Anda di halaman 1dari 24

LAPORA PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN


DIABETES MELLITUS DI RS PKU MUHAMMADIYAH CEPU

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pembimbing :

Suhardono,Skep.,Ners,M.Kes

Disusun Oleh :

Irma Kusumawati

P1337420418025

2A

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI D III KEPERAWATAN BLORA

2020
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP PENYAKIT DIABETES MELLITUS

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Sudarth,
2002).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidat,
lemak, dan protein yang disebabka penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati. (Yuliana elin, 2009)
1) Klasifikasi Klinis
a. DM
- Tipe I : IDDM
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses
autoimun.
- Tipe II : NIDDM
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer danuntuk
menghambat produksi glukosa oleh hati :
 Tipe II dengan obesitas
 Tipe II tanpa obesitas
b. Gangguan Toleransi Glukosa
c. Diabetes Kehamilan
2) Klasifikasi Resiko Statistik :
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa.
b. Berpotensi menderita kelainan glukosa.
c. Gangren kaki diabetik dibagi menjadi enam tingkatan, yaitu :
- Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan
- disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
- Derajat 1 : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
- Derajat 2 : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
- Derajat 3 : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
- Derajat 4 : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
- Derajat 5 : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

2. Etiologi
1) DM tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel – sel beta
pancreas yang disebabkan oleh :
- Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I.
- Faktor imunologi (autoimun)
- Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan estruksi sel beta.
2) DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II : usia,
obesitas, riwayat dan keluarga.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3
yaitu :
1. <140 mg/dL  normal
2. 140-<200 mg/dL  toleransi glukosa terganggu
3. ≥200 mg/dL  diabetes
3. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin :
a. Kadar glukosa puasa tidak normal.
b. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis osmotic
yang meningkatkan pengeluaran urin (poliura) dan timbul rasa haus
(polidipsia)
c. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
d. Lelah dan mengantuk
e. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi,
peruritas vulva

Kriteria Diagnosis DM (Sudoyo Aru, dkk 2009) :

a. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)


b. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu.
c. Gejala klasik DM + glukosa plasma ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan setidaknya 8 jam.
d. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL ( 11,1 mmol/L).
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus dilarutkan ke dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994) (Sudoyo Aru, dkk 2009) :
1) Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa (dengan
karbohidrat yang cukup)
2) Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
3) Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa
4) Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak –
anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
5) Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai
6) Periksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa
7) Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
4. Patofisiologi
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1) Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200
mg/dl.
2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai
dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3) Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi
sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang
ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ),
akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan
diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium,
klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan
timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien
akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun
serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk
yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1) Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel
dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin.
Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara
normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim
aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk
dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan
fungsi.
2) Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses
glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua
komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD
adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor
penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan
terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga
akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus
pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi
otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada
kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke
kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih
besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan
pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat
berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri
hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan
menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat asam )
serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993).
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan
infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
5. Pathway

-Faktor genetik Kerusakan Ketidakseimbang Gula dalam darah


-Infeksi virus sel beta an produksi tidak dapat dibawa
-Pengrusakan imunologik insulin masuk dalam sel

glukosuria Batas melebihi hiperglikemia Anabolisme protein


ambang ginjal menurun

Vikositas darah Kerusakan pada


Dieresis osmotik Syok hiperglikemik
meningkat antibodi

Koma diabetik Kekebalan tubuh


poliuriretensi urine Aliran darah lambat
menurun

Kehilangan elektrolit Iskemik jaringan Resiko infeksi Neuropati sensori


dalam sel
perifer
Ketidakefektifan
dehidrasi Klien tidak merasa
perfusi jaringan Nekrosis luka
perifer sakit

Resiko syok Kehilangan kalori gangrene Kerusakan


intregitas jaringan
Merangsang
Sel kekurangan bahan
hipotalamus Protein dan
untuk metabolisme BB menurun
lemak dibakar

Pusat lapar dan haus


Katabolisme lemak
Pemecahan protein keletihan

Polisipsia Asam lemak


polipagia keton ureum

Ketidakseimbangan keteasidosis
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar glukosa darah
Tabel : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring

b. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
- Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
- Glukosa plasma puasa ≥ 140 mg/dL (7,8 mmol/L)
- Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam mpost prandial (pp) > 200
mg/dL)
c. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien Dm dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi,
d. Tes saring
Tes – tes saring pada DM adalah :
- GDP, GDS
- Tes glukosa urin :
 Tes konvensional (metode reduksi/benedict)
 Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase)
e. Tes diagnostik
Tes diagnostik pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (glukosa darah 2 jam post
prandial), glukosa jam ke 2 TTGO
f. Tes monitoring terapi
- GDP : plasma vena, darah kapiler
- GDS : plasma vena
- A1c : darah vena, darah kapiler
g. Tes untuk mendeteksi komplikasi
- Mikroalbuminuria : urin
- Ureum, kreatinin, asam urat.
- Kolesterol total : plasma vena (puasa)
- Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
- Trigliserida : plasma vena (puasa)
7. Komplikasi
Menurut Price & Wilson (2006), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor,
yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.
a)      Komplikasi Metabolik Akut
1.    Hyperglikemia.
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) hiperglikemi didefinisikan
sebagai kadar glukosa darah yang tinggi pada rentang non puasa sekitar
140-160 mg/100 ml darah.
Hiperglikemia mengakibatkan pertumbuhan berbagai
mikroorganisme dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena
mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa.
Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan
darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat
mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan
mengakibatkan penderita DM mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan
jamur.
Secara rinci proses terjadinya hiperglekemia karena defisit insulin
tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut:
 Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.
 Glukogenesis (pembentukkan glikogen dari glukosa) berkurang dan
tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
 Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan
glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara
terus menerus melebihi kebutuhan.
 Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari unsur karbohidrat
meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah kedalam
darah hasil pemecahan asam amino dan lemak.

Yang tergolong komplikasi  metabolisme akut  hyperglikemia yaitu :

a. Ketoasidosis Diabetik (DKA)


Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami
hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan
lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai
pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan
beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria
yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Pasien dapat menjadi
hipotensi dan mengalami syok. Akibat penurunan oksigen otak, pasien
akan mengalami koma dan kematian.
b. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)
Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena
defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa
ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan
dehidrasi berat.
c. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi
insulin. Penderita DM mungkin suatu saat menerima insulin yang
jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk
mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan
terjadinya hipoglikemia.
Menurut Brunner & Suddarth (2002) hipoglikemia adalah keadaan
dimana kadar gula darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3
mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
atau karena aktivitas fisik yang berat. Tingkatan hypoglikemia adalah
:
(1) Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa menurun, sistem saraf simpatik akan
terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah
menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi,
palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
(2) Hipoglikemia sedang
Penururnan kadar glukosa yang menyebabkan sel-sel otak
tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan
baik. Berbagai tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat
mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala,
vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa didaerah bibir
serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan
emosional, perilaku yang tidak rasional,
(3) Hipoglikemia berat
Fungsi sistem saraf mengalami gangguan yang sangat berat
sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk
mengatasi hipoglikemi yang dideritanya. Gejalanya dapat
mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan
kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan
kesadaran.
Penanganan harus segera diberikan saat terjadi hipoglikemi.
Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10-15 gram gula
yang bekerja cepat per oral misalnya 2-4 tablet glukosa yang
dapat dibeli di apotek, 4-6 ons sari buah atau teh manis, 2-3
sendok teh sirup atau madu. Bagi pasien yang tidak sadar,
tidak mampu menelan atau menolak terapi, preparat glukagon
1 mg dapat disuntikkan secara SC atau IM. Glukagon adalah
hormon yang diproduksi sel-sel alfa pankreas yang
menstimulasi hati untuk melepaskan glukosa
b) Komplikasi Kronik Jangka Panjang
1) Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan
saraf-saraf perifer (neuropati diabetik).
2) Makroangiopati, mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis.
Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin
dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskular. Gangguan dapat berupa
penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia dan kelainan
pembekuan darah. 

8. Penatalaksanaan
Insulin pada DM tipe II diperlukan pada keadaan :
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetik (KAD) atau hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
(HONK)
d. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
e. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
f. Stress berat (infeksis sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
g. Kehamilan dengan diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makanan
h. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
i. Kontraindikasi dari atau alergi terhadap OHO

9. Pencegahan
Menurut Kementerian kesehatan RI (2014) terdapat program pengendalian
diabetes melitus yang dilaksanakan secara terintegrasi yaitu dengan menggunakan
pendekatan faktor risiko penyakit tidak menular teritegrasi di fasilitas primer, pos
pembinaan terpadu penyakit tidak menular, CERDIK (Cek kondisi kesehatan
secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat dengan
kalori seimbang, Istirahat yang cukup, Kendalikan stress) dan PATUH (Periksa
kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter, Atasi penyakit dengan pengobatan
yang tepat dan teratur, Tetap diet sehat dengan gizi seimbang, Upayakan
beraktivitas fisik dengan aman, Hindari rokok, alkohol dan zat karsinogenik
lainnya). Menurut Perkeni (2015), pencegahan diabetes melitus dilakukan dengan
3 cara yaitu secara primer, sekunder dan tersier. Pencegahan secara primer yaitu
ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko, yaitu bagi mereka yang
belum terkena diabetes melitus, namun berpotensi untuk terkena diabetes melitus
dan intoleransi glukosa. Pencegahannya ada dua yaitu dengan cara faktor risiko
dapat dimodifikasi (berat badan berlebih,
Kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, diet tidak sehat dan tida seimbang) dan
tidak dapat dimodifikasi (ras dan etnik, riwayat keluarga dengan diabetes melitus,
umur, riwayat melahirkan bayi lebih dari 4000 gram, dan lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram). Pencegahan secara sekunder yaitu upaya mencegah atau
menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah terkena diabetes mellitus
dengan pengendalian kadar glukosa darah sesuai target terapi serta pengendalian
faktor penyulit (mikrovaskular, makrovaskular, neuropati, rentan infeksi) dengan
pemberian pengobatan secara optimal. Program penyuluhan memiliki peran
penting dalam meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program
pengobatan sehingga mencapai target yang diharapkan. Sedangkan pencegahan
secara tersier yaitu ditujukan pada kelompok pasien dengan diabetes melitus
yanng telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan
lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup. Pada upaya ini yang dilakukan
yaitu dengan melakukan penyuluhan atau pemberian edukasi kepada pasien dan
keluarga.

10. Discharge Planning


a. Lakukan olahraga secara rutin dan pertahankan BB yang ideal
b. Kurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan karbohidrat
c. Jangan mengurangi jadwal makan atau menunda waktu makan karena hal ini
akan menyebabkan fluktuasi (ketidak stabilan) kadar gula darah
d. Pelajari mencegah infeksi : kebersihan kaki, hindari perlukaan
e. Perbanyak konsumsi makanan yang banyak mengandung serat, seperti sayuran
dan sereal
f. Hindari konsumsi makanan tinggi lemak dan yang banyak mengandung
banyak kolesterol, LDL, antara lain : daging merah, produk susu, kuning telur,
mentega, saus salad, dan makanan pencuci mulut berlemak lainnya
g. Hindari minuman yang beralkohol dan kurangi konsumsi garam
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN (TEORI)

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
- Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.
- Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak - sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. Kondisi
ini dibagi menjadi dua yaitu :
(1) Kondisi hiperglikemi
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhu
tubuh meningkat, sakit kepala.
(2) Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala,
susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di
daerah bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan kesadaran.

- Riwayat kesehatan
(1) Riwayat penyakit sekarang
Dominan muncul adalah sering kencing, sering lapar dan haus, berat badan
berlebih. Biasanya penderita belum tahu kalau itu penyakit DM, baru tahu
setelah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
(2) Riwayat kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan
insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid,
furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
(4) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.

- Pengkajian Pola Fungsi


1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat
mempengaruhi status kesehatan penderita.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4. Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang
ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga
pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
5. Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari
secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
6. Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
7. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga ( self esteem ).
9. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta
orgasme.
10. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain,
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
- Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering
terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa
mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (penurunan perfusi
jaringan perifer)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menggunakan glukose
c. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan volume cairan secara
aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan
d. Retensi urin berhubungan dengan inkomplit pengosongan kandung kemih,
sfingter kuat, dan poliuri
e. Kerusakan intregitas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan
jaringan (nekrosis luka gangren)

3. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa NOC NIC Rasional


o
1. Nyeri akut - Tingkat nyeri Management nyeri 1. Untuk mengetahui
berhubungan - Nyeri terkontrol 1. Lakukan frekuensi dan
dengan agen injuri - Tingkat pengkajian nyeri kualitas nyeri
biologis kenyamanan secara 2. Untuk mengetahui
(penurunan perfusi Setelah dilakukan komprehensif reaksi nonverbal
jaringan perifer) asuhan keperawatan termasuk lokasi, dan ketidak
selama 3 x 24 jam, karakteristik, nyamanan
klien dapat : durasi, frekuensi, 3. Untuk
1. Mengontrol kualitas dan ontro mendapatkan cara
nyeri, dengan presipitasi. komunikasi
indikator : 2. Observasi reaksi terapeutik yang
· Mengenal nonverbal dari tepat
faktor-faktor ketidaknyamanan.
penyebab 3. Gunakan teknik
· Mengenal komunikasi 4. Untuk membuat
onset nyeri terapeutik untuk suasana nyaman
· Tindakan mengetahui bagi klien
pertolongan pengalaman nyeri 5. Untuk
non klien sebelumnya. mengurangi nyeri
farmakologi 4. Kontrol 6. Untuk melatih
lingkungan yang pasien menangani
· mempengaruhi nyeri dengan cara
Menggunakan nyeri seperti suhu mandiri dan
analgetik ruangan, berelaksasi
· Melaporkan pencahayaan, 7. Untuk
gejala-gejala kebisingan. mengurangi nyeri
nyeri kepada 5. Pilih dan lakukan dengan obat
tim penanganan nyeri 8. Untuk
kesehatan. (farmakologis/no memgetahui
· Nyeri n farmakologis) sejauh mana
terkontrol 6. Ajarkan teknik intervensi berhasil
non farmakologis 9. Untuk memilih
2. Menunjukkan (relaksasi, tindakan dan
tingkat nyeri, distraksi dll) terapi yang tepat
dengan untuk mengetasi 10. Untuk melihat
indikator: nyeri. keberhasilan
· Melaporkan 7. Berikan analgetik terapi nyeri pada
nyeri untuk mengurangi klien
· Frekuensi nyeri.
nyeri 8. Evaluasi tindakan
· Lamanya pengurang
episode nyeri nyeri/ontrol nyeri.
· Ekspresi 9. Kolaborasi
nyeri; wajah dengan dokter
· Perubahan bila ada komplain 1. Untuk
respirasi rate tentang Mengecek
· Perubahan pemberian program terapi
tekanan darah analgetik tidak obat
· Kehilangan berhasil. 2. Untuk melihat
nafsu makan 10. Monitor adanya alergi
penerimaan klien 3. Untuk menentukan
. tentang pemberian
manajemen nyeri. analgetik
4. Untuk melihat
keadaan umum
pasien
Administrasi analgetik : 5. Untuk mengurangi
1. Cek program nyeri yang muncul
pemberian 6. Untuk melihat
analogetik; jenis, keberhasilan
dosis, dan terapi.
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute
pemberian dan
dosis optimal.
4. Monitor TTV
sebelum dan
sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik
tepat waktu
terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda
dan gejala efek
samping.
2. Ketidakseimbangan Nutritional Status : Nutrition Management 1. Untuk memonitor
nutrisi kurang dari Food and Fluid 1. Monitor intake intake yang
kebutuhan tubuh Intake makanan dan dikonsumsi pasien
b.d. · Intake makanan minuman yang 2. Untuk menentukan
ketidakmampuan peroral yang dikonsumsi klien kalori yang
menggunakan adekuat setiap hari dibutuhkan pasien
glukosa · Intake NGT 2. Tentukan berapa 3. Untuk memenuhi
adekuat jumlah kalori dan kebutuhan intake
· Intake cairan tipe zat gizi yang nutrisi pasien
peroral adekua dibutuhkan 4. Untuk memenuhi
· Intake cairan dengan nutrisi melalui oral
yang adekuat berkolaborasi 5. Untuk melihat
· Intake TPN dengan ahli gizi kebutuhan nutrisi
adekuat 3. Dorong melalui NGT
peningkatan 6. Melatih pasien
intake kalori, zat makan lewat oral.
besi, protein dan
vitamin C
4. Beri makanan
lewat oral, bila
memungkinkan
5. Kaji kebutuhan
klien akan
pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila
klien sudah bisa
makan lewat oral
3. Defisit Volume · Fluid balance Fluid management 1. Untuk melihat output
Cairan b.d · Hydration 1. Timbang di popok/pembalut
Kehilangan volume · Nutritional Status : popok/pembalut 2.Untuk
cairan secara aktif, Food and Fluid jika diperlukan mempertahankan
Kegagalan Intake 2. Pertahankan Intake dan output
mekanisme Kriteria Hasil : catatan intake dan cairan
pengaturan · Mempertahankan output yang 3. Untuk melihat dan
urine output sesuai akurat mempertahankan
dengan usia dan BB, 3. Monitor status status hidrasi
BJ urine normal, HT hidrasi
normal (kelembaban
· Tekanan darah, membran
nadi, suhu tubuh mukosa, nadi
dalam batas normal adekuat, tekanan
· Tidak ada tanda darah ortostatik ),
tanda dehidrasi, jika diperlukan
Elastisitas turgor 4. Monitor vital sign
kulit baik, membran 5. Monitor masukan 4. Untuk melihat
mukosa makanan / cairan keadaan umum
lembab, tidak ada dan hitung intake pasien
rasa haus yang kalori harian 5. Untuk
berlebihan 6. Kolaborasikan menghitung
pemberian cairan intake dan output
IV pasien
7. Monitor status 6. Memberikan
nutrisi cairan lewat IV
8. Berikan cairan IV pasien
pada suhu 7. Untuk melihat
ruangan status nutrisi
9. Dorong masukan pasien
oral 8. Untuk
10. Dorong keluarga memberikan
untuk membantu cairan melalui IV
pasien makan 9. Untuk
11. Tawarkan snack mempertahankan
(jus buah, buah input cairan
segar ) melalui oral
12. Kolaborasi dokter 10. Untuk melatih
jika tanda cairan keluarga untuk
berlebih muncul memotivasi
meburuk pasien makan
13. Atur 11. Untuk
kemungkinan mendukung
tranfusi nutrisi pasien
12. Untuk mengatasi
masalah dengan
dokter jika
semakin
memburuk
13. Untuk
mempersiapkan
tranfusi darah

4. Retensi urin - Urinary Urinary retention care - Untuk melihat


berhubungan elimination - Monitor intake dan intake dan output
dengan inkomplit - Urinary output cairan
pengosongan continence - Monitor penggunaan - Untuk mengawasi
kandung kemih, Kriteria hasil : obat antikolionergik penggunaan obat
sfingter kuat, dan - Kandung kemih - Monitor derajat - Untuk melihat
poliuri kosong secara distensi bladder derajat distensi
penuh - Sediakan privacy bladder
- Tidak ada residu untuk eliminasi - Untuk melindungi
urin > 100-200 cc - Kateterisasi jika perlu privacy pasien
- Bebas dari ISK - Stimulasi refleks - Untuk membantu
- Tidak ada bladder dengan dingin pengeluaran urine
spasme bladder pada abdomen - Untuk melatih
- Balance cairan - Monitor tanda dan pengeluaran urine
seiumbang gejala ISK (panas, pasca kateterisasi
hematuria, perubahan - Untuk melihat
bau, dan konsistensi munculnya
urine) kelainan

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan. Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 1.

Yuliana Elin, Andrajat Retnosari, 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI.


Soegondo S, dkk. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, cetakan keenam. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta

Sudoyo, W Aru. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Brunner and Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih. Bahasa : Agung
Waluyo, et al, Edisi 8, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai