Anda di halaman 1dari 33

TUGAS MATA KULIAH

PELAYANAN KEFARMASIAN
MAKALAH KASUS 1
(CA COLON, CHF, IHD, DM TIPE-2 DAN HIPERTENSI)
Dosen: Sumaryana, S.Si., M.Si., Apt.

Disusun oleh:

Nurul Arlin Hidayati


19405021072

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS WAHID HASYIM

SEMARANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang

yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan kelompok umur

pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.

Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut

Aging Process atau proses penuaan.

Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia

mengalami penuruan secara berlipat ganda. Hal ini dapat menimbulkan gangguan

atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat

menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan

lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu

menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik, maupun

sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang

bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidup

yang baik, seperti pola makan, tidur, istirahat, dan bekerja secara seimbang.

Seiring peningkatan usia, insiden penyakit juga semakin meningkat, salah

satunya adalah kanker kolorektal yang merupakan penyebab kematian dan

peningkatan jumlah angka kesakitan penyakit kronik degeneratif seperti

hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, osteoarthritis, penyakit kardiovaskular.

Chronic Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu

diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya. Di dunia, 17,5

juta jiwa (31%) dari 58 juta angka kematian di dunia disebabkan oleh penyakit

1
jantung (WHO, 2016). Dari seluruh angka tersebut, benua Asia menduduki tempat

tertinggi akibat kematian penyakit jantung dengan jumlah 712,1 ribu jiwa.

Sedangkan di Asia Tenggara yaitu Indonesia menduduki peringkat kedua di Asia

Tenggara dengan jumlah 371,0 ribu jiwa (WHO, 2014).

Ischemic Heart Disease (IHD) merupakan kondisi yang disebabkan oleh

suplai darah dan oksigen ke miokard yang tidak adekuat sehingga terjadi

ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai darah. Penyebab utama pada kasus ini

adalah sumbatan plak atrium pada arteri koroner. IHD merupakan permasalahan

yang dihadapi oleh seluruh dunia namun prevalensi penyakit ini lebih tinggi

terjadi pada negara berkembang. Tahun 1990 sampai 2020 pada negara

berkembang angka kematian akibat IHD akan meningkat 137% pada laki-laki dan

120% pada perempuan sedangkan pada Negara maju peningkatannya lebih rendah

yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada perempuan.

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein yang berhubungan dengan defisiensi relatif atau

absolut sekresi insulin yang ditandai dengan hiperglikemia kronis yang

disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan. DM merupakan kondisi

meningkatnya kadar gula dalam darah yang berisiko menimbulkan komplikasi

makrovaskular dan mikrovaskular.

Hipertensi merupakan penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder

pada jantung yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah diastolik maupun

sistolik. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut

dengan hipertensi primer dan hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat

ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Diabetes Mellitus Tipe-2 (DM Tipe-2)

2.4.1 Definisi dan Patogenesis DM

DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2015).

Secara garis besar pathogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh

8 hal (ominous octet) berikut:

Gambar 4. Ominous octet (Perkeni, 2015)

1. Kegagalan sel beta pankreas

Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta

sudahsangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui

jalurini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-

4inhibitor.

2. Liver

Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat

dan memicu glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam

3
keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic glucose production)

meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah

metformin yang menekan proses glukoneogenesis

3. Otot

Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin

yang multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi

tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel

otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi

glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin dan

tiazolidindion.

4. Sel Lemak

Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,

menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam

lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan

FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan

mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan

mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh

FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur

ini adalah tiazolidindion

5. Usus

Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar

dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal

sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1

(glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent

4
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory

polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi

GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut

incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga

hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja

menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.

Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan

karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang

memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian

diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah

setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja

enzim alfa-glukosidase adalah akarbose.

6. Sel Alfa Pankreas

Sel Alfa berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan

puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan

ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara

signifikan disbanding individu yang normal. Obat yang

menghambat sekresi glukagonatau menghambat reseptor

glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin.

7. Ginjal

Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam

pathogenesis DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram

glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini

akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose

5
co-Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal.

Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1

pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada

glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan

ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2

ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus

ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang

bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin

adalah salah satu contoh obatnya.

8. Otak

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada

individu yang obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan

hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari

resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru

meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di

otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis,

amylin dan bromokriptin (Perkeni, 2015).

6
2.4.2 Tata Laksana DM tipe-2

Gambar 5.Tata Laksana DM tipe-2 (Perkeni, 2015)

2.4.3 Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan

makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologi

terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1. Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi

menjadi 5 golongan (Perkeni, 2015):

a. Pemacu sekresi insulin

1) Sulfonilurea (SU)

SU mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin

oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah

hipoglikemia dan peningkatan berat badan.

2) Glinid

7
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

SU, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin

fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah

pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui

hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.

b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin

1) Metformin

Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi

glukosa hati (glukoneogenesis) dan memperbaiki ambilan

glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan

pertama pada sebagian besar kasus DM tipe-2. Dosis

Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan

fungsi ginjal (GFR 30- 60 ml/menit/1,73 m2). Efek

samping yang mungkin berupa gangguan saluran

pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.

2) Tiazolidindion (TZD)

TZD merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator

Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu

reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak,

dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan

resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein

8
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan

glukosa di jaringan perifer. TZD meningkatkan retensi

cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien

dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat

memperberat edema/retensi cairan. Obat yang masuk

dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

c. Penghambat Absorpsi Glukosa (alfa glukosidase inhibitor)

Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa

dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan

kadar glukosa darah sesudah makan.

d. Penghambat DPP IV

Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja

enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1)

tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif.

Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.

e. Penghambat SGLT-2

Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat

antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan

kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara

menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang

termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,

Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

2. Obat Antihiperglikemia Suntik

9
Insulin diperlukan dalam keadaan HbA1c > 9% dengan kondisi

dekompensasi metabolik, hiperglikemia berat disertai ketosis,

kehamilan, gagal dengan obat oral, gangguan fungsi ginjal atau

hati berat dan kontraindikasi dengan obat oral (Perkeni, 2015).

Berdasarkan lama kerja, insulin dibagi menjadi menjadi 5 jenis

yaitu:

Tabel 6. Jenis insulin dan lama kerjanya (Perkeni, 2015)

2.6 Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit infeksi paru yang menyebabkan

kantung udara di dalam paru meradang dan membengkak. Ada 3 tipe

pneumonia, diantaranya Community Acquired (CAP), Hospital Acquired

(HAP) dan Ventilator Associated (VAP). CAP merupakan pneumonia

yang berkembang pada pasien tanpa kontak fasilitas medik. Faktor risiko

CAP diantaranya penderita DM, CHF, gangguan hati, dan perokok serta

pengguna alkohol. Sedangkan HAP adalah pneumonia yang berkembang

10
setelah > 48 jam masuk rumah sakit dan VAP adalah pneumonia yang

berkembang setelah > 48 jam inkubasi dan ventilasi mekanik. Berikut

adalah tatalaksana antibiotik untuk pneumonia dewasa (DiPiro et al.,

2017):

Gambar 8. Tatalaksana antibiotik untuk pneumonia dewasa

1. Definisi Pneumonia

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan

paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).

Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak

termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh

nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-

obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.(PDPI, 2003)

2. Klasifikasi Pneumonia

Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan beberapa macam,

pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan, antara lain:

11
1) Berdasarkan klinis dan epideologis :

a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)

b) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial

pneumonia)

c) Pneumonia aspirasi

d) Pneumonia pada penderita Immunocompromised

2) Berdasarkan bakteri penyebab

a) Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.

Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang

peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,

Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

b) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan

Chlamydia.

c) Pneumonia virus

d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi

terutama pada penderita dengan daya tahan lemah

(immunocompromised)

3) Berdasarkan predileksi infeksi

a) Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada

bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau

segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus

misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan

12
b) Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada

lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.

Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan

obstruksi bronkus

Tipe Pasien Etiologi


Rawat jalan Streptococcus pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Haemophilus influenza
Chlamidophila pneumonia
Virus Respirasi
Rawat inap (non S pneumonia
ICU M pneumonia
C pneumonia
H influenza
Legionella spp
Aspirasi
Virus respirasi
Rawat ICU S pneumonia
Sthaphylococcus aureus
Legionella spp
Basil Gram negative
H influenza
Tabel 5: Etiologi pneumonia berdasarkan tipe pasien

c) Pneumonia komuniti

Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di

masyarakat. Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan

yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia

13
1) Etiologi pneumonia komuniti

Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak

disebabkan bakteri Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Pada

pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula

dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah

Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp.

Penyebab lain Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti, virus Influenza

tipe A & B, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus (Dokter &

Indonesia, 2003)

3. Etiologi Pneumonia

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam

mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari

kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar

negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di

rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan

pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir

ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri

yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti

adalah bakteri Gram negatif.(PDPI, 2003).

4. Penatalaksanaan Terapi Pneumonia Komuniti

Pada pedoman Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, pada

pengobatan pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan

klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Perlu

diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat

14
meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang

spesifik misalnya S. pneumoniae . yang resisten penisilin. Yang termasuk

dalam faktor modifikasis adalah: (ATS 2001)

a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

b. Umur lebih dari 65 tahun

c. Memakai obat-obat golongan betalaktam selama tiga bulan

terakhir.

d. Pecandu alkohol

e. Penyakit gangguan kekebalan

f. Penyakit penyerta yang multipel

Bakteri enterik Gram negatif

1) Penghuni rumah jompo

2) Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru

3) Mempunyai kelainan penyakit yang multipel

4) Riwayat pengobatan antibiotik

Pseudomonas aeruginosa

1) Bronkiektasis

2) Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari

3) Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir

4) Gizi kurang

a. Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:

a. Penderita rawat jalan

a) Pengobatan suportif / simptomatik

b) Istirahat di tempat tidur

15
c) Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

d) Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

e) Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

f) Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8

jam

b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa

a) Pengobatan suportif / simptomatik

b) Pemberian terapi oksigen

c) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

d) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

e) Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8

jam

c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif

a) Pengobatan suportif / simptomatik

b) Pemberian terapi oksigen

c) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektroli

d) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

e) Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam

f) Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi

tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat inap

di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita

dirawat di Ruang Rawat Intensif.Bila dengan pengobatan secara empiris

16
tidak ada perbaikan / memburuk maka pengobatan disesuaikan dengan

bakteri penyebab dan uji sensitiviti.

d. Pengobatan pneumonia atipik

Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada

pneumonia termasuk atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik

yang disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella

adalah golongan :

a. Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)

b. Fluorokuinolon respiness

c. Doksisiklin

e. Terapi Sulih (switch therapy).

Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan

perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini

untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial.

Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan

antibiotik yang diberikan secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya

mampu mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan.

Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama),

switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau

berbeda, potensi lebih rendah).

a. Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin

b. Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral

c. Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim

oral.

17
Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian

pada hari ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan.

Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti :

a. Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi

b. Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cernaPenderita sudah

tidak panas ± 8 jam

c. Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk)

d. Leukosit menuju normal/normal

5. Evaluasi pengobatan

Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72

jam tidak ada perbaikan, diagnose harus ditinjau kembali, faktor-faktor

penderita, obat-obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya. (PDPI,

2003)

18
BAB III

STUDI KASUS

3.1 Kasus 1

Tn. Bin (L) tanggal lahir 1/7/1965

TB/BB = 162 cm/60 kg

Tanggal MRS 22/8/2019

Diagnosis = Pneumonia

Riwayat obat = tidak adar riwayat penggunaan obat sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga = riwayat DM ibu

Alergi obat tidak ada

Keluhan utama = sesak nafas, batuk tidak berdahak, nyeri lengan kanan

Riwayat penyakit sekarang = sesak nafas pagi hari, lemas, BAB hitam

sejak 1 hari sebelum masuk RS

Riwayat penyakit dahulu = diabetes

Hasil laboratorium (ADA DI FOTO)

Terapi obat

1. NaCl 0.9%

2. Inj Omeprazole

3. Inj Ampisilin-Sulbactam

4. Inj Metronidazole

5. Inj Metilprednisolon

6. Inj Novorapid

7. VIP Albumin

25
8. Inj Ranitidine

9. Sucralfate syr

10. Ketoroloac

11. Santagesic

12. Infus PCT

13. Lantus

14. Folic Acid

3.2 Analisa Kasus dengan Metode SOAP

1. Subjective (S)

a. Nama pasien : Tn. Bin

b. Jenis kelamin : Laki-laki

c. Usia : 54 tahun

d. Berat Badan : 60 kg

e. Tinggi Badan : 162 cm

f. Keluhan : sesak nafas, batuk tidak berdahak, nyeri

lengan kanan

g. Riwayat penyakit sekarang : sesak nafas pagi hari, lemas, BAB

hitam sejak 1 hari sebelum masuk RS

2. Objective (O)

a. Diagnosis: Pneumonia

b. Riwayat penyakit dahulu: Diabetes

c. Riwayat penyakit keluarga: DM ibu

d. Tidak ada riwayat pengobatan

e. Riwayat pengobatan saat ini

26
1. NaCl 0.9%

2. Inj Omeprazole

3. Inj Ampisilin-Sulbactam

4. Inj Metronidazole

5. Inj Metilprednisolon

6. Inj Novorapid

7. VIP Albumin

8. Inj Ranitidine

9. Sucralfate syr

10. Ketoroloac

11. Santagesic

12. Infus PCT

13. Lantus

14. Folic Acid

f. Hasil pemeriksaan laboratorium

Kimia Urin 23/8

1. BJ 1.011

2. pH 5.5

3. Leukosit Negatif

4. Nitrit Negatif

5. Protein Negatif

6. Glukosa Normal

7. Keton Negatif

8. Urobilonogen Normal

27
9. Bilirubin Negatif

10. Eritrosit +2

Epitel

1. Eritrosit 1055.5

2. Leukosit 7.8

3. Squamous 2 sd 3

4. Transisional 0 sd 1

5. Bulat -

28
3. Assesment (A)

Problem Medis Subjektif Objektif Assesmen Plan Keterangan

Pneumonia - - Ampicillin-Sulbactam METO : DiPiro et al., 2017


Indikasi : aspiration or community Kadar bakteri normal atau tidak Medscape, 2019
acquired pneumonia, hospital ada biakan bakteri pada kultur Metlay et al., 2019
acquired pneumonia bakteri MIMS, 2019
Mekanisme : ampisilin mengganggu
sintesis dinding sel bakteri selama MESO :
proses replikasi. Sulbactam Monitoring keluhan diare, nyeri
menghambat beta laktamase dari pada lokasi injeksi, risiko
bakteri terjadinya thromboflebitis
Farmakokinetika:
Ampicillin: bioavailability 30-40%, PLAN:
t½: 1-1.8 jam, ekskresi melalui urine Rekomendasi penambahan
90% makrolida seperti Azithromycin
Sulbactam:t½: 1-1.3 jam, ekskresi dengan dosis 500 mg/24 jam PO
melalui urine (75-85%) dosis tunggal, kemudian diikuti
Keduanya dimetabolisme di hati
Azithromycin 250 mg sekali sehari
Dosis Literatur :
1,5 gram (1 gram ampicillin + 0.5 selama 2-5 hari.
gram sulbactam) sampai 3 gram (2
gram ampicillin + 1 gram sulbactam)
IV setiap 6 jam sekali untuk 5 hari
atau lebih
Dosis Pasien:
1.5 gram/8 jam IV

29
Efek Samping:
IV injection site pain, diare,
thromboflebitis
DRP:
Ada indikasi tidak ada obat
Offlabel - - Mehtylprednisolon METO : Medscape, 2019
Pneumonia Indikasi : offlabel CAP Kadar bakteri normal atau tidak Starn et al., 2017
Mekanisme : menekan migrasi PMN ada biakan bakteri pada kultur
dan fibroblast, mengembalikan bakteri
permeabilitas kapiler dan stabilisasi
lisosom MESO :
Farmakokinetika: Monitoring kadar glukosa dan
Onset 4-8 hari, durasi 1-4 minggu, Vd edema
0.7-1.5 L/kg, waktu paruh 3-3,5 jam
Dosis Literatur : PLAN:
30 mg IV tiap 12 jam selama 5 hari, Terapi methylprednisolon
30 mg IV/hari selama 5 hari, 15 dilanjutkan dengan penurunan
mg/hari selama 11 hari dosis menjadi 30 mg/hari untuk 5
Dosis Pasien: hari untuk mengurangi terjadinya
62.5 gram/12 jam hiperglikemia
Efek Samping:
Hiperglikemia, edema, amenorrhea
DRP:
Dosis methylprednisolon berlebih
DM - - Insulin Novorapid (Aspart) METO : Medscape, 2019
Indikasi : DM Kadar GDS, GDP, G2PP stabil MIMS, 2019
Mekanisme : menurunkan glukosa Perkeni, 2015
MESO :

30
darah dengan menstimulasi ambilan Monitoring hipoglikemia
glukosa dan menghambat produksi
glukosa hati PLAN:
Farmakokinetika: Terapi insulin novorapid dapat
Onset 0.2-0.3 jam, durasi 3-5 jam, Vd dilanjutkan dengan penurunan
0.26-0.36 L/kg, metabolisme di hati dosis penggunaan dengan
>50%, ginjal 30%, adipose 20%, t½: maksimal dosis 12 unit/hari
81 menit, eksreksi melalui urine
Dosis Literatur :
10 unit/hari SC atau 0.1-0.2
unit/kg/hari
Dosis Pasien:
5-5-5 unit SC
Efek Samping:
Hipoglikemia, UTI
DRP:
Dosis Novorapid berlebih
DM - - Insulin Lantus (Glargine) METO : Medscape, 2019
Indikasi :DM Kadar GDS, GDP, G2PP stabil MIMS, 2019
Mekanisme : menurunkan glukosa Perkeni, 2015
darah dengan menstimulasi ambilan MESO :
glukosa dan menghambat produksi Monitoring hipoglikemia
glukosa hatireseptor insulin
Farmakokinetika: PLAN:
Onset 3-4 jam, durasi 24 jam, Terapi insulin lantus dapat
metabolisme di jaringan adipose, dilanjutkan.
eksreksi urin
DosisLiteratur :

31
0.2 unit/kg
Dosis Pasien:
0-0-10 unit SC
Efek Samping:
Hipoglikemia
DRP:
Terapi tepat indikasi
Infeksi BAB hitam - Metronidazole METO : Medscape, 2019
Pencernaan Indikasi : infeksi bakteri anaerob BAB sudah kembali normal, tidak MIMS, 2019
Mekanisme : menghambat sintesis berwarna hitam
asam nukleat dengan mengganggu
DNA MESO :
Farmakokinetika: Monitoring mual, muntah dan
Bioavailibillity 80%, absorpsi pada perburukan diare
gastrointestinal, waktu paruh 8 jam,
metabolisme di hati, ekskresi di urin PLAN:
(77%) dan feses (14%) Terapi metronidazole 500 mg
Dosis Literatur : dapat dilanjutkan selama 5 hari
Maintenance dose 7.5 mg/KgBB tiap
6 jam selama 7-10 hari
Dosis Pasien:
500 mg/8 jam
Efek Samping:
Mual, muntah, diare
DRP:
Terapi tepat indikasi
Stress ulcer - - Omeprazole METO : DIH ed 22, 2013

32
Indikasi : menekan sekresi asam Perbaikan nafsu makan, tidak ada Medscape, 2019
lambung keluhan pada gastrointestinal MIMS, 2019
Mekanisme : menghambat kerja
sistem sel didalam lapisan parietal MESO :
lambung yang disebut sebagai proton Monitoring keluhan nyeri kepala,
pump. Menghambat kerja proton nyeri perut dan diare
pump membuat sekresi asam lambung
berkurang, PLAN:
Farmakokinetika: Menyarankan untuk menurunkan
Bioavailabillity 30-40%, onset 1 jam, dosis omeprazole menjadi 40 mg/
durasi 73 jam, Vd 0.39 L/kg, waktu hari apabila dibutuhkan
paruh 0.5-1 jam, ekskresi melalui urin
omeprazole kembali
(77%) dan feses (16-19%)
Dosis Literatur :
40 mg / hari
Dosis Pasien:
40 mg / 12 jam
Efek Samping:
Nyeri perut, nyeri kepala, diare
DRP:
Dosis omeprazole berlebih
Stress ulcer - - Ranitidine METO : Medscape, 2019
Indikasi : gastric ulcer Perbaikan nafsu makan, tidak ada MIMS, 2019
Mekanisme : blok H2 reseptor pada keluhan pada gastrointestinal
sel parietal lambung dengan
menghambat sekresi cairan lambung MESO :
Farmakokinetika: Monitoring keluhan sakit kepala
Bioavailability 90-100%, onset 1 jam, dan nyeri perut

33
durasi 4-5 jam, Vd 1.4 L/Kg, PLAN:
metabolisme di hati, waktu paruh 2.5- Menyarankan untuk meningkatkan
3 jam dosis ranitidine menjadi 150
DosisLiteratur : mg/hari pada malam hari
Maintenance dose 150 mg PO
menjelang tidur
bedtime
Dosis Pasien:
50 mg/12 jam
Efek Samping:
Sakit kepala, nyeri perut
DRP:
Dosis ranitidine kurang
Nyeri Nyeri lengan - Santagesic (Metamizole) METO : DIH ed 22, 2013
tangan Indikasi : antipiretik, analgesik, Perbaikan rasa nyeri lengan kanan
menurunkan suhu dan mengurangi
gejala nyeri MESO :
Mekanisme : menghambat enzim Monitoring tekanan darah
COX-3 (siklooksigenase-3) yang (kemungkinan ES kecil karena
menghasilkan senyawa prostaglandin. hanya diberikan 1 hari saja)
Senyawa prostaglandin merupakan
senyawa yang dapat menyebabkan PLAN:
reaksi peradangan berupa nyeri, Terapi santagesic sudah
demam. dihentikan, monitoring nyeri
Dosis Literatur :
1-2.5 gram maksimal 4 kali sehari
(maksimum 5 gram/hari)
Dosis Pasien:

34
100 mg
Efek Samping:
Agranulositosis, depresi SSP,
hipersensitivitas, hipotensi, perubahan
warna urin
DRP:
Terapi tepat indikasi
Nyeri Nyeri lengan - Parasetamol METO : Medscape, 2019
kanan Indikasi : analgesic, antipiretik Perbaikan rasa nyeri lengan kanan
Mekanisme : memproduksi piresis di
hipotalamus, blok impuls nyeri dan MESO :
menghambat sintesis prostaglandin di Monitoring terjadinya angioedema
SSP (kemungkinan ES kecil karena
Dosis Literatur : hanya diberikan 1 hari saja)
325-650 mg/ 6 jam maksimal 4 gram/
hari PLAN:
Dosis Pasien: Terapi parasetamol udah
Tidak diketahui dihentikan, monitoring nyeri
Efek Samping:
Angioedema
DRP:
Terapi tepat indikasi
Nyeri Nyeri lengan - Ketorolac METO :
kanan Indikasi : nyeri akut sedang-kuat Perbaikan rasa nyeri lengan kanan
Mekanisme : menghambat sintesis
prostaglandin melalui penghambatan MESO :
COX1 dan COX2 Monitoring keluhan sakit kepala
dan gangguan GI (kemungkinan

35
Dosis Literatur : ES kecil karena hanya diberikan 1
30 mg single dose atau 30 mg / 6 jam hari saja)
tidak lebih dari 120 mg/hari
Dosis Pasien: PLAN:
100 mg Terapi ketorolac udah dihentikan,
Efek Samping: monitoring nyeri
Sakit kepala, dispepsia
DRP:
Terapi tepat indikasi

36
4. Planning (P)

a. Menyarankan penambahan terapi Azithromycin 500 mg single dose,

kemudian dilanjutkan 250 mg selama 5 hari

b.

5. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

37
38

Anda mungkin juga menyukai