Anda di halaman 1dari 41

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Diabetes Militus


2.1.1 Pengertian Diabetes Militus
Secara definisi medis, definisi diabetes meluas kepada suatu
kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik yang sifatnya absolut maupun relatif. DM merupakan suatu
kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
(PERKENI, 2015).
2.1.2 Klasifikasi Diabetes mellitus
Penderita DM diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, tetapi
disini hanya akan disinggung kelompok-kelompok yang banyak
dijumpai di masyarakat yaitu :
1) Tipe 1 : Diabetes Mellitus tergantung Insulin (IDDM)
Diperkirakan timbul akibat destruksi autoimun sel-sel beta
pulau langerhans dan dicetuskan oleh lingkungan, serangan
autoimiun dapat timbul setelah infeksi virus setelah pemakaian
obat atau toksin (golongan nirosamine pada daging yang
diawetkan). Pada saat diagnosa Diabites Millitus ditegakan,
ditemukan antigen HLA terhadap sel-sel pulau langerhans pada
sebagian besar klien Diabetes Mellitus (Corwin, 2016).
2) Tipe 2: Diabetes Mellitus tidak tergantung pada insulin (NIIDM)
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel
beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral
dari DM tipe-2 Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta
terjadi lebih dini dan lebih berat dari pada yang diperkirakan
sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti:
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi

8
9

incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal


(peningkatan absorpsi lukosa), dan otak (resistensi insulin),
kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya
gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2 (Perkeni, 2015).
Delapan organ penting dalam gangguan toleransi glukosa
ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar patofisiologi ini
memberikan konsep tentang (Perkeni, 2015):
a) Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan
patogenesis, bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja
b) Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas
kinerja obat pada gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe
c) Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah
terjadi pada penyandang gangguan toleransi glukosa.

3) Diabetes mellitus gestasional Diabetes melitus gestasional (DMG)


adalah gangguan toleransi glukosa yang pertama kali ditemukan pada
saat kehamilan. DMG merupakan keadaan pada wanita yang
sebelumnya belum pernah didiagnosis diabetes kemudian
menunjukkan kadar glukosa tinggi selama kehamilan. Diabetes
melitus gestasional berkaitan erat dengan komplikasi selama
kehamilan seperti meningkatnya kebutuhan seksio sesarea,
meningkatnya risiko ketonemia, preeklampsia dan infeksi traktus
urinaria, serta meningkatnya gangguan perinatal (makrosomia,
hipoglikemia neonatus, dan ikterus neonatorum). Efek luaran jangka
panjang DMG bagi bayi adalah lingkungan intrauterin yang berisiko
genetik terhadap obesitas dan atau diabetes; bagi ibu, DMG
merupakan faktor risiko kuat terjadinya diabetes melitus permanen di
kemudian hari (Kurniawan, 2016).
4) Diabetes mellitus tipe lain Kelompok yang lain adalah diabetes yang
berhubungan dengan malnutrisi/ kurang gizi, diabetes yang
10

disebabkan penyakit lain dan DM akibat pemakaian obat-obatan


tertentu . Jumlah penderitanya sangat sedikit ditemukan (Santoso,
2013).
2.1.3 Diagnosis Diabetes Mellitus
Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuria,
polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya. Diagonosis DM dapat dipastikan apabila hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dan hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl (PERKENI, 2015).
2.1.4 Penatalaksanaan diabetes mellitus
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas
hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi : 1)
Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut. 2) Tujuan
jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati. 3) Tujuan akhir pengelolaan
adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM (PERKENI, 2015).
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian
glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui
pengelolaan pasien secara komprehensif.
2.1.4.1 Terapi non farmakologi
a) Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan
penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak. Menurut PERKENI, (2015)
tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah:
(1). Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa
darah mendekati kadar normal.
(2). Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar
yang optimal.
11

(3). Mencegah komplikasi akut dan kronik.


(4). Meningkatkan kualitas hidup.

b) Olah raga
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DMT2 apabila tidak disertai adanya nefropati.
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan
secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama
sekitar 0-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda
antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan
jasmani. Apabila kadar glukosa darah 250 mg/dL dianjurkan
untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau
aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan jasmani
meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut
jantung maksimal) seperti: jalan cepat, bersepeda santai,
jogging, dan berenang.
Pada penderita DM tanpa kontraindikasi (contoh:
osteoartritis, hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati,
nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance training
(latihan beban) 2-3 kali/perminggu sesuai dengan petunjuk
dokter. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani. Intensitas latihan jasmani pada
penyandang DM yang relative sehat bias ditingkatkan,
sedangkan pada penyandang DM yang disertai komplikasi
12

intesitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan


masing-masing individu.

2.1.4.2 Terapi Farmakologi


Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan
makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan
(PERKENI, 2015).
a) Obat Antihiperglikemia Oral PERKENI, (2015) menjelaskan
cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan:
(1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek Utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Efek samping Utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan
sulfonylurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama
dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivate
asam benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat
ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral
dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping
yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
(2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
Metformin mempunyai efek Utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki
ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin
13

merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus


DMT2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (GFR 3060 ml/menit/1,73 m2).
Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan
sperti: GFR bila diberikan perlu pemantauan faal hati
secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini
adalah Pioglitazone.
(3)Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
Penghambat Alfa Glukosidase. Obat ini bekerja dengan
memperlambat absorbs glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa
darah sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak
digunakan pada keadaan: GFR≤30ml/min/1,73 m2,
gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating
(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering
menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek samping
pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat
golongan ini adalah Acarbose.
(4)Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl PeptidaseIV) Obat
golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim
DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap
dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif.
Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan
menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa
darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini
adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
(5)Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat
antidiabetes oral jenis baru yang menghambat
penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal
14

dengan cara. menghambat kinerja transporter glukosa


SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain:
Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin,
Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja mendapat
approvable letter dari Badan POM RI pada bulan Mei
2015.
b) Obat Anti hiperglikemia Suntik termasuk anti
hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
(1) Insulin Insulin diperlukan pada keadaan :
a). HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi
metabolic
b). Penurunan berat badan yang cepat
c). Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
d). Krisis Hiperglikemia
e). Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
f). Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark
miokard akut, stroke)
g). Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus
gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
h). Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
i). Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
j). Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

2.1.5 Komplikasi Diabetes Mellitus


Menurut Lemone, Burke & Bauldoff tahun 2015, komplikasi pada
diabetes mellitus terbagi dalam komplikasi akut dan komplikasi kronik.
1). Komplikasi Akut Komplikasi akut terdiri dari hiperglikemia, diabetik
ketoasidosis (DKA), dan hiperglikemik hiperosmolar (HHS).
a. Hiperglikemia
15

Menurut International Society for Pediatrics and Adolescent


Diabetes, hiperglikemia adalah suatu keadaan kadar gula darah
sewaktu ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) ditambah dengan gejala
diabetes atau kadar gula darah puasa (tidak mendapatkan masukan
kalori setidaknya dalam 8 jam sebelumnya) ≥ 7,0 mmol/L (126
mg/dL). Masalah utama akibat hiperglikemia pada penyandang DM
adalah DKA dan HHS, dua masalah lain adalah fenomena fajar dan
fenomena somogyi. Fenomena fajar adalah kenaikan glukosa darah
antara jam 4 pagi dan jam 8 pagi yang bukan merupakan respons
terhadap hipoglikemia. Penyebab pastinya tidak diketahui namun
bisa dipastikan dikarenakan oleh peningkatan hormon pertumbuhan
pada malam hari. Fenomena somogyi adalah kombinasi
hipoglikemia selama malam hari dengan pantulan kenaikan glukosa
darah di pagi hari terhadap kadar hiperglikemia (Corwin, 2019).
b. Diabetik Ketoasidosis (DKA)
Diabetik Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi
kekacauan metabolik yang ditandai dengan oleh trias DKA yaitu
hiperglikemia, asidosis dan ketosis yang merupakan salah satu
komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan
mengancam nyawa (Hamonangani, 2014).
c. Hiperglikemik Hiperosmolar (HHS)
HHS ditandai dengan osmolaritas plasma 340 mOsm/L atau lebih
(kisaran normal adalah 280-300 msOsm/L), naiknya kadar glukosa
darah dengan cepat (lebih dari 600 mg/dl dan sering kali 1000-2000
mf/dl), dan perubahan tingkat kesadaran yang berat. Faktor pemicu
HHS yang paling umum adalah infeksi. Manifestasi gangguan ini
dapat muncul dari 24 jam hingga 2 minggu. Manifestasi dimulai
dengan hiperglikemia yang menyebabkan haluaran urine sehingga
menyebabkan plasma berkurang dan laju GFR menurun. Akibatnya
glukosa ditahan dan air menjadi hilang, glukosa dan natrium akan
menumpuk di darah dan meningkatkan osmolaritas serum yang
16

akhirnya menyebabkan dehidrasi berat, yang mengurangi air


intraseluler di semua jaringan termasuk otak (Soewondo, 2014).
2.) Komplikasi Kronik Komplikasi kronis terdiri atas komplikasi
makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular
diantaranya adalah penyakit pada kardiovaskular, penyakit arteri
koroner, penyakit serebrovaskular, hipertensi, dan penyakit vaskuler
perifer dan infeksi. Sedangkan komplikasi mikrovaskular
diantaranya adalah retinopati, nefropati, ulkus kaki, neuropati
sensorik dan neuropati otonom yang akan menimbulkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot (Rochman, 2016).
a. Perubahan pada Sistem Kardiovaskular
Makrosirkulasi (pembuluh darah besar) pada penyandang DM
mengalami perubahan akibat aterosklerosis, trombosit, sel darah
merah, dan faktor pembekuan yang tidak normal serta adanya
perubahan dinding arteri. Faktor risiko lain yang menimbulkan
perkembangan penyakit makrovaskular pada DM adalah
hipertensi, hiperlipidimia, merokok, dan kegemukan. Perubahan
mikrosirkulasi pada penyandang DM melibatkan kelainan struktur
di membran basalis pembuluh darah kecil dan kapiler. Efek
perubahan pada mikrosirkulasi memengaruhi semua jaringan
tubuh tetapi paling utama dijumpai pada mata dan ginjal
(Smeltzer & Bare, 2018).
b. Penyakit Arteri Koroner
Penyakit arteri koroner adalah suatu penyakit akibat terjadinya
sumbatan pada arteri koroner. Penyakit arteri koroner merupakan
faktor risiko utama terjadinya infark miokard pasien DM,
khususnya DM tipe 2 yang usia nya sudah paruh baya hingga
lansia. Penyandang DM yang mengalami infark miokard akan
berisiko mengalami gagal jantung kongestif sebagai komplikasi
infark (AHA, 2015).
c. Hipertensi
17

Hipertensi merupakan komplikasi umum pada DM yang


menyerang sekitar 75% penyandang DM dan merupakan faktor
risiko utama pada penyakit kardiovaskular dan komplikasi
mikrovaskular seperti retinopati dan nefropati. Hubungannya
dengan DM tipe 2 sangatlah kompleks, hipertensi dapat membuat
sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten insulin) (Mihardja,
2009). Padahal insulin berperan meningkatkan ambilan glukosa di
banyak sel dan dengan cara ini juga mengatur metabolisme
karbohidrat, sehingga jika terjadi resistensi insulin oleh sel, maka
kadar gula di dalam darah juga dapat mengalami gangguan
(Guyton, 2018).
d. Stroke (Cedera Serebrovaskular)
Penyandang DM khususnya lansia dengan DM Tipe 2, dua hingga
empat kali lebih sering mengalami stroke (CDC, 2014). Pasien
dengan diabetes mellitus biasanya akan mengalami viskositas
darah atau terjadi kekentalan pada darah sehingga memicu
terjadinya trombosis yang akhirnya akan menyebabkan terjadinya
sumbatan pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) dan
pembuluh darah kecil (mikrovaskuler). Pada pembuluh darah
besar akan menyebabkan aliran darah ke jantung, serebral dan
ekstremitas terganggu. Ketika terjadi gangguan pada aliran darah
ke serebral maka akan terjadi stroke (Price, 2016).
e. Penyakit Vaskular
Perifer Kerusakan sirkulasi vaskular perifer oleh karena
aterosklerosis menyebabkan insufisiensi vaskular perifer dengan
klaudikasi (nyeri) intermiten di tungkai bawah dan ulkus pada
kaki. Sumbatan dan trombosis di pembuluh darah besar, dan arteri
kecil dan arteriol, serta perubahan fungsi neurologis dan infeksi
mengakibatkan gangrene (nekrosis atau kematian jaringan).
Gangrene akibat DM merupakan penyebab terbanyak amputasi
non-traumatik di tungkai bawah. Pada penyandang DM, gangrene
18

kering paling banyak terjadi, yang dimanifestasikan dengan


jaringan yang dingin, kering, mengerut, dan berwarna hitam di
jari kaki. Gangrene biasanya dimulai dari ibu jari kaki dan
bergerak ke arah proksimal kaki (Smeltzer & Bare, 2018).
f. Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik adalah istilah untuk retina yang terjadi pada
penyandang DM. Struktur kapiler retina mengalami perubahan
aliran darah, yang menyebabkan iskemia retina dan kerusakan
sawar retina-darah. Retinopati diabetik merupakan penyebab
terbanyak kebutaan pada orang yang berusia antara 20 dan 74
tahun (CDC, 2014).
g. Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik adalah penyakit ginjal yang ditandai dengan
adanya albumin dalam urine, hipertensi, edema, dan insufisiensi
ginjal progresif. Nefropati terjadi pada 30%-40% penyandang
DM tipe 1 dan 15-20% dengan tipe 2 (Aminoff, 2019).
h. Perubahan pada Saraf Perifer dan Otonom
Neuropati perifer dan viseral adalah penyakit pada saraf perifer
dan saraf otonom. Pada penyandang DM, penyakit ini seringkali
disebut neuropati diabetik. Etiologi neuropati diabetik mencakup
penebalan dinding pembuluh darah yang memasok saraf, yang
menyebabkan penurunan nutrien, demielinisasi sel-sel Schwan
yang mengelilingi dan menyekat saraf yang memperlambat
hantaran saraf. Manifestasi yang ditimbulkan tergantung pada
letak lesi (Alport & Sander, 2012).
i. Neuropati Viseral Neuropati viseral atau sering disebut neuropati
otonom menyebabkan berbagai manifestasi bergantung pada area
SSO yang terkena. Neuropati ini dapat mencakup gangguan
berkeringat, fungsi pupil tidak normal, gangguan kardiovaskular,
gangguan gastrointestinal, gangguan genitourinari (Bril et al,
2011).
19

j. Perubahan Mood
Penyandang DM baik tipe 1 maupun tipe 2 menjalani ketegangan
kronik hidup dengan perawatan diri kompleks dan berisiko tinggi
mengalami depresi dan distres emosional spesifik karena DM.
Depresi mayor dan gejala depresi mempengaruhi 20%
penyandang DM yang membuatnya menjadi dua kali lebih sering
terjadi di kalangan penyandang DM dibanding populasi umum
(Brian dkk, 2010).
k. Peningkatan Kerentanan Terhadap Infeksi
Penyandang DM mengalami peningkatan risiko terjadinya
infeksi. Hubungan pasti atara infeksi dan DM tidak jelas, tetapi
banyak gangguan yang terjadi akibat komplikasi diabetik memicu
seseorang mengalami infeksi. Kerusakan vaskular dan neurologis,
hiperglikemia, dan perubahan fungsi neutrofil dipercaya menjadi
penyebabnya (Matfin & Porth, 2019).
l. Penyakit Periodontal Meskipun penyakit periodontal tidak terjadi
lebih sering pada penyandang DM, tetapi dapat memburuk
dengan cepat, khususnya jika DM tidak terkontrol dengan baik.
Dipercayai bahwa penyakit ini disebabkan oleh mikroangipati,
dengan perubahan pada vaskularisasi gusi. Akibatnya, gingivitis
(inflamasi gusi) dan periodontitis (inflamasi tulang di bawah gusi)
terjadi (Longo, 2011).
m. Komplikasi yang Mengenai Kaki
Tingginya insidens baik amputasi maupun masalah kaki pada
pasien DM merupakan akibat angiopati, neuropati, dan infeksi.
Penyandang DM berisiko tinggi mengalami amputasi di
ekstremitas bawah dengan peningkatan risiko pada mereka yang
sudah menyandang DM lebih dari 10 tahun. Neuropati diabetik
pada kaki menimbulkan berbagai masalah karena sensasi
sentuhan dan persepsi nyeri tidak ada, penyandang DM dapat
mengalami beberapa tipe trauma kaki tanpa menyadarinya. Orang
20

tersebut berisko tinggi mengalami trauma di jaringan kaki


menyebabkan terjadinya ulkus. Infeksi umumnya terjadi pada
jaringan yang mengalami trauma atau ulkus (Smeltzer & Bare,
2018).

2.2 Konsep Pemberian Pena Insulin (Fit, 2017)


2.2.1 Pengertian Pena Insulin
Pena Insulin adalah alat untuk menyuntik insulin yang berbentuk
seperti pena. Jenis – jenis pena insulin:
1. Pena insulin yang habis pakai buang

Gambar 1. Bagian-bagian pena insulin yang habis pakai buang

2. Pena insulin yang isinya bisa diganti atau isi ulang

Gambar 2. Bagian-bagian pena insulin yang isinya bisa diganti atau


isi ulang
21

Keterangan Gambar 3 :
1. Basaglar® Kwikpen®
2. Humulin N® Kwikpen®
3. Humulin R® Kwikpen®
4. Humulin 30/70® Kwikpen®
5. Humalog® Kwikpen®
6. Humalog Mix25® Kwikpen®
7. Humalog Mix50® Kwikpen®
8. Novomix 30® Flexpen®
9. Novorapid® Flexpen®
10. Levemir® Flexpen®
11. Lantus® Solostar®
12. Apidra® Solostar®
13. Humapen Ergo II®
14. NovoPen 3®
2.2.2 Jarum Pena Insulin
Jenis dan ukuran jarum pena insulin:
1. Ukuran diameter luar 30G (0,30 mm), panjang 8 mm.
2. Ukuran diameter luar 31G (0,25 mm), panjang 8 mm.
3. Ukuran diameter luar 31G (0,25 mm), panjang 5 mm.
4. Ukuran diameter luar 32G (0,23 mm), panjang 4 mm.
5. Ukuran diameter luar 32G (0,23 mm), panjang 5 mm.
6. Ukuran diameter luar 32.5G (0,22 mm), panjang 8 mm.
7. Ukuran diameter luar 32.5G (0,22 mm), panjang 6 mm.
8. Ukuran diameter luar 32.5G (0,22 mm), panjang 4 mm.
9. Ukuran diameter luar 33G (0,20 mm), panjang 5 mm.
10. Ukuran diameter luar 34G (0,18 mm), panjang 4 mm.
Semua jenis jarum pena insulin dapat digunakan untuk semua jenis
pena insulin kecuali jarum NovoTwist® ukuran diameter luar 32G
(0,23 mm), panjang 5 mm hanya bisa digunakan untuk pena insulin dari
NovoNordisk.
22

a). Bagian-bagian jarum pena insulin

2.2.3 Persiapan Menyuntik Insulin


Langkah - langkah yang harus dilakukan dalam persiapan menyuntik
insulin adalah:
1. Perhatikan instruksi dokter: jenis dan dosis insulin.
2. Tempelkan label yang bertuliskan tanggal pertama kali insulin
digunakan dan identitas pasien. Label tersebut tidak boleh menutupi
nama obat dan tanggal kadaluarsa obat. Bila menggunakan pena
insulin, label ditempelkan bukan di tutup pena insulin (gambar :
10a,10b,10c,10d)
23

3. Persiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk menyuntik insulin, diantaranya:


pena insulin dan jarum pena yang baru, syringe yang masih baru dan vial
insulin, kapas alkohol (alcohol swab) atau kapas kering dan alkohol 70%,
wadah pembuangan jarum yang aman, buku catatan pengobatan yang
diperlukan. Hal - hal yang perlu diperhatikan :
a. Pastikan suhu insulin sesuai dengan suhu kamar, insulin dikeluarkan dari
lemari pendingin 30 menit sebelum disuntikkan.
b. Lakukan penyuntikan pada suhu kamar.1,26,66 Insulin yang disuntikan
pada suhu kamar dapat mengurangi iritasi atau rasa nyeri dan
memudahkan homogenisasi insulin keruh.1,2,41,48,83,94
c. Menggunakan jarum ukuran yang lebih pendek (4 mm) atau ukuran
terpendek yang tersedia dengan diameter terkecil (ukuran gauge paling
besar) yang tersedia
• Menggunakan syringe atau jarum pena baru, setiap kali menyuntik.
• Pena insulin hanya digunakan untuk 1 orang
4. Bersihkan tangan, bila mungkin cucilah tangan dengan sabun atau antiseptik
pembersih tangan, untuk mencegah terjadinya risiko infeksi atau infeksi
silang bila dilakukan oleh petugas kesehatan di layanan kesehatan.
5. Gunakan sarung tangan untuk mencegah terjadinya risiko infeksi atau
infeksi silang bila dilakukan oleh petugas kesehatan di layanan kesehatan
24

2.2.4 Menyuntik Insulin


1. Lokasi penyuntikan insulin
Penelitian menunjukkan bahwa ketebalan kulit (epidermis dan dermis)
orang dewasa berkisar antara 1,8 mm sampai 2,6 mm tidak tergantung
pada usia, indeks massa tubuh (IMT), jenis kelamin maupun
ras.42,61,85,92 Ketebalan jaringan subkutan berkisar antara 7 – 19
mm menunjukkan variasi lebih luas, tergantung dari gender, lokasi
penyuntikan dan IMT.42 Penyuntikan dapat dilakukan di abdomen,
lengan, paha dan bokong.

Gambar : Lokasi penyuntikan insulin


a. Abdomen: hindari menyuntik kurang 1 cm dari umbilikus. Area
suntikan dapat meliputi 1 cm diatas simpisis pubis, 1 cm dari iga
paling bawah dan dinding abdomen bagian lateral.
b. Paha: 1/3 atas paha bagian antero lateral.
c. Lengan: 1/3 tengah lengan atas bagian posterior.
d. Bokong: gunakan area bagian atas lateral, yaitu daerah yang terletak
diantara jari telunjuk dan ibu jariyang diregangkan membentuk sudut
900. Jari telunjuk diletakkan menyusuri sisi sacro iliaca anterior
superior (SIAS) dengan ibu jari mengarah ke tulang coccygieus.
Lokasi ini digunakan terutama pada bayi dan anak-anak namun tidak
boleh digunakan secara rutin pada orang dewasa.
25

2. Rotasi Penyutikan
Rotasi lokasi penyuntikan sangat penting untuk menghindari
lipodistrofi dan memastikan penyerapan obat secara optimal dan
konsisten

Gambar : Contoh rotasi penyuntikan pada dinding abdomen dan paha.


Area suntikkan dibagi 4 kuadran (abdomen) atau 2 kuadran
(paha). Gunakan 1 area dalam waktu 1 minggu dan area
dipindahkan searah jarum jam

Gambar : Contoh rotasi penyuntikan pada 1 kuadran dinding abdomen.


Jarak antara 1 suntikan dengan suntikan berikutnya minimal 1
cm atau 1 jari

Hal- hal yang perlu diperhatikan:


a. Abdomen tetap menjadi tempat yang dianjurkan, meskipun pilihan
pasien selalu menjadi pertimbangan.
b. Untuk mencegah lipohipertrofi dan menjaga agar penyerapan
insulin stabil di jaringan subkutan pasien harus diajarkan rotasi
yang terstruktur (gambar 12).
26

c. Rotasi lokasi penyuntikan harus didiskusikan pada setiap kunjungan


pasien.
d. Lokasi penyuntikan hendaknya berada disatu area dan pindah area
seminggu sekali, jarak antara 1 suntikkan dengan suntikan
berikutnya 1 cm atau 1 jari.

3. Setelah Menyuntik Insulin


1. Jangan menggosok, memijat atau menekan dengan kuat daerah
bekas penyuntikan.
2. Buang jarum pada wadah yang aman.
3. Gunakan alat suntik syringe dan jarum suntik sekali pakai
4. Menyimpan kembali insulin dalam suhu yang benar sesuai
petunjuk pabrik.
5. Setelah melakukan penyuntikan, periksalah area bekas suntikan.
Perhatikan kemungkinan berdarah, memar, penonjolan kulit
karena suntikkan intrakutan (suntikkan kurang dalam), bintik
merah / gatal (reaksi alergi lokal).

2.3.5 Cara Penggunaan Pena Insulin dan Jarum Pena yang Benar
a). Mempersiapkan Pena Insulin
1. Periksa pena insulin.
a. Pastikan insulin yang akan digunakan sesuai dengan instruksi
dokter.
b. Selalu memeriksa tanggal kadaluarsa.
c. Perhatikan apakah ada perubahan warna, gumpalan, bekuan atau
endapan.
2. Insulin sebaiknya disuntikkan pada suhu kamar, untuk
menghangatkan pena insulin yang sebelumnya disimpan dilemari
pendingin, guling-gulingkan pena insulin diantara ke dua telapak
tangan.
27

3. Bila anda menggunakan insulin keruh lakukan pencampuran


(homogenisasi) dengan cara menggulinggulingkan pena insulin di
antara ke dua telapak tangan 10 kali dalam waktu 5 detik (gambar
27a, 27b, 27c). Kemudian membolak- balikkannya ke atas dan ke
bawah 10 kali dalam waktu 10 detik agar insulin tercampur merata.

Gambar : a,b,c,d. Proses pencampuran (homogenisasi) pena insulin


keruh.
28

4. Jika menggunakan pena insulin isi ulang yang dapat digunakan


kembali, ikuti langkah berikut:
a. Buka tutup pena
b. Lepaskan pelindung cartridge
c. Ganti cartridge
d. Kembalikan pendorong insulin ke posisi awal atau putar piston
sesuai jenis pena yang digunakan
e. Pasang kembali pelindung cartridge

b). Mempersiapkan jarum pena insulin


1. Pilih jarum yang tepat.
a. Ukuran : 30,31,32 G
b. Panjang : 4,5,6,8 mm
c. Jarum berukuran panjang 4 dan 5 mm cocok untuk semua
penyandang diabetes tanpa menghiraukan IMT.
d. Gunakan jarum pena insulin dengan ukuran lebih pendek pada
saat memulai terapi insulin.
e. Anak – anak yang menggunakan jarum pena ukuran panjang
lebih atau sama 5 mm bila memungkinkan dianjurkan
menggunakan jarum pena ukuran panjang 4 mm, bila tidak
memungkinkan harus diajarkan teknik suntik dengan cubit.
2. Periksa Kadarluasa

c). Langkah-langkah Menyuntik Insulin


1. Bersihkan tangan, bila mungkin cucilah tangan dengan sabun atau
antiseptik pembersih tangan, untuk mencegah terjadinya risiko
infeksi atau infeksi silang bila dilakukan oleh petugas kesehatan di
layanan kesehatan
29

2. Gunakan sarung tangan untuk mencegah terjadinya risiko infeksi


atau infeksi silang bila dilakukan oleh petugas kesehatan di layanan
kesehatan.
3. Lepaskan segel pelindung jarum pena insulin dan jangan
menyentuh jarum

Gambar : Melepas segel pelindung jarum pena insulin


4. Tusukkan jarum dengan posisi tegak lurus ke dalam pena, kemudian
putar jarum pena searah jarum jam hingga maksimal. Pastikan
bahwa ujung jarum pena terpasang tegak lurus terhadap pena
insulin.

Gambar: Pemasangan jarum pena insulin


5. Lepaskan tutup pelindung luar jarum, simpan untuk membantu
melepaskan jarum setelah penyuntikan bila pasien melakukan
penyuntikan sendiri.

Gambar : Melepas tutup pelindung luar jarum


30

6. Lepaskan tutup pelindung dalam jarum dan buang

7. Lakukan priming
a. Pastikan indikator dosis menunjukkan angka “0“.
b. Putar piston searah jarum jam hingga indikator menunjukkan
angka 1 atau 2 unit.
c. Pegang pena dengan jarum mengarah ke atas, ketuk - ketuk
pemegang cartridge perlahan dengan jari agar udara naik ke
permukaan.
d. Dengan menggunakan ibu jari, tekan piston hingga berhenti dan
indikator menunjukkan angka “0”.
e. Jika menggunakan insulin keruh, sebelum menekan piston
lakukan homogenisasi.
f. Priming selesai jika insulin terlihat keluar di ujung jarum. Jika
belum ulangi langkah tersebut di atas hingga insulin keluar.
Langkah ini penting untuk memastikan tidak terdapat udara di
dalam pena insulin dan jarum maupun pena insulin berfungsi
dengan baik.
31

g. Bila priming sudah dilakukan beberapa kali namun insulin tetap


tidak keluar, periksa kemungkinan pena insulin tidak berfungsi
dengan baik, udara di dalam pena terlalu banyak atau jarum
pena insulin tertekuk di bagian dalam.

Gambar a, b,c d, e: Proses priming pena insulin

8. Putar piston sesuai dengan dosis yang dianjurkan dokter. Jika


menggunakan insulin keruh, lakukan homogenisasi ulang sebelum
disuntikkan
9. Desinfeksi lokasi penyuntikan hanya bila penyuntikan dilakukan di
fasilitas kesehatan, panti jompo, panti asuhan, panti sosial dan lain –
lain
32

10. Tusukkan jarum ke dalam kulit dengan cepat pada sudut 900
terhadap bidang yang akan disuntik (untuk mencegah suntikkan IM)
(gambar: a), tekan piston perlahan hingga indikator dosis
menunjukkan angka “0” (gambar b, c). Posisi pena harus
sedemikian rupa sehingga jendela dosis terlihat oleh penyuntik

Gambar: a, b, c. Penyuntikan insulin


11. Setelah insulin disuntikan seluruhnya, biarkan jarum tetap di dalam
kulit hingga 10 hitungan, kemudian tarik jarum keluar dari kulit
tegak lurus.

12. Hingga jarum dicabut, ibu jari tetap menekan piston


13. Mengangkat kulit / mencubit tidak diperlukan pada penggunaan
jarum 4 mm
14. Jika menggunakan jarum berukuran 6 mm atau 8 mm atau
menyuntik orang yang sangat kurus, lakukan teknik menyuntik
33

dengan pencubitan agar suntikan benar-benar mencapai sasaran


subkutan
15. Cubitan dilepaskan setelah jarum ditarik keluar dari kulit.

Gambar . Penyuntikan insulin di lapisan subkutan

d). Setelah Penyuntikan


1. Jangan menggosok atau memijat tempat suntikan.
2. Jarum pena insulin tidak boleh ditutup kembali (no recap) kecuali bagi
mereka yang menyuntik sendiri

3. Lepaskan jarum dengan alat penjepit seperti tang atau klem


34

4. Bagi mereka yang menyuntik sendiri, gunakan one hand scoop


technique untuk menutup kembali jarum dengan tutup pelindung
luar. Kencangkan tutup pelindung luar hingga maksimal, kemudian
putar berlawanan dengan arah jarum jam untuk melepas jarum

Gambar a, b, c, d, e, f,g. Melepas jarum dengan one hand scoop technique

5. Buang jarum ke dalam wadah pembuangan jarum yang aman

Gambar : Contoh wadah pembuangan jarum di rumah sakit


35

Gambar a , b. Contoh wadah pembuangan jarum di rumah yang benar

Gambar a ,b. Contoh wadah pembuangan jarum di rumah yang salah

6. Setelah penuh wadah pembuangan jarum tersebut diserahkan ke rumah


sakit atau pusat layanan kesehatan terdekat, untuk dihancurkan di
insinerator.
7. Pena insulin yang sudah habis atau yang sudah tidak dipakai lagi
diserahkan ke rumah sakit atau pusat layanan kesehatan terdekat,
untuk dihancurkan di insinerator.
8. Menggunakan jarum pena insulin bekas pakai atau berulang-ulang
dapat meningkatkan rasa nyeri dan risiko lipohipertrofi. Penelitian lain
melaporkan penggunaan jarum pena insulin hingga 5 kali tidak
mempengaruhi ujung jarum atau meningkatkan rasa nyeri. Namun
pada penelitian ini tidak dilakukan evaluasi terhadap kejadian
lipohipertropi maupun kadar gula darah. Jarum yang digunakan lebih
36

dari satu kali harus ditutup kembali dengan tutup jarum yang kecil.
Ajarkan pasien cara menutup kembali agar jarum tidak menusuk tutup
jarum. Penggunaan jarum lebih dari satu kali tidak dapat diterapkan
bagi pasien rawat inap atau pasien yang disuntikkan oleh orang lain
karena pada kelompok ini menutup kembali jarum tidak disarankan.
Pasien yang memutuskan akan menggunakan jarum lebih dari satu
kali disarankan berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau
edukator diabetes. Setiap sebelum menyuntik harus memperhatikan
kemungkinan adanya pembengkakan atau kemerahan dibagian kulit
yang akan disuntik.

2.3 Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindera manusia, yaituu indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan indra peraba. Akan tetapi sebagian
besar manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2014)
Menurut Setiawati, (2018). Pengetahuan adalah hasil dari proses
pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran,
penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan penguatan
terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan berprilaku.
2. Tingkatan
Menurut Notoatmodjo (2014) pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu :
a. Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam tingkat ini pengetahuan
adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
37

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara
lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan
dan sebagainya.
b. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan
mengapa harus makan-makanan yang bergizi.
c. Aplikasi
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,
seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan.
e. Sintesis
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang
ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkas, dapat menyesuaikan.
38

f. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian
ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria yang telah ada. Misalnya dapat
membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang
kekurangan gizi. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari subjek penelitian dan responden. (Notoatmodjo,
2014)

3. Indikator Tentang Kesehatan


Menurut Notoatmodjo (2014) Indikator yang dapat digunakan
untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap
kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi :
a) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi :
1) Penyebab penyakit,
2) Gejala atau tanda – tanda penyakit,
3) Bagaimana cara pengobatan, atau ke mana mencari pengobatan,
4) Bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi.
b) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup
sehat, meliputi :
1) Jenis-jenis makanan yang bergizi,
2) Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatannya,
3) Penyakit-penyakit atau bahaya-bahaya merokok, minum-
minuman keras, narkoba.
c) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan, meliputi :
1) Manfaat air bersih,
2) Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk
pembuangan kotoran yang sehat dan sampah,
3) Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat,
39

4) Akibat polusi (polusi udara, air dan tanah) bagi kesehatan.

2.4 Konsep Pendidikan Kesehatan


2.4.1 Pengertian
Menurut Sukidjo Notoatmodjo (2014), pendidikan kesehatan
adalah suatu usaha untuk menolong individu, kelompok masyarakat
dalam meningkatkan kemampuan perilaku untuk mencapai kesehatan
yang optimal. 
Menurut Susilo (2016), pendidikan kesehatan adalah suatu proses
perubahan pada diri manusia yang ada hubungannya dengan tercapainya
tujuan kesehatan perorangan dan masyarakat. Pendidikan kesehatan
bukanlah suatu yang dapat diberikan oleh seseorang kepada orang lain
dan bukan pula suatu rangkaian tatalaksana yang akan dilaksanakan
ataupun hasil yang akan dicapai, melainkan suatu proses perkembangan
atau menolak keterangan baru, sikap baru, dan perilaku baru yang ada
hubungannya dengan tjuan hidup.
Menurut Ali (2014), pendidikan kesehatan suatu upaya kesehatan
yang bertujuan:
1. Menjadikan kesehatan sesuatu yang bernilai di masyarakat.
2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
3. Mendorong dan mengembangkan secara tepat sarana pelayanan
kesehatan yang ada.

2.4.2 Ruang lingkup


Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2014) ruang lingkup pendidikan
kesehatan dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu:
1. Dimensi sasaran
2. Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu.
3. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok
masyarakat tertentu.
40

4. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.


2.4.3 Dimensi Tempat Pelaksanaan
1. Pendidikan kesehatan di Rumah Sakit dengan sasaran pasien dan
keluarga.
2. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar. 
3. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan
sasaran masyarakat atau pekerja.

2.4.4 Dimensi Tingkat Pelayanan Kesehatan


1. Pendidnkan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion)
misalnya peningkatan gizi perbaikan sanitasi lingkungan, gaya
hidup dan sebagainya. 
2. Pendidikan kesehatan untuk pedindungan khusus (Spesific
Protection) misalnya imunisasi. 
3. Pendidikan kesehatan untuk diagnosa dini dan pengobatan segera
(Early Diagnosis and Prompt Treatment) misalnya pengenalan
gejala dini penyakit melalui pendidikan kesehatan.
4. Pendidikan kesehatan untuk pembatasan cacat (Disability
Limitation) misalnya dengan pengobatan yang layak dan sempurna
dapat menghindari dari resiko kecacatan. 
5. Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misalnya
dengan memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.

2.4.5 Prinsip-prinsip Pendidikan Kesehatan 


Dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan ada beberapa prinsip 
dasar yang harus diperhatikan (Ali, 2014): 
1. Pendidikan kesehatan bukan hal pelayanan di kelas saja tapi merupakan
kumpulan pengalaman dimana saja dan kapan saja dapat 
dilakukan pendidikan kesehatan sepanjang ia dapat mempengaruhi
pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan.
41

2. Pendidikan kesehatan pada hakekatnya tidak dapat dipaksakan Olen


seseorang kepada orang lain, akan tetapi individu, kelompok atau
masyarakat tersebutlah yang akan mengubah kebiasaan dan tingkah
lakunya dalam hal kesehatan dengan sukarela. 
3. Pendidik hanya berperan untuk menciptakan suasana agar individu,
kelompok atau masyarakat mengubah sikap dan tingkah lakunya. 
4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil apabila yang di didik (individu,
kelompok, masyarakat) sudah berubah sikap dan tingkah lakunya sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. 
2.4.6 Tujuan Pendidikan Kesehatan 
Menurut Ali (2014), pendidikan kesehatan bertujuan meningkatkan
pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup
sehat dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan. Tujuan tersebut lebih
diperinci menjadi: 
1. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat.
2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
3. Mendorong pengembangan dan penggunaan sarana pelayanan
kesehatan yang ada secara tepat. 
4. Agar klien mempelajari apa yang dapat dilakukan sendiri dat
bagaimana caranya tanpa meminta pertolongan kepada saram pelavanan
kesehatan formal. 
5. Agar terciptanya suasana yang kondusif dimana individu, keluaga.
kelompok dan masyarakat mengubah sikap dan tingkah lakunya.
2.4.7 Peran Perawat dalam Pendidikan Kesehatan
1. Peran perawat dalam pendidikan kesehatan menurut Ali (2014) adalah:
Sebagai pelaksana pelayanan keperawatan.
1) Bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya dalam
merencanakan program pendidikan kesehatan masyarakat.
2) Memberikan pendidikan kesehatan masyarakat kepada klien
(individu, keluarga, kelompok, masyarakat) sesuai dengan rencana. 
42

3) Bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain untuk menilai hasil
pelaksaan program pendidikan kesehatan. 
2. Sebagai pengelola
1) Membimbing tenaga keperawatan lain (yang lebih rendah), dan
kader kesehatan mengenai perencanaan, pelaksanaan, serta
penilaian upaya pendidikan kesehatan masyarakat. 
2) Ikut membantu dalam administrasi klien. 
3) Bertanggung jawab dalam pemeliharaan alax-alat rumah tangga,
perawatan dan medik. 
4) Menciptakan dan memelihara hubungan pribadi dan hubungan
kerja sama dengan petugas lain dalam unit kerjanya. 
Ikut serta memberikan masukan dalam pelaksanaan evaluasi
penampilan kerja petugas dalam unitnya.
5) Memberi motivasi untuk meningkatkan prestasi kerja.
3. Sebagai pendidik
1) Memberikan pendidikan, bimbingan dan pelatihan kepada
tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya (bagi yang
belum mampu) dalam hal kesehatan, pendidikan kesehatan
masyarakat dan lain-lain, sehingga mereka tahu, mau dan
mampu melaksanakan tugas-tugas penyuluhan. 
2) Memberi pendidikan, bimbingan dan pelatihan kepada
kaderkader kesehatan, kader posyandu, kader dasa wisma dan
lainlain. 
3) Memberi pendidikan, bimbingan dan pelatihan kepada klien dan
keluarganya. 
4. Sebagai peneliti
1) Bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya atau secara
sendiri-sendiri menyusun rencana penelitian kesehatan tertentu
dalam hal pendidikan kesehatan.
2) Bersama dengan tenaga lain atau secara sendiri-sendiri
melaksanakan kegiatan penelitian sesuai dengan rencana.
43

3) Bersama-sama dengan tenaga kesehatan lain atau secara


sendirisendiri melaksanakan evaluasi hasil penelitian dan
merekomendasi tindak lanjutnya.
2.4.8 Media Pendidikan Kesehatan
Menurut Fitriani (2016), yang dimaksud dengan media pendidikan
kesehatan pada hakekatnya adalah alat bantu pendidikan (AVA). Disebut
media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan saluran (channel)
untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut di gunakan untuk
mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau
klien. Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan
(media), media ini dibagi menjadi tiga, yakni:
1. Media cetak
Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan sangat bervariasi antara lain:
1) Booklet
Booklet ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan dalam bentuk buku-buku, baik tulisan maupun gambar.
2) Leaflet
Leaflet ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan
kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam
bentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi.
3) Flyer (selembaran)
Flyer (selembaran) ialah seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk
lipatan. 
4) Flip chart (lembar balik)
Flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan atau
informasi-informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik.
Biasanya dalam bentuk buku dimana tiap lembar (halaman) berisi
gambar peragaan dan dibaliknya berisi kalimat sebagai pesan atau
informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubik
44

Rubik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah mengenai


bahasan suatu masalah kesehatan atau hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan.
6) Poster
Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan atau informasi
kesehatan yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-
tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto
Foto ialah yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
2. Media Elektronik
Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan
atau informasi-informasi kesehatan, jenisnya berbeda-beda antara lain:
1) Televisi 
Penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan melalui
media televisi dapat dalam bentuk sandiwara, sinetron,
forum, diskusi atau tanya jawab sekitar masalah kesehatan, pidato
(ceramah), TV sport, quiz atau cerdas cermat, dan sebagainya,
2) Radio
Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui radio
juga dapat berbentuk macam-macam antara lain obrolan (tanya
jawab), sandiwara radio, ceramah., radio sport, dan sebagainya
3) Video
Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan dapat melalui
video. 
3. Media Papan (Billboard) 
Papan (Billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai
dan diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.
Media papan disini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada
lembaran seng yang ditempel pada kendaraan-kendaraan umum (bus
dan taksi). 
45

2.3.9 Metode Pendidikan Kesehatan


Menurut Fitriani (2011), metode pendidikan kesehatan terbagi atas
1. Metode pendidikan individual (perorangan)
Bentuk dari metode individual ada 2 bentuk: 
1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu: 
a. Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. 
b. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan
dibantu penyelesaiannya. 
c. Akhimya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan
kesadaran, penuh pengertian akan menaima perilaku tersebut
(mengubah perilaku). 
2) Interview (wawancara) 
a. Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. 
b. Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima
perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau
yang akan di adopsi itu mempunyai dasar pengertian dan
kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan
yang lebih mendalam lagi. 
2. Metode pendidikan kelompok 
Metode pendidikan kelompok harus memperhatikan apakah kelompok
itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya
pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan 
1) Kelompok besar 
a. Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi
maupun rendah. Ceramah interaktif yang melibatkan peserta
melalui adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan
pendapat dan pengalaman peserta. 
b. Seminar
Hanya cocok untuk sasaran kelompok bem dengan pendidikan
menengah ke atas. Seminar adalah mam penyajian (presentasi)
46

dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang
dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat. 
c. Demonstrasi
Metode penyajian dengan memperagakan dan mempertunjukkan
tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik
sebenarnya atau hanya sekedar tiruan. 
2) Kelompok kecil 
Apabila peserta kegiatan kurang dari 20 orang biasanya disebut
kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil
ini antara lain: 
a. Diskusi kelompok
Diskusi kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan cara
tukar pikiran antara dua orang atau lebih. Tuiuannva untuk
mengembangkan kesamaan pendapat atau kesepakatan atau
mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu persoalan. 
b. Curah pendapat (Brain Storming)
Merupakan modifikasi diskusi kelompok yang prinsipnya sama
dengan metode diskusi kelompok. Bedanya pada permulaan,
pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah,
kemudian tiap peserta memberikan jawaban-jawaban atau
tanggapan (curah pendapat). 
c. Bola salju (Snow Balling) 
Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (l pasang 2
orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah,
setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi
satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari
kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah
beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan
lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh
kelas.
d. Kelompok kecil-kecil (Buzz Group) 
47

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil,


kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama atau tidak sama
dengan kelompok lain, dan masing-masing
kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya
kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari
kesimpulannya
e. Memainkan peranan (Role Play) 
Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai
Pemegang peranan tertentu untuk memainkan peran. 
f. Permainan simulasi (Simulation Game)
Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok pesan-
pesan disaiikan dalam bentuk permainan. 

2.10 Strategi Pendidikan Kesehatan


Banyak strategi yang dapat dipilih penyuluh atau pendidik dalam
melaksanakan proses pendidikan kesehatan. Oleh karena itu, berdasarkan
bentuk dan pendekatannya, strategi pendidikan kesehatan diklasifikasikan
menjadi (Ali, 2014):
1. Expository
Makna expository berarti memberikan informasi yang berupa teori
hukum dan dalil yang disertai bukti-bukti yang mendukung. Pada
konteks ini klien hanya menerima informasu yang diberikan oleh
pendidik. Bahan pendidikan kesehatan telah diolah sedemikian rupa
sehingga siap untuk disampaikan kepada klien. Contohnya adalah
ceramah, pendidik hanya akan menyampaikan pesan berturut-turut
sampai pada pemecahan masalah.
2. Discovery
Discovery (penemuan) adalah proses mental dimana klien
mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prisip. Proses mental
misalnya: mengamati, menganalisa, memvalidasi data,
mengelompokkan data, menetapkan diagnose dan sebagainya.
48

Misalnya tentang konsep sehat. Setiap masyarakat diharapkan


emaknai konsep sehat dan berdaya dalam memenuhi hak akan
kesehatannya. Melalui pengamatan diharapkan klien mengidentifikasi
konsep sehat dan menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari.
3. Inquury
Inquiry artinya penyelidikan mengandung proses mental yang lebih
tinggi tingkatannya. Pada saat seorang penyuluh akan melaksanakan
pendidikan kesehatan, sebaiknya tujuan pendidikan kesehatan sudah
optimal. Setelah itu baru menentukan starategi manakah yang paling
efektif dan efisien untuk membantu setiap klien dalam pencapaian
tujuan yang telah dirumuskan.

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Faktor Pengetahuan yang


mempengaruhi:
1. Internal
a). Pendidikan
b) pekerjaan
c) Umur Pemberian Pena Insulin
2. Eksternal
a)Lingkungan
b). Sosial budaya
(Notoatmodjo, 2014)

Sumber: (Notoatmodjo, 2014)

Anda mungkin juga menyukai