Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

DIABETES MELITUS

DPJP:
dr. Luh Putri Wulandari, M.Biomed, Sp.pd

Pembimbing Internship:
dr. Kadek Sulyastuty

Disusun Oleh:
Zeky Septiawan

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PATUT PATUH PATJU
LOMBOK BARAT

2022

1
2

LAPORAN KASUS

Diabetes Melitus

Zeky Septiawan1
1
Program Internship Dokter Indonesia. Rumah Sakit Umum Daerah Patut Patuh
Patju Lombok Barat.
Korespondensi: zekky.septiawan@yahoo.com

ABSTRACT
Type 2 Diabetes Mellitus is a metabolic disorder that is marked by the rise in
blood sugar due to a decrease in insulin secretion by pancreatic beta cells and
insulin function ordisorder (insulin resistance). Results Health Researchin 2008,
showed the incidence of diabetes mellitus in Indonesia reached 57%, while the
incidence in type 2 diabetes mellitus World is 95%. Risk factors of diabetes
mellitus type 2, namely age, gender, obesity, hypertension, genetics, diet, smoking,
alcohol, lack ofactivity, waist circumference . Treatment done by the use of oral
medication hyperglycemia and insulin as well as life style modification storeduce
the incidence and microvascular and macrovascular complications of diabetes
mellitus type 2.
Keywords: Definition, diabetes mellitus type 2, risk factors, treatment
3

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) saat ini menjadi salah satu ancaman kesehatan
global. Berdasarkan penyebabnya, DM dapat diklasifikasikan menjadi empat,
yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional dan DM tipe lain. Berbagai
penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka
insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. Organisasi WHO
memprediksi adanya peningkatan jumlah pasien DM tipe 2 yang cukup besar pada
tahun-tahun mendatang. Badan kesehatan dunia WHO memprediksi kenaikan
jumlah pasien DM tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Prediksi International Diabetes Federation
(IDF) juga menunjukkan bahwa pada tahun 2019 - 2030 terdapat kenaikan jumlah
pasien DM dari 10,7 juta menjadi 13,7 juta pada tahun 2030.1

DEFINISI

Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang


dikarakteristikkan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja

2
insulin maupun keduanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes melitus akan
disertai dengan kerusakan, gangguan fungsi beberapa organ tubuh khususnya
mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Walaupun pada diabetes melitus
ditemukan gangguan metabolisme semua sumber makanan tubuh kita, kelainan
metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme karbohidarat. Oleh
karena itu diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan tingginya kadar glukosa

4
dalam plasma darah.
4

KLASIFIKASI

1. Diabetes Mellitus tipe-1

Diabetes mellitus tipe-1 adalah penyakit kronis yang ditandai dengan ketidak
mampuan tubuh untuk menghasilkan atau memproduksi insulin yang diakibatkan
oleh rusaknya sel-β pada pancreas. Diabetes mellitus tipe-1 disebut dengan
kondisi autoimun oleh karena sistem imun pada tubuh menyerang sel-sel dalam
pankreas yang dikira membahayakan tubuh. Reaksi autoimunitas tersebut dapat
dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.Diabetes mellitus tipe-1 sering terjadi pada
masa anak-anak tetapi penyakit ini dapat berkembang pada orang dewasa. 1

2. Diabetes Mellitus tipe-2

Diabetes mellitus tipe-2 adalah jenis yang paling umum dari diabetes
mellitus .Diabetes tipe-2 ditandai dengan cacat progresif dari fungsi sel-β
pankreas yang menyebabkan tubuh kita tidak dapat memproduksi insulin dengan
baik. Diabetes mellitus tipe-2 terjadi ketika tubuh tidak lagi dapat memproduksi
insulin yang cukup untuk mengimbangi terganggunya kemampuan untuk
memproduksi insulin. Pada diabetes mellitus tipe-2 tubuh kita baik menolak efek
dari insulin atau tidak memproduksi insulin yang cukup untuk mempertahankan
tingkat glukosa yang normal.

Beberapa pasien dengan diabetes tipe ini akan tetap tidak terdiagnosis selama
bertahun-tahun karena gejala jenis ini dapat berkembang sedikit demi sedikit dan
itu tergantung pada pasien . Diabetes tipe-2 sering terjadi pada usia pertengahan
dan orang tua, tetapi lebih umum untuk beberapa orang obesitas yang memiliki
aktivitas fisik yang kurang.

3. Diabetes Mellitus Gestational

Definisi diabetes mellitus gestational adalah intoleransi glukosa pada waktu


kehamilan, pada wanita normal atau yang mempunyai gangguan toleransi glukosa
5

setelah terminasi kehamilan.Diabetes melitus gestational terjadi di sekitar 5–7%


dari semua kasus pada kehamilan.

4. Diabetes Mellitus Tipe Lain

Diabetes tipe lain ini disebabkan oleh karena kelainan genetic pada kerja insulin,
kelainan pada sel- β, penyakit pancreas, endocrinopathies, infeksi, dan karena obat
atau zat kimia dan juga sindroma penyakit lain.

Diagnosa

Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus adalah sebagai berikut (ADA, 2020) :

 Kadar glukosa darah puasa≥126mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.

 2) Glukosa plasma 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL. Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) adalah pemeriksaan glukosa setelah mendapat pemasukan
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam
air.

 3) Nilai HBA1C ≥ 6,5% . Dilakukan pada sarana laboratorium yang telah


terstandardisasi dengan baik.

 4) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik


(poliuria, polidipsi, dan polifagia).

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi
nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis
dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti
hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Terapi
farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
6

(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
Beberapa golongan obat dapat dilihat pada tabel berikut ini : 1
Tabel 1. Profil Obat Antihiperglikemia Oral yang Tersedia di Indonesia
Efek Samping Penurunan
Golongan Obat Cara Kerja Utama
Utama HbA1c
Metformin Menurunkan produksi Dispepsia, 1,0-1,3%
glukosa hati dan diare, asidosis
meningkatkan laktat
sensitifitas terhadap
insulin
Thiazolidinedione Meningkatkan Edema 0,5-1,4%
sensitifitas terhadap
insulin
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik, 0,4-1,2%
insulin hipoglikemia

Efek Samping Penurunan


Golongan Obat Cara Kerja Utama
Utama HbA1c
Glinid Meningkatkan sekresi BB naik, 0,5-1,0%
insulin hipoglikemia
Penghambat Menghambat absorpsi Flatulen, tinja 0,5-0,8%
Alfa-Glukosidase glukosa lembek
Penghambat Meningkatkan sekresi Sebah, muntah 0,5-0,9%
DPP-4 insulin dan menghambat
sekresi glukagon
Penghambat Menghambat reabsorbsi Infeksi saluran 0,5-0,9%
SGLT-2 glukosa di tubulus distal kemih dan
genital

Obat Antihiperglikemia Suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, GLP-1 RA dan kombinasi
insulin dan GLP-1 RA.1
1. Insulin
Insulin digunakan pada keadaan :
a. HbA1c saat diperiksa > 7,5% dan sudah menggunakan satu atau dua obat
anti diabetes
b. HbA1c saat diperiksa > 9%
c. Penurunan berat badan yang cepat
d. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
7

e. Krisis hiperglikemia
f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
k. Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Jenis dan Lama Kerja Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 6 (enam) jenis, yaitu :1
1. Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
2. Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
3. Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)
4. Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
5. Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin)
6. Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin)
7. Insulin campuran tetap, kerja ultra panjang dengan kerja cepat
Efek samping dari terapi insulin adalah sebagai berikut : 1
1. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia
2. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian komplikasi akut
DM.
3. Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin.
8

ILUSTRASI KASUS

Keluhan Utama : Sesak


Pasien datang dengan keluhan bagian skrotum membesar sejak 3 hari
terakhir dan tidak bisa kembali dimasukkan, dikatakan scrotum makin membesar
saat berdiri dan berkurang saat dalam posisi tidur, keluhan disertai nyeri (+) pada
scrotum dan bagian selangkangan kanan dan kiri, mual (+), muntah (-) nyeri saat
bak (+), keluhan batuk (-), pilek (-) dan demam (-). BAB (+). Keluhan lain
terdapat luka pada bagian anus sejak 8 hari yang lalu, dikatakan awalnya muncul
bisul yang kemudian pecah dan luka makin meluas, nanah (+).

Riwayat penyakit dahulu : Diabetes melitus


Riwayat penyakit keluarga : Keluhan serupa disangkal
Riwayat pengobatan : Metformin

Identitas Pasien
Nama : Tn Zaenudin
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Dusun kumbang timur
Bangsa : Indonesia
Suku : Sasak
Agama : Islam
MRS : 10 September 2022

Pemeriksaan Fisik :
Status Present
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 111 x/menit, regular.
Respirasi : 20 x/menit, regular.
Tax : 36,3ºC
Spo2 : 99% room air
Status Generalis
Kepala : Normocephali,
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), strabismus (-), nistagmus (-), reflek cahaya (+/+).
Telinga : discharge (-/-)
Hidung : discharge (-), septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-)
9

Bibir : sianosis (-), sariawan (-), kering (+)


Tenggorokan : faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
Thorak : Simetris (+), retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) N, Nyeri tekan (-)
Extremitas : Akral hangat (+/+), sianosis (-/-), edema (-/-), CRT < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang :
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Nama Test Darah Lengkap Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 10.7 g/dL 13.2-17.3
Hematokrit 4.70 Juta/uL 4.40-17.3
MCV 73.1 fL 80.0-100.0
MCH 22.9 pg 26.0-34.0
MCHC 31.3 g/dl 32.0-36.0
Leukosit 21.0 ribu/uL 3.80-10.60
RDM-S 36.0 fL 37.0-54.0
Jenis Hitung Leukosit
Basophil 0.8 % 2.0-4.0
Neutrofil 88.8 % 50.0-70.0
Limfosit 5.1 % 25.0-40.0
LED 120 mm/jam 0-20
Kreatinin 0.6 mg/dl 0.9-1.3
Glukosa Sewaktu 486 mg/dL 70-200
Pemeriksaan tanggal 10-09-2022

Diagnosis :
- Hiperglikemic state ec susp stress
- Hiperglikemic dd/DM tipe II

Terapi :
Terapi awal di IGD:
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Loading insulin novorapid 10 unit jam 22. 00 dengan gds 553 mg/dl, sekarang
GDS menjadi 217 mg/dl.
10

Prognosis
Quoad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quoad Sanationam : dubia ad bonam

Follow Up

Tabel 2. Pemeriksaan Rutin Selama Perawatan


Tanggal S O A P
10-09- Nyeri pada Td : - Hiperglikemia - IVFD NaCl
2022 skrotum (+), 120/80 state ec sups 0,9% 20 Tpm
demam (+) Hr : 87x/m stress - Diet DM
Rr : 20x/m - Hiperglikemia - Novorapid 3x6
Temp : dd/DM tipe II unit (sc)
37C - Metformin
Spo2 : 3x500mg
99% - Lanzoprazole
1x30mg
11-09- Lemas (+) Td : - DM tipe II - IVFD RL 20
2022 nyeri pada 120/80 - Sups fornies Tpm
anus (+) Hr : 88x/m abses - Inj ranitidine
Rr : 20x/m 50mg/12 jam
Temp : - Cefotaxime
36C 2x1gr
GDS : 344 - Inj ketorolac 3x1
12-09- Nyeri pada Td : - DM tipe II - Diet DM 1800
2022 skrotum(+), 120/80 - Hipo kkal
demam (+), Hr : 88x/m albuminemia - IVFD NS 20
makan (+) Rr : 20x/m - Fornies abses tpm
Temp: - sepsis - Metformin 3x1
37.6 C - Sansulin 1x12
Spo2 : unit (sc)
99% - Novorapid 3x 6
GDS : 220 unit (sc)
- Lanzoprazol
1x30 mg
- Channa 3x2 tab
- Makan siang
dan malam
novorapid 3x10
11

unit (sc)

Tanggal S O A P
13-09- Nyeri (+) Td : - DM tipe II - IVFD NS 20
2022 120/80 - Hipo TPM
Hr : 98x/m albuminemia - Sansulin 1x12
Rr : 20x/m - Fornies abses unit (sc)
Temp : - Sepsis - Metformin 3x1
36C - Novorapid 3x4
GDS : 148 unit SC
2JPP : 132 - Lanzoparazol
GDP :148 1x30mg
- Chana 3x2 tab

14-09- Nyeri (+) Td : - DM tipe II - IVFD NS 20


2022 demam (-) 120/80 - Hipo TPM
Hr : 86x/m albuminemia - Sansulin 1x12
Rr : 20x/m - Fornies abses unit (sc)
Temp : - Sepsis - Metformin 3x1
36C - Novorapid 3x4
GDS : 122 unit SC
- Lanzoparazol
1x30mg
- Chana 3x2 tab
- Transfusi PRC 2
bag /hari tanpa
premedikasi

15-09- Nyeri (+) Td : - DM tipe II - IVFD NS 20


2022 demam (-) 120/80 - Hipo TPM
Hr : 84x/m albuminemia - Sansulin 1x12
Rr : 20x/m - Fornies abses unit (sc)
Temp : - Sepsis - Metformin 3x1
36C - Novorapid 3x4
unit (sc)
- Lanzoparazol
1x30mg
- Chana 3x1
- Transfusi PRC
2 bag /hari
dengan
premedikasi
methylprenidsol
on
- Target HB lebih
dari 10 HB
12

- Cek ulang GDS


sore
Tanggal S O A P
16-09- - Nyeri Td : - DM tipe II - IVFD NaCl 20
2022 pada luka 110/80 - Hipo TPM
post op Hr : albuminemia - Diet DM
- mengeluh 100x/m - Fornies abses - Sansulin 0-0-12
timbul Rr : 20x/m - Sepsis unit (sc)
hilang Temp : - Novorapid 3x4
timbul di 36.4C unit (sc)
selangkan - Metronidazole
gan 3x500mg (iv)
kanan - Ceftriaxone
2x1gr (iv)
- Metformin
3x500mg
- Chana 3x2 tab
- Lanzoparazol
1x30mg

17-09- Demam (-) Td : - DM tipe II - Diet DM 1800


2022 Meriang (-) 120/80 - Hipo kkal ekstra
Hr : 80x/m albuminemia putih telur
Rr : 20x/m - Fornies abses - Lanzoprazol
Temp : - Sepsis 1x1 po
36C - Sansulin 1x8
Spo2 : unit (sc)
98% - Novorapid 3x 6
GDS : 86 unit (sc)
2JPP : 84 - Metronidazol
3x1
- Metformin 3x1
- Channa 3x2 tab

-BPL
Sansulin 8 unit
Metformin 1x1
Chana 2x1
Metrodinazol
3x1
13

DISKUSI

Diagnosis klinik untuk diabetes biasanya ditandai dengan gejala klasik


(meningkatnya rasa haus, nafsu makan bertambah dan sering buang air kecil)
dapat disertai pula kehilangan berat badan yang tidak bisa dijelaskan dan pada
kasus yang parah dapat terjadi koma dan adanya glikosuria. 2 Untuk diagnosis
lebih lanjut maka dilakukan pemeriksaan glukosa darah, yaitu; 1) Glukosa plasma
vena sewaktu; 2) 2) Glukosa plasma vena puasa 3) Glukosa 2 jam post prandial;
dan 4) Tes toleransi glukosa Oral.5
Penderita DM datang dengan gejala klasik DM. Sewaktu dimaknai sebagai
kapanpun tanpa memandang terakhir kali penderita makan. Dengan adanya gejala
klasik DM, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu sudah dapat menegakkan
diagnosis DM. Jika kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (plasma vena),
maka penderita tersebut sudah dapat disebut penderita diabetes melitus. Dengan
kata lain bahwa kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl sudah memenuhi kriteria
diabetes melitus. Pada penderita seperti ini tidak diperlukan lagi pemeriksaan tes
toleransi glukosa.2
Dalam kasus ini, pasien seorang laki-laki berusia 46 tahun sering datang
dengan keluhan bagian skrotum membesar sejak 3 hari terakhir terakhir dan tidak
bisa kembali dimasukkan, dikatakan scrotum makin membesar saat berdiri dan
berkurang saat dalam posisi tidur. Keluhan disertai nyeri (+) pada scrotum dan
bagian selangkangan kanan dan kiri, mual (+), muntah (-) nyeri saat BAK (+)
Keluhan batuk (-), pilek (-), dan demam (-), BAB (+). Keluhan lain terdapat luka
pada bagian anus sejak 8 hari sebelumnya dimana dikatakan awalnya muncul
bisul yang kemudian pecah dan luka makin meluas dan bernanah. Pada
pemeriksaan hari pertama diketahui pasien dengan keluhan nyeri pada skrotum
dan demam, pada hari kedua dengan keluhan lemas, nyeri pada anus dan pada hari
ketiga dengan keluhan nyeri pada skrotum dan dari pemeriksaan darah pada
tanggal 12-09-2022 menunjukkan glokosa sewaktu yang mencapai 486 mg/dL
dari nilai normal 70-200 mg/dL sehingga di diagnosis hiperglikemic dd/DM tipe
II. Oleh karena itu dibutuhkan penatalaksanaan pada penderita diabetes melitus
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM.
Pada prinsipnya penatalaksanaan pada penderita diabates melitus secara
umum berdasarkan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM. Penatalaksanaan DM dimulai
dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik)
bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara
oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi
tunggal atau kombinasi. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan terapi DM untuk
mengurangi risiko komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Terapi obat
memiliki efek menguntungkan pada risiko komplikasi, tetapi tidak cukup untuk
membalikkannya. Indikasi terkuat yang dibagikan oleh pedoman terbaru dan
dokumen konsensus tentang pengelolaan penyakit diabetes membutuhkan
perhatian terus menerus untuk penerapan gaya hidup yang benar dan perlunya
personalisasi terapi, dengan adaptasi farmakologis dan non-farmakologis (terapi
nutrisi, latihan fisik) dengan profil metabolik dan klinis individu pasien.6
14

RINGKASAN

Berdasarkan hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus


tipe 2 merupakan penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan
gula darah pasien akibat terjadinya penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau ganguan fungsi insulin pada penderita. Penderita DM sering
datang dengan gejala klasik DM yaitu meningkatnya rasa haus, nafsu makan
bertambah dan sering buang air kecil dan disertai pula kehilangan berat badan.
Penyakit DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia
terlebih jika tidak ditangani dengan benar.
15

DAFTAR PUSTAKA

Chapter dari buku teks


1. Soelistijo dkk. Pedoman Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia 2021. Jakarta : Perkeni; 2021. h. 10.
2. John. MF Adam. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus yang
Baru. Cermin Dunia Kedokteran. 2006; 127:37-40

Artikel dari jurnal:


3. Wild S , Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of
diabetes: stimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetic
Care. 2004; 27(3):1047-53.
4. Bennett, P. Epidemiologyof Type 2 Diabetes Millitus. In Le Roithet.al,
Diabetes Millitusa Fundamentaland Clinical Text. Philadelphia :
Lippincott William & Wilkins. 2008; 43(1): 544-7.
5. Kardika, Ida Bagus Wayan Sianny Herawati; I Wayan Putu Sutirta Yasa.
Prenalitik dan Interpretasi Glukosa Darah Untuk Diagnosis Diabetes
Melitus. e-jurnal Medika Udayana, 2013; Vol. 2 No 10 : 9
6. Cannata F, Vadalà G, Russo F, Papalia R, Napoli N, Pozzilli P. Beneficial
effects of physical activity in diabetic patients. J Funct Morphol Kinesiol.
2020;5(3)

Anda mungkin juga menyukai