Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

Di susun oleh
NIKO TAUFIK

PROGRAM STUDI NERS


STIKES KHARISMA KARAWANG
Jl. Pangkal Perjuangan Km. 1 By Pass Telp. (0267)412480 Karawang 41316
A. Definisi
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas karbohidrat, lemak
dan ptotein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau
penurunann sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan koplikasi
kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati. (Yuliana elin, 2009)

Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang


ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat.
Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah
(Brunner & Suddart, 2002).

Klasifikasi Diabetes Mellitus:


1) Tipe I:  Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes
Melitustergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I.
Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin
dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk
mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi
sebelum usia 30 tahun.
2) Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan
kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik
(suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih
dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
KADAR GULA DARAH BUKAN BELUM DM
DM PASTI DM
GulaDarahsewaktu Plasma Vena <100 100 - 200 >200

Plasma Kapiler < 80 >200


80 - 200

GulaDarahPuasa Plasma Vena < 110 >126


110 - 126

Plasma Kapiler < 90 90 - 110 >110

B. Etiologi
1) DM tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel
beta pancreas yang disebabkan oleh :
- Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri,
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic ke
arah terjadinya diabetes tipe I
- Faktor imunologi (autoimun)
- Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yag menimbulkan estruksi sel beta.
-
2) DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin.
Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes
tipe II : usia, obesitas, riwayat dan keluarga.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi
menjadi 3 yaitu :
(Sudoyo Aru, dkk 2009)
1. <140 mg/dL normal
2. 140-<200mg/dL toleransi glukosa tergaggu
3. >200mg/dL diabetes

C. Patofisiologi
Diabetes tipe I.
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari
asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II.


Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton
yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).
D. Manifestasi klinis
- Diabetes Tipe I
 hiperglikemia berpuasa
 glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
 keletihan dan kelemahan
 ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran,
koma, kematian).

- Diabetes Tipe II
 lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
 gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
 komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa >
200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal
atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering
menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8.  Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal.
9.  Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal
sampai tinggi (Tipe II).
10. Urine: gula dan aseton positif.
11.     Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan
dan infeksi luka.

F. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
 Diet
 Latihan
 Pemantauan
 Terapi
 Pendidikan
Penanganan di sepanjang perjalanan penyakit diabetes akan bervariasi
karena terjadinya perubahan pada gaya hidup, keadaan fisik dan mental
penderitanya di samping karena berbagai kemajuan dalam metode terapi
yang dihasilkan dari riset. Karena itu, penatalaksanaan diabetes meliputi
pengkajian yang konstan dan modifikasi rencana penanganan oleh
profesional kesehatan disamping penyesuaian terapi oleh pasien sendiri
setiap hari. Meskipun tim kesehatan akan mengarahkan penanganan
tersebut, namun paien sendirilah yang harus bertanggung jawab dalam
pelaksanaan terapi yang kompleks itu setiap hari nya. Karena alasan ini,
pendidikan pasien dan keluarga nya dipandang sebagai komponen yang
penting dalam menangani penyakit diabetes sama pentingnya dengan
komponen lain pada terapi diabetes.
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS

A. Pengkajian
a. Anamnesa
Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis.
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah
melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan
kemampuan untuk melakukan perawatan diri.
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,
polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
 Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK)
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

c.    Riwayat kesehatan dahulu


Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. 
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.

d.   Riwayat kesehatan keluarga


Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih
dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan,
trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid,
diuretik tiasid, kontrasepsi oral)
e.    Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
2. Resiko Syok
3. Risiko gangguan integeritas kulit/jaringan
4. Resiko ketidakseimbangan elektrolit

C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan & kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Manajemen hiperglikemia
kadar glukosa keperawatan selama x 24 Observasi :
darah jam masalah ketidakstabilan a. Identifikasi
kadar glukosa darah teratasi kemungkinan penyebab
Definisi : variasi dengan kriteria hasil : hiperglikemia
kadar glukosa
b. Identifikasi situasi yang
darah naik/turun  Mengantuk
dari rentang  Pusing menyebabkan kebutuhan
normal insulin meningkat (mis.
 Lelah / lesu
 Rasa lapar Penyakit kambuh)
 Gemetar c. Monitor kadar glukosa
 Berkeringat darah, jika perlu
 Mulut kering d. Monitor tanda dan
 Rasa haus gejala hiperglikemia
 Kadar glukosa dalam (mis. Poliuria,
darah polydipsia, polifagia,
 Palpitasi kelemahan, malaise,
pandangan kabur, sakit
kepala)
e. Monitor intake dan
output cairan
f. Monitor ketonurin,
kadar analisa gas darah,
elektrosit, tekanan darah
ortostastik, dan
frekuensi nadi.

Teraupetik :
a. Berikan asupan cairan
oral
b. Konsultasi dengan
medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia
tetap ada atau
memburuk
c. Fasilatasi ambulasi jika
ada hipotensi ortostatik

Edukasi :
a. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari
250 mg/dl
b. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
c. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
d. Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
keton urine, jika perlu
e. Ajarkan pengelolahan
diabetes (mis.
Penggunaan insulin,
obat oral, monitor
asupancairan,
penggantian karbohidrat,
dan bantuan profesional
keshatan)

Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian
cairan IV, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian
kalium, jika perlu

2 Resiko syok Setelah dilakukan tindakan Pencegahan syok


keperawatan selama x 24
Observasi
Definisi : jam masalah resiko syok
Berisiko teratasi dengan kriteria hasil :  Monitor status
mengalami
kardiopulmonal
ketidakcukupan  Kekuatan nadi
aliran darah ke  Tingkat kesadaran (frekuensi dan kekuatan
jaringan tubuh,  Saturasi oksigen nadi, frekuensi nafas,
yang dapat  Akral dingin
mengakibatkan  Pucat TD dan MAP)
disfungsi seluler  Frekuensi nadi
yang  Monitor status
 Frekuensi napas
mengancam oksigenasi (oksimetri
jiwa
nadi, AGD)
 Monitor status cairan
(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
 Monitor tingkat
kesadaran dan respon
pupil
 Periksa riwayat alergi

Terapeutik
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
 Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
 Pasang jalur IV, jika
perlu
 Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine, jika perlu
 Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi

Edukasi
 Jelaskan
penyebab/faktor resiko
syok
 Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
 Anjurkan melapor jika
merasakan/menemukan
tanda dan gejala awal
syok
 Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
 Anjurkan menghindari
alergen

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu

Pemantauan cairan
Observasi :
a. monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
b. monitor frekuensi napas
c. monitor tekanan darah
d. monitor waktu
pengisian kapiler
e. monitor elastisitas atau
turgor kulit
f. monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine
g. monitor kadar albumin
dan protein total
h. monitor hasil
pemeriksaan serum
(mis. Osmolaritas
serum, hematocrit,
natrium, kalium, BUN)
i. monitor intake dan
output cairan
j. identifikasi tanda-tanda
hipovolemi (mis.
Frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan darah
menyempit, turgor kulit
menurun, membran
mukosa kering, volume
urin menurun,
hematokrit meningkat,
haus, lemah,
konsentrasi urine
meningkat, berat badan
menurun dalam waktu
singkat)
k. identifikasi tanda-tanda
hipervolemia (mis.
Dyspnea, edema
perifer, edema
anasarka, JVP
meningkat, CVP
meningkat, reflex
hepato jugular positif,
berat badan menurun
dalam waktu singkat)
l. identifikasi factor
resiko
ketidakseimbangan
cairan (mis. Prosedur
pembedahan mayor,
trauma/perdarahan,
lukabakar, aferesis,
obstruksi intestinal,
peradangan pancreas,
penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi
intestinal)

Terapeutik
a. atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
b. dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
a. jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

3 Risiko gangguan Setelah dilakukan tindakan Obsevasi


integeritas keperawatan selama x 24
o Identifikasi penyebab
kulit/jaringan jam masalah risiko gangguan
integritas kulit/jaringan dan gangguan integritas
teratasi dengan kriteria hasil :
kulit (mis, perubahan
 kerusakan jaringan sirkulasi, perubahan
 kerusakan lapisan kulit
status nutrisi,
 nyeri
 kemerahan penurunan kelembaban,
 jaringan parut suhu lingkungan
 tekstur
ekstrem, penurunan
mobilitas)

Terapeutik
o Ubah posisi tiap 2 jam
jika tirah baring
o Lakukan pemijatan
pada area penonjolan
tulang, jika perlu
o Bersihkan perineal
dengan air hangat,
terutama selama
periode diare
o Gunakan produk
berbahan petroleum
atau minyak pada kulit
kering
o Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitive
o Hindari produk
berbahan dasar alkohol
pada kulit kering

Edukasi
o Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis, lotion,
serum)
o Anjurkan minum air
yang cukup
o Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
o Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
o Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
o Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal 30
saat berada diluar
rumah
o Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

4. Resiko Setelah dilakukan tindakan Observasi :


keperawatan selama x 24 □ Identifikasi
ketidakseimbang
jam masalah risiko kemungkinan penyebab
an elektrolit ketidakseimbangan elektrolit ketidakseimbangan
teratasi dengan kriteria hasil : elektrolit
 Serum natrium □ Monitor kadar
 Serum kalium elektrolit serum
 Serum klorida □ Monitor mual, muntah
 Serum kalsium dan diare
 Serum magnesium □ Monitor kehilangan
 Serum fosfor cairan, jika perlu
□ Monitor tanda dan
gejala hipokalemia
(mis, kelemahan otot,
interval QT
memanjang,
gelombang T datar atau
terbalik, depresi
segmen ST, gelombang
U, kelelahan,
parestesia, penurunan
refleks, anoreksia,
konstipasi, motilitas
usus menurun, pusing
depresi pernapasan)
□ Monitor tanda dan
gejala hiperkalemia
(mis, peka rangsang,
gelisah, mual, muntah,
takikardia mengarah
kebradikardia,
fibrilasi/takikardia
ventrikel, gelombang T
tinggi, gelombang P
datar, kompleks QRS
tumpul, blok jantung
mengarah asistol)
□ Monitor tanda dan
gejala hiponatremia
(mis, disorientasi, otot
berkedut, sakit kepala,
membrane mukosa
kering, hipotensi
postural, kejang,
letargi, penurunan
kesadaran)
□ Monitor tanda dan
gejala hipernatremia
(mis, haus, demam,
mual, muntah, gelisah,
peka rangsang,
membran mukosa
kering, takikardia,
hipotensi, letargi,
konfusi, kejang)
□ Monitor tanda dan
gejala hipokalsemia
(mis, peka rangsang,
tanda Chvostek
[spasme otot wajah],
tanda Trousseau
[spasme karpal], kram
otot, interval QT
memanjang)
□ Monitor tanda dan
gejala hiperkalsemia
(mis, nyeri tulang,
haus, anoreksia, letargi,
kelemahan otot,
segmen QT memendek,
gelombang T melebar,
komplek QRS lebar,
interval PR
memanjang)
□ Monitor tanda dan
gejala hipomagnesemia
(mis, depresi
pernafasan, apatis,
tanda Chvostek, tanda
Trousseau, konfusi,
disritmia)
□ Monitor tanda dan
gejala
hipermagnesemia (mis,
kelemahan otot,
hiporefleks, bradikardi,
depresi SPP, letargi,
koma, depresi)

Terapeutik :
□ Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
□ Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi :
□ Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
□ Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. (Ed8th).


Jakarta: EGC.
Huda. A. N., Kusuma. H. (2015). Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia:
Definis dan idikator diagnortik. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar intervensi keperawatan indonesia:
Definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2017). Standar luaran keperawatan indonesia:
Definisi dan kriteria hasil keperawatan. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai