Anda di halaman 1dari 36

BAB II

LANDASAN TEORI

A. DEFINISI

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan


keadaan dimana terjadi penimbunan plak pembuluh darah
koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner menyempit
atau tersumbat.arteri koroner merupakan arteri yang
menyuplai darah otot jantung dengan membawa oksigen
yang banyak.terdapat beberapa factor memicu penyakit
ini, yaitu: gaya hidup, factor genetik, usia dan
penyakit pentyerta yang lain. (Norhasimah,2010)
Pnyakit Jantung Koroner (PJK) juga disebut
penyakit arteri koroner (CAD), penyakit jantung
iskemik (IHD), atau penyakit jantung aterosklerotik,
adalah hasil akhir dari akumulasi plak ateromatosa
dalam dinding-dinding arteri yang memasok darah ke
miokardium (otot jantung) (Manitoba Centre for Health
Policy, 2013).
Pnyakit Jantung Koroner (PJK)terjadi ketika
zat yang disebut plak menumpuk di arteri yang memasok
darah ke jantung (disebut arteri koroner), penumpukan
plak dapat menyebabkan angina, kondisi ini
menyebabkan nyeri dada dan tidak nyaman karena otot
jantung tidak mendapatkan darah yang cukup, seiring
waktu, PJK dapat melemahkan otot jantung, hal ini

8
9

dapat menyebabkan gagal jantung dan aritmia (Centers


for Disease Control and Prevention, 2009).

B. ETIOLOGI
Etiologi penyakit jantung koroner adalah
adanya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan
pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan
pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran
darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan
nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan jantung
memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak
sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan
berakhir dengan (Hermawatirisa,2014).
Penyempitan dan penyumbatan arteri koroner
disebabkan zat lemak kolesterol dan trigliserida yang
semakin lama semakin banyak dan menumpuk di bawah
lapisan terdalam endothelium dari dinding pembuluh
arteri. Hal ini dapat menyebabkan aliran darah ke otot
jantung menjadi berkurang ataupun berhenti, sehingga
mengganggu kerja jantung sebagai pemompa darah. Efek
dominan dari jantung koroner adalah kehilangan oksigen
dan nutrient ke jantung karena aliran darah ke jantung
berkurang. Pembentukan plak lemak dalam arteri
memengaruhi pembentukan bekuan aliran darah yang akan
mendorong terjadinya serangan jantung. Proses
pembentukan plak yang menyebabkan pergeseran arteri
tersebut dinamakan arteriosklerosis (Hermawatirisa,
2014).
10

Awalnya penyakit jantung di monopoli oleh orang

tua. Namun, saat ini ada kecenderungan penyakit ini

juga diderita oleh pasien di bawah usia 40 tahun. Hal

ini biasa terjadi karena adanya pergeseran gaya hidup,

kondisi lingkungan dan profesi masyarakat yang

memunculkan “tren penyakit”baru yang bersifat

degnaratif. Sejumlah prilaku dan gaya hidup yang

ditemui pada masyarakat perkotaan antara lain

mengonsumsi makanan siap saji yang mengandung kadar

lemak jenuh tinggi, kebiasaan merokok, minuman

beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga, dan

stress (Hermawatirisa, 2014).

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi

Gambar 2.1
11

Anatomi Jantung adalah organ yang memompa


darah melalui pembuluh darah menuju ke seluruh
jaringan tubuh. Sistem kardiovaskular terdiri dari
darah, jantung, dan pembuluh darah. Darah yang
mencapai sel-sel tubuh dan melakukan pertukaran zat
dengan sel-sel tersebut harus di pompa secara terus-
menerus oleh jantung melalui pembuluh darah. Sisi
kanan dari jantung, memompa darah melewati paru-
paru, memungkinkan darah untuk melakukan pertukaran
antara oksigen dan karbondioksida (Tortora, 2012).
Ukuran jantung relatif kecil, pada umumnya
memiliki ukuran yang sama, tetapi memiliki bentuk
yang berbeda seperti kepalan tangan setiap orang.
Dengan panjang 12cm, lebar 9cm, tebal 6cm, dan berat
250 gr pada wanita dewasa dan 300 gr pada pria dewasa
(Tortora, 2012).
a. Sirkulasi koroner
Walaupun jantung memompa darah keseluruh
tubuh, jantung tidak menerima nutrisi dari darah
yang dipompanya. Nutrisi tidak dapat menyebar
cukup cepat dari darah yang ada dalam bilik
jantung untuk memberi nutrisi semua lapisan sel
yang membentuk dinding jantung. Untuk alasan
ini, miokardium memiliki jaringan pembuluh
darah sendiri, yaitu sirkulasi koroner
(Tortora, 2012).
Jantung kaya akan pasokan darah, yang
berasal dari arteri koronaria kiri dan kanan.
Arteri-arteri ini muncul secara terpisah dari
12

sinus aorta pada dasar aorta, dibelakang


tonjolan katup aorta. Arteri ini tidak di
blockade oleh tonjolan katup selama sistol
karena adanya aliran sirkular dan tetap
sepanjang siklus jantung.
Arteri koronaria kanan berjalan diantara
trunkus pulmonalis dan atrium kanan, menuju
sulkus AV. Saat arteri tersebut menuruni tepi
bawah jantung, arteri terbagi menjadi cabang
descendens posterior dan cabang marginal kanan.
Arteri koronaria kiri berjalan dibelakang
trunkus pulmonalis dan kemudian berjalan
diantara trunkus pulmonalis dan atrium kiri.
Arteri ini terbagi menjadi cabang sirkumfleksa,
marginal kiri, dan descendens anterior.
Terdapat anastomosis antara cabang marginal
kanan dan kiri, serta arteri descendens anterior
dan posterior, meskipun anastomosis ini tidak
cukup untuk mempertahankan perfusi jika salah
satu sisi sirkulasi koroner tersumbat.
Sebagian besar darah kembali ke atrium
kanan melalui sinus koronarius dan vena jantung
anterior. Vena koronaria besar dan kecil secara
berturut-turut terletak paralel terhadap arteri
koronaria kiri dan kanan, dan berakhir di dalam
sinus. Banyak pembuluh-pembuluh kecil lainnya
yang langsung berakhir di dalam ruang jantung,
termasuk vena thebesian dan pembuluh
arterisinusoidal. Sirkulasi koroner mampu
13

membentuk sirkulasi tambahan yang baik pada


penyakit jantung iskemik , misalnya oleh plak
ateromatosa. Sebagian besar ventrikel kiri
disuplai oleh arteri koronaria kiri, dan oleh
sebab itu adanya sumbatan pada arteri tersebut
sangat berbahaya. AVN dan nodus sinus disuplai
oleh arteri koronaria kanan pada sebagian besar
orang, penyakit pada arteri ini dapat
menyebabkan lambatnya denyut jantung dan
blockade AV (Aaronson, 2010).
b. Histologi pembuluh darah
Pembuluh darah yang lebih besar umumnya
memiliki struktur 3 lapis. Lapisan dalam yang
tipis disebut tunika intima, terdiri dari
selapis (monolayer) sel endotel (endotelium)
yang disokong oleh jaringan ikat. Sel-sel
endotel yang melapisi lumen vascular dirapatkan
oleh suatu tight junction, yang membatasi difusi
molekul besar melewati endothelium. Sel-sel
endotel memiliki peran krusial dalam
mengendalikan permeabilitas vascular,
vasokonstriksi, angiogenesis, dan regulasi
hemostatis. Intima relatif lebih tebal pada
arteri yang lebih besar, dan mengandung beberapa
sel otot polos dalam arteri yang lebih besar,
dan mengandung beberapa sel otot polos dalam
arteri dan vena yang berukuran besar dan sedang.
Lapisan tengah yang tebal, tunika media,
dipisahkan dari tunika intima oleh suatu
14

selubung berfenestrasi (berperforasi), lamina


elastika interna, yang sebagian besar tersusun
atas elastin. Lapisan media ini mengandung sel
otot polos yang terbenam dalam matriks
ekstraselular yang terutama tersusun atas
kolagen, elastin, dan proteoglikan. Sel-sel
tersebut berbentuk seperti silinder yang
memanjang dan irregular dengan ujung tumpul, dan
memiliki panjang 15-100 m. Dalam sistem
arterial, sel-sel ini tersusun secara sirkular
atau dalam spiral bersusun rendah, sehingga
lumen vaskular menyempit saat sel-sel
berkontraksi. Masing-masing sel cukup panjang
untuk melapisi sekeliling arteriol kecil
beberapa kali.
Sel-sel otot polos yang berdekatan
membentuk gap junction. Ini merupakan area dari
kontak selular yang berdekatan dimana susunan
kanal besar yang disebut konekson menghubungkan
kedua membrane sel, memungkinkan otot polos
membentuk sinsitium, dimana depolarisasi
menyebar dari satu sel ke sel di sebelahnya.
Lamina elastika eksterna memisahkan
antara tunika media dari lapisan bagian luar,
tunika adventisia. Lapisan ini mengandung
jaringan kolagen yang yang menyokong fibroblast
dan saraf. Pada arteri dan vena besar,
adventitia mengandung vasa vasorum, yaitu
pembuluh darah kecil yang juga menembus ke dalam
15

bagian luar media dan menyuplai dinding vascular


dengan oksigen dan nutrisi.
Protein elastin didapatkan terutama
dalam arteri. Molekul elastin tersusun menjadi
jalinan serabut yang berbentuk kumparan acak.
Molekul (seperti pegas) ini memungkinkan arteri
melebar selama sistol dan kemudian kembali
mengecil selama diastol agar menjaga darah tetap
mengalir kedepan. Hal ini sangat penting untuk
aorta dan arteri elastik besar lainnya, dimana
media mengandung lapisan elastin berfenetrasi
yang memisahkan sel-sel otot polos menjadi
lapisan konsentrik multipel (Lamela).
Protein fibrosa kolagen terdapat dalam
ketiga lapisan dinding vascular, dan berfungsi
sebagai kerangka yang menahan sel otot polos
tetap pada tempatnya. Pada tekanan internal yang
tinggi, jalinan kolagen menjadi sangat, dan
membatasi pelebaran pembuluh darah. Hal ini
sangat penting untuk vena, yang memiliki
kandungan kolagen lebih banyak dari arteri
(Aaronson, 2010).
2. Fisiologi
Semua jaringan tubuh selalu bergantung pada
aliran darah yang disalurkan oleh kontraksi dan
denyut jantung. Jantung mendorong darah melintasi
pembuluh darah untuk disampaikan dalam jumlah yang
cukup. Jantung berfungsi untuk menjalankan sistem
sirkulasi dan transportasi dalam tubuh. Pada
16

dasarnya sistem sirkulasi terdiri dari 3 komponen


dasar yaitu :
1) Jantung berfungsi sebagai pompa yang melakukan
tekanan terhadap darah untuk menimbulkan
gradien tekanan yang diperlukan agar darah
mengalir ke jaringan.
2) Pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk
mengarahkan dan mendistribusikan darah dari
jantung ke semua bagian tubuh dan kemudian
mengembalikannya ke jantung.
3) Darah berfungsi sebagai medium transportasi
tempat bahan-bahan yang akan disalurkan
dilarutkan, diendapkan (Sherwood, 2001).
Siklus jantung adalah urutan kejadian mekanik
yang terjadi selama satu denyut jantung
tunggal. Saat menuju akhir diastole (G) semua
rongga jantung berelaksasi. Katup antara
atrium dan ventrikel terbuka (katup AV: kanan,
trikuspid ; kiri, mitral), karena tekanan
atrium tetap sedikit lebih besar daripada
tekanan ventrikel sampai ventrikel benar-benar
mengembang. Katup aliran keluar pulmonal dan
aorta (semilunar) menutup, saat arteri
pulmonalis dan tekanan aorta lebih besar
daripada tekanan ventrikel. Siklus dimulai
ketika nodus sinoatrial menginisiasi denyut
jantung.
17

a. Sistol atrium (A)


Kontraksi atrium melengkapi pengisian
ventrikel. Saat istirahat, atrium member
konstibusi kurang dari 20% volume ventrikel,
namun proporsi ini meningkat sesuai denyut
jantung, karena diastol memendek dan terdapat
lebih sedikit waktu untuk pengisian ventrikel.
Tidak terdapat katup antara vena dan atrium dan
sejumlah darah mengalami regurgitasi ke dalam
vena. Gelombang dari tekanan atrium dan vena
merefleksiakan sistol atrium. Volume ventrikel
setelah pengisian dikenal sebagai volume akhir
diastolik, dan besarnya 120-140 ml. Tekanan
equivalen adalah kurang dari 10mmHg, dan lebih
besar ada ventrikel kiri daripada ventrikel
karena lebih muskular dan oleh sebab itu dinding
ventrikel kiri lebih kaku. EDV (end diastolic
volume) merupakan suatu penentu penting dalam
kekuatan kontraksi selanjutnya.depolarisasi
atrium menyebabkan gelombang P pada EKG.
b. Sistol ventrikel
Kontraksi ventrikel menyebabkan peningkatan
tajam tekanan ventrikel dan katup AV menutup
begitu tekanan ini melampaui tekanan atrium.
Penutupan katup AV menyebabkan bunyi jantung
pertama (S1). Depolarisasi ventrikel berkaitan
dengan kompleks QRS dan EKG. Selama fase awal
kontraksi ventrikel, tekanan ventrikel lebih
kecil daripada tekanan arteri pulmonal dan
18

aorta, sehingga katup aliran keluar tetap


menutup. Ini merupakan kontraksi isovolumetrik
(B), karena volume ventrikel tidak berubah.
Tekanan yang meningkat menyebabkan katup AV
menonjol ke dalam atrium, sehingga ,menyebabkan
gelombang tekanan atrium yang kecil (gelombang
c), yang diikuti oleh suatu penurunan (penurunan
x).
c. Ejeksi
Katup-katup aliran keluar terbuka saat tekanan
dalam ventrikel melampaui tekanan pada arteri
masing-masing.n perhatikan bahwa tekanan arteri
pulmonal 1- 5 mmHg diperkirakan lebih kecil
daripada tekanan aorta 80 mmHg. Aliran kedalam
arteri pada awalnya sangat cepat (fase ejeksi
cepat c), namun saat kontraksi semakin
menghilang, ejeksi menjadi berkurang (fase
ejeksi menurun d). ejeksi cepat kadang-kadang
terdengar sebagai murmur. Kontraksi aktif
menghilang selama paruh kedua ejeksi, dan otot
berpolarisasi.ini berkaitan dengan gelombang T
pada EKG. Tekanan ventrikel selama vase ejeksi
menurun adalah sedikit lebih kecil daripada
tekanan arteri, namun darah terus mengalir
keluar ventrikel karena adannya momentum. Pada
akhirnya aliran secara cepat berbalik sehingga
menyebabkan penutupan katup aliran keluar dan
suatu peningkatan kecil tekanan aorta, takik
19

dikrotik. Penutupan katup semilunaris berkaitan


dengan bunyi jantung kedua (S2).
Jumlah darah yang diejeksikan ventrikel
dalam satu denyut disebut isi sekuncup yaitu
70ml. oleh sebab itu, sekitar 50ml darah
tertinggal dalam ventrikel pada akhir
sistol(volume akhir sistolik). Proporsi EDV
yang diejeksikanadalah fraksin ejeksi. Selama
dua pertiga akhir sistol, tekanan atrium
meningkat akibat pengisian vena (gelombang v).
d. Diastol-relaksasi dan pengisian kembali.
Setelah penutupan katup aliran keluar,
ventrikel secara cepat berelaksasi. Namun
demikian, tekanan ventrikel tetap lebih besar
daripada tekanan atrium dan katup AV tetap
menutup. Ini disebut relaksasi isovolumetrik
(E). Saat tekanan ventrikel menurun dibawah
tekanan atrium, maka katup AV terbuka dan
tekanan atrium menurun (penurunan y) saat
ventrikel terisi kembali (pengisian kembali
ventrikel sangat cepat F). ini dibantu oleh
recoil elastic dinding ventrikel, yang
sebenarnya menyedot darah. Bunyi jantung ketiga
(S3) dapat terdengar pada orang muda, atau saat
EDP tinggi. Saat ventrikel benar-benar
berelaksasi, pengisian kembali melambat. Ini
berlanjut selama dua pertiga akhir diastole
akibat aliran vena. Saat istirahat, diastole dua
kali lebih panjang dari sistol, namun menurun
20

secara proporsional selam altihan dan saat laju


denyut jantung akan meningkat.
e. Nadi
Nadi disebabkan oleh gelombang tekanan yang

bergerak menuruni cabang vascular. Bentuk dari

nadi arterial dimodifikasi oleh kompliansi dan

ukuran arteri. Suatu arteri yang kaku, seperti

pada usia yang menua atau aterosklerosis,

menyebabkan nadi teraba lebih jelas. Nadi juga

lebih tajam saat ukuran arteri berkurang.

Pantulan yang mencerminkan arteri dari titik-

titik dimana resistensi terhadap aliran

meningkat, misalnya saat arteri bercabang, dan

dapat menyebabkan peningkatan puncak

selanjutnya. Nadi vena jugularis mencerminkan

atrium kanan, dan berkaitan dengan gelombang

a,c,v, dan penurunan x dan y (Aaronson, 2010).

D. PATOFISIOLOGI

Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah


kondisi pada arteri besar dan kecil yang ditandai
penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil,
monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika
intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika
21

media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering


terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-
arteri sereberal. (Ariesty, 2011).
Langkah pertama dalam pembentukan
aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan
endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi
setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus
lain, cedera pada sel endotel meningkatkan
permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma,
termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat
ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak
menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya
dapat merusak pembuluh darah. (Ariesty, 2011).
Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan
reaksi inflamasi dan imun, termasuk menarik sel darah
putih, terutama neutrofil dan monosit, serta
trombosit ke area cedera, sel darah putih melepaskan
sitokin proinflamatori poten yang kemudian
memperburuk situasi, menarik lebih banyak sel darah
putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses
pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan
senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant
(penarik kimia) yang mengaktifkan siklus inflamasi,
pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area
cedera, sal darah putih akan menempel disana oleh
aktivasi faktor adhesif endotelial yang bekerja
seperti velcro sehingga endotel lengket terutama
terhadap sel darah putih, pada saat menempel di
lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai
22

berimigrasi di antara sel-sel endotel keruang


interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang
matang menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap
melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi.
Sitokin proinflamatori juga merangsan ploriferasi sel
otot polos yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh
di tunika intima. (Ariesty, 2011).
Selain itu kolesterol dan lemak plasma
mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas
lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini
kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila
cedera dan inflamasi terus berlanjut, agregasi
trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah
(tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan
jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding
pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan
kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan
parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit
dan proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh
mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila kekakuan
ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat
aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai
respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan
kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah)
miokardium dan sel-sel miokardium sehingga
menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi
kebutuhan energinya. Proses pembentukan energi ini
sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya
asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan
23

menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina


pectoris. Ketika kekurangan oksigen pada jantung dan
sel-sel otot jantung berkepanjangan dan iskemia
miokard yang tidak tertasi maka terjadilah kematian
otot jantung yang di kenal sebagai miokard infark.
Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner zat masuk
arteri Arteri Proinflamatori Permeabelitas Reaksi
inflamasi Cedera sel endotel Sel darah putih menempel
di arteri imigrasi keruang interstisial pembuluh kaku
& sempit Aliran darah Pembentukan Trombus monosit
makrofag Lapisan lemak sel otot polos tumbuh Nyeri
Asam laktat terbentuk MCI Kematian. (Ariesty, 2011).
24

E. SKEMA PATHOFISIOLOGI

Arterisklerosis Trombosis Kontruksi arteri


koronaria

Aliran darah kejantung menurun

O2 dan nutrisi menurun

F.
Jaringan Miocard
eskemik
Nerose lebih dari 30 menit

Supply dan kebutuhan O2 kejantung tidak seimbang

Supply O2 ke miocard menurun

Metabolisme an aerob Seluler hipoksia

Kerusakan Nyeri
Timbunan asam Integritas Membran sel berubah
pertukaran Gas
Laktat
meningkat

Cemas Penurunan
Kontraktilitas
Curah
Fatique turun jantung

Kegagalan
COP Turun
Pompa Jantung
Intoleransi
aktifitas
Gangguan perfusi jaringan
Gagal Jantung

Resiko kelebihan volume cairan


25

F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut, Hermawatirisa 2014 penyakit jantung
koroner :
1. Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina Pectoris)
2. Sesak nafas (Dispnea)
3. Keanehan pada irama denyut jantung
4. Pusing
5. Rasa lelah berkepanjangan
6. Sakit perut, mual dan muntah
7. Keringat dingin
8. tampak distensi JVP
Penyakit jantung koroner dapat memberikan

manifestasi klinis yang berbeda-beda. Untuk

menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan

pemeriksaan yang seksama. Dengan memperhatikan klinis

penderita, riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan

fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto dada,

pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset

klinis PJK.

G. KOMPLIKASI

Menurut, (Karikaturijo, 2010) Komplikasi PJK


adalah:
1. Disfungsi ventricular
2. Aritmia pasca STEMI
3. Gangguan hemodinamik
26

4. Ekstrasistol ventrikel Sindroma Koroner Akut


Elevasi ST Tanpa Elevasi ST Infark miokard Angina
tak stabil
5. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel
6. Syok kardiogenik
7. Gagal jantung kongestif
8. Perikarditis
9. Kematian mendadak (Karikaturijo, 2010).

H.TEST DIAGNOSTIK

Pemeriksaan penunjang Untuk mendiagnosa PJK


secara lebih tepat maka dilakukan pemeriksaan
penunjang diantaranya:
1. Elektrokardiogram (EKG)
2. Chest X-Ray (foto dada) Thorax foto mungkin
normal atau adanya kardiomegali, CHF (gagal
jantung kongestif) atau aneurisma ventrikiler
(Kulick, 2014).
3. Latihan tes stres jantung (treadmill) Treadmill
merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan
banyak digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika
melakukan treadmill detak jantung, irama
jantung, dan tekanan darah terus-menerus
dipantau, jika arteri koroner mengalami
penyumbatan pada saat melakukan latihan maka
ditemukan segmen depresi ST pada hasil rekaman
(Kulick, 2014).
4. Ekokardiogram
27

Ekokardiogram menggunakan gelombang


suara untuk menghasilkan gambar jantung, selama
ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua
bagian dari dinding jantung berkontribusi
normal dalam aktivitas memompa. Bagian yang
bergerak lemah mungkin telah rusak selama
serangan jantung atau menerima terlalu sedikit
oksigen, ini mungkin menunjukkan penyakit
arteri koroner (Mayo Clinik, 2012).
5. Kateterisasi jantung atau angiografi adalah
suatu tindakan invasif minimal dengan memasukkan
kateter (selang/pipa plastik) melalui pembuluh
darah ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi
jantung, prosedur ini disebut kateterisasi
jantung. Penyuntikkan cairan khusus ke dalam
arteri atau intravena ini dikenal sebagai
angiogram, tujuan dari tindakan kateterisasi ini
adalah untuk mendiagnosa dan sekaligus sebagai
tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu
kelainan (Mayo Clinik, 2012).
6. CT scan (Computerized tomography Coronary
angiogram) Computerized tomography Coronary
angiogram/CT Angiografi Koroner adalah
pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
membantu memvisualisasikan arteri koroner dan
suatu zat pewarna kontras disuntikkan melalui
intravena selama CT scan, sehingga dapat
menghasilkan gambar arteri jantung, ini juga
disebut sebagai ultrafast CT scan yang berguna
28

untuk mendeteksi kalsium dalam deposito lemak


yang mempersempit arteri koroner. Jika sejumlah
besar kalsium ditemukan, maka memungkinkan
terjadinya PJK (Mayo Clinik, 2012).
Magnetic resonance angiography (MRA)
Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering
dikombinasikan dengan penyuntikan zat pewarna
kontras, yang berguna untuk mendiagnosa adanya
penyempitan atau penyumbatan, meskipun
pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan
kateterisasi jantung (Mayo Clinik, 2012).

I. Konsep penyakit jantung koroner (CHD)


1. Definisi CHF
Gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrien. 2 Gagal
jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis
berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung
tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Penamaan gagal
jantung kongestif yang sering digunakan kalau
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.

2. Etiologi CHF

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :


29

1) Kelainan otot jantung Gagal jantung sering


terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi
otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif
atau inflamasi

2) Aterosklerosis koroner Mengakibatkan


disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.

3) Hipertensi sistemik atau pulmonal


Meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung.

4) Peradangan dan penyakit miokardium


degeneratif Berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
30

5) Penyakit jantung lain Gagal jantung dapat


terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi
jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade,
perikardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.

6) Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar faktor


yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme
(misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.
Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.

3. Patofisiologi CHF

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan


klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh
melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik,
ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta
suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi
31

jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak


normal adalah peningkatan tekanan pengisian
(filling pressure) dari jantung atau preload.
Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa
mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung,
tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi
otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan
aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang
akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal
dan aktivasi system saraf adrenergik.

Penting dibedakan antara kemampuan


jantung untuk memompa (pump function) dengan
kontraktilias otot jantung (myocardial
function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban
berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai
pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung
intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi
otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak
tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban
jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung
akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi
peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem
renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan
arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
tekanan darah yang adekuat. Penurunan
kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan
curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan
32

tekanan darah dan penurunan volume darah arteri


yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme
kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan
retensi air untuk sementara waktu akan
meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan
preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung
melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak
segera teratasi, peninggian afterload,
peninggian preload dan hipertrofi dilatasi
jantung akan lebih menambah beban jantung
sehingga terjadi gagal jantung yang tidak
terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan
disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan
retensi cairan meningkatkan volume ventrikel
(dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak
efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika
persediaan energi terbatas (misal pada penyakit
koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan
kontraktilitas. Selain itu kekakuan ventrikel
akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel.
Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi
aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus
mural, dan disritmia ventrikel refrakter.
Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner
sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan
aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan
iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama
dan sistem konduksi kelistrikan jantung.
Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan
33

penurunan aktivitas listrik menunjukan


peningkatan presentase kematian jantung
mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel
dan fibrilasi ventrikel menurun. WHO menyebutkan
kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat
penurunan fungsi mekanis jantung, seperti
penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan
seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung)
dan keadaan yang telah disebutkan diatas.

Mekanisme yang mendasari gagal jantung


meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari curah jantung normal. Konsep curah
jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan
CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi
frekuensi jantung X volume sekuncup. Curah
jantung yang berkurang mengakibatkan sistem
saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada
gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup
berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan.Volume sekuncup, jumlah darah yang
dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada
tiga faktor yaitu:
34

1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir


yaitu jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut
jantung.

2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan


kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium.

3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel


yang harus di hasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh
tekanan arteriole.

4. Skema patofisiologi
35

Gambar 2.5

5. Manifestasi Klinis CHF

Manifestasi klinis gagal jantung


bervariasi, tergantung dari umur pasien,
beratnya gagal jantung, etiologi penyakit
jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat,
apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta
derajat gangguan penampilan jantung. Pada
penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu
ditemukan :

1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan


paroxysmal nocturnal dyspnea.

2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah,


oliguri, nokturi, mual, muntah, asites,
hepatomegali, dan edema perifer.
36

3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia,


sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.

6. Komplikasi CHF

1) Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan


vena (thrombosis vena dalam atau deep venous
thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli
sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa
diturunkan dengan pemberian warfarin.

2) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada


CHF yang bisa menyebabkan perburukan dramatis.
Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung
(dengan digoxin atau β blocker dan pemberian
warfarin). 3) Kegagalan pompa progresif bisa
terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis
ditinggikan.

4) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa


menyebabkan sinkop atau sudden cardiac death
(25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan
vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai
peranan.

7. Penatalaksanaan CHF

Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung


adalah:

1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja


jantung.
37

2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi


kontraksi jantung dengan bahanbahan
farmakologis.

3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh


berlebihan dengan terapi diuretik diet dan
istirahat.

J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airways
a) Sumbatan atau penumpukan secret
b) Wheezing atau krekles
b. Breathing
a) Sesak dengan aktifitas ringan atau
istirahat
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler
dangkal
c) Ronchi, krekles
d) Ekspansi dada tidak penuh
e) Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
a) Nadi lemah , tidak teratur
b) Takikardi
c) TD meningkat / menurun
d) Edema
e) Gelisah
f) Akral dingin
38

g) Kulit pucat, sianosis


h) Output urine menurun
2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Keperawatan
a) Keluhan
1) Dada terasa berat (seperti memakai baju
ketat).
2) Palpitasi atau berdebar-debar.
3) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau
orthopnea, sesak nafas saat
beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur
harus pakai bantal lebih dari dua buah.
4) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
5) Letargi (kelesuan) atau fatigue
(kelelahan
6) Insomnia
7) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
8) Jumlah urine menurun
9) Serangan timbul mendadak/ sering
kambuh.
3. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina,
infark miokard kronis, diabetes melitus, bedah
jantung, dan disritmia.
4. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein,
cairan, alkohol.
5. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat
penekan fungsi jantung, steroid, jumlah cairan
per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
39

6. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.


7. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari,
jangka waktu
8. postur, kegelisahan, kecemasan
9. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas,
asma, atau COPD yang merupakan faktor pencetus
peningkatan kerja jantung dan mempercepat
perkembangan CHF.
10. Pemeriksaan Fisik
1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi
badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi
perifer, displace lateral PMI/ iktus
kordis, tekanan darah, mean arterial
presure, bunyi jantung, denyut jantung,
pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
2) Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas
tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3
cmH2O, hepatojugular refluks
4) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia,
gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis
5) Palpasi abdomen: hepatomegali,
splenomegali, asites
6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu
akral dingin, diaforesis, warna kulit
pucat, dan pitting edema.

K. NURSING DIAGNOSTIK
40

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan


kelemahan otot
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan
iskemia mikard
3. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia
jaringan akibat penyumbatan arteri koroner
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
Kelemahan fisik

L.INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
kelemahan otot
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 8 jam diharapkan pola nafas kembali
normal dengan kriteria hasil :

1. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang /


hilang

2. Saturasi O2 normal (100%)

3. RR dalam batas normal (16 -20 x/menit)

4. Inspirasi dan expresi seimbang (Normal)

Intervensi :

1. Observasi TTV

2. Berikan posisi semi foculer

3. Ajarkan pasien untuk latihan nafas dalam


41

4. Ajarkan pasien untuk menahan dada dengan


bantal selama batuk
5. Berikan tambahan O2 dengan kanula / masker
sesuai indikasi
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian terapi
2. P e n u r u n a n curah jantung b/d iskemia
miokard
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 8 jam diharapkan curah
jantung kembali normal

Kriteria hasil :

1. Jantung normal
2. Ttv normal
3. AGD batas normal
4. Warna kulit normal
5. Tidak ada penurunan kesadaran
6. Tidak ada mentoleransi aktivitas
7. Tidak ada edema paru

Intervensi :

1. Observasi ttv
2. Berikan posisinyaman yaitu posisi semi
fowler
3. Monitor intoleransi aktivitas
4. Monitor status kardiovaskuler
42

3. Nyeri Akut b/d Iskemi jaringan akibat


penyumbatan arteri koroner

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama 1 x 8 nyeri yang dikeluhkan pasien
berkurang

Kriteria hasil :

1. Lakukan pengkajian nyeri secara


komprehensif termasuk
lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan.
3. Ajarkan tehnik non farmakologi
4. Kolaorasi pemberian analgetik dengan tim
medis.
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3 x 8 jam diharapkan px
dapat beraktivitas seperti biasa
Kriteria hasil :
1. Kekuatan otot meningkat
2. Indek KATZ meningkat
Intervensi :
1. Kaji kekuatan otot ekstermitas px
2. Monitor vital sign
3. Kaji tingkat kemandirian aktivitas
4. Berikan posisi yang nyaman
43

5. Berkolaborasi dengan dokter dalam


pemberian obat

Anda mungkin juga menyukai