Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Pemenuhan Gizi


2.1.1 Pengertian
Gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara
jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Sibagariang, 2015).
Status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk
variabel-variabel tertentu (Soetjiningsih, 2015) Status gizi juga merupakan
keadaan tubuh akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan
zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat
dari tersedianya zat gizi dalam seluruh tubuh (Wirakusumah, 2016).
2.1.2 Gizi Seimbang
Gizi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi individu sehari-
hari yang beraneka ragam dan memenuhi 5 kelompok zat gizi dalam
jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak kekurangan (Dirjen Bina
Kesehatan Masyarakat, 2014).
Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam
makanan dalam jumlah dan proporsi yang sesuai sehingga memenuhi
kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh
dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan
(Sulistyoningsih, 2015).
2.1.3 Kebutuhan Gizi Balita
Menurut Widjaja (2016) kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah
yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan pada umumnya.
Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin,
aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan
pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi
yang baik. Status gizi balita dapat dipantau dengan menimbang anak setiap

7
8

bulan dan dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS). Kebutuhan


tersebut terdiri dari :
a. Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan
orang dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat
pesat. Kecukupannya akan semakin menurun seiring dengan
bertambahnya usia.
b. Kebutuhan zat pembangun
Secara fisiologis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga
kebutuhannya relatif lebih besar daripada orang dewasa. Namun, jika
dibandingkan dengan bayi yang usianya kurang dari satu tahun,
kebutuhannya relatif lebih kecil.
c. Kebutuhan zat pengatur
Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan
bertambahnya usia.

2.1.4 Gizi Pada Anak Balita


Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi dikatakan baik apabila terdapat
keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan
perkembangan mental. Tingkat status gizi optimal akan tercapai apabila
kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi (Wiryo, 2012). Menurut Wiryo
(2015), Zat gizi terdiri atas:
a. Karbohidrat
Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan kelompok zat-zat organik yang
mempunyai struktur molekul yang berbeda-beda, meskipun terdapat
persamaan dari sudut dan fungsinya. Karbohidrat yang terkandung
dalam makanan pada umumnya hanya ada 3 jenis yaitu Polisakarida,
Disakarida, dan Monosakarida (Santoso, 2014). Karbohidrat terdapat
dalam bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hanya
9

sedikit yang termasuk bahan makanan hewani. Fungsi utama karbohirat


yaitu:
1) Sumber utama energi yang murah.
2) Memberikan rangsangan mekanik.
3) Melancarkan gerakan peristaltik yang melancarkan aliran bubur
makanan serta memudahkan pembuangan tinja.
Sumber makanan karbohidrat antara lain gandum, beras, beras merah,
beras tumbuk, kentang, pisang, umbi-umbian, jagung dan sagu
(Wirakusumah, 2016).
b. Protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting karena yang paling erat
hubungannya dengan kehidupan. Protein mengandung unsur C, H, O
dan unsur khusus yang tidak terdapat pada karbohidrat maupun lemak
yaitu nitrogen. Protein nabati dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan,
sedangkan protein hewani didapat dari hewan.
Protein berfungsi:
1) Membangun sel-sel yang rusak.
2) Membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon.
3) Membentuk zat anti energi, dalam hal ini tiap protein menghasilkan
sekitar 4,1 kalori (Santoso, 2014).
Sumber utama makanan protein hewani antara lain daging, ikan, susu
dan keju. Sedangkan makanan protein nabati meliputi biji-bijian,
kacang-kacangan dan padi-padian (Wirakusumah, 2016).
c. Lemak
Lemak merupakan senyawa organik yang majemuk, terdiri dari unsur-
unsur C, H, O yang membentuk senyawa asam lemak dan gliserol,
apabila bergabung dengan zat lain akan membentuk lipoid, fosfolipoid
dan sterol. Fungsi lemak antara lain :
1) Sumber utama energi atau cadangan dalam jaringan tubuh dan
bantalan bagi organ tertentu dari tubuh.
10

2) Sebagai sumber asam lemak yaitu zat gizi yang esensial bagi
kesehatan kulit dan rambut.
3) Sebagai pelarut vitamin-vitamin (A, D, E, K) yang larut dalam lemak
( Santoso, 2003).
Sumber utama lemak yaitu ikan, telur, minyak (zaitun, jagung, biji-
bijian, bunga matahari), alpukat, kedelai (Wirakusumah, 2016).
d. Vitamin
Vitamin berasal dari kata Vitamine oleh Vladimin Funk karena
disangka suatu ikatan organik amine dan merupakan zat vitamin yang
dibutuhkan untuk kehidupan. Ternyata zat ini bukan merupakan amine,
sehingga diubah menjadi vitamin. Fungsi vitamin sebagai berikut:
1) Vitamin A : fungsi dalam proses melihat, metabolisme umum, dan
reproduksi.
Sumber vitamin A terdapat pada hati, kuning telur, susu, mentega,
sayuran berwarna kuning jingga seperti singkong, daun kacang,
kangkung, bayam, kacang (Sulistyoningsih, 2019).
2) Vitamin D : calciferol, berfungsi sebagai prohormon transport
kalsium ke dalam sel.
Sumber vitamin D meliputi lemak ikan, kuning telur, hati, minyak
ikan hati, susu (Sulistyoningsih, 2019).
3) Vitamin E : alpha tocoperol, berfungsi sebagai antioksida alamiah
dan metabolisme selenium.
Umumnya bahan makanan kacang-kacangan atau biji-bijian
khususnya bentuk kecambah, gandum, sayur dan buah-buahan
mengandung vitamin E yang baik (Sulistyoningsih, 2019).
4) Vitamin K : menadion, berfungsi di dalam proses sintesis
prothrombine yang diperlukan dalam pembekuan darah. Vitamin K
terdapat dalam konsentrasi tinggi di dalam ginjal. Paru-paru dan
sumsum tulang. Pada penyerapan vitamin K diperlukan garam
empedu dan lemak (Santoso, 2014).
11

Sumber vitamin K yaitu kuning telur, keju, sayuran daun warna


hijau, kacang buncis, kacang polong, kol dan brokoli
(Sulistyoningsih, 2015).
e. Mineral
Mineral merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang
sedikit. Mineral mempunyai fungsi :
1) Sebagai pembentuk berbagai jaringan tubuh, tulang, hormon, dan
enzim.
2) Sebagai zat pengatur
a) Berbagai proses metabolisme.
b) Keseimbangan cairan tubuh.
c) Proses pembekuan darah.
d) Kepekaan saraf dan untuk kontraksi otot.
Sumber mineral penting yang dibutuhkan balita antara lain
kalsium yang terdapat pada susu dan produk olahan, ikan, buah kering,
roti dan tepung, brokoli, kacang polong. Zat besi yang didapatkan dari
hati, daging merah, minyak ikan, kuning telur, buah kering, sereal
gandum, kacang polong, sayuran berdaun hijau dan cokelat. Zeng yang
didapatkan dari daging merah, telur, kacang-kacangan, bawang, ikan,
gandum. Fosfor didapatkan dari daging merah, ayam, ikan, telur, susu
dan kacang-kacangan. Magnesium diperoleh dari sayuran hijau, biji-
bijian, kacang-kacangan, daging merah, susu. Iodium didapatkan dari
makanan laut berupa ikan, udang, kerang-kerangan. Dan selenium
didapatkan dari makanan laut, hati, daging merah, ayam, biji-bijian dan
kacang-kacangan (Sulistyoningsih, 2015).
2.1.5 Angka Kecukupan Gizi
Angka Kecukupan Gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat
gizi yang diperlukan oleh tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir
semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan
aktivitas, untuk mencegah terjadinya defisiensi atau kekurangan gizi
12

ataupun kelebihan zat gizi. Angka kecukupan gizi pada balita dapat dilihat
pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan untuk Balita


Zat Gizi 1-3 tahun 4-6 tahun
Energi 1000 1550
Protein 25 39
Vitamin A 400 450
Vitamin D 5 5
Vitamin E 6 7
Vitamin K 15 20
Tiamin 0,5 0,8
Riboflavin 0,5 0,6
Niasin 6 8
Vitamin B12 0,9 1,2
Asam Folat 150 200
Piridoksin 0,5 0,6
Vitamin C 40 45
Kalsium 500 500
Zat Besi 7 8
Fosfor 400 400
Magnesium 60 80
Seng 8,2 9,7
Iodium 90 120
Selenium 17 20
Sumber : Wirakusumah, 2016
2.1.6 Peran Makanan Bagi Balita
Menurut Supariasa (2017) didalam makanan terdapat enam jenis
zat gizi, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Zat
gizi ini diperlukan bagi balita sebagai zat tenaga, zat pembangun, dan zat
pengatur.
a. Zat tenaga
13

Zat gizi yang menghasilkan tenaga atau energi adalah karbohidrat ,


lemak, dan protein. Bagi balita, tenaga diperlukan untuk melakukan
aktivitasnya serta pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu,
kebutuhan zat gizi sumber tenaga balita relatif lebih besar daripada
orang dewasa.
b. Zat Pembangun
Protein sebagai zat pembangun bukan hanya untuk pertumbuhan fisik
dan perkembangan organ-organ tubuh balita, tetapi juga menggantikan
jaringan yang aus atau rusak.
c. Zat pengatur
Zat pengatur berfungsi agar faal organ-organ dan jaringan tubuh
termasuk otak dapat berjalan seperti yang diharapkan.
Berikut ini zat yang berperan sebagai zat pengatur diantaranya :
1) Vitamin, baik yang larut air ( vitamin B kompleks dan vitamin C )
maupun yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K ).
2) Berbagai mineral, seperti kalsium, zat besi, iodium, dan flour.
3) Air, sebagai alat pengatur vital kehidupan sel-sel tubuh.
2.1.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi adalah produk pangan,
pembagian makanan atau pangan, akseptabilitas (daya terima), prasangka
buruk pada bahan makanan tertentu, pantangan pada makanan tertentu,
kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, keterbatasan ekonomi,
kebiasaan makan, selera makan, sanitasi makanan (penyiapan, penyajian,
penyimpanan) dan pengetahuan gizi (Krisno, 2014).
2.1.8 Faktor faktor yang mempengaruhi pemberian makan antara lain umur,
berat badan, diagnosis dari penyakit dan stadium (keadaan), keadaan mulut
sebagai alat penerima makanan, kebiasaan makanan, kesuakaan, dan
ketidaksukaan terhadap jenis makanan, jenis dan jumlah makanan yang
diberikandan kapan saat yang tepat pemberian makanan (Sibagariang,
2015).
14

2.1.9 Beberapa Hal Yang Mendorong Terjadinya Gangguan Gizi


Ada beberapa hal yang sering merupakan penyebab terjadinya
gangguan gizi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai
penyebab langsung gangguan gizi, khususnya gangguan gizi pada bayi dan
anak usia dibawah lima tahun (balita) adalah tidak sesuainya jumlah gizi
yang mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh mereka.
Berbagai faktor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya
gangguan gizi terutama pada anak balita antara lain sebagai berikut :
a. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang
sungguhpun berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang
dihidangkan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi
tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan
tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup).
Keadaan ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan
bagi kesehatan tubuh mempunyai sebab buruknya mutu gizi makanan
keluarga, khususnya makanan anak balita.
Menurut Santoso (2014) masalah gizi adalah karena kurang
pengetahuan dan keterampilan dibidang memasak menurunkan
komsumsi anak, keragaman bahan dan keragaman jenis masakan yang
mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan.
b. Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu
Banyak bahan makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi
tidak digunakan atau hanya digunakan secara terbatas akibat adanya
prasangka yang tidak baik terhadap bahan makanan itu. Penggunaan
bahan makanan itu dianggap dapat menurunkan harkat keluarga. Jenis
sayuran seperti genjer, daun turi, bahkan daun ubi kayu yang kaya akan
zat besi, vitamin A dan protein dibeberapa daerah masih dianggap
sebagai makanan yang dapat menurunkan harkat keluarga.
c. Adanya kebiasaan atau pantangan yang merugikan
15

Berbagai kebiasaan yang bertalian dengan pantang makan makanan


tertentu masih sering kita jumpai terutama di daerah pedesaan.
Larangan terhadap anak untuk makan telur, ikan, ataupun daging hanya
berdasarkan kebiasaan yang tidak ada datanya dan hanya diwarisi
secara dogmatis turun temurun, padahal anak itu sendiri sangat
memerlukan bahan makanan seperti itu guna keperluan pertumbuhan
tubuhnya.Kadang-kadang kepercayaan orang akan sesuatu makanan
anak kecil membuat anak sulit mendapat cukup protein. Beberapa orang
tua beranggap ikan, telur, ayam, dan jenis makanan protein lainnya
memberi pengaruh buruk untuk anak kecil. Anak yang terkena diare
malah dipuasakan (tidak diberi makanan). Cara pengobatan seperti ini
akan memperburuk gizi anak. (Harsono, 2018).
d. Kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau
disebut sebagai faddisme makanan akan mengakibatkan tubuh tidak
memperoleh semua zat gizi yang diperlukan.
e. Jarak kelahiran yang terlalu rapat
Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa banyak anak yang
menderita gangguan gizi oleh karena ibunya sedang hamil lagi atau
adiknya yang baru telah lahir, sehingga ibunya tidak dapat merawatnya
secara baik.
Anak yang dibawah usia 2 tahun masih sangat memerlukan perawatan
ibunya, baik perawatan makanan maupun perawatan kesehatan dan
kasih sayang, jika dalam masa 2 tahun itu ibu sudah hamil lagi, maka
bukan saja perhatian ibu terhadap anak akan menjadi berkurang.akan
tetapi air susu ibu (ASI) yang masih sangat dibutuhkan anak akan
berhenti keluar.
Anak yang belum dipersiapkan secara baik untuk menerima makanan
pengganti ASI, yang kadang-kadang mutu gizi makanan tersebut juga
sangat rendah, dengan penghentian pemberian ASI karena produksi ASI
berhenti, akan lebih cepat mendorong anak ke jurang malapetaka yang
16

menderita gizi buruk, yang apabila tidak segera diperbaiki maka akan
menyebabkan kematian. Karena alasan inilah dalam usaha
meningkatkan kesejahteraan keluarga, disamping memperbaiki gizi
juga perlu dilakukan usaha untuk mengatur jarak kelahiran dan
kehamilan.
f. Sosial Ekonomi
Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan
yang disajikan. Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan
turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari,
baik kualitas maupun jumlah makanan.
g. Penyakit infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau
makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori
yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Diare dan muntah dapat
menghalangi penyerapan makanan.Penyakit-penyakit umum yang
memperburuk keadaan gizi adalah diare, infeksi saluran pernapasan
atas, tuberculosis, campak, batuk rejan, malaria kronis, cacingan
(Harsono, 2018).
2.1.10 Akibat Gizi Tidak Seimbang
a. Kekurangan Energi dan Protein (KEP)
Berikut ini sebab-sebab kurangnya asupan energi dan protein.
1) Makanan yang tersedia kurang mengandung energi
2) Nafsu makan anak terganggu sehingga tidak mau makan
3) Gangguan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan sari
makanan dalam usus terganggu
4) Kebutuhan yang meningkat, misalnya karena penyakit infeksi yang
tidak diimbangi dengan asupan yang memadai.
Angka kejadian KEP di Indonesia berkisar 10 % dari
4.723.611 balita menurut laporan Depkes RI tahun 2003. Di Jawa
Tengah sendiri angka penderita KEP yang ada yaitu sebesar 12,75 %
dari 336.111 balita yang diukur menurut Dinkes Provinsi Jawa
17

Tengah tahun 2004. Di kota Semarang angka KEP yaitu 11,55 %


dari 6.671 balita menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Semarang
tahun 2004.
Kekurangan energi dan protein mengakibatkan pertumbuhan
dan perkembangan balita terganggu.Gangguan asupan gizi yang
bersifat akut menyebabkan anak kurus kering yang disebut dengan
wasting. Wasting, yaitu berat badan anak tidak sebanding dengan
tinggi badannya. Jika kekurangna ini bersifat menahun ( kronik),
artinya sedikit demi sedikit, tetapi dalam jangka waktu yang lama
maka akan terjadi kedaan stunting. Stunting, yaitu anak menjadi
pendek dan tinggi badan tidak sesuai dengan usianya walaupun
secara sekilas anak tidak kurus. Berdasarkan penampilan yang
ditunjukkan, KEP akut derajat berat dapat dibedakan menjadi tiga
bentuk.
a) Marasmus
Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga
wajahnya seperti orang tua.Bentuk ini dikarenakan kekurangan
energi yang dominan.
b) Kwashiorkor
Anak terlihat gemuk semu akibat edema, yaitu penumpukan
cairan di sela- sela sel dalam jaringan. Walaupun terlihat gemuk,
tetapi otot-otot tubuhnya mengalami pengurusan (wasting).
Edema dikarenakan kekurangan asupan protein secara akut
(mendadak), misalnya karena penyakit infeksi padahal cadangan
protein dalam tubuh sudah habis.
c) Marasmik-kwashiorkor
Bentuk ini merupakan kombinasi antara marasmus dan
kwashiorkor. Kejadian ini dikarenakan kebutuhan energi dan
protein yang meningkat tidak dapat terpenuhi dari asupannya.
18

b. Obesitas
Timbulnya Obesitas dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya faktor
keturunan dan lingkungan. Tentu saja, faktor utama adalah asupan
energi yang tidak sesuai dengan penggunaan. Obesitas sering ditemui
pada anak-anak sebagai berikut :
1) Anak yang setiap menangis sejak bayi diberi susu botol.
2) Bayi yang terlalu dini diperkenalkan dengan makanan padat.
3) Anak dari ibu yang terlalu takut anaknya kekurangan gizi.
4) Anak yang selalu mendapat hadiah cookie atau gula-gula jika ia
berbuat sesuai keinginan orang tua.
5) Anak yang malas untuk beraktivitas fisik.
2.1.11 Penyebab Balita Kurang Nafsu Makan
a. Faktor penyakit organis
b. Faktor gangguan psikologi
Anak akan kehilangan nafsu makan karena hal-hal sebagai berikut :
1) Air Susu Ibu yang diberikan terlalu sedikit sehingga bayi menjadi
frustasi dan menangis.
2) Anak terlalu dipaksa untuk menghabiskan makanan dalam
jumlah/takaran tertentu sehingga anak menjadi tertekan
3) Makanan yang disajikan tidak sesuai dengan yang
diinginkan/membosankan
4) Susu formula yang diberikan tidak disukai anak atau ukuran/dosis
yang diberikan tidak sesuai dengan sehingga susu yang diberikan
tidak dihabiskan
5) Suasana makan tidak menyenangkan/ anak tidak pernah makan
bersama kedua orang tuanya.
c. Faktor pengaturan makanan yang kurang baik
Berikut ini beberapa upaya untuk mengatasi anak sulit makan (faktor
organis, faktor psikologis, atau faktor pengaturan makanan)
1) Jika penyebabnya faktor organis, yang harus dilakukan adalah
dengan menyembuhkan penyakitnya melalui dokter.
19

2) Jika penyebabnya faktor psikologis, berikut beberapa hal yang dapat


dilakukan:
a) Makanan dibuat dengan resep masakan yang mudah dan praktis
sehingga dapat menggugah selera makan anak dan disajikan
semenarik mungkin.
b) Jangan memaksa anak untuk menghabiskan makanan, orangtua
harus sabar saat memberi makan anak.
c) Upayakan suasana makan menyenangkan, sebaiknya waktu
makan disesuaikan denga waktu makan keluarga karena anak
punya semangat untuk menghabiskan makanannya dengan makan
bersama keluarga (orangtua).
d) Pembicaraan yang kurang menyenangkan terhadap suatu jenis
makanan sebaiknya dihindari dan ditanamkan pada anak memilih
bahan /jenis makanan yang baik.
3) Jika penyebabnya adalah faktor pengaturan makanan maka dapat
dilakukan beberapa hal berikut ini.
a) Diusahakan waktu makan teratur dan makanan diberikan pada
saat anak benar-benar lapar dan haus.
b) Makanan selingan dapat diberikan asalkan makanan tersebut tidak
membuat anak menjadi kenyang agar anak tetap mau makan nasi.
c) Untuk membeli makanan jajanan sebagai makanan selingan,
sebaiknya didampingi oleh orang tuanya sehingga anak dapat
memilih makanan jajanan yang baik dari segi kandungan gizi
maupun kebersihannya.
d) Kuantitas dan kualitas makanan yang diberikan harus diatur
disesuaikan dengan kebutuhan/kecukupan gizinya sehingga anak
tidak menderita gizi kurang atau gizi lebih.
e) Bentuk dan jenis makanan yang diberikan harus disesuaikan
dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
20

2.1.12 Contoh Makanan yang baik dikonsumsi balita


a. Tahu Kukus
Bahannya antara lain :
1) Tahu 150 gram
2) Santan 1 sendok makan
3) Telur 1 butir
4) Bawang 1 siung dicincang
5) Tomat 3 iris
6) Bayam, iris 1 sendok makan
7) Garam sejumput
Cara membuatnya :
1) Tahu dihaluskan, telur dikocok, capmur keduanya, beri santan dan
bawang bombay serta garam. Aduk merata.
2) Cetak kedalam cetakan agar-agar tahan panas dengan hiasan tomat
dan bayam. Kukus selama 15 menit (Wirakusumah, 2012).

b. Bubur Manado
Bahannya antara lain :
1) Beras 250 gram cuci bersih, tiriskan
2) Air 1.500 ml
3) Jahe 1 cm, memarkan
4) Serai 2 batang, memarkan
5) Garam 2 sendok teh
6) Jagung manis 250 gram, pipil
7) Daun bayam 250 gram, siangi
8) Daun melinjo 50 gram, siangi
9) Daun kangkung 50 gram, siangi
10) Kacang panjang 75 gram, potong 4 cm
11) Ubi merah atau labu kuning (kabocha) 200 gram, kupas, potong 1 x
2 x 2cm
12) Daun kemangi 30 lembar
21

13) Ikan asin 50 gram, goreng (ikan tongkol 200 gram, bagi 4, goreng)
Cara membuatnya :
1) Didihkan air dalam panci, masukkan beras, serai dan jahe. Masak
hingga mendidih. Tambahkan garam dan masukkan jagung, aduk
rata.
2) Masak terus hingga matang, baru masukkan ubi/ labu kuning.
Kemudian daun melinjo dan kacang panjang. Masak hingga ubi
empuk baru masukkan bayam, kangkung,dan daun kemangi. Aduk
rata.
3) Masak lagi beberapa menit sampai sayuran matang tetapi tidak
lembek, angkat.
4) Hidangkan dengan pelengkap ikan asin goreng atau ikan tongkol
goreng.
2.1.13 Penilaian Status Gizi
a. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Antropometri gizi adalah berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri.
Indeks Antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi
adalah Berat Badan menurut umur (BB/U), Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U) atau Panjang Badan menurut Umur (PB/U) dan Berat
Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Supariasa, 2002). Di Indonesia
untuk peningkatan status gizi yang sering dilakukan adalah secara
antropometri. Salah satu indeks yang sering digunakan adalah
mengukur BB/U. Indeks ini menggambarkan status gizi seseorang saat
ini.
1) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-
perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang infeksi,
22

menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang


dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat
labil, oleh karena itu indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini, dengan pedoman yang dikenal star baku dalam
KMS (Kartu menju sehat) dimana:
a) Kelebihan Indeks BB/U yaitu lebih mudah dan lebih cepat
dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status
gizi saat akut dan kronis, sangat sensitif terhadap perubahan-
perubahan kecil, dapat mendeteksi kegemukan.
b) Kelemahan Indeks BB/U yaitu dapat mengakibatkan interpretasi
status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun ascites,
memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah
umur lima tahun, sering terjadi kesalahan dalam pengukuran,
seperti pengaruh pakaian atau gerakan pada anak saat
penimbangan, sering mengalami hambatan karena masalah sosial
budaya setempat. Dalam hal ini orang tua tidak mau
menimbangkan anaknya karena dianggap seperti barang
dagangan.
2) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skletal. Pada keadaan normal, tinggi badan
tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi
badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi
dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap
tinggi badan nampak dalam waktu yang relatif lama. Untuk balita
digunakan isitilah Panjang Badan menurut Umur (PB/U).
a) Keuntungan Indeks TB/U yaitu baik untuk menilai status gizi
masa lampau, ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan
mudah dibawa.
b) Kelemahan Indeks TB/U yaitu tinggi Badan tidak cepat naik,
bahkan tidak mungkin menurun, pengukuran relatif sulit
23

dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan 2


orang untuk melaksanakannya, ketepatan umur sulit untuk
diperoleh.
3) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah
dengan pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu. Indeks
BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat
ini (Arisman, 2004).
Untuk menilai status gizi seseorang atau masyarakat
digunakan Daftar Baku Antropometri. Saat ini dikenal dua baku
antropometri untuk menilai status gisi yaitu Baku Harvard dan Baku
WHO-NCHS (World Health Organization-National Center for
Health and Statistic). Salah satu sasaran yang dianjurkan pada
Semiloka Antropometri di Cilito Februari 1991 adalah penggunaan
secara seragam di Indonesia baku rujukan pertumbuhan perorangan
maupun masyarakat. Penilaian status gizi berdasarkan BB/U dan
PB/U dapat dihitung dengan menggunakan Z-score atau standart
deviasi (SD). Penilaian status gizi berdasarkan Panjang Badan
terhadap Umur (PB/U) menurut klasifikasi WHO yang dikutip
Supariasa (2002), dibagi menjadi tiga kategori anatara lain : Tinggi
Normal dan Pendek.

2.2 Konsep Pengertahuan


2.2.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses
sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
perilaku (Sunaryo, 2016). Sedangkan, menurut Notoatmodjo (2014),
pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
24

melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi


melalui pancaindra manusia yakni indra pengelihatan, pendengaran,
penghidu, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui indra mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behaviour).
2.3.2 Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan menurut Sunaryo tahun 2016, dibedakan
menjadi enam yakni:
1) Tahu, merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu
artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya.
2) Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan
menginterpretasikan dengan benar objek yang diketahui.
3) Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan
hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.
4) Analisis, adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam
bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih dalam suatu struktur objek
tersebut dan masih terkait satu sama lain..
5) Sintesis, adalah kemampuan untuk menghubungkan bagianbagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, atau kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada.
6) Evaluasi, adalah kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadapsuatu objek

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Menurut Notoatmodjo, (2014) faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan adalah:
1) Faktor Internal
a) Pendidikan
25

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang


terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita
tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-
hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup.
b) Perkerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun
secara tidak langsung
c) Umur
Bertambahnya umur seseorang, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih
dewasa lebih dipercaya dari orang yang belum tinggi
kedewasaannya. Ini ditentukan dari pengalaman dan
kematangan jiwa.
2) Faktor Eksternal
a) Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar
manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok
b) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi
26

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi prilaku:


1. Faktor-faktor predisposisi
(predisposing factors)
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Kepercayaan
d. Keyakinan Pemenuhan Gizi pada balita
e. Nilai-nilai, dan
sebagainya
2. Faktor-faktor pendukung
(enabling factor) Gizi Pada Anak Balita
a. Lingkungan fisik a. Karbohidrat
b. Tersedia atau tidak b. Protein
tersedianya fasilitas- c. Lemak
fasilitas atau sarana-sarana d. Vitamin
kesehatan. e. Mineral
3. Faktor-faktor pendorong (Sulistyoningsih,
(reinforcing factors) 2015).
a. Sikap
b. Prilaku petugas kesehatan
atau petugas lain.
(Notoatmodjo, 2014)

Sumber: (Notoatmodjo, 2014) & (Soetjiningsih, 2015)

Anda mungkin juga menyukai