Anda di halaman 1dari 24

 

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP PADA KLIEN DENGAN DIABETES


MELLITUS

I. PENGERTIAN

Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang


secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. ( Price
and Wilson, 2000 )
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemi( Smeltzer and Bare,2000)
Diabetes melitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan
dengan defisiensi atau resistansi insulin relatif atau absolut
dan ditandai dengan ganguan metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak. (Paramita, 2011)

II. ETIOLOGI

Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :

a. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus /


IDDM ) Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh
penghancuran sel-sel beta pankreas disebabkan oleh :

a. Faktor genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi
mewarisi suatu predisposisi / kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan pada individu yang
mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen )
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi

Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan


  normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang


menimbulkan destruksi sel beta..
b. Diabetes Tipe II ( Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus /NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe
II belum diketahui .
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat
faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan yaitu :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia
diatas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat Keluarga
d. Kelompok Etnik
Di Amerika Serikat, golongan hispanik serta
penduduk asli Amerika tertentu memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya
diabetes tipe II dibanding dengan golongan Afro-
Amerika
( Smeltzer and Bare, 2000 )

III. MANIFESTASI KLINIS


Klasifikasi DM dan gangguan toleransi glukosa
adalah :
1.  Diabetes mellitus
a.  DM tipe 1 (tergantung insulin)
 b.  DM tipe 2 (tidak tergantung insulin)
- Gemuk
- Tidak gemuk
c.  DM tipe lain yang berhubungan
  dengan keadaan atau sindrom tertentu
- Penyakit pancreas
- Hormonal
- Obat atau bahan kimia
- Kelainan reseptor
- kelainan genital dan lain-lain
2. Toleransi glukosa terganggu
3. Diabetes Gestasional
(Suyono, et al 2001)

Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Smeltzer et al, (2013)


dan Kowalak (2011), yaitu:

a. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang
berlebih) yang disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi
akibat kadar glukosa serum yang meningkat.
b. Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi
karena glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.
c. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan
penggunaan glukosa oleh sel menurun.
d. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa
gatal pada kulit

e. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan


oleh kadar glukosa intrasel yang rendah.

f. Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat


ketidakseimbangan elektrolit.
g. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan
karena pembengkakan akibat glukosa.
h. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan
kerusakan jaringan saraf.
i. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang disebabkan
karena neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi.
j. Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit serta neuropati otonom.
 
IV. PATOFISIOLOGI

Menurut Smeltzer,Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat


ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta
prankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati
meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia
prospandial.jika kosentrasi glukosa daram darah cukup tinggi maka
ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine(glikosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine,ekresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
dinamakan diuresis ostomik,sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dal
berkemih(poliurea),dan rasa haus (polidipsi). (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015).Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein
dalam lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunan
simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan kelemahan . dalam
keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis(pemecahan
glikosa yang tersimpan) dan glukoneogenesis(pembentukan glukosa
baru dari asam asam amino dan subtansi lain). Namun pada penderita
difisiensi insulin,proses ini akan terjadi tampa hambatan dan lebih lanjut
akan turut menimbulkan hipergikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan
keton yang merupakan produk smping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang menganggu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis yang disebabkan dapat
menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri abdomen mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbaun aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan penurunan kesadaran,koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi
yang penting. (Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
  DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik
utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula
pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan
yang sangat penting dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini
akan berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya hidup,
obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan tingginya kadar asam lemak
bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Mekanisme terjadinya DM tipe II
umunya disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan
sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin
dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,harus terjadi
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015).Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel sel B tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadinya
DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang berupakan
ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton
yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang tidak terkontrol akan
menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom Hiperglikemik
Hiporosmolar Non-Ketotik(HHNK). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat(selama bertahun
tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan,
seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit yang
lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi.). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).Ada
berbagai macam penyebab diabetes melitus menurut Price, (2012) dan
Kowalak (2011) yang menyebabkan defisiensi insulin, kemudian
  menyebabkan glikogen meningkat, sehingga terjadi proses pemecahan
gula baru (glukoneugenesis) dan menyebabkan metabolisme lemak
meningkat. Kemudian akan terjadi proses pembentukan keton
(ketogenesis). Peningkatan keton didalam plasma akan mengakibatkan
ketonuria (keton dalam urin) dan kadar natrium akan menurun serta pH
serum menurun dan terjadi asidosis.
Defisiensi insulin mengakibatkan penggunaan glukosa menurun,
sehingga menyebabkan kadar glukosa dalam plasma tinggi
(hiperglikemia). Jika hiperglikemia parah dan lebih dari ambang ginjal
maka akan menyebabkan glukosuria. Glukosuria akan menyebabkan
diuresis osmotik yang meningkatkan peningkatan air kencing (polyuria)
dan akan timbul rasa haus (polidipsi) yang menyebabkan seseorang
dehidrasi (Kowalak, 2011). Glukosuria juga menyebabkan
keseimbangan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa lapar yang
tinggi (polifagia). Penggunaan glukosa oleh sel menurun akan
mengakibatkan produksi metabolisme energi menurun sehingga tubuh
akan menjadi lemah (Price et al, 2012).
Hiperglikemia dapat berpengaruh pada pembuluh darah kecil,
sehingga menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen ke perifer berkurang.
Kemudian bisa mengakibatkan luka tidak kunjung sembuh karena
terjadi infeksi dan gangguan pembuluh darah akibat kurangnya suplai
nutrisi dan oksigen (Price et al, 2012).
Gangguan pembuluh darah mengakibatkan aliran darah ke retina
menurun, sehingga terjadi penurunan suplai nutrisi dan oksigen yang
menyebabkan pandangan menjadi kabur. Akibat utama dari perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal yang
menyebabkan terjadinya nefropati yang berpengaruh pada saraf perifer,
sistem saraf otonom serta sistem saraf pusat (Price et al, 2012).

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan kadar serum glukosa
a. Gula darah puasa : glukosa lebih dari 120 mg/dl pada
2x tes
b. Gula darah 2 jam pp : 200 mg / dl
c. Gula darah sewaktu : lebih dari 200 mg / dl
2. Tes toleransi glukosa
  Nilai darah diagnostik : kurang dari 140 mg/dl dan hasil 2 jam serta
satu nilai lain lebih dari 200 mg/ dlsetelah beban glukosa 75 gr.
3. HbA1C
> 8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol 4. Pemeriksaan
kadar glukosa urin
Pemeriksaan reduksiurin dengan cara Benedic atau
menggunakan enzim glukosa . Pemeriksaan reduksi urin positif
jika didapatkan glukosa dalam urin.(Carpenito, 2011)

VI. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan menurut Tanto et al, (2014) dan Smeltzer at al,


(2013) yaitu:
a. Penatalaksanaan farmakologi
1) Pemberian glukagon 1 mg per subkutan atau per intramuskular
untuk pasien tidar sadar, pasien memerlukan waktu sekitar 20
menit untuk memulihkan kesadarannya. Berikan sumber
karbohidrat pekat yang dilanjutkan dengan makanan ketika
pasien siuman.
2) Pemberian 25 sampai 50 mL dekstrosa 50% dalam air diberikan
per intravena kepada pasien yang tidak sadar (di lingkungan
rumah sakit).
b. Penatalaksanaan non farmakologi
1) Berikan larutan gula murni 20-30 gram (2 sendok makan),
permen, sirup, atau bahan makanan lain yang mengandung gula
murni (bukan pemanis buatan, rendah kalori, atau gula diabetes/
gula diet) dan makanan yang mengandung karbohidrat.
2) Monitor glukosa darah dalam rentan waktu yang disesuaikan
dengan pemantauan bisa lebih lama, 1-3x/ 24 jam.

Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba


menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya mengurangi terjadi komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapetik pada setiap tipe DM
adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa
terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktifitas pasien. Ada 5 komponen dalam
  penatalaksanaan DM yaitu diet,
latihan, pemantauan, terapi dan pendidikan kesehatan.

1.  Penatalaksanaan diet


Prinsip umum :diet dan pengndalian berat badan
merupakan dasar dari penatalaksanaan DM.
Tujuan penatalaksanaan nutrisi :

a. Memberikan semua unsur makanan esensial


missal vitamin, mineral

b. Mencapai dan mempertahankan berat badan


yang sesuai
c.   Memenuhi kebutuhan energi

d.   Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap


haridengan mengupayakan kadar glukosa darah
mendekati normal melalui cara-cara yang aman
dan praktis.
e.   Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini
meningkat

2.   Latihan fisik

Latihan penting dalam penatalaksanaan DM karena


dapat menurunkan kadar glikosa darah dan
mengurangi factor resiko kardiovaskuler. Latihan
akan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan
tonus otot  juga diperbaiki dengan olahraga.

3.   Pemantauan
Pemantauan glukosa dan keton secara
mandiri untuk deteksi dan
 pencegahan hipoglikemi serta hiperglikemia.
 
4.   Terapi

a.   Insulin

Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar


glukosa darah

 b.  Obat oral anti diabetik

-  Sulfonaria
  Asetoheksamid ( 250 mg, 500 mg )
  Clorpopamid(100 mg, 250 mg )
 Glipizid ( 5 mg, 10 mg )
 

  Glyburid ( 1,25 mg ; 2,5 mg ; 5 mg )


  Totazamid ( 100 mg ; 250 mg; 500 mg )
  Tolbutamid (250 mg, 500 mg )

-  Biguanid Metformin 500 mg


5.   Pendidikan kesehatan

Informasi yang harus diajarkan pada pasien antara lain


:

a. Patofisiologi DM sederhana, cara terapi termasuk efek


samping obat, pengenalan dan pencegahan
hipoglikemi / hiperglikemi

b. Tindakan preventif (perawatan kaki, perawatan mata ,


hygiene umum )

c. Meningkatkan kepatuhan progranm diet dan obat

(Smeltzer and Bare, 2000)


VII. WOC

 
Reaksi Autoimun obesitas,usia,genetik

DM tipe I DM tipe II

Sel Beta Prancreas Hancur Sel Beta Prancreas Rusak

Defisiensi Insulin

Anabolisme Proses Liposis Meningkat penurunan pemakaian

kerusakan pada antibodi Gliserol asam lemak bebas Glukosa

kekebalan tubuh aterosklerosis katogenesis Hiperglikemia

neoropati sensori perifer ketonuria Poliphagi viskolita


klien merasa sakit pada luka ketoasidosis Polidipsi darah

- nyeri abdomen Poliurea aliran

- mual, muntah Darah melambat


- coma

makro veskuler mikro vaskuler Ischemic

Jaringan

Jantung selebral retina ginjal Ketidakefektifan

Miocard infark penyumbatan retina neoropati Gula darah


Keti
Nyeri Akut efektifan

Nerkrosis luka Perfusi

ganggren jaringan

aktivitas terganggu perifer

intolenransi aktivitas kerusakan integritas kulit

(Smeltzel dan Bare,2015).


 

Gambar DM tipe1 dan DM tipe 2

VIII. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI

1 Pengkajian

Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian


perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data
tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap
berikutnya, meliputi nama pasien,umur, keluhan utama

1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi,
penyakit jantung seperti Infark miokard
c. Riwayat kesehatan keluarga.
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
  .
2. Pengkajian Pola Gordon
 a. Pola persepsi

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan

tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak

gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif

terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur

pengobatan dan perawatan yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM

tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut

akan terjadinya amputasi (Debra Clair,Jounal Februari 201)

b. Pola nutrisi metabolik

Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin

maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan

keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan

menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan

terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui

status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor

kulit jelek , mual muntah.

c. Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang

menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa

pada urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.

d. Pola ativitas dan latihan


Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
 
tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan

sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada

tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas

sehari hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

e. Pola tidur dan istirahat

Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga

klien mengalami kesulitan tidur

f. Kongnitif persepsi

Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada

luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami

penurunan, gangguan penglihatan.

g. Persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita

mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh ,

lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan

menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada

keluarga (self esteem)

h. Peran hubungan

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita

malu dan menarik diri dari pergaulan.

i. Seksualitas

Angiopati daoat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga

menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta

memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan


pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko
 
lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.

j. Koping toleransi

Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak

berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang

negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan

penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang

kontruktif/adaptif.

k. Nilai kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka

pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi

mempengarui pola ibadah penderita.

3. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan Vital Sign

Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah

dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal,

Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika

terjadi infeksi.

b. Pemeriksaan Kulit

Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika

kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi

komplikasi kulit terasa gatal.

c. Pemeriksaan Kepala dan Leher


Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran
 
kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous

Pressure) normal 5-2 cmH2.

d. Pemeriksaan Dada (Thorak)

Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan

cepat dan dalam.

e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)

Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.

f. Pemeriksaan Abdomen

Dalam batas normal

g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Sering BAK

h. Pemeriksaan Muskuloskeletal

Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan

i. Pemeriksaan Ekstremitas

Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa

baal

j. Pemeriksaan Neurologi

GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)

2. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin

2) Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik

3) Infeksi b.d peningkatan Leukosit

4) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas


3. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1  
Ketidakstabilan gula darah Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Manajemen hiperglikemia
b.d resistensi insulin selama 1x 24 jam maka ketidakstabilan gula Observasi :
darah membaik
KH : - Identifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikemia
 Kestabilan kadar glukosa darah - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
membaik
Terapeutik :
 Status nutrisi membaik
 Tingkat pengetahuan meningkat - Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
- Ajurkan kepatuhan terhadap diet dan
olah raga
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian insulin 6 Iu

 Edukasi program pengobatan


Observasi :
- Identifikasi pengobatan yang
direkomendasi
Terapeutik :
- Berikan dukungan untuk menjalani
program pengobatan dengan baik dan
  benar
Edukasi:
- Jelaskan mamfaat dan efek samping
pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat sesuai
indikasi
2 Nyeri Akut b.d Agen cedera Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 1  Manajemen nyeri
fisik x24 jam diharapkan nyeri menurun
KH : Observasi :
 Tingkat nyeri menurun - Identifikasi identifikasi lokasi,
 Penyembuhan luka membaik karakteristik, durasi, frekuensi,
 Tingkat cidera menurun kualitas,intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
Terapeutik :
- Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab dan periode dan
pemicu nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
   Edukasi teknik nafas dalam
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik :
- Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan mamafaat teknik
nafas dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas dalam

3 Infeksi b.d peningkatan Setelah dilakukan tintdakan keperawatan  Pengcegahan Infeksi


Leukosit selama 1x 24 jam maka tingkat infeksi
menurun Observasi
KH : - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
 Tingkat nyeri menurun dan sistematik
 Integritas kulit dan jaringan
membaik Terapetik
 Kontrol resiko meningkat
- Berikan perawatan kulit pada area
edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
  Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
 Perawatan luka
Observasi :
- Monitor karakteristik luka (drainase,
warna ukuran, bau)
- Monitor tanda tanda infeksi
Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan plester secara
perlahan
- Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Berikan salef yang sesuai kekulit
- Pertahan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
Edukasi:
- Jelaskan tanda,gejala infeksi
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement
4 Intoleransi
  Aktivitas b.d Setelah dilakukan tintdakan keperawatan  Terapi aktivitas
imobilitas selama 1x 24 jam intoleransi aktivitas
membaik Observasi :
KH : - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
 Toleransi aktivitas membaik - Identifikasi kemapuan berpartisipasi
 Tingkat keletihan menurun dalam aktivitas tertentu
Terapeutik :
- Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuiakan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas
yang di pilih
- Libatkan keluarga dalam aktivitas
Edukasi:
- Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
 Manajenen program latihan
Observasi :
- Identifikasi pengetahuan dan
pengalaman aktivitas fisik
sebelumnya
- Identifikasi kemampuan pasien
beraktivitas
Terapeutik :
- Motivasi untuk memulai/
  melanjutkan aktivitas fisik
Edukasi:
- Jelaskan manfaat aktivitas fisik
 
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan

yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk

membantu pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan

serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya

disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).

5. EVALUASI

Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua


jenis yaitu :

1) Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan

dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai

2) Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam

metode evaluasi ini menggunakan SOAP.


  DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), (2013). Diakses tgl 11 juni


2017 Diabetes bacic. Http://www.diabetes.org/ diabetes-bacics

Biologi Gonzaga.(2010). Diakses tanggal 02 Februari


2010.

http://biologigonz.blogspost.com (IDF). (2015) . Idf diabetes altas sixth


edition. Diakses pada tanggal 15 april 2016 dari
http://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-2015_EN.pdf

PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe


2 di Indonesia. Jakarta :PERKERNI

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ).2017. Badan penelitian dan pengembangan


Kesehatan

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan


Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

Shadine,M,2010. Mengenal Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta : Penebit


Keenbooks

Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC

Tarwoto, dkk, 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem


Endokrin. Jakarta: Trans Info Mediaq

Anda mungkin juga menyukai