TIPE DM
Tipe I : Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM)
I.2. Etiologi
1.2.1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
1.2.1.1. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau
kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe
I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
1.2.1.2. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
1.2.1.3. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pancreas.
1.2.2 Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum
diketahui, factor genetic diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Pemeriksaan penyaringan :
1.6 Komplikasi
Komplikasi jangka pendek
1.6.1 Hiperglikemia
- Insulin menurun
- Glukagon meningkat
- Pemakaian glukosa perifer terhambat
1.6.2 Hipoglikemia
KGD <60 mg%
Akibat terapi insulin
Ketoasidosis Diabetik : insulin menurun, lipolisis,
ketonbodi, koma
Neuropati Diabetik : kesemutan, lemas, baal, mual,
muntah, kembung
Nefropati Diabetik : proteinuria
Retinopati Diabetik : penglihatan kabur
Ulkus/Gangren
Kelainan Vaskuler
Mikrovaskuler
Makrovaskuler
Organ/jaringan
Yg terjadi Komplikasi
yg terkena
Komplikasi ulkus DM
Penggolongan Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377), terdapat lima
grade ulkus diabetikum antara lain:
1.7 Penatalaksanaan
Kerangka utama penatalaksanan Diabetes Melitus yaitu
penyuluhan.
Perencanaan makan.
Standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi
seimbang berupa karbohidrat (69 – 70 %), protein (10 – 15 %)
dan lemak (20 – 25 %). Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan
jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan
kolesterol < 300 mg/hari, jumlah kandungan serta kurang
lebih 25 gr/hari, diutamakan jenis serat larut.
Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3 – 4 kali setiap
minggu selama kurang lebih 0,5 jam, latihan dilakukan
secara terus menerus tanpa berhenti, otot – otot
berkontraksi dan berelaksasi secara teratur, selang –
seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur –
angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat secara
bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Contoh
latihan tersebut adalah jalan kaki, jogging, renang,
bersepeda dan mendayung. Dalam latihan jasmani ini
jangan memulai olahraga sebelum makan, memakai
sepatu yang pas, harus didampingi oleh orang yang
tahu, dan memeriksa kaki secara cermat setelah
olahraga.
- Sulfonilurea.
- Biguanid.
- Inhibitor glukosidose.
- Insulin sentizing agent.
Indikasi pemakaian insulin pada NIDDM adalah :
1.8 Pathway
II Rencana Asuhan klien dengan gangguan diabetes mellitus
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. PK : Infeksi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor
biologis.
4. PK: Hipo / Hiperglikemi
5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri,
intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan
sumber informasi.
8. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit
9. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
PERENCANAAN
Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan Tindakan evaluatif
frekuensi. terhadap penanganan
2. Cek riwayat alergi.. nyeri dapat dijadikan
3. Tentukan analgetik pilihan, rujukan untuk
rute pemberian dan dosis penanganan nyeri
optimal. yang mungkin
4. Monitor TTV sebelum dan muncul berikutnya
sesudah pemberian analgetik. atau yang sedang
5. Berikan analgetik tepat waktu berlangsung.
terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
2 PK : Infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala Penularan infeksi
askep selama 5 x infeksi primer & sekunder dapat melalui
24 jam perawat 2. Bersihkan lingkungan setelah pengunjung yang
akan menangani / dipakai pasien lain. mempunyai penyekit
mengurangi 3. Batasi pengunjung bila perlu. menular.
komplikasi 4. Intruksikan kepada keluarga Tindakan antiseptik
defsiensi imun untuk mencuci tangan saat dapat mengurangi
kontak dan sesudahnya. pemaparan klien dari
5. Gunakan sabun anti miroba sumber infeksi
untuk mencuci tangan. Pengunaan alat
6. Lakukan cuci tangan sebelum pengaman dapat
dan sesudah tindakan melindungi klien dan
keperawatan. petugas dari
7. Gunakan baju dan sarung tertularnya penyakit
tangan sebagai alat pelindung. infeksi.
8. Pertahankan teknik aseptik Perawatan luka setiap
untuk setiap tindakan. hari dapat
9. Lakukan perawatan luka dan mengurangi
dresing infus setiap hari. terjadinya infeksi
10.Amati keadaan luka dan serta dapat untuk
sekitarnya dari tanda – tanda mengevaluasi kondisi
meluasnya infeksi luka.
11.Tingkatkan intake nutrisi.dan Penemuan secara dini
cairan tanda-tanda infeksi
12.Berikan antibiotik sesuai dapat mempercepat
program. penanganan yang
13.Monitor hitung granulosit dan diperlukan sehingga
WBC. klien dapat segera
14.Ambil kultur jika perlu dan terhindar dari resiko
laporkan bila hasilnya positip. infeksi atau terjadinya
15.Dorong istirahat yang cukup. infeksi dapat dibatasi.
16.Dorong peningkatan mobilitas Pengguanan teknik
dan latihan. aseptik dan isolasi
17.Ajarkan keluarga/klien klien dapat
tentang tanda dan gejala mengurangi
infeksi. pemaparan dan
penyebaran infeksi.
Satus nutrisi yang
adekuat, istirahat
yang cukup serta
mobilisasi dan latihan
yang teratur dapat
meningkatkan
percepatan proses
penyembuhan luka.
Hasil kultur positif
menunjukan telah
terjadi infeksi.
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi Hiperglikemia
2. Monitor tanda dan gejala dipengaruhi oleh beberapa
diabetik ketoasidosis ; gula factor diantaranya: terlalu
darah > 300 mg/dl, pernafasan banyak makan / kurang
bau aseton, sakit kepala, makan, terlalu sedikit
pernafasan kusmaul, anoreksia, insulin, dan kurang
mual dan muntah, tachikardi, aktivitas.
TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan kabur
atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai
kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika
tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi
( frekuensi & irama, warna
kulit, waktu pengisian kapiler,
nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
4 Kerusakan Setelah dilakukan Wound care Pengkajian luka akan
integritas askep 6x24 jam 1. Catat karakteristik lebih
jaringan Wound healing luka:tentukan ukuran dan realible dilakukan oleh
meningkat: kedalaman luka, dan klasifikasi pemberi asuhan yang
Dengan criteria pengaruh ulcers sama dengan posisi yang
Luka mengecil 2. Catat karakteristik cairan secret sama dan tehnik yang
dalam ukuran dan yang keluar sama
peningkatan 3. Bersihkan dengan cairan anti
granulasi jaringan bakteri
4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang sesuai
7. Dressing dengan kasa steril
sesuai kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing
steril ketika melakukan
perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada
balutan
11. Bandingkan dan catat setiap
adanya perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari
tekanan
5 Kerusakan Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan
mobilitas Askep 6x24 jam sendi ROM exercise membantu
fisik dapat teridentifikasi 1. Pastikan keterbatasan mempertahankan
Mobility level mobilitas sendi,
Joint movement:
gerak sendi yang dialami meningkatkan sirkulasi,
aktif. 2. Kolaborasi dengan mencegah kontraktur,
Self care:ADLs fisioterapi meningkatkan
Dengan criteria 3. Pastikan motivasi klien kenyamanan.
hasil: untuk mempertahankan
1. Aktivitas fisik
meningkat
pergerakan sendi
2. ROM normal 4. Pastikan klien untuk
3. Melaporkan mempertahankan
perasaan pergerakan sendi
peningkatan 5. Pastikan klien bebas dari
kekuatan
kemampuan
nyeri sebelum diberikan
dalam bergerak latihan Pengetahuan yang cukup
4. Klien bisa 6. Anjurkan ROM Exercise akan memotivasi klien
melakukan aktif: jadual; keteraturan, untuk melakukan latihan.
aktivitas Latih ROM pasif.
5. Kebersihan diri
Exercise promotion
klien terpenuhi Meningkatkan dan
walaupun dibantu 1. Bantu identifikasi membantu berjalan/
oleh perawat atau program latihan yang ambulasi atau
keluarga sesuai memperbaiki otonomi dan
2. Diskusikan dan fungsi tubuh dari injuri
instruksikan pada klien
mengenai latihan yang
tepat
Exercise terapi ambulasi
1. Anjurkan dan Bantu klien
duduk di tempat tidur
sesuai toleransi Memfasilitasi pasien
2. Atur posisi setiap 2 jam dalam memenuhi
atau sesuai toleransi kebutuhan perawatan diri
3. Fasilitasi penggunaan alat untuk dapat membantu
Bantu klien hingga klien dapat
mandiri melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6,
Penerbit EGC, Jakarta.
Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year
book. St. Louis
Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book.
St. Louis