Anda di halaman 1dari 17

Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Menurut PERKENI (2015) tujuan penatalaksanaan umum adalah


meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan
meliputi:
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan diabetes melitus, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes
melitus.
Menurut Ernawati (2013) penatalaksanaan diabetes melitus terdiri atas terapi non
farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi non farmakologis meliputi perubahan gaya
hidup dengan melakukan pengaturan pola makan (terapi gizi medis), meningkatkan aktifitas
jasmani dan edukasi berbagai masalah yang
berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus-menerus. Terapi
farmakologis meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan penyuntikan insulin.
Terapi farmakologis diberikan jika penerapan terapi non farmakologis tetap tidak
dapat mengendalikan kadar gula darah seperti yang diharapkan. Pemberian terapi
farmakologis harus tetap diterapkan bersama dengan terapi non farmakologis
(Yunir & Soebardi 2006 dalam Ernawati, 2013).
1. Terapi Non Farmakologis

a. Terapi Diet

Prinsip pengaturan makan pada penderita diabetes melitus hamper sama


dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Penderita diabetes melitus perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori,
terutama pada pasien yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi
insulin.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari (PERKENI, 2015):

1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.

2) Pembatasan karbohidrat total <130g/hari tidak dianjurkan.

3) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan


tidak diperkenankan melebihi 30% total kebutuhan energi.
4) Komposisi lemak yang dianjurkan: lemak jenuh <7% kebutuhan
kalori, lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak
jenuh tunggal.
5) Konsumsi kolestrol dianjurkan <200 mg/hari.

6) Kebutuhan protein sebesar 10-20% total asupan energi.

7) Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes melitus sama


dengan orang sehat yaitu <2300 mg perhari, kecuali terdapat riwayat
hipertensi maka natrium harus dikurangi.
8) Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram perhari yang berasal dari
berbagai sumber makanan.
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang diabetes melitus, antara lain dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah
kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktifitas, berat badan, dan lain-lain.
Cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut:
Perhitungan berat badan ideal menurut indeks massa tubuh (IMT)
IMT dapat dihitung dengan rumus :
IMT = BB(kg)/TB(m2)

Klasifikasi IMT:

BB kurang <18,5

BB normal 18,5-22,9

BB lebih dengan risiko 23-24,9


BB lebih (obestitas I) 25-29,9
BB lebih (obesitas II) ≥30

b. Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara


teratur 3-5 kali seminggu selama 30-45 menit, dengan total 150 menit
seminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan
jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dl pasien harus
mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dl dianjurkan
untuk menunda latihan jasmani. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan jasmani yang bersifat aerobic dengan intensitas sedang seperti :
jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
2. Terapi Farmakologis

a. Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5


golongan (PERKENI, 2015):
1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah
hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan
sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang
tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonylurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin
fase pertama. Golongan ini terdiri 2 macam obat yaitu: Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia
post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoglikemia.
2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
Metformin
Mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis) dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan
perifer. Dosis metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/173 m2). Efek samping yang
mungkin berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala
dyspepsia.
Tiazolindindion (TZD)

Tiazolindindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator


Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti di
sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengikat
glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer.
3) Penghambat Absorbsi Glukosa di Saluran Pencernaan
Penghambat Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus


halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa sesudah
makan. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating
(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus.
Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan
dosis kecil.
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV


sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif. Aktifitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi
insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah.
5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)

Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral


jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli
distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-
2.
Tabel 2.4
Profil Obat Antihiperglikemia Oral yang Beredar di Indonesia
(PERKENI, 2015)
Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping Utama Penurunan
HbA1c
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik, hipoglikemia 1-2%
insulin
Glinid Meningkatkan sekresi BB naik, hipoglikemia 0,5-1,5%
insulin
Metformin Menekan produksi Dispepsia, diare, 1-2%
glukosa hati dan asidosis laktat
menambah sensitifitas
terhadap insulin
Penghambat Menghambat absorbsi Flatulen, tinja lembek 0,5-0,8%
Alfa- glukosa
Glukosidase
Tiazolindindion Menambah sensitifitas Edema 0,5-1,4%
terhadap insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi Sebah, muntah 0,5-0,8%
DPP-IV insulin, menghambat
sekresi glukagon
Penghambat Menghambat Dehidrasi, infeksi 0,8-1%
SGLT-2 penyerapan kembali saluran kemih
glukosa di tubulus
ginjal

b. Terapi Insulin

Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau
Langerhans kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam
amino ke dalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin
menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai
sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan
hati (Ernawati, 2013).
Sintesis dan sekresi insulin terjadi dalam sel beta. Proses ini melibatkan
beberapa komponen yang berperan dalam sintesis untuk menghasilkan
insulin dan menyekresikannya ke luar sel. Pada keadaan tertentu
komponen-komponen tersebut dapat mengalami disfungsi dan
mengakibatkan terjadinya penyakit, seperti diabetes melitus (Banjarnahor
dan Wangko, 2012).
Keuntungan mendasar dari penggunaan insulin dibandingkan dengan
obat antidiabetik oral dalam pengobatan diabetes melitus adalah insulin
terdapat dalam tubuh secara alamiah. Selain itu, pengobatan dengan
insulin dapat disesuaikan dengan pola sekresi insulin endogen atau insulin
yang dihasilkan oleh pankreas (Ernawati, 2013).
Jenis-jenis terapi insulin:

Berdasarkan asalnya jenis terapi insulin terbagi dua, yaitu insulin


manusia dan insulin analog; dan berdasarkan cara kerjanya insulin terbagi
menjadi insulin kerja cepat, insulin kerja menengah, insulin kerja panjang,
dan insulin campuran (Konsensus PERKENI, 2015).
Tabel 2.5
Kelebihan dan Kekurangan insulin manusia dan insulin analog
(Konsensus PERKENI, 2015)
Jenis Insulin Kelebihan Kekurangan Pemakaian

Insulin Biaya relatif lebih Insulin kerja pendek: Pada individu


Manusia rendah awitan (onset) lebih dengan
lama kepatuhan lebih
baik
Insulin kerja
panjang: puncak dan
lama kerja
bervariasi, tergantung
respon
individu

Efek samping:
kenaikan berat
badan
Insulin Insulin kerja cepat Efek samping: Pada individu
Analog segera bekerja letargi, kenaikan dengan
setelah disuntikkan berat badan kepatuhan diet
yang relatif
Insulin kerja tidak terlalu
panjang tidak baik
memiliki aktivitas
puncak sehingga
kerjanya mudah
diprediksi dan risiko
hipoglikemia lebih
rendah

Meminimalkan
kenaikan tajam
glukosa darah
segera setelah
makan

Tabel 2.6
Insulin dan Cara Kerjanya (Ernawati, 2013)
Jenis Insulin Nama Insulin Cara kerja Cara Pemberian
Insulin kerja Insulin regular Insulin jenis ini IV, IM, SC
singkat (Crystal Zinc Insulin / diberi 30 menit Infus (AA
CZI). Saat ini dikenal sebelum makan, /Glukosa/
2 macam insulin CZI, mencapai puncak elektrolit)
yaitu dalam bentuk setelah 1-3 macam Jangan bersama
asam dan netral. dan efeknya dapat darah karena
Preparat: yang ada bertahan sampai 8 mengandung
antara lain: jam enzim yang
Actrapid®, merusak insulin
Velosulin®,
Semilente®
Insulin kerja Netral Protamine Awal kerjanya Jangan IV
menengah Hegedorn (NPH), adalah 1,5-2,5 jam. karena bahaya
Monotard®, Puncaknya tercapai emboli
Insulatard® dalam 4-15 jam dan
efeknya dapat
bertahan sampai
dengan 24 jam.
Insulin kerja Preparat: Protamine Campuran dari Jangan IV
panjang Zinc Insulin (PZI), insulin dan karena bahaya
Ultratard protamine, emboli
diabsorbsi dengan
lambat dari tempat
penyuntikan
sehingga efek yang
dirasakan cukup
lama, yaitu sekitar
24-36 jam
Insulin Merupakan kombinasi
Infasik insulin jenis singkat
(campuran) dan menengah.
Preparatnya:
Mixtard® 30/40
Indikasi terapi dengan insulin (Konsensus PERKENI, 2015):

1. Wajib diberikan kepada penderita diabetes melitus tipe 1.

2. Gagal mencapai target dengan penggunaan kombinasi anti


hiperglikemia oral dengan dosis optimal (3-6 bulan).
3. Pada penderita diabetes melitus diberikan dengan:

a. Kehamilan.

b. Dekompensasi metabolic yang ditandai antara lain dengan: gejala


klasik diabtes dan penurunan berat badan, glukosa darah puasa
(GDP) > 250 mg/dL, glukosa darah sewaktu (GDS) > 300 mg/dL,
HbA1C > 9%, dan sudah mendapatkan terapi anti hiperglikemia
oral sebelumnya.
c. Terapi steroid dosis tinggi yang menyebabkan glukosa darah tidak
terkendali.
d. Perencanaan operasi yang kadar glukosanya perlu segera
diturunkan.
e. Beberapa kondisi tertentu yang dapat memerlukan pemakaian
insulin seperti, infeksi (tuberkulosis), penyakit hati kronik, dan
gangguan fungsi ginjal.
Cara penyuntikan insulin (PERKENI, 2015):

1. Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan),


dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.
2. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau drip.
3. Insulin campuran merupakan kombinasi antara insulin kerja pendek dan
insulin kerja menegah, dengan perbandingan dosis tertentu, namun bila
tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan
perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencapuran sendiri
antara kedua jenis insulin tersebut.
4. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus
dilakukan dengan benar, termasuk rotasi tempat suntik.
5. Penyuntikan insulin dengan menggunakan semprit insulin dan jarumnya
sebaiknya hanya dipergunakan sekali, meskipun dapat dipakai 2-3 kali
oleh penyandang diabetes yang sama, sejauh sterilitas penyimpanan
terjamin. Penyuntikan insulin dengan menggunakan pen, perlu
penggantian jarum suntik setiap kali dipakai, meskipun dapat dipakai 2-
3 kali oleh penyandang diabetes yang sama asal sterilitas terjaga.
6. Kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/ml) dengan
semprit yang dipakai (jumlah unit/ml dari semprit) perlu diperhatikan,
dan dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap.
7. Penyuntikan dilakukan pada daerah: perut sekitar pusat sampai ke
samping, kedua bagian lengan atas bagian luar (bukan daerah deltoid),
kedua paha bagian luar.
2.1 Kepatuhan

2.1.1 Definisi Kepatuhan

Kepatuhan dalam pengobatan didefinisikan sebagai sikap perilaku minum


obat pasien bertepatan dengan maksud saran kesehatan yang telah diberikan
kepadanya. Kepatuhan menjadi faktor terpenting yang menetukan hasil terapeutik,
terutama pada pasien yang menderita penyakit kronis (Inamdar, Kulkarni, &
Karajgi et al., 2013).
2.1.2 Pentingnya Kepatuhan

Ada banyak situasi dalam praktik klinis di mana kepatuhan sangat penting
untuk hasil terapeutik yang lebih baik, diantaranya:
1. Penyakit kronik seperti diabetes dan hipertensi

2. Terapi pengganti, contohnya Thyroxin dan insulin

3. Pemeliharaan efek farmakologis

4. Pemeliharaan konsentrasi obat serum untuk mengendalikan gangguan


tertentu
5. Penyakit menular dimana ketidakpatuhan menjadi hambatan utama
untuk mencapai kesehatan, seperti penyakit infeksi, tuberculosis, dan
HIV (Inamdar, Kulkarni, & Karajgi et al., 2013)
2.1.3 Faktor-Faktor yang Memepengaruhi Kepatuhan

Menurut Inamdar, Kulkarni, & Karajgi et al., 2013 ada beberapa faktor
yang mempengaruhi kepatuhan yang diantaranya, yaitu :
a. Faktor predisposisi meliputi faktor demografi (umur, jenis kelamin,
prestasi pendidikan, status sosial ekonomi, pekerjaan) juga mencakup
pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan persepsi pasien tentang penyakit
dan tingkat keparahan, penyebab, pencegahan dan pengobatannya.
b. Faktor yang memungkinkan adalah keterampilan dan sumber daya yang
yang dibutuhkan untuk kepatuhan. Istilah keterampilan mengacu pada
kemampuan pasien untuk mengadopsi perilaku yang akan memastikan
kepatuhan dan sumber daya termasuk ketersediaan dan aksesibilitas
fasilitas kesehatan seperti apotek, klinik atau rumah sakit.
c. Faktor penguat adalah faktor-faktor yang menentukan apakah kepatuhan
didukung oleh keluarga, teman sebaya, penyedia layanan kesehatan,
masyarakat setempat, dan masyarakat pada umumnya.
2.1.4 Risiko Potensial untuk Ketidakpatuhan

Menurut Inamdar, Kulkarni, & Karajgi et al., 2013 ada beberapa faktor
yang menjadi risiko potensial yang diantaranya, yaitu :
a. Demografi

Usia, jenis kelamin, pendidikan, status sosial ekonomi dan pekerjaan


mempengaruhi kepatuhan.
Kompleksitas pengobatan, lama pengobatan, biaya pengobatan,
kesesuaian dosis dengan aktivitas sehari-hari, ada atau tidaknya gejala
penyakit, serta kondisi penyakit yang kronis atau akut dapat juga
menjadi risiko potensial yang dapat menyebabkan ketidakpatuhan.
b. Terkait dengan pasien

Pemahaman akan penyakit dan akibatnya, persepsi ancaman yang


ditimbulkan oleh penyakit, penerimaan penyakit, pemahaman akan
manfaat biaya pengobatan, motivasi keluarga pasien, keterlibatan
pasien dalam mengambil keputusan, dan penurunan kemampuan fisik.
c. Hubungan pasien dengan pelayanan kesehatan professional

Keadaan seputar kujungan pasien (akses mudah ke pelayanan


kesehatan), kualitas dan efektivitas interaksi, waktu yang dihabiskan
penyedia pelayanan kesehatan, sikap penyedia pelayanan kesehatan
terhadap pasien, kualitas komunikasi dan kecukupan penyedia
informasi, jarak antara kunjungan pasien.
d. Faktor psikologi

Beberapa pasien merasa bersalah karena minum obat dimana orang lain
melihatnya sebagai stigma sosial. Ketakutan tentang tergantung pada
pengobatan menjadi alasan lain untuk tidak patuh pada pengobatan.
e. Pengetahuan tentang kesehatan

Pengetahuan dan sikap pasien juga mempengaruhi kepatuhan. Pasien


merasa bahwa akibat dari suatu penyakit dapat berdampak serius bagi
kesehatannya.
f. Faktor sosial

Faktor sosial seperti hubungan keluarga yang kuat, bantuan dari teman
dan rekan kerja akan mempengaruhi kepatuhan.

Anda mungkin juga menyukai