Anda di halaman 1dari 7

HASIL TES LAB PASIEN

Hasil pemeriksaan lab menunjukan :


1. Kadar glukosa puasa 150 mg/dL
2. Glukosa 2 jam pp 400 mg/dL
3. HbA1c 10%

Dari hasil studi kasus dan hasil tes lab pasien maka dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami Diabetes Melitus Tipe 2 dan Dokter memberikan terapi dengan menggunakan
obat Metformiin, Glibenklamid, Antasid, Omeprazole dan Primperan

METFORMIN
Metformin, merupakan obat antihiperglikemik golongan biguanid, yang banyak
digunakan untuk terapi kontrol Diabetes Melitus tipe 2. Mekanisme aksi utamanya adalah
menurunkan kadar glukosa tanpa menyebabkan hipoglikemia guna menimbulkan penurunan
glukoneogenesis hati. Fosforilasi protein CREB menghasilkan penurunan ekspresi gen untuk
glukoneogenesi dan menurunkan asam lemak bebas hasil glukoneogenesis substrat. Dilain
hal, metformin meningkatkan insulin-mediated glukose uptake di jaringan perifer. Metformin
diabsorbsi di saluran cerna. Absorbsi metformin tidak optimal bila dikonsumsi saat makan.
Metformin dieksresikan dalam urin dan ASI tanpa diubah dan tanpa adanya produk metabolit
. 11,12,13
Efek samping tersering dalam penggunaan metformin sebagai monoterapi adalah
gangguan saluran cerna seperti, diare, mual, muntah, dan nyeri abdomen. 4
Kontraindikasi metformin adalah gangguan fungsi ginjal, ketoasidosis, hentikan bila
terjadi kondisi seperti hipoksia jaringan (sepsis, kegagalan pernafasan, baru mengalami infark
miokardia, gangguan hati), menggunakan kontras media yang mengandung iodin (jangan
menggunakan metformin sebelum fungsi ginjal kembali normal) dan menggunakan anestesi
umum (hentikan metformin pada hari pembedahan dan mulai kembali bila fungsi ginjal
kembali normal), wanita hamil dan menyusui.(PIONAS)

GLIBENKLAMID
Glibenklamid merupakan obat antihiperglikemia oral golongan sulfonilurea generasi
kedua yang mana bekerja menurunkan kadar glukosa darah dengan menstimulasi sekresi
insulin. 9,10,11. Sulfonilurea dalam hal ini glibenklamid beraksi pada reseptor sulfonilurea,
berupa ATP-dependent potassium channel, yang menstimulasi depolarisasi dari sel B
pankreas dan merangsang sekresi insulin via exositosis. Dilaporkan juga glibenklamid
mengaktivasi glikogen fosforilase alfa dan meningkatkan fruktosa selular 2.6-bifosfat liver,
yang menghasilkan penurunan glukoneogenesis dan meningkatkan glikolisis di hati. Hal
inilah yang mengakibatkan efek hipoglikemia setelah mengonsumsi glibenklamid. 9,11,12
Sulfonilurea diabsorbsi pada saluran cerna dengan cepat dan mencapai kadar dalam
darah dalam waktu 15 menit setelah konsumsi peroral. Sulfonilurea dimetabolisme di hati
dan dieksresikan oleh ginjal melalui urin. Sekitar 44% pasien yang diterapi dengan
monoterapi sulfonilurea (glibenklamid) mengalami penurunan kadar glukosa darah puasa <
270 mg/dL dalam dosis pemeliharaan. 8
Efek samping berupa penurunan berat badan dan hipoglikemia. 8 Glibenklamid
dilaporkan menimbulkan efek hipoglikemia lebih banyak dibandingkan obat golongan
sulfonilurea lainnya. 12 Pada suatu studi dinyatakan sekitar 33.243 pengguna sulfonilurea,
sekitar 40% mengalami hipoglikemia.
Kontraindikasi Glibenklamid adalah pasien dengan gangguan hepar dan insufisiensi
ginjal (katzung,2004)

KEKURANGAN OBAT METFORMIN DAN GLIBENKLAMID DALAM


PENGOBATAN MONOTERAPI
Dalam pengontrolan kadar glukosa darah puasa pasien DM tipe 2, sulfonilurea adalah
obat yang tepat untuk menurunkan kadar glukosa darah dengan sangat cepat, namun terjadi
peningkatan HbA1c pada pemberian sulfonilurea tersebut. Penurunan glukosa darah yang
cepat ini mengakibatkan banyak laporan efek samping yang ditimbulkan obat golongan
sulfonilurea ini yakni berupa efek hipoglikemia yang dalam keadaan fatal dapat menurunkan
kesadaran pasien. Sedangkan Pemberian metformin sebagai monoterapi juga menurunkan
kadar glukosa darah puasa dengan cepat dan hanya sedikit peningkatan dari kadar HbA1c
pasien. 6,8,14

TERAPI KOMBINASI METFORMIN DAN GLIBENKLAMID


Penderita sudah diberikan sulfonilurea atau metformin sampai dosis maksimal namun
kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, untuk menggunakan kombinasi sulfonilurea
dengan metformin. Dengan cara ini tidak berhasil, dipakai kombinasi sulfonilurea dan insulin
(Soegondo S,2007).
Terapi kombinasi juga dapat diberikan apabila dalam waktu 3 bulan setelah
menggunakan antidiabetes oral tunggal tidak terjadi perbaikan kadar gula darah (Katzung et
al., 2015).
Pada pemberian terapi kombinasi metformin dan sulfonilurea didapatkan penurunan
kadar glukosa darah yang jauh lebih banyak ketimbang dengan monoterapi, sedangkan terjadi
penurunan nilai HbA1c yang cukup signifikan dengan pemberian terapi kombinasi ini.
Pemberian terapi kombinasi lebih efektif dalam mengontrol hiperglikemia dibandingkan
dengan monoterapi pada pasien dengan glukosa darah tidak terkontrol. Terapi kombinasi
dengan dosis 2.5 mg/500 mg menghasilkan penurunan lebih besar HbA1c dibandingkan
monoterapi (-1.77%, p<0.001 dan -1.34%, p=0.002) dan terapi kombinasi dengan dosisi 5
mg/500 mg menghasilkan penurunan HbA1C secara signifikan (-1.73%, p<0,001 dan
-1.30%, p= 0.005). 6,8,14
Terapi kombinasi metformin-sulfonilurea memang memiliki efikasi baik dalam
pengontrolan kadar glukosa darah puasa, namun dalam pemberian obat jangka panjang tanpa
memerhatikan asupan makanan pasien, pemberian terapi kombinasi ini pun dapat
menyebabkan keadaan hipoglikemia dan keluhan terkait saluran pencernaan. 14 Pemberian
sulfonilurea saja dapat menyebabkan keadaan hipoglikemia pada pasien, hal ini disebabkan
mekanisme kerja obat yang meningkatkan sekresi insulin itu sendiri sehingga pasien dapat
jatuh dalam keadaan hipoglikemia. Sedangkan pemberian metformin dalam dosis besar dapat
menimbulkan efek samping berupa gangguan gastrointestinal, namun tidak ada laporan
kematian pasien akibat kombinasi terapi metformin-sulfonilurea ini. 4,8,14,15
Studi ini menyatakan kombinasi terapi metformin-sulfonilurea lebih efektif ketimbang
monoterapi saja. Efek samping yang ditimbulkan yang paling sering adalah keluhan saluran
pencernaan seperti mual, muntah, lalu keluhan neuralgia seperti sakit kepala serta yang
terakhir.

DIKARENAKAN EFEK SAMPING DARI METFORMIN DAN GLIBENKLAMID


MENYEBABKAN MUAL, MUNTAH, DLL SEHINGGA DOKTER MEMBERIKAN
OBAT ANTASID, OMEPRAZOLE DAN PRIMPERAN UNTUK MENGURANGI
EFEK SAMPING DARI METFORMIN DAN GLIBENKLAMID

1. Antasida
Mekanisme kerja antasida yaitu menetralisis atau mendapar sejumlah asam tetapi
tidak melalui efek langsung, atau menurunkan tekanan esophageal bawah (LES). Antasida
adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk menghilangkan nyeri
akibat asam lambung terlalu banyak di lambung (Gunawan, 2016:529). Mekanisme kerjanya
adalah antasida yang merupakan basa lemah bereaksi dengan asam hidroklorida lambung
untuk membentuk garam dan air (menetralkan lambung) (Katzung, 2011:1048).
Berikut adalah beberapa efek samping yang harus diwaspadai akibat penggunaan
Antasida yang berlebihan:
a. Gangguan percernaan seperti diare yang diakibatkan oleh tingginya kadar Magnesium.
b. Sebaliknya Antasida juga bias menyebabkan sembelit akibat tingginya kadar Aluminium.
c. Penggunaan Antasida jangka panjang bias memicu osteoporosis. Hal ini terjadi karena
Alumunium dalam Antasida dapat menurunkan jumlah kalsium dan fosfat dalam tulang yang
merupakan mineral yang berperan penting dalam kepadatan tulang (Gunawan, 2016:531).
Kontraindikasi dari Antasida hipofosfatemia, porfiria.

2. Omeprazole
Omeprazole merupakan obat golongan pompa proton inhibitor (PPI) dan merupakan
obat terbanyak diantara obat penyakit pernyerta lain yang digunakan pada pasien diabetes
melitus tipe-2 kompilkasi dengan hipertensi. Obat ini bekerja dengan menghambat sekresi
asam lambung, baik yang disebabkan oleh makanan, insulin, atau kafein. Gangguan fungsi
saluran cerna merupakan masalah yang sering ditemui pada penderita-penderita diabetes
melitus, dimana terjadi apabila kadar glukosa tinggi akan meningkatkan AGEs yang dapat
menghambat ekresi nNos (neuronal NOS) neuron mentrikus. Enzim NOS ini berperan dalam
membentuk NO sel-sel saraf. Senyawa NO berperan dalam mengatur reflek akomodatif dan
fundus gester serta reflex peristaltik usus halus, sehingga bila jumlah NO menurun akan
menyebabkan terjadinya gangguan fungsi sistem gastroinstestinal (Pasricha,2013)
Obat anti diabetes dan anti hipertensi hampir semua golongan menyebabkan
gangguan pada saluran cerna. Sehingga digunakan obat PPI untuk mengurangi efek samping
yang kemungkinan terjadi dan untuk mengobati ulkus peptik pada pasien. Contohnya seperti
golongan obat sulfonilurea, biguanid, thiazolidinetione, alfa-glukosidase, spironolakton,
ACE, golongan CCB
Efek sampingnya adalah gangguan saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri
lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan pusing. Efek samping yang
kurang sering terjadi diantaranya adalah mulut kering, insomnia, mengantuk, malaise,
penglihatan kabur, ruam kulit dan pruritus (PIONAS)
Omeprazole dikontraindikasikan dengan erlotinib, nelfinavir, rilpivirine

3. Primperan
Primperan (Metoclopramide) berperan sebagai obat prokinetik gastrointestinal dengan
meningkatkan tonus sfingter esofagus bawah dan menstimulasi motilitas saluran cerna atas
pada pasien normal dan wanita pasca melahirkan. 57 Obat ini merupakan satu-satunya yang
disetujui oleh U.S Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan gastroparesis
diabetik. 58 Sekresi ion hidrogen lambung tidak dipengaruhi. Efek utamanya adalah
dipercepatnya waktu klirens cairan dan isi lambung (mempersingkat waktu pengosongan
lambung) dan memperpendek waktu transit pada usus halus.
Metoclopramide menimbulkan stimulasi selektif pada saluran cerna (efek
gastrokinetik) melalui mekanisme kerja: (a) meningkatkan tekanan otot polos pada sfingter
esofagus bagian bawah dan bagian fundus lambung, (b) meningkatkan motilitas lambung dan
usus halus, dan (c) relaksasi pilorus dan duodenum selama kontraksi lambung. 62
Efek samping Metoklopramid yaitu hiperprolaktinemia, tardive dyskinesia pada
pemakaian lama; juga dilaporkan mengantuk, gelisah, diare, depresi, sindrom neuroleptik
malignan, ruam kulit, pruritus, udem; abnormalitas konduksi jantung dilaporkan terjadi pada
pemberian intravena; jarang terjadi methemoglobinemia (PIONAS)
Kontraindikasi Metoclopramide sebaiknya tidak diberikan bagi pasien dengan riwayat
penyakit Parkinson, restless leg syndrome, atau pasien yang memiliki gangguan pergerakan
yang berhubungan dengan inhibisi ataupun deplesi dopamin. 58 Pada pasien tanpa harus
riwayat penyakit berupa gangguan pergerakan, reaksi ekstrapiramidal distonik berupa krisis
okulogirik, opistotonus, trismus, dan tortikolis terjadi pada >1% pasien yang mendapat
pengobatan metoclopramide secara kronis

Sulfonilurea

Kerja utama sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi insulin sehingga efektif hanya
jika masih ada aktivitas sel beta pankreas; pada pemberian jangka lama sulfonilurea juga
memiliki kerja di luar pankreas. Semua golongan sulfonilurea dapat menyebabkan
hipoglikemia, tetapi hal ini tidak biasa terjadi dan biasanya menandakan kelebihan dosis.
Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat menetap berjam-jam dan pasien harus dirawat di
rumah sakit.

Sulfonilurea digunakan untuk pasien yang tidak kelebihan berat badan, atau yang
tidak dapat menggunakan metformin. Pemilihan sulfonilurea diantara obat yang ada
ditentukan berdasarkan efek samping dan lama kerja, usia pasien serta fungsi ginjal.
Sulfonilurea kerja lama klorpropamid dan glibenklamid lebih sering menimbulkan
hipoglikemia; oleh karena itu untuk pasien lansia obat tersebut sebaiknya dihindari dan
sebagai alternatif digunakan sulfonilurea kerja singkat, seperti gliklazid atau tolbutamid.
Klorpropamid juga mempunyai efek samping lebih banyak daripada sulfonilurea lain (lihat
keterangan di bawah) sehingga penggunaannya tidak lagi dianjurkan.
Terapi insulin sebaiknya diberikan secara sementara selama sakit
yang intercurrent (misalnya infark miokard, koma, infeksi dan trauma). Sulfonilurea tidak
boleh diberikan pada pagi hari pembedahan, untuk itu diperlukan insulin karena dapat terjadi
hiperglikemia pada keadaan ini.

Kontraindikasi Sulfonilurea sedapat mungkin dihindari pada gangguan fungsi hati


gagal ginjal dan pada porfiria. Sulfonilurea sebainya tidak digunakan pada ibu menyusui dan
selama kehamilan sebaiknya diganti dengan terapi insulin. Sulfonilurea dikontraindikasikan
jika terjadi ketoasidosis.

Efek samping umumnya ringan dan jarang, diantaranya gangguan gastrointestinal


seperti mual, muntah, diare dan konstipasi. Klorpropamid memiliki efek samping lebih
banyak karena durasi kerjanya yang lama dan risiko hipoglikemia sehingga tidak lagi
digunakan. Juga dapat menyebabkan muka kemerahan setelah minum alkohol; efek ini tidak
terjadi pada sulfonilurea lain. Klorpropamid juga dapat meningkatkan sekresi hormon
antidiuretik dan sangat jarang menyebabkan hiponatremia (hiponatremia juga dilaporkan
pada glimepirid dan glipizid).
Sulfonilurea dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, yang mungkin menyebabkan jaundice
kolestatik, hepatitis dan kegagalan fungsi hati meski jarang. Dapat terjadi reaksi
hipersensitifitas, biasanya pada minggu ke 6-8 terapi, reaksi yang terjadi berupa alergi kulit
yang jarang berkembang menjadi eritema multiforme dan dermatitis eksfoliatif, demam dan
jaundice; jarang dilaporkan fotosensitivitas dengan klorpropamid dan glipizid. Gangguan
darah juga jarang yaitu leukopenia, trombositopenia, agranulositosis, pansitopenia, anemia
hemolitik, dan anemia aplastik.

GLIKLAZID
Indikasi: 
NIDDM (tipe 2) pada orang dewasa bila pengaturan pola makan, olahraga dan penurunan
berat badan belum mencukupi untuk mengontrol kadar gula darah.

Kontraindikasi: 
hipersensitif terhadap gliklazid; diabetes tipe 1 diabetes pre koma dan koma, diabetes
ketoasidosis kelainan fungsi ginjal dan fungsi hati berat (dalam hal ini penggunaan insulin
direkomendasikan) pengobatan bersamaan dengan mikonazol (lihat interaksi).

Efek Samping: 
efek samping lainnya lebih jarang dilaporkan yaitu reaksi pada kulit dan jaringan subkutan
(rash, pruritus, urtikaria, eritema, maculopapular rashes, bullous reaction, allergic
vasculitis dilaporkan pada penggunaan sulfonilurea lain), gangguan hematologi, gangguan
sistem hepato-biliari, peningkatan kadar enzim hati, dan gangguan visual.

Mekanisme kerja
Menurunkan kadar gula darah dengan cara mengikat secara selektik, reseptor
sulfonylurea (SUR 1) pada permukaan sel beta pankreas, mekanisme ini membuat gliklazid
mampu memblokir sebagian potassium chenels antara sel-sel beta dari organ pankreas
GLIMEPIRIDIN + METFORMIN

Indikasi: 
Injeksi subkutan pada paha, dinding abdomen, atau lengan atas pada dewasa dan anak usia di
atas 6 tahun sesuai kebutuhan.

Peringatan: 
Peningkatan mortalitas kardio vaskular pada saat diet atau diet ditambah insulin. Berdasarkan
penelitian, pasien yang melakukan pengobatan diet ditambah NIDDM memiliki tingkat
mortalitas kardiovaskular 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang hanya diet;
peningkatan asidosis laktat; Monitor glukosa karena kemungkinan terjadi hipoglisemia
terutama minggu pertama pengobatan.

Kontraindikasi: 
Diabetes mellitus tergantung insulin (tipe 1), diabetes ketonemia, prekoma atau koma
diabetes, asidosis metabolik akut atau kronik, hipersensitif terhadap obat ini golongan
sulfonilurea, golongan sulfonamida atau golongan viquanida, gangguan fungsi hati atau ginjal
berat, dibutuhkan penggantian dengan insulin untuk mengontrol glukosa darah, wanita hamil
dan menyusui, mempunyai riwayat atau rentan asidosis laktat, penggunaan zat kontras yang
mengandung yodium secara iv, infeksi berat, sebelum dan sesudah operasi, trauma serius,
malnutrisi, pasien yang kelaparan atau kondisi lemah, insufisiensi pituitari/adrenal, disfungsi
hati, disfungsi paru-paru berat, hipoksemia, konsumsi alkohol berlebihan, dehidrasi, mual dan
muntah akibat gangguan gastrointestinal, gagal jantung kongestif.

Efek Samping: 
Hipoglikemia; gangguan penglihatan sementara; gejala GI (diare, mual, muntah, nyeri perut,
flatulen dan anoreksia, perasan penuh di perut, sakit perut), rasa logam pada pengecapan,
asidosis laktat (jarang, bila terjadi hentikan terapi), penurunan penyerapan vitamin B12,
eritema, pruritus, urtikaria, hepatitis; kerusakan fungsi hati kemungkinan terjadi,
trombositopenia, anemia, leukositopenia, alergi vaskulitis, kulit yang hipersensitif terhadap
cahaya, penurunan kadar natrium dalam serum.

Dosis: 
Dosis bersifat individual berdasarkan kadar glukosa darah pasien. Dianjurkan pengobatan
awal menggunakan dosis efektif terendah dan dosis ditingkatkan tergantung kadar glukosa
darah pasien. Dosis diberikan 1 atau 2 kali perhari sebelum atau saat makan. Disaat
pengobatan menggunakan kombinasi glimepirid dan metformin sebagai tablet terpisah, maka
harus diberikan berdasarkan dosis yang sedang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai