Penderita diabetes tipe 2 juga dapat disebabkan oleh faktor genetik (riwayat
keluarga). Penderita diabetes tipe 2 juga menunjukkan tingkat resistensi terhadap
insulin yang berbeda-beda, gangguan sekresi insulin, dan peningkatan produksi
glukosa basal hepatic. Selain itu, faktor lingkungan, seperti obesitas dan gaya hidup
juga berkontribusi dalam perkembangan resistensi insulin. Hipertensi, dyslipidemia,
dan peningkatan PAI-1 (Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1) sering hadir pada
penderita DM yang disebut dengan sindrom metabolic. Hal ini menyebabkan pasien
DM tipe 2 berisiko tinggi terjadinya komplikasi makrovaskular (Dipiro, 2008).
1. Golongan Sulfonilurea
Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar
pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas
masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah
pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan
sekresi insulin oleh kelenjar pancreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan
perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat glukosa (atau kondisi
hiperglikemia) gagal merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa obat ini
masih mampu meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat
golongan sulfonilurea sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang
kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena
sesuatu hal terhambat sekresinya. Pada penderita dengan kerusakan sel-sel β
Langerhans kelenjar pancreas, pemberian obat-obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea tidak bermanfaat. Pada dosis tinggi, sulfonilurea
menghambat degradasi insulin oleh hati.
Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea yang saat ini beredar adalah
obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang dipasarkan
setelah 1984, antara lain gliburida (glibenklamida), glipizida, glikazida,
glimepirida, dan glikuidon. Senyawa-senyawa ini umumnya tidak terlalu
berbeda efektivitasnya, namun berbeda dalam farmakokinetikanya, yang harus
dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihan obat yang cocok untuk
masing-masing pasien dikaitkan dengan kondisi kesehatan dan terapi lain yang
tengah dijalani pasien.
Efek samping yang sering terjadi adalah nausea, muntah, kadang kadang
diare, dan dapat menyebabkan asidosis laktat. Sediaan biguanida tidak boleh
diberikan pada penderita gangguan fungsi hepar, gangguan fungsi ginjal,
penyakit jantung kongesif dan wanita hamil. Pada keadaan gawat juga
sebaiknya tidak diberikan biguanida (Soegondo, 1995).
Efek samping obat ini adalah perut kurang enak, sering flatus dan kadang-
kadang diare, yang akan berkurang setelah pengobatan berlangsung lebih lama.
Bila diminum bersama-sama obat golongan sulfonilurea (atau dengan insulin)
dapat terjadi hipoglikemi (Soegondo, 1995).
1.4.2 Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah
tetap normal. Prisipnya, tidak perlu olahraga berat, dapat dilakukan olahraga ringan
asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Beberapa contoh olahraga yang disarankan antara lain, jalan pagi atau lari pagi,
bersepeda, berenang, dan lain sebagainya (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2006).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kasus
Anda adalah apoteker di Apotek Brawijaya Farma. Datang seorang pasien
berkonsultasi mengenai penyakitnya kepada Anda. Masalah yang harus diselesaikan
keponakan pasien ingin berkonsultasi mengenai gula darah tantenya yang tinggi dan
membeli glibenklamide.
Dipiro JT, Talbert RL, Yee, GC, Matzke GR, Wells BG & Posey LM. 2008.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. 7th Ed. The
McGraw-Hill Companies, Inc. New York.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. 2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan
Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Indonesia
Kefarmasian, D.B. and Kesehatan, A., 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Diabetes Mellitus. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik,
Jakarta, Departemen Kesehatan RI.
Mellitus Terpadu. Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo-
FKUI, Jakarta.
National Institute for Health and Care Excellence. 2016. Type 2 Diabetic In adults:
Management.
Ndraha, S., 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Departemen
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jakarta,
27(2), pp.9-16.
Penyakit Umum/Spesifik :
Riwayat Alergi
Tanggal Jenis alergi Karena obat Sebab Lain Intensitas
Riwayat Pengobatan
Tanggal Diberikan obat Dokter Ref.Skrining Indikasi ( catatan
penulis R/ R/ khusus)
Riwayat Konseling
2. Skenario
Pada pagi hari dirumah
Tante : “ Nina tante minta tolong dong belikan obat Glibenklamid. Kamu
nggak sibuk kan ? Tante lagi nunggu tamu soalnya. “
Nina : “ Nggak tante aku lagi nunggu pengumuman sbmptn nih. Emang itu
obat buat apa tante ? “
Tante : “ Itu tante kemarin habis periksa gula di posyandu Lansia, terus
katanya gula nya tante tinggi. Makanya tante mau beli obat itu. Sama
kamu tolong tanyain ya gula darah tinggi itu apa ngga papa “
Nina : “ Oke sip tante aku beliin sama nanti aku tanyain juga sekalian “
Tante : “ Ini uangnya ya “
Siang Hari di Apotek Brawijaya