Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

OLEH :
FENNY NOORHAYATI WAHYUNI
NPM. 1914901110025

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS
BANJARMASIN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Diabetes Mellitus


1.1. Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang b.d abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin/penurunan
sensitivitas insulin/keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati (Nurarif, 2013)

Diabetes melitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan denan defisiensi


atau resistansi insulin relatif atau absolut dan ditandai dengan ganguan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. (Paramita, 2011)

Klasifikasi DM dan gangguan toleransi glukosa adalah sebagai berikut :


1.1.1. Diabetes mellitus
1.1.1.1 DM tipe 1 (tergantung insulin)
1.1.1.2 DM tipe 2 (tidak tergantung insulin)
a. Gemuk
b. Tidak gemuk
1.1.2 DM tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
tertentu
1.1.2.1 Penyakit pancreas
1.1.2.2 Hormonal
1.1.2.3 Obat atau bahan kimia
1.1.2.4 Kelainan reseptor
1.1.2.5 kelainan genital dan lain-lain
1.1.3 Toleransi glukosa terganggu
1.1.4 Diabetes Gestasional

1.2. Etiologi
Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :
1.2.1. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus / IDDM )
Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran
sel-sel beta pancreas disebabkan oleh :
1.2.1.1. Faktor genetic
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi
mewarisi suatu predisposisi / kecenderungan genetic ke arah
terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan pada individu yang
mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen )
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya.
1.2.1.2. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.
1.2.1.3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan destruksi sel beta.
1.2.2 Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus /
NIDDM)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui.
Faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin . Selain itu terdapat faktor-faktor resiko
tertentu yang berhubungan yaitu :
1.2.2.1 Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65
tahun
1.2.2.2 Obesitas
1.2.2.3 Riwayat Keluarga
1.2.2.4 Kelompok etnik
Di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli
amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar
untuk terjadinya diabetes tipe II disbanding dengan
golongan Afro-Amerika

1.3. Tanda gejala


Manifestasi Klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus
menurut Riyadi (2007 : 80)
1.3.1. Poliuri (banyak kencing) : disebabkan oleh karena kadar glukosa
darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap
glukosa sehingga terjadi osmoticdiuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak
kencing. 
1.3.2. Polidipsi (banyak minum) : disebabkan pembakaran terlalu banyak
dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk
mengimbangi penderita lebih banyak minum.
1.3.3. Polipagi (banyak makan) : disebabkan karena glukosa tidak sampai
ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
1.3.4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang : disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang
lain yaitu lemak dan protein.
1.3.5. Mata kabur : disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat
penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan
katarak.

1.4. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan)
dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino
dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia.

Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan


peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti
nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya


glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-
sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik
(HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat
tinggi).

1.5. Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Pemeriksaan kadar serum glukosa
1.5.1.1 Gula darah puasa : glukosa lebih dari 120 mg/dl pada 2x
tes
1.5.1.2 Gula darah 2 jam pp : 200 mg / dl
1.5.1.3 Gula darah sewaktu : lebih dari 200 mg / dl
1.5.2 Tes toleransi glukosa
Nilai darah diagnostik : kurang dari 140 mg/dl dan hasil 2 jam serta
satu nilai lain lebih dari 200 mg/ dlsetelah beban glukosa 75 gr
1.5.3 HbA1C
> 8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol
1.5.4 Pemeriksaan kadar glukosa urin
Pemeriksaan reduksi urin dengan cara Benedic atau menggunakan
enzim glukosa . Pemeriksaan reduksi urin positif jika didapatkan
glukosa dalam urin.

1.6. Komplikasi
1.6.1 Akut
1.6.1.1 Ketoasidosis diabetik
1.6.1.2 Hipoglikemi
1.6.1.3 Koma non ketotik hiperglikemi hiperosmolar
1.6.1.4 Efek Somogyi ( penurunan kadar glukosa darah pada malam
hari diikuti peningkatan rebound pada pagi hari )
1.6.1.5 Fenomena fajar / down phenomenon ( hiperglikemi pada
pagi hari antara jam 5-9 pagi yang tampaknya disebabkan
peningkatan sikardian kadar glukosa pada pagi hari )
1.6.2 Komplikasi jangka panjang
1.6.2.1 Penyakit arteri koroner ( aterosklerosis )
1.6.2.2 Penyakit vaskuler perifer
1.6.2.3 Stroke
1.6.2.4 Retinopati
1.6.2.5 Nefropati
1.6.2.6 Neuropati diabetik

1.7. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadi komplikasi
vaskuler serta neuropatik.Tujuan terapetik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktifitas pasien. Ada 5 komponen dalam
penatalaksanaan DM yaitu diet, latihan, pemantauan, terapi dan pendidikan
kesehatan.
1.7.1. Penatalaksanaan diet
Prinsip umum : diet dan pengndalian berat badan merupakan dasar
dari penatalaksanaan DM.
Tujuan penatalaksanaan nutrisi :
1.7.1.1. Memberikan semua unsur makanan esensial missal
vitamin, mineral
1.7.1.2. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
1.7.1.3. Memenuhi kebutuhan energi
1.7.1.4. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap haridengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal
melalui cara-cara yang aman dan praktis.
1.7.1.5. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
1.7.2. Latihan fisik
Latihan penting dalam penatalaksanaan DM karena dapat
menurunkan kadar glikosa darah dan mengurangi factor resiko
kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga
diperbaiki dengan olahraga.
1.7.3. PemantauanPemantauan glukosa dan keton secara mandiri untuk
deteksi dan pencegahan hipoglikemi serta hiperglikemia.
1.7.4. Terapi
1.7.4.1. Insulin
Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar glukosa
darah
1.7.4.2. Obat oral anti diabetik
a. Sulfonaria
1) Asetoheksamid ( 250 mg, 500 mg )
2) Clorpopamid(100 mg, 250 mg )
3) Glipizid ( 5 mg, 10 mg )
4) Glyburid ( 1,25 mg ; 2,5 mg ; 5 mg )
5) Totazamid ( 100 mg ; 250 mg; 500 mg )
6) Tolbutamid (250 mg, 500 mg )
b. Biguanid
Metformin 500 mg
1.7.5. Pendidikan kesehatan
Informasi yang harus diajarkan pada pasien antara lain :
1.7.5.1. Patofisiologi DM sederhana, cara terapi termasuk efek
samping obat, pengenalan dan pencegahan hipoglikemi /
hiperglikemi
1.7.5.2. Tindakan preventif(perawatan kaki, perawatan mata ,
hygiene umum )
1.7.5.3. Meningkatkan kepatuhan progranm diet dan obat
1.8. Pahtway

Lingkungan, Genetik , Imunologi,Obesitas, Usia

Penurunan kadar insulin

Penggunaan glukosa sel menurun, glukagon meningkat Rendahnya informasi

Hiperglikemia Kurang pengetahuan

Resiko infeksi

Sel kelaparan Mual muntah, Diuresis osmotik


anoreksia Mikroangiopati

Poliuri
Sklerosis mikrovaskuler

Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan Kekurangan volume cairan Neuron

Sel saraf sensori iskemik


Mata
Parestesi, kebas,
kesemutan
Penurunan perfusi retina, pengendapan
sorbitol (lensa keruh)

Perubahan persepsi
sensori perabaan
Gangguan fungsi penglihatan

Perubahan persepsi sensori penglihatan

II. Rencana Asuhan


Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat
kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Anamnese (Asman,2006)
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan
yang kabur, kelemahan dan sakit kepala

b. Riwayat kesehatan sekarang


Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK)
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg,
riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi,
penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi
oral).
e. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus
Poliuria, polidipsia, polifagia,penurunan berat badan, pruritus vulvular,
kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini
menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik
dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus. (manaf.2006) :
1. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
2. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
3. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung.
4. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
5. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
6. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
7. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria.

Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi


insulin, penurunan intake oral, status hipermetabolisme
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuretic osmotic,
kehilangan cairan gastric berlebihan , pembatasan cairan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan fungsi
lekosit, perubahan sirkulasi
4. Resiko tinggi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
zat kimia endogen, ketidakseimbangan elektrolit, glukosa, insulin
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, misinterpretasi pengobatan

Intervensi Keperawatan

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi insulin,


penurunan intake oral, status hipermetabolisme
Tujuan : klien mendapatkan nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil:
a. BB stabil
b. BB mengalami penambahan ke arah normal

Intervensi :

a. Timbang BB setiap hari sesuai indikasi


b. Tentukan program diet dan pola makan klien
c. Auskultasi bising usus, catat adanay nyeri , mual muntah
d. Berikan makanan oral yang mengandung nutrient dan elektrolit
sesuai indikasi
e. Observasi tanda – tanda hipoglikemi
f. Pantau kadar gula darah secara berkala
g. Kolaborasi ahli diet untuk menentukan diet pasien
h. Pemberian insulin / obat anti diabetik

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuretic osmotic, kehilangan


cairan gastric berlebihan , pembatasan cairan
Tujuan : klien memperlihatkan status hidrasi adekuat
Kriteria Hasil :
a. TTV stabil dan dalam batas normal
b. Nadi perifer teraba
c. Turgor kulit dan pengisian akpiler baik
d. Output urin tepat
e. Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji riwayat muntah dan diuresis berlebihan
b. Monitor TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik
c. Kaji frekunsi, kwalitas dan dan pola pernafasan, catat adnya
penggunaan otot Bantu, periode apnea, sianosis,
d. Kaji suhu, kelembapan, warna kulit
e. Monitor nadi perifer, turgor kulit dan membran mukosa
f. Monitor intake dan output cairan, catat BJ urin
g. Pemeriksaan Hb, Ht, BUN, Na, K, Gula Darah
h. Pemberian terapi cairan yang sesuai (Nacl, RL, Albumin)

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan fungsi


lekosit, perubahan sirkulasi
Tujuan : klien terhindar dari infeksi silang
Kriteria hasil:
a. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko
infeksi
b. Klien mendemonstrasiakn tehnik gaya hidup untuk mencegah infeksi
Intervensi :
a. Observasi tanda – tanda infeksi seperti panas, kemerahan,
keluar nanah, sputum purulen
b. Pertahankan tehnik aseptic pada setiap prosedur invasif
c. Lakukan perawatan perineal dengan baikdan anjurkan klien wanita
untuk membersihkan daerah perineal dengan dari depan ke belakang
d. Auskultasi bunyi nafas dan atur posisi tidur semi fowler
e. Bantu klien melakukan oral hygiene
f. Anjurkan makan dan minum adekuat
g. Pemeriksaan kultur dan sensitivity test
h. Pemberian antibiotik yang sesuai

4. Resiko tinggi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan zat


kimia endogen, ketidakseimbangan elektrolit, glukosa, insulin
Tujuan : persepsi sensori klien adekuat
Kriteria hasil : klien dapat mengobservasi adanya kerusakan persepsi sensori
Intervensi :
a. Pantau TTV dan status mental
b. Pelihara aktifitas rutin klien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan
kegiatan sehari-hari
c. Jadwalkan intervensi keperawatan yang tidak mengganggu istirahat klien
d. Lindungi dari cedera, pasang pagar tempat tidur, dan bantal pada pagar
e. Evaluasi lapang pandang penglihatan
f. Kaji keluhan parestesia, nyeri / kehilangan sensori pada kaki, kaji danya
ulkus, kehilangan denyut nadi perifer
g. Bantu klien dalam ambulasi / perubahan posisi

5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, misinterpretasi pengobatan
Tujuan : klien mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikasi tanda dan gejala serta proses penyakit
b. Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan
Intervensi :
a. Diskusikan topik utama seperti tanda dan gejala, penyebab, proses
penyakit serta komplikasiyang sesuai dengan tipe DM klien
b. Diskusikan rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat, dan
manajemen diet
c. Buat jadwal aktifitas yang teratur, kaitkan dengan penggunaan
insulin
d. Identifikasi gejal hipoglikemi, jelaskan penyebab dan
penanganannya
e. Anjurkan untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan bebas
f. Diskusiakn tentang pentingnya kontro untuk pemeriksaan gula
darah, program pengobatan dan diet secara teratur
g. Diskusikan tentang perlunya program latihan
h. Berikan informasi tentang perawatan sehari-hari missal perawatan
kaki
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Herdman, Heather, dkk. (2018). Nanda-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020, Edisi 11. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Nurarif, Amin Huda. (2013). Asuhan Keperawatan Praktis. Jilid 1. Jogjakarta:
Mediaction.
Nurjannah, Intansari, dkk. (2018). Nursing Interventions Classification (NIC).
Jogyakarta: Mocomedia
Nurjannah, Intansari, dkk. (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC).
Jogyakarta: Mocomedia
Paramita. 2011, Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis kompetensi untuk
keperawatan & kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta EGC

Banjarmasin, 03 Desember 2019

Preseptor Akademik, Ners Muda

Uni Afriyanti, Ns.,M.Kep Fenny Noorhayati Wahyuni, S.Kep

Anda mungkin juga menyukai