Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

( DIABETES MELITUS)

Disusun Oleh :

ANDI NORA

14420202138

CI LAHAN CI INSTITUSI

(________________) ( ________________)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MILLETUS

1. KONSEP MEDIS
A. Definisi
Diabetes milletus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh
penurunan sekresi insulin atau penurunan sensivitas insulin atau keduanya
dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular,
neopati (Sudoyo dkk,2009).
Klasifikasi diabetes milletus (smeltzer,2002)
1. Klasifikasi klinis:
a. DM
Tipe I : IDDM
Disebakan oleh destruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses
autoimun
Tipe II : NIDDM
Disebakan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.
Resistensi urin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati:
 Tipe II dengan obesitas
 Tipe II tanpa obesitas
b. Klasifikasi resiko statistic
- Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
- Berpotensi menderita kelainan glukosa.
B. Etiologi
1. DM tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran
sel-sel beta pancreas yang disebabkan oleh :
- Faktor genetic penderita tidak mewaris diabetes tipe itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan
genetic kea rah terjadinya diabetes tipe I
- Faktor imunologi (autoimun)
- Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang menimbulkan estruksi si beta.
2. DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi
insulin. Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes tipe II: usia, obesitas, riwayat dan keluarga.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi
menjadi 3 yaitu : (Sudoyo Aru,dkk 2009)
a. < 140 mg/dl = Normal
b. 140- <200 mg/dl = toleransi glukosa terganggu
c. > 200 mg/dl = Diabetes

C. Patofisiologi
Bermacam-macam penyebab diabetes mellitus yang berbeda-beda,
akhirnya akan mengarah kepada defisiensi insulin. Diabetes Mellitus
mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glikogen meningkat, sehingga
terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) yang menyebabkan
metabolisme lemak meningkat. Kemudian terjadi proses pembentukan
keton (ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan
menyebabkan ketonuria (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun
serta pH serum menurun yang menyebabkan asidosis. Defisiensi insulin
menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun, sehingga
kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini
parah dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul Glukosuria.
Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga
terjadi dehidrasi. Glukosuria mengakibatkan keseimbangan kalori negatif
sehingga menimbulkan rasa lapar yang tinggi (polipagi). Penggunaan
glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi
menjadi menurun, sehingga tubuh menjadi lemah. Hiperglikemia dapat
mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil sehingga suplai makanan
dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang akan menyebabkan luka
tidak cepat sembuh, karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat
akan menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadinya gangguan. Gangguan
pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina menurun,
sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang, akibatnya
pandangan menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal, sehingga
terjadi nefropati Diabetes mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, sistem
syaraf otonom dan sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan neuropati.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic
defisiensi insulin (Price & Wilson ,2006)
1. Kadar glukosa puasa tidak normal
2. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi
dieresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (polirua) dan
timbul rasa haus (polydipsia)
3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
4. Lelah dan mengantuk
5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
impotensi, peruritas vulva.
Kriteria diagnosis DM: (Sudoyo Aru, dkk 2009)
1. Gejala klasik DM+glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1
mmol/L)
2. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu
3. Gejala klasik DM+glukosa plasma > 126 mg/dl (7,0 mmo/L) puasa
diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8
jam
4. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
TTOG dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus dilarutkan
kedalam air.
Cara pelaksanaan TTOG (WHO 1994) : (Sudoyo Aru, dkk 2009)
1) Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa
(dengan karbohidrat yang cukup)
2) Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan , minum air putih tanpa gula tetap
diperbolehkan
3) Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa
4) Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75
gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan
diminum dalam waktu 5 menit
5) Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
6) Periksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
7) Selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat
dan tidak merokok

E. Komplikasi
1. Komplikasi metabolic
(Ketoasidosis diabetik, dan HHNK (hiperglikemik hyperosmolar
non ketotik)
2. Komplikasi
- Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan
neuropatti
- Makrovaskular (MCl,stroke, penyakit vascular perifer).

F. Pemeriksaan penunjang
1. Kadar glukosa darah
Tabel 1. kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring
Kadar Glukosa Darah sewaktu (mg/dl)
Kadar glukosa darah DM Belum Pasti DM
sewaktu
Plasma Vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar Glukosa Darah Puasa
Kadar glukosa darah DM Belum Pasti DM
puasa
Plasma Vena >120 110-120
Darah Kapiler >110 90-110
2. Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes milletus pada sedikitnya 2
kali pemeriksaan :
- Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
- Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
- Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp)
> 200 mg/dl).
3. Tes labolatorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, terdiagnostic, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi
4. Tes saring
Tes-tes saring pada DM adalah:
- GDP,GDS
- Tes glukosa urin
 Tes konvensional (metode reduksi/benedict)
 Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase
5. Tes diagnostic
Tes-tes diagnostic pada DM adalah GDP, GDS,GD2PP (glukosa
darah 2 jam post prandial), glukosa jam ke-2 TTGO
6. Tes monitoring terapi
Tes monitoring terapi DM adalah :
- GDP: plasma Vena, darah kapiler
- GD2PP : plasma vena
- A1c : darah vena, darah kapiler
7. Tes untuk mendeteksi komplikasi
- Mikroalbuminuria : urin
- Ureum, kreatinin, asam urat
- Kolestrol total : plasma vena (puasa)
- Kolsetrol LDL : plasma vena (puasa)
- Kolestrol HDL : plasma vena (puasa)
- Trigliserida : plasma vena (puasa)

G. Penatalaksanaan
Insulin pada DM tipe 2 diperlukan pada keadaan:
1. Penurunan berat badan
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetic (KAD) atau hiperglikemia hyperosmolar non
ketotik (HONK)
4. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
5. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
6. Stress berat (infeksi sitemik, operasi besar, IMA, stroke)
7. Kehamilan dengan DM gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9. Kontraindikasi dan atau elergi terhadap OHO.
H. Prognosis
a) DM tipe I :
DM tipe I berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas
premature yang tinggi dimana lebih dari 60% pasien dengan DM
tipe I tidak mengalami komplikasi serius dalam serius dalam
jangka panjang, akan tetapi banyak yang mengalami kebutaan dan
beberapa kasus yang menyebabkan kematian dini.
b) DM tipe II :
Prognosis pada pasien dengan diabetes tipe II sangat dipengaruhi
oleh tingkat control pada penyakit.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal
pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa
berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh
poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare
kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan
tidur/istirahat,haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme
pada wanita dan masalah impoten pada pria.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
2. Riwayat ISK berulang
3. Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan
penoborbital.
4. Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan
mental,reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
2. Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
3. Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk
dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi,
panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam),
RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
4. Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah
meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
5. Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare
(bising usus hiperaktif).
6. Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria,
dan sulit orgasme pada wanita
7. Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek
tendon menurun kesemutan/rasa berat pada tungkai.
8. Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus.
e. Aspek psikososial
1. Stress, anxientas, depresi
2. Peka rangsangan
3. Tergantung pada orang lain
f. Pemeriksaan diagnostic
1. Gula darah meningkat > 200 mg/dl
2. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
3. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
4. Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
5. Alkalosis respiratorik
6. Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi,menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7. Ureum/kreatinin : mungkin meningkat atau normal lochidrasi atau
penurunan fungsi ginjal.
8. Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),
normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
10. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11. Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat.
12. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pada luka.

2. KONSEP KEPERAWATAN
1) Diagnosa Keperawatan yang muncul adalah :
1. (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. (D.00.27) ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan
3. dengan disfungsi pangreas
4. (D.0055) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol
tidur
5. (D.0056) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

2) Intervensi tindakan keperawatan .


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
Observasi

a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,


intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik

a) Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri

Edukasi

b) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


b) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
2. (D.0027) ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
disfungsi pangreas
Manajemen Hiperglekemia

Observasi

a) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglekimia


b) Monitor kadar glukosa darah

Terapiotik
c) Berikan asupan cairan oral

Edukasi
d) Anjurkan menghindari olaraga saat kadar glukosa darah secara
mandiri
e) Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri

Kolaborasi
f) Kolaboras pemberian insulin (jika perlu)

3. Gangguan pola tidur b/d kurang control tidur


Manajemen Dukungan Tidur

Observasi

a) Identifikasi pola aktifitas pola tidur


b) Identifikasi factor pengganggu tidur
Terapeutik

c) Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan


Edukasi
d) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

4. Intoleransi aktivitas berhubugan dengan kelemahan.

(I.05178) Manejemen Energi

Observasi

a) Identifikasi gangguan lingkungan fungsi tubuh yang


mengakibatkan kelelahan
Terapeutik

b) Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif


Edukasi

c) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap


Kolaborasi

d) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan


makanan.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan (Potter & Perry, 2010).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses
keperawatan.Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus
menerus denganmelibatkan pasien, perawat dan anggota tim
kesehatan lainnya (Padila, 2012).
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan
Asuhan Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).
Pathway

 Faktor genetic
 Infeksi virus Gula dalam darah tidak
Kerusakan sel beta Ketidakseimbangan produksi insulin
 Pengrusakan dapat dibawa masuk
Imonologi dalam sel

glukosuria Batas melebihi ambang ginjal hiperglikemia Anabolisme protein menurun

Diere is osmotik Syok hiperglikemik


Vikosis darah meningkat Kerusakan pada antibodi

Polluri Kekebalan tubuh menurun


Aliran darah lambat Koma diabetik

Kehilangan elektrolit Iskemik jaringan Neuropatti sensori perifer


dalam sel Resiko infeksi

Ketidakefektifan jaringan perifer


Dehidrasi Nekrosis Klien tidak meras sakit

Kerusakan integritas jaringan


Kehilangan kalori Gangrene
Resiko syok

Sel kekurangan bahan untuk Protein dan lemak di BB Menurun


Merangsang bakar
metabolisme
hipotalamus

Katabolisme lemak Pemecahan protein


Pusat lapar dan haus Keletihan

Asam lemak keton


ureum
Polydipsia
polipagia
keteasidosis Intoleransi Aktivitas

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Nyeri Akut
kebutuhan tubuh

Gangguan pola tidur


DAFTAR PUSTAKA

Amin,H.dan Hardhi,K.(2015).Buku aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis dan Nanda NIC-NOC Jilid 3.Jogyakarta:MediAction

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai