ABSTRAK
Rinitis alergi adalah penyakit hipersensitifitas yang diperantarai Imunoglobulin-E (IgE) yang
ditandai dengan beberapa gejala hidung, seperti bersin-bersin, hidung gatal, hidung berair dan
hidung buntu. Anamnesis yang cermat dan pemeriksaan THT disertai tes diagnostik yang sesuai,
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Pilihan tes diagnostik yang paling sering
dipergunakan adalah uji kulit cukit, serum total IgE, serum spesifik IgE, apusan dari sekret hidung,
kerokan epitel hidung, dan tes pacuan hidung yang lebih sering digunakan untuk keperluan
penelitian.
230
Tarumanagara Med. J. 1, 1, 230-236, Oktober 2018
231
Tarumanagara Medical Journal
Vol. 1, No. 1, 230-236, Oktober 2018
alergi sejak tahun 1960-an oleh Charles ini sangat jarang terjadi, seluruh prosedur
Harrison Blackley. Von Pirquet tes kulit ini harus dilakukan dengan tetap
menggunakan tes gores (scratch test) menyediakan perlengkapan kegawat-
dengan tuberkulin (1907) untuk daruratan sesegera mungkin, seperti
mendeteksi penyakit yang berhubungan injeksi adrenalin.8
dengan sistem imun.9 Tes kulit ini
Serum total IgE
berguna untuk mendiagnosis penyakit
Pengukuran serum total IgE ini dapat
alergi yang spesifik, mempermudah
dilakukan dengan metode Radio
deteksi alergen inhalan, ataupun
Immunosorbent Test (RIST).10 Individu
sensitivitas terhadap makanan, antibiotik
normal didapatkan level IgE meningkat
dan hymenoptera. Test kulit ini dapat
mulai dari lahir (0-1 kU/l) hingga dewasa
memberikan berbagai keuntungan, seperti
dan menurun secara perlahan hingga
teknik yang sederhana, pengerjaan yang
menetap pada usia 20-30tahun. Jumlah
cepat, biaya yang lebih rendah dan
total IgE serum 100-150kU/l merupakan
sensitivitas yang tinggi.8, 9
kadar IgE yang meningkat dan dapat
Setetes ekstrak dari masing-masing
merupakan hasil dari suatu proses alergi.
alergen (misalnya, debu rumah, tungau 11
Meskipun demikian, pengukuran serum
debu rumah, bulu anjing, dan sebagainya)
total IgE ini tidaklah membantu dalam
ditempatkan pada bagian volar lengan
membantu menegakkan diagnosis alergi,
bawah dan dicukit dengan menggunakan
karena 50 persen pasien dengan atopi
lancet yang berbeda. Kontrol positif
mempunyai kadar IgE yang normal.8
(histamin) dan kontrol negatif (saline)
juga diteteskan dengan menggunakan Serum spesifik IgE
lancet yang berbeda. Respons kulit yang Tes serum spesifik IgE dilakukan dengan
diperantarai IgE terhadap antigen secara metode Radio allegro sorbent Test
“wheal and flare” yang dapat dilihat (antigen) dapat berikatan secara kimia
dalam 15-30 menit setelah antigen yang dengan benda padat, seperti plastik, kertas
dicurigai disajikan pada kulit.8, 9 selulosa, atau tabung reaksi. Ketika serum
Reaksi yang berdiameter lebih dari 2 mm pasien ditambahkan pada tabung reaksi,
dari kontrol negatif pada individu berusia maka IgE yang spesifik terhadap alergen
5 tahun dan lebih dari 3 mm pada individu tersebut akan mengikat alergen, dan IgE
Meskipun reaksi sistemik pada tes kulit akan tercuci. Anti-IgE yang telah dilabel
232
Tarumanagara Med. J. 1, 1, 230-236, Oktober 2018
dengan radioaktif ditambahkan dan akan • Jika sel yang dominan adalah PMN,
berikatan dengan IgE pasien yang telah menunjukkan suatu infeksi,
berikatan tadi dan anti-IgE yang berlebih • Jika spesimen aseluler tanpa dominan
akan tercuci. dominan eosinofil atau PMN,
menunjukkan suatu rinitis vasomotor.
Apusan dari sekret hidung (nasal
smear) Kerokan epitel hidung (nasal scraping)
Pemeriksaan apusan hidung ini berguna Pemeriksaan kerokan epitel hidung
untuk membedakan rinitis alergi dengan dilakukan untuk mengevaluasi epitel
rinitis non alergi seperti pada non-allergic hidung. Pemeriksaan dilakukan dengan
rhinitis with eosinophilia syndrome cara menekan secara lembut permukaan
(NARES). Pada pemeriksaan apusan dari mukosa konka inferior hidung
sekret hidung, pasien diinstruksikan menggunakan kuret plastik sekali pakai
untuk menghembuskan hidungnya pada dan menggerakkannya ke arah luar dari
suatu lembaran kertas lilin sehingga kavum nasi. Hal ini dilakukan tanpa
sekret yang keluar dari hidung akan menyentuhkan kuret ke daerah
menempel ke kertas dan kertas tersebut vestibulum nasi untuk mencegah
selanjutnya diapuskan ke object glass. kontaminasi. Sampel dipindahkan ke
Cara lain untuk melakukan tes apusan dari object glass, dilakukan pengecatan
sekret hidung adalah dengan Giemsa atau Hansel dan selanjutnya
menempatkan suatu aplikator pada diperiksa secara mikroskopis. Epitel
kavum nasi dan dibiarkan di kavum nasi normal pada hidung terdiri dari berbagai
selama 2-3 menit. Sekret yang terdapat epitel seperti epitel kolumnar bersilia,
pada aplikator selanjutnya diapuskan epitel kolumnar tanpa silia, sel goblet, dan
pada object glass. Sediaan tersebut tidak mengandung eosinofil serta sel-sel
dilakukan pengecatan Hansel untuk metakromatik (basofil atau sel mast).15
diperiksa secara mikroskopis.15 Hasil nasal scraping disajikan dalam
Morfologi sel yang diperiksa pada apusan suatu nasal cytograms dengan grading
dari sekret hidung adalah hitung eosinofil sesuai analisis kuantitatif dan analisis
dan sel polimorfonuklear (PMN), dengan kualitataif seperti Tabel 1 dan Tabel 2.
15
interpretasinya sebagai berikutnya:
• Jika 10% dari seluruh jumlah sel
adalah eosinofil menunjukkan suatu
rinitis alergi,
233
Tarumanagara Medical Journal
Vol. 1, No. 1, 230-236, Oktober 2018
Rinitis alergi dapat dicurigai ada bila dilakukan untuk tujuan penelitian dan
terjadi peningkatan jumlah eosinofil pada tidak dalam klinik rutin.8,16,17 Secara
epitel hidung (berada pada grade 1+ umum, indikasi dan kontraindikasi tes
pada analisa kualitatif dan analisa pacuan hidung dapat dilihat pada tabel 3.
kuantitatif) dan jumlah sel goblet >50% Skor gejala klinis dan fungsi hidung basal
15
(grade 3+ pada analisa kuantitatif). dievaluasi setelah pasien beradaptasi pada
suhu kamar di tempat dilakukan tes
Tes pacuan hidung (nasal provocation selama 30menit. Tes pacuan hidung
test) dikerjakan pada pagi hari. Tes dimulai
Tes pacuan hidung dikerjakan untuk dengan pemberian larutan fosfat buffer
mengevaluasi sensitivitas mukosa hidung saline dengan 0.4% fenol, Ringer’s
terhadap alergen meskipun nilai solution, atau larutan garam fisiologis
diagnostik untuk alergi masih menjadi pada satu atau kedua lubang hidung
16,17
kontroversi. Tes pacuan hidung dengan menggunakan alat penyemprot
mempunyai beberapa kerugian, seperti berbentuk spray. Selama 15 menit
membutuhkan waktu yang lebih banyak, kemudian jumlah bersin yang terjadi
dan meningkatkan risiko reaksi dihitung, sekret hidung yang ada
anafilaksis sistemik. Selain itu, tes pacuan dikumpulkan, dan rasa gatal hidung,
hidung lebih sulit untuk dilakukan karena rinorea serta hidung buntu yang terjadi,
membutuhkan fasilitas laboratorium yang dinilai. 16, 17
lebih lengkap. Berdasarkan keadaan
tersebut, secara umum tes ini hanya
234
Tarumanagara Med. J. 1, 1, 230-236, Oktober 2018
Jika tidak ada gejala klinis yang timbul diberikan dapat dinaikkan 3 kali lipat dan
atau tidak ada perubahan yang signifikan kembali ditunggu selama 15 menit,
dari pengukuran fungsi hidung basal, demikian seterusnya. Tes provokasi
maka alergen dapat disemprotkan ke hidung ini dihentikan bila respons positif
dalam hidung dan dibiarkan selama sudah timbul.16,17 Respon positif yang
15menit. Selama penyemprotan allergen, sebenarnya terjadi pada konsentrasi
pasien harus menahan nafas selama alergen yang menyebabkan sedikitnya
penyemprotan alergen ini. Jika tidak ada muncul 2 dari 3 kriteria, yaitu 5 kali
respon yang terjadi selama waktu 15menit bersin, rinorea dan penurunan fungsi
tersebut, maka konsentrasi alergen yang hidung basal 50%.16, 17
Indikasi Kontraindikasi
DAFTAR PUSTAKA
235
Tarumanagara Medical Journal
Vol. 1, No. 1, 230-236, Oktober 2018
1. Durham SR. Mechanism and treatment of 9. Miller MD et al. Allergy Skin Tests:
allergic rhinitis, in: Kerr AG, editor. Scott- Methodology and Comparisons. In: Settipane
Brown’s Otolaryngology, 6 thed. Vol. 4. GA. Rhinitis, 2nd ed, Oceanside Pulication,
Butterworth - Heinemann, 1997; 4:1-5 Rhode Island, 1991; 283-8
2. Naclerio RM, Yilmaz AS. Allergic Rhinitis, 10. Baratawidjaja KG. Antigen dan Antibodi.
in: Snow, Wackym, ed. Ballenger’s Dalam: Baratawidjaja KG. Imunologi Dasar,
Otorhinolaryngology 17, BC Decker inc, edisi ke-5, FK UI, Jakarta, 2002; 35
New York, 2009; 531-50
11. Murphy K. The Immunologist’s Toolbox. In:
3. Madiadipoera T. Diagnosis Rinitis Alergi, Janeway’s Immubiology, 8th ed. Garland
dalam Kumpulan Naskah Ilmiah Pertemuan Science, New York, 2012; 723-5
Ilmiah Tahunan PERHATI, Batu-Malang,
12. Abbas AK, Lichtman AH. Laboratory
1996 Techniques Commonly Used in Immunology.
4. Boyd EL. Patient History, in: Krause JH et al, In: Cellular and Molecular Immunobiology
ed. Allergy and immunology an Otolaryngic Updated Edition, 5th ed, Elsevier Saunders,
approach. Lippincott Williams&Wilkins, Philadelphia, 2005; 522-4
Philadelphia, 2002; 81-5
13. Krouse JH. Immunology and Allergy. In: Lee
5. Sumarman I. Patofisiologi dan Prosedur KJ, Essential Otolaryngology Head and Neck
Diagnostik Rinitis Alergi. Disampaikan pada Surgery, 11th ed, McGraw-Hill Company,
Simposium “Current and Future Approach in USA, 2016; 1022-9
the Treatment of Allergic Rhinitis”, Jakarta,
14. Terr AI. The Atopic Diseases. In: Parslow GT
2001 et al. Medical Immunology, 10th ed, Lange
6. Mabry RL. Alergic Rhinosinusitis, in: Bailey Medical Books/McGraw-Hill, USA, 2001;
BJ. Head and Neck Surgery Otolaryngology, 356
vol. I. JB Lippincott Company, Philadelphia,
15. Jalowayski AA. Examination of nasal
2003; 290-3
specimens. In: Adelman DC et al. Manual of
7. Dykewicz MS. Rhinitis, Nasal Polyps, Allergy and Immunology, 4th ed, Lippincott
Sinusitis and Otitis Media. In: Adelman DC Williams & Wilkins, Philadelphia, 2002; 487-
et al. Manual of Allergy and Immunology, 4th 8
ed, Lippincott Williams & Wilkins, 16. Okuda M. Nasal Provocation Testing. In:
Philadelphia, 2002; 56 – 8 Settipane GA. Rhinitis, 2nd ed. Oceanside
8. Scadding G, Durham S. Allergic Rhinitis. In: Publication, Rhode Island, 1991; 325-34
Gleeson M et al. Scott-Brown’s
17. Lytvyakova LI. Nasal Provocation Testing: a
Otorhinolaryngology Head and Neck
review. In: Annals of Allergy, Asthma and
Surgery, Edward Arnold (Publishers) Ltd,
Immunology: 86, 4, April 2001; 355-7
London, 2008; 1386-95
236