 100-110/60-70 mmHg HR: 96-112 x/i RR: 26-28 x/i T: 36,8-39,3 oC
[Type text] Page 43

Pem.Fisik: sama seperti sebelumnya

Diagnosis Sementara Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2 + Anemia ec Penyakit kronis

Terapi: Tirah baring Diet DM 1500 kkal Pasang kateter pantau OUP IVFD Asering 10 gtt/i Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam Drips Metronidazol 500 mg/8 jam PCT 3x500 mg

Hasil Laboratorium : 23 November 2013 Serum Iron : 14ug/dl; TIBC: 205ug/dl; Reticulosit Count : 1,6 % Natrium Kalium Clorida 132 2,0 99 136-155mmol/dl 3.5-5.5mmol/dl 95-103mmol/dl

Morfologi darah tepi : Eritrosit: anisitosis, hipokrom Leukosit: toksik granul, hipersegmented Trombosit: normal 24 November 2013 Natrium Kalium Clorida 131 2,0 93 136-155mmol/dl 3.5-5.5mmol/dl 95-103mmol/dl

[Type text]

Page 44

Jawaban konsul Divisi Endokrinologi KU : Borok pada kaki kanan Dx : Ulkus diabetikum grade II / III /t pedis dextra + DM tipe 2 Therapy : Tirah baring Diet DM 1500 kkal IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i Inj. Ceftriaxone 2gr/12 jam Drip Metronidazol 500 mg / 8 jam Injeksi Humulin R 6-6-6 IU Injeksi Humulin N 0-0-8 IU pukul 22.00 wib Aptur 1x10 mg GV 2 x / hari Anjuran : KGD N / 2 jam pp / 3 hari KGD adrandom / hari Lipid profile HBA1C Follow Up Ruangan tgl 25 26 November 2013 S : Sesak nafas (+), badan lemas (+) O : Sens: CM TD: 100-110/60-70 mmHg HR: 96-112 x/i RR: 26-28 x/i T: 36,8-39,3 oC Pem.Fisik: sama seperti sebelumnya

Diagnosis Sementara Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2 + Anemia ec Penyakit kronis

[Type text]

Page 45

Terapi: Tirah baring Diet DM 1500 kkal Pasang kateter pantau OUP IVFD Asering 10 gtt/i Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam Drips Metronidazol 500 mg/8 jam PCT 3x500 mg Ambroxol Syr 3xCI Injeksi Humulin R 6-6-6 IU Injeksi Humulin N 0-0-8 IU pukul 22.00 wib

[Type text]

Page 46

Anda mungkin juga menyukai