Anda di halaman 1dari 7

Tarumanagara Medical Journal

Vol. 1, No. 1, 230-236, Oktober 2018

Peran anamnesis dan tes alergi yang cermat dalam


menentukan diagnosis Rinitis Alergi
Mira Amaliah
Bagian Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia
Email: miraa@fk.untar.ac.id

ABSTRAK
Rinitis alergi adalah penyakit hipersensitifitas yang diperantarai Imunoglobulin-E (IgE) yang
ditandai dengan beberapa gejala hidung, seperti bersin-bersin, hidung gatal, hidung berair dan
hidung buntu. Anamnesis yang cermat dan pemeriksaan THT disertai tes diagnostik yang sesuai,
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Pilihan tes diagnostik yang paling sering
dipergunakan adalah uji kulit cukit, serum total IgE, serum spesifik IgE, apusan dari sekret hidung,
kerokan epitel hidung, dan tes pacuan hidung yang lebih sering digunakan untuk keperluan
penelitian.

Kata kunci: Rinitis alergi, diagnosis, tes diagnostik

PENDAHULUAN di Norwegia adalah 16,5% dan angka ini


meningkat pada tahun 1995 menjadi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit
24,7% dan menjadi 29,6% pada tahun
hipersensitifitas yang diperantarai
2000. 2 Data penelitian prevalensi rhinitis
imunoglobulin-E (IgE), reaksi tipe I Gell
alergi di Indonesia hingga saat ini belum
and Comb, dengan membran mukosa
didapatkan secara menyeluruh.
hidung sebagai organ sasaran. Gejala
Rinitis alergi memengaruhi kualitas hidup
klinis rhinitis alergi ditandai dengan
penderitanya dan sering dihubungkan
bersin-bersin, rasa gatal pada hidung,
dengan asma, disfungsi tuba Eustachius,
adanya sekret hidung yang encer dan
sinusitis dan konjungtivitis.2 Penyakit ini
sensasi hidung buntu.1,2 Rinitis alergi
didiagnosis tidak hanya dari anamnesis
merupakan penyakit alergi yang paling
adanya riwayat alergi, tetapi juga
banyak diderita, didapatkan lebih dari 20
memerlukan beberapa tes khusus dapat
persen populasi dunia diperkirakan
menegakkan diagnosis rinitis alergi
menderita penyakit rinitis alergi yang
secara akurat.2,3 Artikel ini akan
diperantarai oleh IgE.2 Penelitian di
menguraikan anamnesis dan berbagai tes
Norwegia menunjukkan bahwa terdapat
alegi dalam upaya penegakkan diagnosis
peningkatan kejadian rinitis alergi dalam
kasus rinitis alergi.
30 tahun terakhir. Pada tahun 1985,
prevalensi rinitis alergi pada anak sekolah

230
Tarumanagara Med. J. 1, 1, 230-236, Oktober 2018

DIAGNOSIS RINITIS ALERGI Rasa gatal pada membran mukosa hidung


Diagnosis rhinitis alergi perlu dilakukan menyebabkan pasien secara tidak sengaja
dengan anamnesis, pemeriksaan pendu- meringis disertai dengan gerakan yang
kung berbagai tes alergi yang tepat agar berulang-ulang menggosok puncak
dapat ditetapkan diagnosisnya dengan hidung dengan tangan (“allergic salute”)
cermat. sehingga menghasilkan suatu lipatan
melintang pada puncak hidung yang dapat
Anamnesis dan pemeriksaan THT
dilihat.2, 6 Pada Rinitis alergi dapat terjadi
umum
kongesti jaringan infraorbital yang
Anamnesis merupakan cara diagnostik
menyebabkan terjadinya suatu “allergic
yang sangat bermanfaat untuk
shiners” dan menghitam di sekitar mata.
menegakkan diagnosis dan penatalaksaan
Pasien rinitis alergi terkadang disertai
pasien dengan alergi.4 Diagnosis
hidung buntu (tersumbat/ mampet) yang
ditegakkan berdasarkan keluhan utama
akan menyebabkan pasien bernafas
pasien, riwayat penyakit saat ini, riwayat
melalui mulut sehingga tampak seperti
penyakit terdahulu, riwayat keluarga dan
“adenoid facies”.2.6 Pada pemeriksaan
sosial. Anamnesis bertujuan untuk
rinoskopi anterior dengan menggunakan
menegakkan keluhan pasien yang
spekulum hidung dan lampu kepala,
berkaitan dengan penyakit alergi dan
mukosa hidung akan tampak pucat, konka
menentukan alergen spesifik yang
inferior dan media edema, disertai dengan
berkontribusi terhadap keluhan pasien.4
sekret yang encer dan jernih.2, 6-8
Secara umum, gejala penderita rinitis
alergi adalah sering bersin-bersin disertai Tes alergi
hidung gatal, keluar sekret hidung yang Diagnosis rinitis alergi selain dengan
encer (watery rhinorrhoea) dari anterior, anamnesis yang cermat perlu didukung
dan terkadang dapat disertai hidung buntu dengan tes alergi yang tepat. Berbagai tes
(tersumbat/mampet). Gejala ini membu- alergi diuraikan pada bab ini meliputi Tes
ruk pada waktu pagi hari dan membaik kulit cukit, Serum total IgE, Serum
menjelang malam hari. Keseluruhan spesifik IgE, Apusan dari sekret hidung,
gejala ini juga dapat berhubungan dengan Kerokan epitel hidung, dan Tes pacuan
adanya konjungtivitis.5 Tanda-tanda hidung.
rinitis alergi dapat disertai dengan suatu
Tes kulit cukit (skin prick test)
stigmata alergi yang dapat dijumpai
Tes kulit cukit telah digunakan sebagai
selama pemeriksaan kepala dan leher.
alat diagnostik pada penyakit-penyakit

231
Tarumanagara Medical Journal
Vol. 1, No. 1, 230-236, Oktober 2018

alergi sejak tahun 1960-an oleh Charles ini sangat jarang terjadi, seluruh prosedur
Harrison Blackley. Von Pirquet tes kulit ini harus dilakukan dengan tetap
menggunakan tes gores (scratch test) menyediakan perlengkapan kegawat-
dengan tuberkulin (1907) untuk daruratan sesegera mungkin, seperti
mendeteksi penyakit yang berhubungan injeksi adrenalin.8
dengan sistem imun.9 Tes kulit ini
Serum total IgE
berguna untuk mendiagnosis penyakit
Pengukuran serum total IgE ini dapat
alergi yang spesifik, mempermudah
dilakukan dengan metode Radio
deteksi alergen inhalan, ataupun
Immunosorbent Test (RIST).10 Individu
sensitivitas terhadap makanan, antibiotik
normal didapatkan level IgE meningkat
dan hymenoptera. Test kulit ini dapat
mulai dari lahir (0-1 kU/l) hingga dewasa
memberikan berbagai keuntungan, seperti
dan menurun secara perlahan hingga
teknik yang sederhana, pengerjaan yang
menetap pada usia 20-30tahun. Jumlah
cepat, biaya yang lebih rendah dan
total IgE serum 100-150kU/l merupakan
sensitivitas yang tinggi.8, 9
kadar IgE yang meningkat dan dapat
Setetes ekstrak dari masing-masing
merupakan hasil dari suatu proses alergi.
alergen (misalnya, debu rumah, tungau 11
Meskipun demikian, pengukuran serum
debu rumah, bulu anjing, dan sebagainya)
total IgE ini tidaklah membantu dalam
ditempatkan pada bagian volar lengan
membantu menegakkan diagnosis alergi,
bawah dan dicukit dengan menggunakan
karena 50 persen pasien dengan atopi
lancet yang berbeda. Kontrol positif
mempunyai kadar IgE yang normal.8
(histamin) dan kontrol negatif (saline)
juga diteteskan dengan menggunakan Serum spesifik IgE

lancet yang berbeda. Respons kulit yang Tes serum spesifik IgE dilakukan dengan

diperantarai IgE terhadap antigen secara metode Radio allegro sorbent Test

klinis tampak sebagai respons klasik (RAST).8,9,11-13 Pada RAST, alergen

“wheal and flare” yang dapat dilihat (antigen) dapat berikatan secara kimia

dalam 15-30 menit setelah antigen yang dengan benda padat, seperti plastik, kertas

dicurigai disajikan pada kulit.8, 9 selulosa, atau tabung reaksi. Ketika serum

Reaksi yang berdiameter lebih dari 2 mm pasien ditambahkan pada tabung reaksi,

dari kontrol negatif pada individu berusia maka IgE yang spesifik terhadap alergen

5 tahun dan lebih dari 3 mm pada individu tersebut akan mengikat alergen, dan IgE

yang lebih tua dikatakan positif.8 nonspesifik yang berlebih selanjutnya

Meskipun reaksi sistemik pada tes kulit akan tercuci. Anti-IgE yang telah dilabel

232
Tarumanagara Med. J. 1, 1, 230-236, Oktober 2018

dengan radioaktif ditambahkan dan akan • Jika sel yang dominan adalah PMN,
berikatan dengan IgE pasien yang telah menunjukkan suatu infeksi,
berikatan tadi dan anti-IgE yang berlebih • Jika spesimen aseluler tanpa dominan
akan tercuci. dominan eosinofil atau PMN,
menunjukkan suatu rinitis vasomotor.
Apusan dari sekret hidung (nasal
smear) Kerokan epitel hidung (nasal scraping)
Pemeriksaan apusan hidung ini berguna Pemeriksaan kerokan epitel hidung
untuk membedakan rinitis alergi dengan dilakukan untuk mengevaluasi epitel
rinitis non alergi seperti pada non-allergic hidung. Pemeriksaan dilakukan dengan
rhinitis with eosinophilia syndrome cara menekan secara lembut permukaan
(NARES). Pada pemeriksaan apusan dari mukosa konka inferior hidung
sekret hidung, pasien diinstruksikan menggunakan kuret plastik sekali pakai
untuk menghembuskan hidungnya pada dan menggerakkannya ke arah luar dari
suatu lembaran kertas lilin sehingga kavum nasi. Hal ini dilakukan tanpa
sekret yang keluar dari hidung akan menyentuhkan kuret ke daerah
menempel ke kertas dan kertas tersebut vestibulum nasi untuk mencegah
selanjutnya diapuskan ke object glass. kontaminasi. Sampel dipindahkan ke
Cara lain untuk melakukan tes apusan dari object glass, dilakukan pengecatan
sekret hidung adalah dengan Giemsa atau Hansel dan selanjutnya
menempatkan suatu aplikator pada diperiksa secara mikroskopis. Epitel
kavum nasi dan dibiarkan di kavum nasi normal pada hidung terdiri dari berbagai
selama 2-3 menit. Sekret yang terdapat epitel seperti epitel kolumnar bersilia,
pada aplikator selanjutnya diapuskan epitel kolumnar tanpa silia, sel goblet, dan
pada object glass. Sediaan tersebut tidak mengandung eosinofil serta sel-sel
dilakukan pengecatan Hansel untuk metakromatik (basofil atau sel mast).15
diperiksa secara mikroskopis.15 Hasil nasal scraping disajikan dalam
Morfologi sel yang diperiksa pada apusan suatu nasal cytograms dengan grading
dari sekret hidung adalah hitung eosinofil sesuai analisis kuantitatif dan analisis
dan sel polimorfonuklear (PMN), dengan kualitataif seperti Tabel 1 dan Tabel 2.
15
interpretasinya sebagai berikutnya:
• Jika 10% dari seluruh jumlah sel
adalah eosinofil menunjukkan suatu
rinitis alergi,

233
Tarumanagara Medical Journal
Vol. 1, No. 1, 230-236, Oktober 2018

Tabel 1. Analisa kuantitatif (rata-rata jumlah sel/10 lapangan pandang besar)15

Eosinofil, netrofil Sel metakromatik


Grade Sel goblet (%)
(x1000) (basofil/sel mast) (x1000)
0 0 – 1.0 0 – 0.3 0
1+ 1.1 – 5.0 0.4 – 1.0 1 – 24
2+ 6.0 – 15.0 1.1 – 3.0 25 - 49
3+ 16.0 – 20.0 3.1 – 6.0 50 - 74
4+ > 20.0 >6.0 75 - 100

Tabel 2. Analisa kualitatif (jumlah sel berdasarkan analisa kuantitatif)15


Grade Eosinofil, netrofil, sel metakromatik
0 No cells seen
1+ Few cells seen
2+ Moderate number of cells seen
3+ Many cells seen
4+ Large number of cells seen

Rinitis alergi dapat dicurigai ada bila dilakukan untuk tujuan penelitian dan
terjadi peningkatan jumlah eosinofil pada tidak dalam klinik rutin.8,16,17 Secara
epitel hidung (berada pada grade  1+ umum, indikasi dan kontraindikasi tes
pada analisa kualitatif dan analisa pacuan hidung dapat dilihat pada tabel 3.
kuantitatif) dan jumlah sel goblet >50% Skor gejala klinis dan fungsi hidung basal
15
(grade 3+ pada analisa kuantitatif). dievaluasi setelah pasien beradaptasi pada
suhu kamar di tempat dilakukan tes
Tes pacuan hidung (nasal provocation selama 30menit. Tes pacuan hidung
test) dikerjakan pada pagi hari. Tes dimulai
Tes pacuan hidung dikerjakan untuk dengan pemberian larutan fosfat buffer
mengevaluasi sensitivitas mukosa hidung saline dengan 0.4% fenol, Ringer’s
terhadap alergen meskipun nilai solution, atau larutan garam fisiologis
diagnostik untuk alergi masih menjadi pada satu atau kedua lubang hidung
16,17
kontroversi. Tes pacuan hidung dengan menggunakan alat penyemprot
mempunyai beberapa kerugian, seperti berbentuk spray. Selama 15 menit
membutuhkan waktu yang lebih banyak, kemudian jumlah bersin yang terjadi
dan meningkatkan risiko reaksi dihitung, sekret hidung yang ada
anafilaksis sistemik. Selain itu, tes pacuan dikumpulkan, dan rasa gatal hidung,
hidung lebih sulit untuk dilakukan karena rinorea serta hidung buntu yang terjadi,
membutuhkan fasilitas laboratorium yang dinilai. 16, 17
lebih lengkap. Berdasarkan keadaan
tersebut, secara umum tes ini hanya

234
Tarumanagara Med. J. 1, 1, 230-236, Oktober 2018

Jika tidak ada gejala klinis yang timbul diberikan dapat dinaikkan 3 kali lipat dan
atau tidak ada perubahan yang signifikan kembali ditunggu selama 15 menit,
dari pengukuran fungsi hidung basal, demikian seterusnya. Tes provokasi
maka alergen dapat disemprotkan ke hidung ini dihentikan bila respons positif
dalam hidung dan dibiarkan selama sudah timbul.16,17 Respon positif yang
15menit. Selama penyemprotan allergen, sebenarnya terjadi pada konsentrasi
pasien harus menahan nafas selama alergen yang menyebabkan sedikitnya
penyemprotan alergen ini. Jika tidak ada muncul 2 dari 3 kriteria, yaitu 5 kali
respon yang terjadi selama waktu 15menit bersin, rinorea dan penurunan fungsi
tersebut, maka konsentrasi alergen yang hidung basal 50%.16, 17

Tabel 3. Indikasi dan kontraindikasi tes pacuan hidung 8, 16, 17

Indikasi Kontraindikasi

• Mengidentifikasi alergen yang spesifik pada • Peradangan mukosa hidung akut


target organ (hidung) • Riwayat terjadi reaksi anafilaksis, status
• Mengkonfirmasi reaktifitas hidung sebelum asmatikus, atau spasme bronkus yang berat,
dilakukan imunoterapi (sebagai kontrol dalam pada satu periode akut/eksaserbasi dari
imunoterapi) penyakit alergi pasien
• Mengkonfirmasi kondisi alergi pada pasien • Periode akut atau suatu eksaserbasi dari
asma penyakit alergi
• Mengkonfirmasi relevansi klinis alergen • Pasien dengan periode akut suatu asma,
spesifik pada pasien dengan hasil tes alergi penyakit obstruksi bronkus, penyakit
lainnya kardiopulmonal dengan kapasitas paru terbatas
• Penelitian (riset) • Kehamilan

KESIMPULAN Diagnosis rinitis alergi ditegakkan


melalui anamnesis yang cermat terhadap
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit
riwayat alergi dan pemeriksaan THT
hipersensitifitas yang diperantarai IgE
umum disertai dengan tes alergi (tes kulit,
(tipe I Gell & Comb) dengan membran
serum total IgE, serum spesifik IgE),
mukosa hidung sebagai organ sasaran
yang ditandai dengan gejala bersin- pemeriksaan apusan sekret hidung,
bersin, rasa gatal pada hidung, adanya kerokan epitel hidung atau tes pacuan
sekret hidung yang encer dan sensasi hidung yang umumnya hanya dilakukan
hidung buntu. untuk kepentingan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
235
Tarumanagara Medical Journal
Vol. 1, No. 1, 230-236, Oktober 2018

1. Durham SR. Mechanism and treatment of 9. Miller MD et al. Allergy Skin Tests:
allergic rhinitis, in: Kerr AG, editor. Scott- Methodology and Comparisons. In: Settipane
Brown’s Otolaryngology, 6 thed. Vol. 4. GA. Rhinitis, 2nd ed, Oceanside Pulication,
Butterworth - Heinemann, 1997; 4:1-5 Rhode Island, 1991; 283-8
2. Naclerio RM, Yilmaz AS. Allergic Rhinitis, 10. Baratawidjaja KG. Antigen dan Antibodi.
in: Snow, Wackym, ed. Ballenger’s Dalam: Baratawidjaja KG. Imunologi Dasar,
Otorhinolaryngology 17, BC Decker inc, edisi ke-5, FK UI, Jakarta, 2002; 35
New York, 2009; 531-50
11. Murphy K. The Immunologist’s Toolbox. In:
3. Madiadipoera T. Diagnosis Rinitis Alergi, Janeway’s Immubiology, 8th ed. Garland
dalam Kumpulan Naskah Ilmiah Pertemuan Science, New York, 2012; 723-5
Ilmiah Tahunan PERHATI, Batu-Malang,
12. Abbas AK, Lichtman AH. Laboratory
1996 Techniques Commonly Used in Immunology.
4. Boyd EL. Patient History, in: Krause JH et al, In: Cellular and Molecular Immunobiology
ed. Allergy and immunology an Otolaryngic Updated Edition, 5th ed, Elsevier Saunders,
approach. Lippincott Williams&Wilkins, Philadelphia, 2005; 522-4
Philadelphia, 2002; 81-5
13. Krouse JH. Immunology and Allergy. In: Lee
5. Sumarman I. Patofisiologi dan Prosedur KJ, Essential Otolaryngology Head and Neck
Diagnostik Rinitis Alergi. Disampaikan pada Surgery, 11th ed, McGraw-Hill Company,
Simposium “Current and Future Approach in USA, 2016; 1022-9
the Treatment of Allergic Rhinitis”, Jakarta,
14. Terr AI. The Atopic Diseases. In: Parslow GT
2001 et al. Medical Immunology, 10th ed, Lange
6. Mabry RL. Alergic Rhinosinusitis, in: Bailey Medical Books/McGraw-Hill, USA, 2001;
BJ. Head and Neck Surgery Otolaryngology, 356
vol. I. JB Lippincott Company, Philadelphia,
15. Jalowayski AA. Examination of nasal
2003; 290-3
specimens. In: Adelman DC et al. Manual of
7. Dykewicz MS. Rhinitis, Nasal Polyps, Allergy and Immunology, 4th ed, Lippincott
Sinusitis and Otitis Media. In: Adelman DC Williams & Wilkins, Philadelphia, 2002; 487-
et al. Manual of Allergy and Immunology, 4th 8
ed, Lippincott Williams & Wilkins, 16. Okuda M. Nasal Provocation Testing. In:
Philadelphia, 2002; 56 – 8 Settipane GA. Rhinitis, 2nd ed. Oceanside
8. Scadding G, Durham S. Allergic Rhinitis. In: Publication, Rhode Island, 1991; 325-34
Gleeson M et al. Scott-Brown’s
17. Lytvyakova LI. Nasal Provocation Testing: a
Otorhinolaryngology Head and Neck
review. In: Annals of Allergy, Asthma and
Surgery, Edward Arnold (Publishers) Ltd,
Immunology: 86, 4, April 2001; 355-7
London, 2008; 1386-95

236

Anda mungkin juga menyukai