Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

PADA LANSIA
PPKG(PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN GERONTIK)

Disusun Oleh :
Kamal Ramadhan,S.Kep
2214901110034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS PADA LANSIA

1.1 Definisi/deskripsi penyakit

Diabetes mellitus adalah suatu gangguan metabolism yang ditandai dengan


hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat,
lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau keduanya
yang menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular dan
neuropati (NANDA, 2016).
Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai
dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi
insulin atau gangguan kinerja insulin atau karena kedua-duanya. Penyakit ini
bersifat kronik bahkan seumur hidup. Sampai sekarang, belum ada obat yang
dapat mengobati penyakitnya, yang ada saat ini hanyalah usaha untuk
mengendalikan glukosa darah seperti glukosa darah pada orang normal
(Suhartono, 2018).
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
disebabkan oleh adanya peningkatan kadar gula glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Syahbudin, 2009).

1.2 Etiologi

Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a. DM tipe 1

Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta


pancreas yang disebabkan oleh :

- Faktor genetic :

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi


mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I.
- Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
- Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
b. DM Tipe 2
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan retensi insulin. Faktor risiko
yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya usia
(resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun), Obesitas,
dan Riwayat keluarga. (Brunner & Suddarth, 2014)

1.3 Tanda gejala


a. Diabetes Tipe I
1) hiperglikemia berpuasa
2) glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3) keletihan dan kelemahan
4) ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas
bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

b. Diabetes Tipe II
1) lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
2) gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal,
penglihatan kabur
3) komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer). (Tarwoto, 2012).

1.4 Patofisiologi

Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan


glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu
zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada
maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di
pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.

Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi
untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh
aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu
sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal
tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang
sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah
menjadi meningkat.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Menurut buku NANDA NIC-NOC peemeriksaan penunjang dapat dilakukan
beberapa cara, sebagai berikut:
a. Kadar glukosa darah
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kada glukosa darah sewaktu DM Belum pasti DM
Plasma vena > 200 100-200
Darah kapiler > 200 80-100
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)
Kadar glukosa darah puasa DM Belum pasti DM
Plasma vena > 120 110-120
Darah kapiler > 110 90-100

b. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
c. Tes saring
- GDS, GDP
- Tes Glukosa Urin :
d. Tes diagnostic
Tes-tes diagnostic pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP ( Glukosa Darah 2
jam Post Pradial ), Glukosa jam ke-2 TTGO
e. Tes monitoring terapi
- GDP : Plasma vena, darah kapiler
- GD2 PP : Plasma vena
- A1c : darah vena, darah kapiler
f. Tes untuk mendeteksi komplikasi
- Miaroalbuminuria : Urin
- Ureum, kreatinin, asam urat
- Kolesterol total : plasma vena (puasa)
- Kolesterol LDL : Plasma vena ( puasa)
- Kolesterol HDL : Plasma vena ( puasa )
- Trigliserida : Plasma vena (puasa)

1.6 Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang


termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis
(DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang
termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic,
neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
a. Komplikasi akut
- Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang
berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar.
b. Komplikasi kronis
- Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh
retina.
- Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis
yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom
Kommelstiel- Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan
proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson
ditemukan hanya pada DM.
- Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM.
- Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
- Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2,
hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial.
- Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati,
iskemia, dan sepsis.
- Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60
mg/dl.

1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai berikut:


a. Obat Hipoglikemik oral
1. Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi
insulin oleh sel- sel beta pankreas

2. Golongan Biguanid / Metformin


Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat
tunggal pada pasien dengan kelebihan berat badan.
3. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
- Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin
zink, dan semilente.
- Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral
Protamine Hagerdon)
- Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc
Insulin)
Penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai berikut:
a. Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan.
Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan,
lebih dari 50 % pasien tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya
mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar
68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein. Karena itu diet yang
tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak menjadi
berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi
karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak konsumsi
serat.
b. Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM
melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan
melakukan olahraga yang berat – berat. (Sharon Lewis, 2014)

1.8 Pathway
- Faktor genetic infeksi virus
- Kerusakan imunologi

Kerusakan sel beta

Ketidakseimbangan Gula dalam darah


produksi insulin tidak dapat dibawa
masuk dalam sel

Hiperglikemia
Anabolisme
proterin menurun
Batas melebihi
ambang ginjal
Kerusakan pada
antibodi
Vikositas darah
meningkat Glikogenolisis
Kekebalan tubuh
menurun
Aliran darah Metabolism lemak
lambat meningkat
Neuropati sensori
perifer
Iskemia jaringan ketogenesis

Klien tidak merasa


Ketidakefektifan sakit
perfusi jaringan
perifer Penurunan BB
Nekrosis luka

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari gangrene
kebutuhan tubuh

Kerusakan
integritas jaringan
(Nanda NIC NOC, 2016)
Rencana asuhan keperawatan pada lansia

a. Pengkajian

1. Identitas

DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun
dan umumnya adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe
DMTTI.
2. Keluhan utama
DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering tidak khas
dan asimtomatik ( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun,
terjadi infeksi minor, kebingungan akut, atau depresi ).
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
tungkai serta kelemahan otot ( neuropati perifer ) dan luka pada
tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien
5. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
1. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama,
takikardi, perubahan tekanan darah
3. Integritas Ego
Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare’
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

b. Pemeriksaan fisik pada Lansia


1. Sel ( perubahan sel )
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi
lebih besar, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya
cairan intrasel.
2. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan
pucat dan terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran
darah kekulit dan menurunnya sel – sel yang memproduksi
pigmen, kuku pada jari tengah dan kaki menjadi tebal dan
rapuh. Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat,
rambut menipis / botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat
berkurang jumlah dan fungsinya.
3. Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang
pengecilan otot karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos
tidak begitu berpengaruh.
4. Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran
timpani menjadi altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan
serumen sehingga mengeras karena meningkatnya keratin.
5. Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh,
meningkatnya ambang penglihatan ( daya adaptasi terhadap
kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap ). Hilangnya daya
akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas
pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru
pada skala.
6. Sistem Pernafasan
Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang
melebar biasanya dan jumlah berkurang. Oksigen pada arteri
menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak
berganti – kemampuan batuk berkurang.
7. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung
memompa darah menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas
pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.
8. Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar,
rasa lapar menurun, asam lambung menurun waktu
pengosongan lambung, peristaltik lemah sehingga sering terjadi
konstipasi, hati makin mengecil.
9. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, laju filtrasi glumesulus menurun sampai
50 %, fungsi tubulus berkurang sehingga kurang mampu
memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria bertambah,
ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung
kemih menurun ( zoome ) karena otot – otot yang lemah, frekwensi
berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang
terjadi peningkatan retensi urin dan pembesaran prostat (75 % usia
diatas 60 tahun).
10. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan
uterus, atrofi payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun
adanya penurunan secara berangsur – angsur, dorongan sek
menetap sampai usia diatas 70 tahun asal kondisi kesehatan baik.
11. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan
sekresinya tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan
LH, menurunnya aktivitas tiroid sehingga laju metabolisme tubuh
( BMR ) menurun, menurunnya produk aldusteran, menurunnya
sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen, testosteron.
12. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat
otak menurun sekitar 10 – 20 % )
2.1 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

No. Diagnosa NOC NIC

1. Ketidak efektifan perfusi Setelah dilakukan Tindakan Manajemen sensasi perifer


jaringan perifer keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitor adanya daerah
- Definisi diharapkan stasus sirkulasi dan tertentu yang hanya peka
Adalah penurunan sirkulasi perfusi jaringan serebral kembali terhadap panas, dingin dll
darah keperifer yang dapat normal dengan kriteria hasil : 2. Instruksikan keluarga
mengganggu Kesehatan - TTD normal untuk mengobservasi kulit
- Batasan karakteristik - Tidak ada tanda-tanda jika ada isi atau laterasi

Tidak ada nadi, perubahan peningkatan tekanan 3. Batasi gerak pada kepala

fungsi motoric, perubahan intracranial leher dan punggung


karakteristik kulit, CRT <3 - Tidak ada ortostatik hipertensi 4. Monitor kemampuan BAB
detik, perubahan tekanan
darah diekstemitas, nyeri
ekstremitas, edema

- Faktor yang berhubungan

asupan garam tinggi,


kurang pengetahuan tentang
proses penyakit, gaya hidup
kurang gerak, merokok

2. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan Tindakan Nutrition management

kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan selama 1x24 jam 1. Kaji adanya alergi

- Definisi diharapkan kebutuhan nutrisi makanan

Adalah asupan nutrisi tidak pasien terpenuhi dengan kriteria 2. Kolaborasi dengan ahli
cukup untuk memenuhi hasil : gizi untuk menentukan

kebutuhan metabolic. - Adanya peningkatan berat jumlah kalori dan nutrisi

- Batasan karakteristik badan sesuai dengan tujuan yang dibutuhkan pasien

Kram abdomen, nyeri - Berat badan ideal sesuai 3. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
abdomen, diare, bising usus dengan tinggi badan vitamin c
hiperaktif, kurang minat - Mampu mengidentifikasi 4. Yakinkan diet yang
pada makanan, penurunan kebutuhan nutrisi dimakan mengandung
berat badan dengan asupan - Tidak ada tanda-tanda mal tinggi serat untuk
makanan adekuat, nutrisi mencegah konstipasi
membrane mukosa pucat. - Menunjukkan peningkatan
- Faktor yang berhubungan fungsi pengecapan dari
Asupan diet kurang menelan
- Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti

3. Kerusakan integritas jaringan Setelah dilakukan Tindakan Pressure ulcer prevention


- Definisi keperawatan selama 1x24 jam wound care
Adalah cedera pada diharapkan kerusakan integritas 1. Anjurkan pasien untuk
membrane mukosa, kornea, jaringan teratasi dengan kriteria menggunakan pakaian
system integument, fascia hasil : yang longgar
muscular, otot, tendon, - Perfusi jaringan normal 2. Jaga kulit agar tetap bersih
tulang kartigo, kapsul sendi - Tidak ada tanda-tanda infeksi dan kering
dan ligament - Ketebalan dan tekstur jaringan 3. Oleskan lotion atau
- Batasan karakteristik normal minyak/baby oil pada
Nyeri akut, perdarahan, - Menunjukkan pemahaman daerah yang tertekan
jaringan rusak, kemerahan, dalam proses perbaikan kulit 4. Kolaborasi ahli gizi
kerusakan jaringan. dan mencegah terjadi nya pemberian diet TKTP
- Faktor yang berhubungan cidera berulang ( tinggi kalori tinggi
Agen cedera kimiawi, - Menunjukkan terjadinya proses protein)
kelebihan volume cairan, penyembuhan luka
kelembapan, kekurangan
volume cairan,
Daftar Pustaka

Heather T, Kamitsuru, 2018-2020, NANDA-I Diagnosa Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi, Jakarta:EGC

Huda Amin, Hardhi, 2016, Asuhan Keperawatan Praktis jilid 1, Jakarta:


Mediaction
Brunner & Suddarth.2014.Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12.Jakarta:EGC.
Hasdianah, Sentot Imam.2014Patologi dan Patofisolog
Penyakit.Yogyakarta:Nuha Medika
Nurarif, A.H.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC.Yogyakarta:Medi Action.
Banjarmasin, 15 April 2023

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

(H.M.Hipni,S.Kep.,Ns) (Yosra Sigit Pramono,Ns.,M.Kep)

Anda mungkin juga menyukai