Gliburida/Glibenklamida
Glipizida
Glikazida
Glimepirida
Glikuidon
Golongan Sulfonilurea
Merupakan obat hipoglikemik oral yang paling dahulu ditemukan. Sampai beberapa
tahun yang lalu, dapat dikatakan hampir semua obat hipoglikemik oral merupakan
pilihan (drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan
senyawa sulfonylurea sebaiknya tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal
dan tiroid. Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar
pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pancreas masih
dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian
kelenjar pancreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan perangsangan oleh glukosa,
karena ternyata pada saat glukosa (atau kondisi hiperglikemia) gagal merangsang
sekresi insulin, senyawa-senyawa obat ini masih mampu meningkatkan sekresi insulin.
pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat
diberikan per oral. Setelah diabsorpsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel.
Dalam plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama albumin (70-90%).
Efek samping obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea umumnya ringan dan
frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan
syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi
asam lambung dan sakit kepala. Gangguan susunan syaraf pusat berupa vertigo,
trombositopenia, agranulosistosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali.
terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati
atau ginjal atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat
hipoglikemik oral dengan masa kerja panjang. Interaksi Obat (Handoko dan Suharto,
sulfonilurea antara lain: alkohol, insulin, fenformin, sulfonamida, salisilat dosis besar,
pasien usia lanjut, wanita hamil, pasien dengan gangguan fungsi hati, dan atau
gangguan fungsi ginjal. Klorpropamida dan glibenklamida tidak disarankan untuk pasien
usia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal
masih dapat digunakan glikuidon, gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya singkat.
• Wanita hamil dan menyusui, porfiria, dan ketoasidosis merupakan kontra indikasi bagi
sulfonilurea.
• Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes yuvenil, penderita
senyawa obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea yang saat ini beredar. Obat
1984 dan sekarang sudah hampir tidak dipergunakan lagi antara lain asetoheksamida,
klorpropamida, tolazamida dan tolbutamida. Yang saat ini beredar adalah obat
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang dipasarkan setelah 1984,
antara lain gliburida (glibenklamida), glipizida, glikazida, glimepirida, dan glikuidon.
pemilihan obat yang cocok untuk masing-masing pasien dikaitkan dengan kondisi
TERAPI KOMBINASI
Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO atau OHO
dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea dengan
obat hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga
bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat efektif pada banyak penderita diabetes
HIPOGLIKEMIK ORAL
1. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan secara
bertahap.
2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat
tersebut.
3. Bila diberikan bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.
4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal lagi, baru pertimbangkan untuk beralih
pada insulin.
5. Hipoglikemia harus dihindari terutama pada penderita lanjut usia, oleh sebab itu
sebaiknya obat hipoglikemik oral yang bekerja jangka panjang tidak diberikan pada
Terapi farmakologi untuk diabetes bisa dibagi menjadi dua yaitu insulin dan obat
hipoglikemi oral. Untuk terapi ada berbagai jenis sediaan insulin yang tersedia, yang terutama
berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Insulin untuk terapi dapat
digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu : (1) insulin masa kerja singkat (short acting/insulin),
disebut juga insulin regular (2) insulin masa kerja sedang (intermediet-acting) (3) insulin masa
kerja sedang dengan mula kerja cepat (4) insulin masa kerja panjang (long acring insulin)
(Anonim,2005).
Respon individu terhadp terapi insulin cukup beragam, oleh sebab itu jenis sediaan
insulin mana yang diberikan kepada seorang penderita dan frekuensi penyuntikannya ditentukan
secara individual, bahkan seringkali memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu. Umumnya
pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian ditambahkan insulin
dengan kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Insulin kerja singkat
diberikan sebelum makan, sedangkan insulin kerja sedang umumya diberikan satu atau dua kali
sehari dalam bentuk suntikan subkutan. Namun karena tidak mudah bagi penderita untuk
mencampurnya sendiri maka tersedia sediaan campuran tetap dari kedua jenis insulin regular ®
meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida
(meglitinida dan turunan fenilalanin) (2) sensitizer insulin (obat-obat yang meningkatkan
sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan
tiazolidindion yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif (3)
inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor alfa glukosidase yang bekerja
menghambat absorbsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post
prandial (Anonim,2005)
GOLONGAN SULFONILUREA
Obat yang termasuk kelompok sulfonilurea ini adalah glibenclamid, gliburid, glipizid,
glikazid, glimipirid, glikuidon. Paling sedikit dikenal tiga mekanisme kerja dari sulfonilurea (1)
pelepasan insulin dari sel beta (2) pengurangan kadar glukagon dalam serum dan (3) efek
Pelepasan insulin dari sel beta pankreas: sulfonilurea terikat pada reseptor spesifik yang
berhubungan dengan saluran kalium pada membran sel Beta. Pengikatan sulfonilurea
menghambat keluarnya ion kalium melalui saluran dan menghasilkan depolarisasi. Depolarisasi
akan membuka saluran kalsium yang bermuatan listrik dan mengakibatkan masuknya kalsium
dan penglepasan prabentuk insulin. Penghambat saluran kalsium dapat mencegah kerja
sulfonilurea in vitro, tetapi ini memerlukan konsentrasi penghambat kalsium 100-1000 kali kadar
teraupetik untuk mencapai hambatan itu, mungkin karena saluran kalsium berhubungan dengan
sel Beta yang tidak identik dengan saluran kalsium tipe L sistem kardiovaskuler. Lebih lanjut
diazoxid suatu tiazid mirip pembuka saluran kalium, menghalangi efek insulinotropik
sulfonilurea (sama seperti glukosa). Penyelidikan ini juga memberikan suatu penjelasan
Sintesis insulin tidak diransang dan bahkan tidak dikurangi oleh sulfonilurea. Pelepasan
insulin dalam respon dalam glukosa ditingkatkan. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa
setelah terapi sulfonilurea jangka panjang, kadar insulin serum tidak meningkat oleh obat ini dan
bahkan menurun. Observasi ini dirumitkan oleh kenyataan bahwa kebanyakan data tersebut
didapat dari tes toleransi glukosa oral bahkan suatu pengukuran dari respon sel pankreas. Setelah
makan makanan campuran yang mengandung protein seperti karbohidrat, manfaat efek
pengobatan kronis sulfonilurea umumnya dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin serum
(Katzung,1997).
diabetes yang tidak tergantung insulin akan menurunkan kadar glukagon serum. Hal ini dapat
menyokong efek hipoglikemik obat ini. Mekanisme efek penekanan sulfonilurea ini terhadap
kadar glukagon belum jelas, tetapi mungkin melibatkan penghambatan langsung yang
disebabkan karena peningkatan pelepasan insulin dan somatostatin, yang menghambat sekresi sel
A (Katzung,1997).
Potekanan darah kerja insulin pada jaringan target. Terdapat bukti bahwa peningkatan
pengikatan insulin ke jaringan reseptor terjadi selama pemberian sulfonilurea pada penderita
diabetes tipe II. Peningkatan dalam jumlah reseptor dapat meningkatkan efek, dicapai dengan
konsentrasi agonis tertentu, suatu kerja sulfonilurea seperti itu akan menambah potekanan darah
efek insulin penderita dalam kadar rendah Maupun insulin eksogen. Walaupun demikian, efek in
vivo ini tidak terjadi bila insulin in vitro ditambahkan pada insulin jaringan target. Lebih lanjut,
pada penderita diabetes yang bergantung pada insulin tanpa sekresi insulin endogen, maka terpai
sulfoil urea belum terbukti memperbaiki kontrol glukosa darah, meningkatkan sensitivitas
terhadap pemberian insulin, atau meningkatkan pengikatan insulin oleh reseptor (Katzung,1997).
Efek samping obat hipoglikemik oral golong sulfonilurea umunya ringan dan
frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan syaraf pusat. Gangguan
saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit kepala.
Gangguan susunan saraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala
hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat
terjadi walau jarang sekali. Klorpropramida dapat meningkatkan ADH (antidiuretik hormon).
Hipoglikemia dapat terjadi jika dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan
fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipoglikemia sering diakibatkan oleh obat-obat
hipoglikemik oral dengan masa kerja panjang (Anonim,2005).