Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PTM DIABETES MELLITUS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktik Klinik Keperawatan


Mata Kuliah Penyakit Tidak Meneluar
Departemen Keperawatan Penyakit Tidak Menular di Puskesmas Karangploso

Oleh :

Claudina Dwi Eva Cahyani (P17210204187)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
D3 KEPERAWATAN MALANG

2022
A. Masalah Kesehatan : Diabetes Mellitus
B. Pengertian
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, gangguan
kerja insulin atau keduanya dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (TH, 2019).
C. Tanda dan Gejala

1. Poliuri (sering buang air kecil)


Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari
(poliuria), hal ini dikarenakan kadar gula darah melebihi ambang ginjal
(>180mg/dl), sehingga gula akan dikeluarkan melalui urine. Dalam keadaan
normal, keluaran urine harian sekitar 1,5 liter, tetapi pada pasien DM yang
tidak terkontrol, keluaran urine lima kali lipat dari jumlah ini.
2. Sering merasa haus dan ingin minum air putih sebanyak mungkin (poliploidi).
Dengan adanya ekskresi urine, tubuh akan mengalami dehidrasi atau
dehidrasi. Untuk mengatasi masalah tersebut maka tubuh akan menghasilkan
rasa haus sehingga penderita selalu ingin minum air terutama air dingin,
manis, segar dan air dalam jumlah banyak.
3. Polifagi (cepat merasa lapar)
Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa kurang tenaga. Insulin
menjadi bermasalah pada penderita DM sehingga pemasukan gula ke dalam
sel-sel tubuh kurang dan energi yang dibentuk pun menjadi kurang.

4. Berat badan menurun


Ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang cukup dari gula
karena kekurangan insulin, tubuh akan bergegas mengolah lemak dan protein
yang ada di dalam tubuh untuk diubah menjadi energi. Dalam sistem
pembuangan urine, penderita DM yang tidak terkendali bisa kehilangan
sebanyak 500 gr glukosa dalam urine per 24 jam (setara dengan 2000 kalori
perhari hilang dari tubuh).Kemudian gejala lain atau gejala tambahan yang
dapat timbul yang umumnya ditunjukkan karena komplikasi adalah kaki
kesemutan, gatal-gatal, atau luka yang tidak kunjung sembuh, pada wanita
kadang disertai gatal di daerah selangkangan (pruritus vulva) dan pada pria
ujung penis terasa sakit (balanitis) (Simatupang, 2017).

D. Patofisiologi
Menurut (Corwin, 2009), Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel- sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia).Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).Diabetes tipe II paling sering
terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi).
Pohon Masalah (Pathway)

E. Pemeriksaan Diagnostik

Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan glukosa


darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Sedangkan untuk membedakan
DM tipe I dan DM tipe II dengan pemeriksaan C-peptide. Berikut adalah
pemeriksaan penunjang untuk diabetes (Hasriani, 2018) :
1. Pemeriksaan glukosa darah
Gula darah sewaktu diartikan kapanpun tanpa memandang
terakhir kali makan. Dengan pemeriksaan gula darah sewaktu sudah
dapat menegakan nosis DM tipe II. Apabila kadar glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl (plasma vena) maka penderita tersebut sudah
dapat disebut DM. Pada penderita ini tidak perlu dilakukan
pemeriksaan tes toleransi glukosa.
2. Glukosa Plasma Vena Puasa
Kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal,
≥126 mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl
disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan gula
darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan pemeriksaan tes
toleransi glukosa oral.

3. Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)


Penilaian Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut :
 Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl
 Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa >
140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl
 Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus
4. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin,
yang tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari
sesuai dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar
glukosa dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata kadar
gula darah selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya
mencerminkan saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian
jangka panjang. Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk
pengelolaaan diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi akibat
perubahan kadar glukosa yang berubah mendadak.
 HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik
 HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik sedang
 HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk

F. Penatalaksanaan Medis
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu diet, latihan, pemantauan,
terapi dan pendidikan kesehatan.

1. Penatalaksanaan diet
Prinsip umum : diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan DM.Tujuan penatalaksanaan nutrisi :
 Memberikan semua unsur makanan esensial missal vitamin, mineral
 Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
 Memenuhi kebutuhan energi
 Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap hari dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-
cara yang aman dan praktis.
 Menurunkan kadar lemak darah jika kadar lemak meningkat

2. Latihan fisik
Penderita DM membutuhkan latihan fisik untuk mengendalikan kadar
gula darahnya, sebab ketika beraktivitas fisik terjadi pertambahan penggunaan
glukosa di otot yang berkontraksi sehingga hal ini dapat menurunkan gula
dalam darah. Peningkatan kemampuan fungsional ini dapat ditingkatkan
melalui Aktivitas fisik berupa olahraga yang teratur dan terencana (Perdana
Samudera, Ida Puteri, 2019). Perbaikan dan pemeliharaan kebugaran fisik
dapat dilakukan melalui olahraga berupa latihan fisik secara terencana,
terstruktur yang dilakukan secara berkelanjutan (Amadhani, Amelia, Ivonny
M. Sapulete, 2016).
5. Pemantauan
Pemantauan glukosa dan keton secara mandiri untuk deteksi dan
pencegahan hipoglikemi serta hiperglikemia.
3. Terapi
a. Insulin
Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar glukosa darah
b. Obat oral anti diabetik :
 Sulfonaria
 Asetoheksamid ( 250 mg, 500 mg )
 Clorpopamid(100 mg, 250 mg )
 Glipizid ( 5 mg, 10 mg )
 Glyburid ( 1,25 mg ; 2,5 mg ; 5 mg )
 Totazamid ( 100 mg ; 250 mg; 500 mg )
 Tolbutamid (250 mg, 500 mg )
 Biguanid
 Metformin 500 mg
6. Pendidikan kesehatan
Informasi yang harus diajarkan pada pasien antara lain :
 Patofisiologi DM sederhana, cara terapi termasuk efeksamping obat,
pengenalan dan pencegahan hipoglikemi /hiperglikemi
 Tindakan preventif (perawatan kaki, perawatan mata ,hygiene umum )
 Meningkatkan kepatuhan progranm diet dan obat

G. Pengkajian Keperawatan

Identitas Nama, usia (DM Tipe 1 usia < 30 tahun. DM Tipe 2 usia > 30 tahun,
cenderung meningkat pada usia > 65 tahun), jenis kelamin, status, agama, alamat,
tanggal : MRS, diagnosa masuk. Pendidikan dan pekerjaan, orang dengan pendapatan
tinggi cenderung mempunyai pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung
untuk mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan lemak yang
berlebihan. Penyakit ini biasanya banyak dialami oleh orang yang pekerjaannya
dengan aktifitas fisik yang sedikit.
 Keluhan Utama
a. Kondisi Hiperglikemi

Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak BAK, dehidrasi, suhu tubuh
meningkat, sakit kepala.
b. Kondisi Hipoglikemi

Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah
konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo,
perubahan emosional, penurunan kesadaran.

 Riwayat Penyakit Sekarang


Dominan muncul adalah sering kencing, sering lapar dan haus, berat badan
berlebih. Biasanya penderita belum tahu kalau itu penyakit DM, baru tahu setelah
memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
 Riwayat Penyakit Terdahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan
insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat–obatan seperti glukokortikoid, furosemid,
thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen, hipertensi, dan obesitas.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Menurun menurut silsilah karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya
tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik.
 Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit.
Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit
tersebut mengganggu aktivitas pasien.
2) Pola aktivitas dan latihan
Kaji keluhan saat beraktivitas. Biasanya terjadi perubahan aktivitas
sehubungan dengan gangguan fungsi tubuh. Kemudian pada klien ditemukan
adanya masalah dalam bergerak, kram otot tonus otot menurun, kelemahan
dan keletihan.
3) Pola nutrisi dan metabolic
Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien (pagi,
siang dan malam). Kemudian tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah
ada mual muntah, pantangan atau alergi.
4) Pola eliminasi
Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya.
Berapa kali BAK dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi. Serta tanyakan
adakah masalah dalam proses BAK dan defekasi, adakah penggunaan alat
bantu untuk BAK dan defekasi.
5) Pola istirahat dan tidur
Tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien. Dan bagaimana
perasaan klien setelah bangun tidur, apakah merasa segar atau tidak.
6) Pola kognitif persepsi
Kaji status mental klien, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan
klien dalam memahami sesuatu, tingkat ansietas klien berdasarkan ekspresi
wajah, nada bicara klien, dan identifikasi penyebab kecemasan klien.
7) Pola sensori visual
Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
8) Pola toleransi dan koping terhadap stress
Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS (financial
atau perawatan diri). Kemudian kaji keadaan emosi klien sehari – hari dan
bagaimana klien mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien).
Tanyakan apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien
sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat, apakah pasien
merasakan kecemasan yang berlebihan dan tanyakan apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
9) Persepsi diri/konsep diri
Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri,
apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya. Kemudian
tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi
atau takut, apakah ada hal yang menjadi pikirannya.
10) Pola seksual dan reproduksi
Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya, kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait
dengan menopause, apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks.
11) Pola nilai dan keyakinan
Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan- pantangan dalam
beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya.
H. Diagnosa Keperawatan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) dalam Tim Pokja SDKI DPP PPNI
2017 (PPNI, 2017) :
1) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan :
 Hiperglikemia
 Penurunan konsentrasi homoglobin
 Peningkatan tekanan darah
 Kekurangan volume cairan
Ditandai dengan :
Subjektif : parastesia, nyeri ekstremitas
Objektif : akral terasa dingin, warna kulit pucat, turgol kulit menurun

2) Defisit nutrisi berhubungan dengan :


 Ketidakmampuan menelan makanan
 Ketidakmampuan mencerna makanan
 Ketidakmampuan mengabsorbsi ntrien
 Peningkatan kebutuhan metabolisme
 Faktor ekonomi (mis: finansial tidak mencukupi)
 Faktor psikologis (mis: stres, keengganan untuk makan)
Ditandai dengan :
Subjektif : nyeri abdomen, menghindari makan, cepat kenyang setelah
makan
Objektif : berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal,
otot pengunyah lemah bising usus hiperaktif, diare

3) Risiko hipovolemia dibuktikan dengan :


 Kehilangan caian secara aktif
 Gangguan absorbsi cairan
 Usia lanjut
 Kelebihan berat badan
I. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Ttd


Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi (1.02079) Perawat
efektif tindakan keperawatan Observasi :
jangka waktu 3x24 jam. 1. Identifikasi faktor resiko 1. Mengetahui

Masalah keperawatan gangguan sirkulasi (mis. tingkat keparahan

perfusi perifer tidak diabetes, perokok, orang tua, penyakit


efektif meningkat hipertensi, dan kadar kolesterol
dengan kriteria hasil : tinggi)
2. Mengontrol panas,
1. Penyembuhan luka 2. Monitor panas, kemerahan,
kemerahan, nyeri
meningkat nyeri, atau bengkak pada
atau bengkak pada
2. Nyeri ekstremitas ekstremitas
ekstremitas
menurun
3. kelemahan otot Terapeutik :
1. Agar luka tidak
menurun 1. Lakukan pencegahan infeksi
bertambah parah
4. Turgol kulit
membaik 2. Lakukan perawatan kaki dan
2. Agar bersih dan
5. TD sistolik membaik kuku
terhidar dari kuman
6. TD diastolik
membaik 1. Meningkatkan
Edukasi : sirkulasi darah dan
1. Anjurkan berhenti merokok kadar oksigen

2. Meningkatkan
sirkulasi dalam
2. Anjurkan berolahraga secara darah menjadi lancar
rutin
3. Untuk
menghindari tingkat
keparahan penyakit
3. Ajarkan progran diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh, minyak
ikan, omega 3)
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi 1.03119 Perawat
tindakan keperawatan Observasi :
jangka waktu 3x24 jam. 1. Identifikasi status nutrisi 1. Mengetahui status

Masalah keperawatan nutrisi

defisit nutrisi
meningkat dengan 2. Identifikasi makanan yang 2. Mengetahui jenis
kriteria hasil : disukai makanan yang

1. Porsi makanan yang disukai

dihabiskan meningkat 3. Monitor asupan makanan 3. Mengetahui


2. Kuatan otot asupan makan
pengunyah meningkat Terapeutik :
3. Perasaan cepat 1. Lakukan oral hygiene
kenyang menurun sebelum makan, jka perlu 1. Agar terhindar

4. Nafsu makan 2. Sajkan makanan secara dari infeksi

membaik menarik dan suhu yang sesuai


3. Berikan makanan tinggi serat 2. Agar nafsu makan

untuk mencegah konstipasi bertambah

3. Agar tidak
Edukasi :
mengalami
1. Anjurkan posisi duduk, jika
konstipasi
perlu

2. Ajarkan diet yang 1. Agar tidak


diproramkan tersedak ketika
makan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi 2. Meningkatkan
untuk menentuan jumlah kalori informasi diet yang
dan jenis nutrien yang diprogramkan
dibutuhkan, jika perlu
1. Mengetahui
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan
3. Risiko hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia Perawat
tindakan keperawatan (1.03116)
jangka waktu 3x24 jam. Observasi :
Masalah keperawatan 1. Periksa tanda dan gejala 1. Mengetahui tanda
risiko hipovolemia hipovolemia (mis. frekuensi nadi dan gejala

membaik dengan meningkat, nadi teraba lemah, hipovolemia


kriteria hasil : TD menurun, TD menyempit,
1. Kekuatan nadi turgol kulit menurun, membran
meningkat mukosa kering, volume urin
2. Turgol kulit menurun, hematokrit meningkat,
meningkat haus lemah)
2. Mengetahui intake
3. perasaan lemah 2. Monitor intake dan output
dan output cairan
menurun cairan
4. Frekuensi nadi
membaik
5. Berat badan
membaik Terapeutik : 1. Mengetahui
1. Hitung kebutuhan cairan kebutuhan cairan
yang diperlukan
2. Memungkinkan

2. Berikan asupan cairan oral penghentian


tindakan dan
mempengaruhi
kembalinya fungsi
usus normal

Edukasi : 1. Memungkinkan
1. Anjurkan memperbanyak penghentian
asupan cairan oral tindakan dan
mempengaruhi
kembalinya fungsi
usus normal

Kolaborasi : 1. Menjaga
1. Kolaborasi pemberian cairan keseimbangan air
IV isotonis (mis. NaCl, RL) dan garam dalam
tubuh

2. Menggani cairan
2. Kolaborasi pemberian cairan yang keluar dalam
hipotonis (mis. gukosa 2,5%, tubuh
NaCl 0,4%)
DAFTAR PUSTAKA

Amadhani, Amelia, Ivonny M. Sapulete, and D. H. C. P. (2016). Pengaruh senam lansia


terhadap kadar gula darah pada lansia di BPLU Senja Cerah Manado. Jurnal E-Biomedik4
(1):104–9. Doi: 10.35790/Ebm.4.1.2016.10844.

Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi (3 Edisi Re). Jakarta, EGC: Jakarta,EGC.

LeMone, Priscilla, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Intergumen,
Gangguan Endokrin, dan Gangguan Gastrointestinal. ( et al. 2015 Terjemahan oleh, Bhetsy
Angelina, Ed.) (Vol 2 Edis). Jakarta: EGC.

Perdana Samudera, Ida Puteri, and K. A. (2019). Perbandingan Beragam Jenis Air Minum
Terhadap Status Hidrasi Melalui Aktivitas Fisik 5000 Meter. Multilateral Jurnal
Pendidikan Jasmani Dan Olahraga 18(1). Doi: 10.20527/Multilateral.V18i1.6565.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (edisi 1). Jakarta: DPP
PPNI.

TH, M. C. R. M. (2019). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai