Anda di halaman 1dari 25

TOKSIKOLOGI ANTIDIABETIK

Dosen : Drs. Tahoma Siregar, M.Si., Apt


Disusun Oleh :
1. M Tory L R (14334070) 8. Ari Widodo (17334723)

2. Lusiana Dewi (14334077) 9. Roihatul Jannah (16334768)

3. Rita Purnamasari (14334096) 10. Triastuti (17334737)

4. Elisabeth Abriani P (14334109) 11. Siti Munawaroh (17334746)

5. Tri Indah L (15334603) 12. Sopianti Mapikasari (18334750)

6. Rifqi Badruzzaman (15334782) 13. Yudi Supriyadi (18334758)

7. Putri Kasmiran (15334794) 14. Oktovina Arruan (18334767)


Definisi

Diabetes mellitus merupakan suatu sindrom klinik yang ditandai


oleh poliuri, polidipsi dan polifagi, disertai dengan peningkatan
kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa
≥126mg/dL atau postprandial ≥200mg/dL atau glukosa sewaktu
≥200mg/dL).
Klasifikasi Diabetes

1. Diabetes tipe 1
2. Diabetes tipe 2
3. Diabetes gestasional (kehamilan)
4. Diabetes tipe lain (akibat kelainan genetik, penyakit, obat dan
infeksi)
Perbedaan DM Tipe 1 Dengan DM Tipe 2
Faktor Resiko Diabetes
Gejala klinik Diabetes
• Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah
poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat
merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal
pada kulit).
• Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir
tidak ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan
penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika
penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi.
Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi,
sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan
umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan
juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.
Komplikasi Diabetes
1. Hipoglikemia
• Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita
merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-
kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat
dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran.
Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak
dan akhirnya kematian
• Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang
dari 50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang
sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa
plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu
rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan
energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak
Komplikasi Diabetes

2. Hiperglikemia
• Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah
melonjak secara tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara
lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu.
Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia,
kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur
• Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan
kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi, dan infeksi
jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat
berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya,
antara lain ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA)
dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat fatal dan membawa
kematian.
Komplikasi Diabetes
3. Komplikasi Makrovaskular
• 3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada
penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart
disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit
pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease = PVD).
• yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah
penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi,
dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit
komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara
lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome,
Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome.
Komplikasi Diabetes
4. Komplikasi Mikrovaskular
• Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang
terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh
darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi
penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal
inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi
mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati.
Penatalaksanaan Diabetes

1. Terapi Tanpa Obat


2. Terapi Menggunakan Obat
Terapi Tanpa Obat

 Pengaturan diet, diet yang baik merupakan kunci keberhasilan


terapi diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi seimbang terkait dengan karbohidrat, protein, dan
lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status
gizi, umur, stress akut, dan kegiatan fisik yang pada dasarnya
ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
ideal.
 Olahraga, berolahraga secara teratur akan menurunkan dan
menjaga kadar gula darah tetap normal.
Terapi Menggunakan Obat

1.Insulin
2.Antidiabetik oral
• Golongan Sulfonilurea
• Meglitinida
• Biguanida
• Tiazolidindion
• Inhibitor α-glukosidase
Penggolongan Obat Antidiabetik Oral
Toksisitas Obat Antidiabetes
Keracunan akibat obat antidiabetes ini sangat tergantung pada jenis dan jumlah obat yang
dikonsumsi. Keracunan juga bisa terjadi akibat terjadinya interaksi obat antidiabetes dengan
obat lain karena penggunaan secara bersamaan atau dalam waktu yang berdekatan atau
karena adanya gangguan fungsi tubuh yang berperan dalam proses pembuangan obat ke luar
tubuh setelah obat tersebut bekerja seperti gangguan fungsi hati atau ginjal.
Adapun berikut beberapa toksisitas obat anti diabetes :
• Toksisitas Insulin
• Toksisitas Golongan Sulfonilurea
• Toksisitas Golongan Metformin (golongan biaguanida)
• Toksisitas Golongan Akarbose (golongan penghambat α-glukosidase)
• Toksisitas Golongan Tiozilidindion dan pioglitazon
• Toksisitas Golongan Nateglinid dan repaglinid
Toksisitas Insulin

Toksisitas dari overdosis insulin adalah hipoglikemia. Durasi dari


efek hipoglikemia tergantung pada jenis insulin yang disuntikkan,
jumlah dan usia, resistensi insulin dan faktor – faktor lain yang
dapat meningkatkan atau mengurangi sensitivitas pasien terhadap
insulin. Kematian akibat overdosis insulin adalah sebesar 25%.
Efek fatal bisa terjadi dengan dosis paling minimum 20 unit, tapi
dosis 400 sampai 900 unit atau lebih adalah lebih sering terjadi.
Koma hipoglikemia berat dan kerusakan saraf permanent terjadi
setelah injeksi 800 – 3200 unit insulin.
Toksisitas Golongan Sulfonilurea
Semua golongan sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemia. Sulfonilurea
dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, yang mungkin menyebabkan
jaundice kolestatik, hepatitis dan kegagalan fungsi hati meski jarang.
Glikuidon Mempunyai efek hipoglikemik sedang dan jarang menimbulkan
hipoglikemia. Obat ini hampir seluruhnya diekskresi melalui empedu dan usus.
Dosis awal 15 mg sehari; sebelum makan pagi, disesuaikan hingga 45 – 60 mg
sehari dalam 2 atau 3 kali dosis terbagi. Dosis maksimum pemberian tunggal
60 mg, dosis maksimum 180 mg sehari. Dosis awal 15 mg sehari; sebelum
makan pagi, disesuaikan hingga 45 – 60 mg sehari dalam 2 atau 3 kali dosis
terbagi. Dosis maksimum pemberian tunggal 60 mg, dosis maksimum 180 mg
Toksisitas Golongan Biguanide
• Hipoglikemia tidak terjadi dengan pemberian metformin; keuntungan lainnya
jarang terjadi peningkatan berat badan dan penurunan kadar insulin plasma.
Metformin tidak menyebabkan hipoglikemia pada pasien non diabetes kecuali
diberikan dosis berlebih.
• Efek samping saluran cerna pada awal pemberian metformin umum terjadi,
dan dapat menetap pada beberapa pasien.
• Metformin dapat menyebabkan asidosis laktat yang banyak terjadi pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal, oleh karena itu jangan diberikan
bahkan pada gangguan fungsi ginjal ringan.
• Dosis ditentukan secara individu berdasarkan manfaat dan tolerabilitas.
Dewasa & anak > 10 tahun : dosis awal 500 mg setelah sarapan untuk
sekurang – kurangnya 1 minggu, kemudian 500 mg setelah sarapan dan
makan malam sekurang – kurangnya 1 minggu, kemudian 500 mg setelah
sarapan, setelah makan siang dan setelah makan malam. Dosis maksimum 2
g sehari dalam dosis terbagi.
Toksisitas penghambat alfa glukosidase
Obat ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin, dan disakarida di
intestin. Bila akarbosa diberikan bersama insulin, atau dengan golongan
sulfonilurea, dapat menimbulkan hipoglikemia, Akarbosa mempunyai efek kecil
tapi bermakna dalam menurunkan glukosa darah dan dapat digunakan tunggal
atau sebagai penunjang terapi jika metformin atau sulfonilurea tidak memadai
Efek samping dari acarbose yaitu flatulensi, tinja lunak, diare (mungkin perlu
pengurangan dosis atau penghentian), perut kembung dan nyeri, mual (jarang),
reaksi pada kulit dan fungsi hati yang tidak normal.
Dosis rekomendasi adalah: awal 3x1 tablet 50mg/hari, dilanjutkan dengan 3x1/2
tablet 100 mg/hari. Dilanjutkan dengan 3x2 tablet 50 mg atau 3x1-2 tablet 100
mg.
Toksisitas Tiazolidindion dan Pioglitazon
• Kombinasi tiazolindindion dan metformin lebih baik dari kombinasi
tiazolidindion dan sulfonilurea terutama pada pasien dengan berat
badan berlebih
• Kontra indikasi untuk pioglitazon yaitu gangguan hati, riwayat gagal
jantung, kombinasi dengan insulin (risiko gagal jantung), kehamilan dan
menyusui.
• Efek samping dari pioglitazon : gangguan saluran cerna, bertambahnya
berat badan, udema, anemia, sakit kepala, gangguan penglihatan,
pusing, artralgia, hipoestesia, hematuria, impoten, hipohlikemia (jarang
terjadi), lemah, insomnia, vertigo, berkeringat, mempengaruhi kadar
lemak darah, proteinuria. Selain itu, ada keterangan toksisitas pada hati
• Dosis awal 15 – 30 mg satu kali sehari ditingkatkan menjadi 45 mg
sehari disesuaikan dengan respon
Toksisitas Nateglinid dan Repaglinid
• Repaglinid diberikan sebagai monoterapi pada pasien yang tidak kelebihan berat
badan atau pada pasien yang kontraindikasi atau tidak tahan dengan metformin,
atau dapat diberikan kombinasi dengan metformin. Nateglinid hanya disetujui
digunakan bersama metformin.
• Efek samping dari nateglinid : hipoglikemia, reaksi hipersensitif termasuk pruritus,
kemerahan dan urtikaria. Sedangkan efek samping dari repaglinid : nyeri perut,
diare, konstipasi, mual, muntah, hipoglikemia (jarang terjadi), reaksi hipersensitivitas
termasuk pruritus, kemerahan, vaskulitus, urtikaria dan gangguan penglihatan.
• Dosis untuk nateglinid : awal, 60 mg tiga kali sehari diberikan 30 menit sebelum
makan, dosis maksimal 180 mg tiga kali sehari, anak dan remaja dibawah 18 tahun
tidak dianjurkan.
• Dosis untuk repaglinid : awal, 500 mcg, diberikan 30 menit sebelum makan (1 mg
jika mendapat obat hipoglikemik oral lain) disesuaikan dengan respons pada interval
1-2 minggu, sampai 4 mg diberikan dosis tunggal, dosis maksimal 16 mg sehari,
anak, remaja dibawah 18 tahun dan lanjut usia diatas 75 tahun tidak dianjurkan.
Manifestasi Klinis Akibat Toksisitas
Obat Antidiabetes
• Hipoglikemia, kejadiannya bisa saja tertunda tergantung kepada jenis obat
yang digunakan dan rute atau dengan cara apa obat digunakan ( oral, intra
vena atau subkutan ). Tanda-tanda terjadinya hipoglikemia atau penurunan
kadar gula darah sampai level yang rendah adalah gemetar, bingung, koma,
kejang-kejang, takikardia ( debaran jantung yang cepat ), dan diaforesis (
berkeringat secara berlebihan )
• Asidosis laktat akibat keracunan metformin dan phenformin dapat dimulai
dengan tanda-tanda yang tidak spesifik seperti lemas, muntah, nyeri otot, dan
tekanan pada pernapasan. Tingkat kematian akibat asidosis laktat yang berat
dilaporkan mencapai 50%.
Penanganan Toksisitas
Obat Anti Diabetes
 Penambahan Senyawa Dari Makanan
seorang penderita diabetes harus selalu siap sedia dengan membawa
permen seperti monojel atau glutose apabila terjadi penurunan darah
secara drastis
 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat meliputi pemeriksaan mata, tanda vital dan lain –
lain
 Pemeriksaan Laboratorium
meliputi gambaran radiologi, EKG, pemeriksaan skrining (dilakukan pada
penderita dengan keracunan yang berat atau yang tidak jelas, yang
menderita koma, kejang, instabilitas kardiovaskuler, asidosis metabolik
atau respiratorik dan irama jantung nonsinus)
Penanganan Toksisitas
Obat Anti Diabetes
 Pemberian Antidot
Antidot bekerja berlawanan dengan efek racun dengan : menetralisir racun
(reaksi antigen-antibodi, khelasi, atau membentuk ikatan kimia),
mengantagonis efek fisiologis racun (mengaktivasi kerja sistem saraf yang
berlawanan, memfasilitasi aksi kompetisi metabolik/ reseptor substrat
tsb.).
 Pencegahan Absorpsi Racun
Rata-rata waktu terapi dekontaminasi gastrointestinal yang disarankan
adalah tidak lebih dari 1 jam setelah keracunan pada anak dan tidak lebih
dari 3 jam pada dewasa dari sejak racun tertelan sampai timbul
gejala/tanda keracunan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai