DIABETES MELLITUS
Di susun oleh
NIKO TAUFIK
B. Etiologi
1) DM tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel
beta pancreas yang disebabkan oleh :
- Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri,
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic ke
arah terjadinya diabetes tipe I
- Faktor imunologi (autoimun)
- Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yag menimbulkan estruksi sel beta.
-
2) DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin.
Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes
tipe II : usia, obesitas, riwayat dan keluarga.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi
menjadi 3 yaitu :
(Sudoyo Aru, dkk 2009)
1. <140 mg/dL normal
2. 140-<200mg/dL toleransi glukosa tergaggu
3. >200mg/dL diabetes
C. Patofisiologi
Diabetes tipe I.
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari
asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
- Diabetes Tipe II
lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa >
200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal
atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering
menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal.
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal
sampai tinggi (Tipe II).
10. Urine: gula dan aseton positif.
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan
dan infeksi luka.
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
Diet
Latihan
Pemantauan
Terapi
Pendidikan
Penanganan di sepanjang perjalanan penyakit diabetes akan bervariasi
karena terjadinya perubahan pada gaya hidup, keadaan fisik dan mental
penderitanya di samping karena berbagai kemajuan dalam metode terapi
yang dihasilkan dari riset. Karena itu, penatalaksanaan diabetes meliputi
pengkajian yang konstan dan modifikasi rencana penanganan oleh
profesional kesehatan disamping penyesuaian terapi oleh pasien sendiri
setiap hari. Meskipun tim kesehatan akan mengarahkan penanganan
tersebut, namun paien sendirilah yang harus bertanggung jawab dalam
pelaksanaan terapi yang kompleks itu setiap hari nya. Karena alasan ini,
pendidikan pasien dan keluarga nya dipandang sebagai komponen yang
penting dalam menangani penyakit diabetes sama pentingnya dengan
komponen lain pada terapi diabetes.
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS
A. Pengkajian
a. Anamnesa
Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis.
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah
melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan
kemampuan untuk melakukan perawatan diri.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,
polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK)
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
2. Resiko Syok
3. Risiko gangguan integeritas kulit/jaringan
4. Resiko ketidakseimbangan elektrolit
C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan & kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Manajemen hiperglikemia
kadar glukosa keperawatan selama x 24 Observasi :
darah jam masalah ketidakstabilan a. Identifikasi
kadar glukosa darah teratasi kemungkinan penyebab
Definisi : variasi dengan kriteria hasil : hiperglikemia
kadar glukosa
b. Identifikasi situasi yang
darah naik/turun Mengantuk
dari rentang Pusing menyebabkan kebutuhan
normal insulin meningkat (mis.
Lelah / lesu
Rasa lapar Penyakit kambuh)
Gemetar c. Monitor kadar glukosa
Berkeringat darah, jika perlu
Mulut kering d. Monitor tanda dan
Rasa haus gejala hiperglikemia
Kadar glukosa dalam (mis. Poliuria,
darah polydipsia, polifagia,
Palpitasi kelemahan, malaise,
pandangan kabur, sakit
kepala)
e. Monitor intake dan
output cairan
f. Monitor ketonurin,
kadar analisa gas darah,
elektrosit, tekanan darah
ortostastik, dan
frekuensi nadi.
Teraupetik :
a. Berikan asupan cairan
oral
b. Konsultasi dengan
medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia
tetap ada atau
memburuk
c. Fasilatasi ambulasi jika
ada hipotensi ortostatik
Edukasi :
a. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari
250 mg/dl
b. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
c. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
d. Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
keton urine, jika perlu
e. Ajarkan pengelolahan
diabetes (mis.
Penggunaan insulin,
obat oral, monitor
asupancairan,
penggantian karbohidrat,
dan bantuan profesional
keshatan)
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian
cairan IV, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian
kalium, jika perlu
Terapeutik
Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
Pasang jalur IV, jika
perlu
Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine, jika perlu
Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi
Edukasi
Jelaskan
penyebab/faktor resiko
syok
Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
Anjurkan melapor jika
merasakan/menemukan
tanda dan gejala awal
syok
Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
Anjurkan menghindari
alergen
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
IV, jika perlu
Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika
perlu
Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu
Pemantauan cairan
Observasi :
a. monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
b. monitor frekuensi napas
c. monitor tekanan darah
d. monitor waktu
pengisian kapiler
e. monitor elastisitas atau
turgor kulit
f. monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine
g. monitor kadar albumin
dan protein total
h. monitor hasil
pemeriksaan serum
(mis. Osmolaritas
serum, hematocrit,
natrium, kalium, BUN)
i. monitor intake dan
output cairan
j. identifikasi tanda-tanda
hipovolemi (mis.
Frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan darah
menyempit, turgor kulit
menurun, membran
mukosa kering, volume
urin menurun,
hematokrit meningkat,
haus, lemah,
konsentrasi urine
meningkat, berat badan
menurun dalam waktu
singkat)
k. identifikasi tanda-tanda
hipervolemia (mis.
Dyspnea, edema
perifer, edema
anasarka, JVP
meningkat, CVP
meningkat, reflex
hepato jugular positif,
berat badan menurun
dalam waktu singkat)
l. identifikasi factor
resiko
ketidakseimbangan
cairan (mis. Prosedur
pembedahan mayor,
trauma/perdarahan,
lukabakar, aferesis,
obstruksi intestinal,
peradangan pancreas,
penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi
intestinal)
Terapeutik
a. atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
b. dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Terapeutik
o Ubah posisi tiap 2 jam
jika tirah baring
o Lakukan pemijatan
pada area penonjolan
tulang, jika perlu
o Bersihkan perineal
dengan air hangat,
terutama selama
periode diare
o Gunakan produk
berbahan petroleum
atau minyak pada kulit
kering
o Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitive
o Hindari produk
berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
Edukasi
o Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis, lotion,
serum)
o Anjurkan minum air
yang cukup
o Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
o Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
o Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
o Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal 30
saat berada diluar
rumah
o Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
Terapeutik :
□ Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
□ Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
□ Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
□ Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA