Anda di halaman 1dari 11

Clinical Science Session

TATALAKSANA DIABETES MELITUS

Disusun Oleh:

Amalia Rizki Ramadhani Masih proses


Arrigo Christian Hutajulu 130112150542
Indah Pertiwi 130112150570
Kafi H. Khaibar 130112150614

Preseptor:
Iceu Dimas Kulsum, dr., Sp.PD, Sp.P
Bachti Alisjahbana, dr., Sp.PD-KPTI, Ph.D

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR. HASAN SADIKIN / FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
TATALAKSANA DIABETES MELITUS

A. Tatalaksana Diabetes Melitus


Diabetes melitus (DM) tipe 2 memiliki banyak komplikasi kronis dan sebagian besar
mengenai organ vital yang dapat berdampak fatal. Oleh karena itu, tatalaksana DM tipe 2
membutuhkan terapi yang lebih agresif untuk mengontrol kadar gula dan mengendalikan risiko
komplikasi. Berdasarkan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2015,
penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu
edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis.
1. Edukasi
Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan
motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan edukasi diabetes adalah
mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami
penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/komplikasi yang
mungkin timbul secara dini/saat masih reversibel, ketaatan perilaku pemantauan dan
pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan
yang diperlukan. Edukasi meliputi:
- Pemantauan glukosa mandiri,
- Perawatan kaki,
- Kepatuhan pengunaan obat-obatan,
- Berhenti merokok,
- Meningkatkan aktifitas fisik,
- Mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.
2. Terapi gizi medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan
memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi
makanan yang dianjurkan terdiri dari
- Karbohidrat 45%-65% dari total asupan energi yang dibagi dalam 3x
makan/hari,

2
- Lemak 20%-25% dari total asupan energi dan membatasi asupan lemak jenuh
dan lemak trans, serta konsumsi kolesterol <200 mg/hari,
- Protein 10%-20% dari total asupan energi. Protein yang dianjurkan adalah
seafood, daging tanpa emak, ayam tanpa kulit, olahan susu rendah lemak, dan
kacang-kacangan,
- Natrium < 3g atau setara dengan 1 sdt garam dapur,
- Diet cukup serat sekitar 25g/hari.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani dianjurkan adalah aktivitas intensitas sedang (50-70% denyut nadi
maksimal) yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan
berenang. Latihan jasmani dilakukan minimal 150 menit/minggu atau aerobik selama
minimal 75 menit/minggu yang terbagi dalam 3 hari/minggu. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan
sensitifitas insulin.
4. Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis diterapkan bersama dengan pengaturan diet dan latihan
jasmani. Intervensi farmakologis dapat berupa Anti Diabetik Oral (ADO) atau suntikan
insulin. Intervensi farmakologis juga dilakukan secara bertahap sesuai dengan
Algoritma Pengelolaan DM Tipe 2 (Perkeni, 2015).

Gambar 1. Algoritma Pengelolaan DM Tipe 2 (PERKENI, 2015)

3
Gambar 2. Algoritma terapi DM (ADA, 2017)

A. Anti Diabetik Oral (ADO), terdiri dari 5 golongan


a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue):
1) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh
sel beta pankreas.
2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat
ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
1) Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa perifer.

4
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus
DMT2.
2) Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti termasuk di
sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat
memperberat edema/retensi cairan.
c. Penghambat Absorpsi Glukosa (Penghambat Glukosidase Alfa)
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Obat ini tidak digunakan bila GFR 30ml/min/1,73 m2, gangguan
faal hati yang berat, irritable bowel syndrome.
d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi
insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah
(glucose dependent).
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis
baru yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan
cara menghambat transporter glukosa SGLT-2.

5
Tabel 1. Anti Diabetik Oral
Golongan Nama generik Waktu Efek samping Penurunan
HbA1c
Pemacu Sulfonilurea Glibenclamid 15-30 menit Kenaikan 1-2 %
sekresi Glipizid sebelum berat badan
insulin Giclazid makan dan
Glikuidon hipoglikemia
Glimepirid
Glinid Repaglinid Sesaat Kenaikan 0,5-1,5%
Nateglinid sebelum berat badan
makan dan
hipoglikemia
Peningkat Biguanid Metformin Sebelum/saat Dispepsia, 1-2%
sensitivitas /sesudah diare, asidosis
terhadap makan laktat
insulin Tiazolidindion Pioglitazone Tidak Edema 0,5-0,8%
(TZD) bergantung
jadwal makan
Penghambat absorpsi glukosa Acarbose Bersama Flatulens, tinja 0,5-1,4%
makanan lembek
suapan
pertama
Penghambat DPP-IV Vildagliptin Bersama Sebah, muntah 0,5-0,8%
Saxagliptin makanan atau
Linagliptin sebelum
makan
Penghambat SGLT-2 Canagliflozin ISK 0,5-0,9%
Empagliflozin
Dapagliflozin
Ipragliflozin

B. Terapi insulin
Terapi insulin diindikasikan pada pasien DM tipe 1, pasien dengan
penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat dengan ketosis atau
asidosis laktat, ketoasidosis diabetik, stres berat akibat infeksi sistemik/pasca
operasi/AMI/stroke, gestasional diabetes, dan kontraindikasi terhadap ADO
atau gagal dengan ADO dosis optimal. Terapi insulin dibagi menjadi 4 macam
berdasarkan awitan kerjanya.

6
Tabel 2. Jenis terapi insulin
Jenis insulin Awitan (onset) Puncak kerja Lama kerja
Insulin kerja cepat 5-15 menit 1-2 jam 4-6 jam
(Insulin analog)
Insulin kerja pendek 30-60 menit 2-4 jam 6-8 jam
(Insulin manusia, insulin
reguler)
Insulin kerja menengah 1,5-4 jam 4-10 jam 8-12 jam
(Insulin manusia, NPH)
Insulin kerja panjang 1-3 jam - 12-24 jam
(Insulin analog)

C. Terapi Kombinasi
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal
(insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada
malam hari menjelang tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup
kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai
kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Pada keadaaan dimana kadar
glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat
insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial,
serta pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan.

7
Gambar 2. Algoritma terapi kombinasi pada DM Tipe 2 (ADA, 2017)

B. Evaluasi Hasil Pengobatan


Evaluasi hasil pengobatan DM tipe 2 dapat dilihat dari indeks massa tubuh, tekanan darah,
glukosa darah puasa, glukosa darah 2 jam PP, HbA1c, kadar LDL-HDL-trigliserida.

8
Tabel 3. Target pengendalian DM (PERKENI, 2011)

Selain menggunakan parameter tersebut, dapat pula digunakan pemeriksaan kadar HbA1c
untuk menilai keberhasilan pengendalian gula darah. Terapi farmakologis dikatakan berhasil jika
nilai HbA1c turun hingga <7% dalam 2-3 bulan terapi. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai
kadar glukosa darah dalam 8-12 minggu terakhir. Pasien yang tidak dapat atau tidak mau
melakukan pemeriksaan gula darah dapat melakukan pemeriksaan glukosa urin (rata-rata batas
eksresi glukosa urin 180 mg/dL), namun pemeriksaan ini tidak menggambarkan keberhasilan
terapi.
Jika tidak tersedia fasilitas untuk pemeriksaan HbA1c, pasien dapat dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan gula darah mandiri (PGDM), terutama bagi pasien yang direncanakan
terapi insulin dengan kondisi belum mencapai target HbA1c pasca terapi dengan ADO, pasien
yang merencanakan hamil, hamil dengan hiperglikemia, dan kejadian hipoglikemia berulang.

9
Tabel 4. Konversi kadar glukosa darah harian terhadap HbA1c

10
Daftar Pustaka

1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan


Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI. Jakarta. 2015
2. American Diabetes Association. 2017. Standards of Medical Care in Diabetes; Vol. 40
(Suppl.1).

11

Anda mungkin juga menyukai