Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH AGAMA TERAPAN

PALIATIF DALAM ISLAM

Disusun oleh :

KELOMPOK 3

Dosen Pembimbing :

Siti Maimunah, S.Ag., M.Pd.I.

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik serta
hidayahnya yang tiada terkira besarnya, karena atas kehendaknya makalah Agama
Terapan dapat terselesaikan. Sholawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad
SAW.

Adapun makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemajuan


teknologi terhadap kehidupan manusia. Berbagai hambatan telah kami alami. Oleh
karena itu, terselesaikannya makalah ini tentu saja bukan karena kemampuan kami
semata-mata. Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya dengan ketulusan hati
mengucapkan terimakasih kepada Dosen Mata Kuliah Agama Terapan yang telah
membimbing dalam menyelesaikan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini, kami sangat menyadari pengetahuan kami


masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik
dan saran dari berbagai pihak agar makalah ini lebih baik dan bermanfaat.

Akhir kata kami mengucapkan terimakasih, semoga hasil makalah kami


bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Surabaya, 30 Maret 2020

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................1

DAFTAR ISI ..........................................................................................................2

BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................3

1.1 Latar Belakang.......................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................4

BAB II : PEMBAHASAN ....................................................................................5

2.1 Penderitaan.............................................................................................5

2.2 Sakarotul Maut.......................................................................................6

2.3 Anjuran Bagi Orang Sakit .....................................................................7

2.4 Tuntunan Bagi Pasien yang Sakarotul Maut..........................................8

2.5 Diambang Kematian..............................................................................9

2.6 Tanda Kematian ..................................................................................10

2.7 Perkara yang Dilakukan Ketika Meninggal.........................................10

2.8 Doa-doa Menjelang Ajal .....................................................................10

BAB III : PENUTUP...........................................................................................11

3.1 Kesimpulan..........................................................................................11

3.2 Saran....................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
Penilaian klinis pada pasien yang berbaring, terfokus untuk menentukan
kebutuhan baik fisik, sosisal, emosional, ataupun spiritual dan merencanakan
kebutuhan klien dengan keluarga untuk mengatasi masalah yang
teridentifikasi.
Tujuan dari perawatan paliatif adalah untuk meningkatan kualitas hidup
pasien dan keluarga yang hidup dengan penyakit lainnya yang membutuhkan
perawatan paliatif.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Penderitaan
Dalam kehidupan agama islam, ada dua macam penderitaan, yakni
penderitaan syar’iyyah dan penderitaan samawiyah.
1. Penderitaan syar’iyyah
Penderitaan syar’iyyah antara lain shalat, puasa, haji dan zakat. Untuk
menjalankan shalat, manusia terpaksa menghentikan segala urusannya yang
lain, apalagi kalau harus pergi ke masjid. Pada saat musim dingin, harus
bangun pada waktu akhir malam menjelang fajar. Pada waktu Ramadhan,
seharian penuh harus menahan lapar dan haus. Waktu menunaikan haji, harus
memikul berbagai kesulitan dalam perjalanan. Dalam menunaikan zakat,
harus menyerahkan sebagian hasil usaha dan cucuran keringat kepada orang
lain.
Ini semua adalah penderitaan syar’iyyah, yang merupakan penyebab
adanya pahala bagi manusia. Lagi pula akan memperdekat langkahnya ke
arah Tuhan. Namun demikian dalam semua masalah itu manusia diberi satu
kelonggaran. Manusia diperbolehkan mencari cara yang cocok dan mudah
baginya. Di waktu musim dingin, boleh saja memanaskan air untuk
berwudhu. Karena menderita sakit tertentu dan tidak dapat menjalankan
shalat dengan berdiri, maka shalat itu dapat dilakukan dengan duduk. Pada
bulan ramadhan, di waktu sahur orang dapat bangun lalu makan sepuasnya.
Bahkan sebagian orang pada bulan ramadhan lebih banyak mengeluarkan

5
biaya konsumsi daripada hari-hari biasa di luar bulan ramadhan.Jadi dalam
mengalami penderitaan syar’iyyah itu, sedikit banyak manusia juga
memperoleh keringanan. Oleh karena itu, dengan penderitaan syar’iyyah saja
manusia belum bias mencapai kesucian ruhani secara sempurna dan tidak
mungkin secepatnya meraih taraf taqarub billaah (dekat dengan Allah).
2. Penderitaan samawi
Penderitaan samawi adalah yang turun dari langit, bila telah tiba manusia
tidak berwenang untuk memilih dan menghindarinya. Mau tidak mau,
manusia terpaksa harus memikul dan menanggungnya. Oleh karena itu,
dengan pengalaman tersebut manusia bias mencapai tingkatan dekat dengan
Allah.
Allah Ta’ala menjelaskan dua macam penderitaan, yakni syar’iyyah dan
samawiyyah di atas dalam Al-Baqarah ayat ketiga.
Kaum beriman adalah mereka yang beriman kepada Dzat yang Ghaib,
yakni Allah Ta’ala, dan menegakkan shalat. Orang yang menegakkan shalat
ialah dia yang meskipun telah muncul ribuan khayalan yang mengaburkan
dan memutarbalikkan konsentrasi jiwanya, namun dia berulang kali berusaha
sampai titik maksimal kemampuannya untuk tetap tegak shalatnya dan tetap
konsentrasi menghadap Ilahi Rabbi. Dan membelanjakan sebagian harta yang
telah dianugerahkan kepadanya. Itu semua adalah penderitaan syar’iyyah.
Akan tetapi kita tidak dapat mengandalkan penderitaan syar’iyyah itu untuk
memperoleh pahala secara sempurna. Karena manusia seringkali lalai dalam
memikul penderitaan syar’iyyah. Kebanyakan orang karena tak tahu hakekat
dan inti shalat, mereka hanya menjalankan shalat hanya sebagai upacara
belaka. Oleh karena itu, untuk meningkatkan derajat manusia (Widyo, 1996).
2.2. Sakarotul Maut
Kematian akan menghadang setiap manusia. Proses tercabutnya nyawa
manusia akan diawali dengan detik-detik menegangkan lagi menyakitkan.
Peristiwa ini dikenal sebagai sakaratul maut.
Maksud sakaratul maut adalah kedahsyatan, tekanan, dan himpitan kekuatan
kematian yang mengalahkan manusia dan menguasai akal sehatnya.

6
Ibnu Abi Ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus
Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat
di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari
goresan gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih di bejana. Seandainya
ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk dunia tentang
sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman dengan hidupnya
dan tidak nyenyak dalam tidurnya”
Di antara dalil yang menegaskan terjadinya proses sakaratul maut yang
mengiringi perpisahan jasad dengan ruhnya, firman Allah:
ُ ‫حيد‬
ِ َ‫ه ت‬
ُ ْ ‫من‬ َ ُ ‫ماك‬
ِ ‫نت‬ َ ‫ك‬ َ ْ ‫ت بِال‬
َ ِ ‫حقِّ ذَل‬ َ ْ ‫سك ْ َرة ُ ال‬
ِ ْ ‫مو‬ َ ‫َت‬
ْ ‫جآء‬
َ َ‫و‬
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu
selalu lari darinya”. [Qaaf: 19]
Juga surah Al Qiyamah: ayat 26-30 yang artinya :
“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai
kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat
menyembuhkan”. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan.
Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu
kamu dihalau”. [Al Qiyamah: 26-30]
Syaikh Sa’di menjelaskan: “Allah mengingatkan para hamba-Nya dengan
keadan orang yang akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai pada taraqi
yaitu tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan), maka pada saat
itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana yang dianggap
menyebabkan kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu Allah berfiman: “Dan
dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang akan menyembuhkan?” artinya siapa
yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah. Pasalnya, mereka telah kehilangan
segala terapi umum yang mereka pikirkan, sehingga mereka bergantung sekali
pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar jika datang dan tiba, maka tidak dapat
ditolak. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan
dunia. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi
satu dan berkumpul. Urusan menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa
diharapkan keluar dari badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka
dihalau menuju Allah Ta’ala untuk dibalasi amalannya, dan mengakui

7
perbuatannya. Peringatan yang Allah sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati
untuk bergegas menuju keselamatannya, dan menahannya dari perkara yang
menjadi kebinasaannya. Tetapi, orang yang menantang, orang yang tidak
mendapat manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat sesat dan kekufuran dan
penentangan”.
Kabar Gembira Untuk Orang-orang yang Beriman
Orang yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan ringan. Malaikat
yang mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya dengan kesan
yang baik lagi menggembirakan. Dalilnya, hadits Al Bara` bin ‘Azib Radhiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang proses
kematian seorang mukmin:
“Seorang hamba mukmin, jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong
akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih.
Rona muka mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga,
serta hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata
memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya
sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik –dalam riwayat- jiwa yang tenang
keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya”. Ruhnya keluar bagaikan
aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya, maka setiap
malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para malaikat lainnya tidak
membiarkannya di tangannya (malaikat maut) sejenak saja, untuk mereka ambil
dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk
terwangi yang ada di bumi..”[al hadits].
Malaikat memberi kabar gembira kepada insan mukmin dengan ampunan
dengan ridla Allah untuknya. Secara tegas dalam kitab-Nya, Allah menyatakan
bahwa para malaikat menghampiri orang-orang yang beriman, dengan
mengatakan janganlah takut dan sedih serta membawa berita gembira tentang
syurga. Allah berfirman dalam Al-quran surah : Fushshilat: ayat 30.
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Rabb kami adalah Allah
kemudian mereka beristiqomah, maka para malaikat turun kepada mereka
(sembari berkata):” Janganlah kamu bersedih dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-

8
pelindungmu di dunia dan akhirat di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu
inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai
hidangan (bagimu) dari Rabb Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Kabar Buruk dari para Malaikat kepada Orang-orang Kafir
Sedangkan orang kafir, maka ruhnya akan keluar dengan susah payah, ia
tersiksa dengannya. Nabi menceritakan kondisi sakaratul maut orang kafir atau
orang yang jahat dengan sabdanya:
“Sesungguhnya hamba yang kafir -dalam riwayat lain- yang jahat jika akan
telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat-malaikat yang
kasar akan dari langit dengan wajah yang buruk dengan membawa dari neraka.
Mereka duduk sepanjang mata memandang. Kemudian malaikat maut hadir dan
duduk di atas kepalanya dan berkata: “Wahai jiwa yang keji keluarlah engkau
menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya”. Maka ia mencabut (ruhnya)
layaknya mencabut saffud (penggerek yang) banyak mata besinya dari bulu wol
yang basah.
Sedangkan Al Quran telah menjelaskan bahwa para malaikat akan memberi
kabar buruk kepada orang kafir dengan siksa. Allah berfirman: dalam Al-Quran
surah Al An’am: ayat 93 yang artinya
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang
zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat
mumukul dengan tangannya, (Sambil berkata): “Keluarkan nyawamu”. Di hari ini
kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu
mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu
menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”. [Al An’am: 93]
Maksudnya, para malaikat membentangkan tangan-tangannya untuk
memukuli dan menyiksa sampai nyawa mereka keluar dari badan. Karena itu, para
malaikat mengatakan: “Keluarkan nyawamu”. Pasalnya, orang kafir yang sudah
datang ajalnya, malaikat akan memberi kabar buruk kepadanya yang berbentuk
azab, siksa, belenggu, dan rantai, neraka jahim, air mendidih dan kemurkaan Ar
Rahman (Allah). Maka nyawanya bercerai-berai dalam jasadnya, tidak mau taat
dan enggan untuk keluar.

9
Para malaikat memukulimya supaya nyawanya keluar dari tubuhnya. Seketika
itu, malaikat mengatakan: “Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat
menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang
tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-
ayatnya”.. artinya pada hari ini, kalian akan dihinakan dengan penghinaan yang
tidak terukur karena mendustakan Allah dan (lantaran) kecongkakan kalian dalam
mengikuti ayat-ayat-Nya dan tunduk kepaada para rasul-Nya.
Saat detik-detik kematian datang, orang kafir mintai dikembalikan agar bisa
masuk Islam. Sedangkan orang yang jahat mohon dikembalikan ke dunia untuk
bertaubat, dan beramal sholeh. Namun sudah tentu, permintaan mereka tidak akan
terkabulkan. Allah berfirman: dalam Al-Quran surah Al Mukminun: ayat 99-100
yang artinya
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir), hingga apabila datang kematian
kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Rabbi kembalikan aku ke dunia.
Agar aku berbuat amal sholeh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali
tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di
hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”. [Al Mukminun:
99-100]
Setiap orang yang teledor di dunia ini, baik dengan kekufuran maupun
perbuatan maksiat lainnya akan dilanda gulungan penyesalan, dan akan meminta
dikembalikan ke dunia meski sejenak saja, untuk menjadi orang yang insan
muslim yang sholeh. Namun kesempatan untuk itu sudah hilang, tidak mungkin
disusul lagi. Jadi, persiapan harus dilakukan sejak dini dengan tetap memohon
agar kita semua diwafatkan dalam keadaan memegang agama Allah.
Kualitas keimanan ditentukan oleh bagaimana seseorang saat meninggal.
Kesempatan terakhir menjelang kematian, masih ada satu peluang emas yang bisa
menjamin seseorang bisa diterima Allah di surga. “Tuntunlah orang yang hendak
meninggal dunia di antara kalian supaya mengucapkan kalimat La ilaha illalah“
(HR Muslim).
Kalimat laa ilaaha illalahu (kalimat tauhid) adalah kunci kebahagiaan abadi
bagi seseorang yang sedang mengalami sakaratul maut. Nabi Muhammad SAW
bersabda: ”Tidaklah ucapan itu, kecuali pasti masuk surga“ (HR. Al-Bukhari).

10
Allah SWT berfirman kepada nabi Musa: ”Wahai Musa, seandainya langit yang
tujuh serta seluruh penghuninya, selain Aku, dan ketujuh bumi diletakkan dalam
satu sisi timbangan, niscaya kalimat laa ilaaha illallah lebih berat timbangannya.
(HR Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Pasien dalam keadaan sakaratul maut perlu dituntun untuk mengucapkan
kalimat tauhid, yang disebut talkin. Talkin adalah proses/upaya mengingatkan
kepada seeorang yang sedang menghadapi sakaratul maut, untuk mengucapkan
laa ilaaha illallah (cukup satu kali) menjelang dicabutnya nyawa (Digdowirgo,
2019).
2.3. Anjuran Bagi Orang Sakit
Sakit adalah persepsi seseorang bila merasa kesehatannya terganggu.
Penyakit adalah proses fisik dan patofisiologis yang sedang berlangsung dan dapat
menyebabkan keadaan tubuh atau pikiran menjadi abnormal.
Sakit merupakan salah satu cobaan dari Allah SWT yang menguji keimanan
hambaNya. Bila kita sabar dan ikhlas mendapat cobaan tersebut. Maka limpahan
dan curahan kebaikan akan diperoleh.
Beberapa pengertian sakit, diantara pengertian sakit ini adalah sebagai berikut:
1. Sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas
termasuk keadaan organism sebagai biologis dan penyesuaian
sosialnya.
2. Sakit adalah sebagai suatu yang tidak menyenangkan yang menimpah
seseorang menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari baik itu aktivitas
jasmani,rohani dan social
3. Sakit sebagai suatu keadaan badan atau sebagian dari organ badan dimana
fungsinya terganggu atau menyimpang.
Ada beberapa hadits yang mengegaskan bahwa sakit itu dapat “menghapus
kesalahan dan melenyapkan dosa”. Di bawah ini disebutkan sebagian
diantaranya Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa
Nabi Muhammad SAW, bersabda :
Artinya: “Siapa yang akan beroleh limpahan kebaikan dari Allah SWT, lebih
dahulu akan di berinya cobaan.”
Ilmu kesehatan preventif sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW, yaitu:

11
1. Cuci tangan sebelum makan dengan air mengalir dan sabun atau Antiseptik
2. Mulailah makan dengan menyebut nama Allah SAW
3. Anjuran menjaga kebersihan
4. Menjaga kesehatan pribadi dan lingkungan
5. Menjaga kesehatan mental dan kesehatan sosial (Khairul, 2016).
2.4. Tuntunan Bagi Pasien yang Sakarotul Maut
2.5. Diambang Kematian
Dalam sejumlah perkataannya, Nabi Muhammad SAW berbicara mengenai
hak-hak dari tubuh di mana setiap orang Muslim dituntut untuk menghormati dan
menjaganya. Nabi pernah tidak merasa bahagia ketika dia mengetahui bahwa
beberapa sahabat bernazar untuk menjalankan puasa setiap hari, untuk berdoa
sepanjang malam, dan untuk menahan diri dari hubungan seksual. Dia
mengingatkan mereka bahwa cara hidupnya sendiri sudah cukup menjadi contoh
bagi kaum Muslim. Mereka yang menyimpang dari cara hidup Nabi bukan
termasuk bagian dari komunitasnya. Demikianlah, Islam melawan penyangkalan
tubuh atas kebutuhan-kebutuhan dasarnya, atau bahkan kebutuhan-kebutuhan
tubuh yang mengatasnamakan roh.
Semua orang Islam percaya bahwa Allah adalah Pencipta dan Pemilik seluruh
kehidupan ini. Allahlah yang mengawali hidup manusia sejak pembuahan dan Dia
hanya akan mengakhirinya melalui Kematian yang alami. Saat kematian sudah
ditentukan secara pasti oleh Allah Pencipta. Ada banyak ayat dalam Alquran yang
menekankan keyakinan mendasar ini, misalnya:
Dalam nama Allah yang paling Berbelaskasih:
a. Surat An-Nisas 4:29: “ Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
b. Surat Al-A’nam 6:151 “ dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar".
c. Surat Al-Hajj 22: 66: “Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu,
kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi),
sesungguhnya manusia itu, benar-benar sangat mengingkari ni'mat."

12
Ayat-ayat yang dikutip ini menegaskan bahwa Alquran melarang bunuh diri,
percobaan bunuh diri. Euthanasia juga sangat dilarang dalam islam. Kehidupan
dari semua makhluk, termasuk hidup manusia sendiri, harus dihormati, tidak
peduli apakah itu adalah kehidupan anak yang belum lahir, yang sudah lahir atau
persona yang sudah tua, sakit, dan tidak mampu. Ada perkataan akhir yang sangat
jelas dari Nabi Muhamad SAW, yakni “damai menyertainya? (peace be upon
him), yang melarang semua metode bunuh diri, seperti meminum racun, terjun
dari daerah ketinggian atau pegunungan, atau dengan menggunakan alat yang
terbuat dari besi. Jika tidak, neraka akan menjadi Hkuman bagi mereka yang
melakukannya.
a. Mengerjakan amal-amal saleh.
Allah memberikan dua syarat bagi siapa pun yang berharap bertemu dengan-
Nya di surga, yaitu beramal saleh dan meninggalkan kesyirikan. Dalam
sebuah firman-Nya, Allah subhanahu wata’ala menegaskan:
ً‫فَ َم ْن كانَ يَرْ جُوا لِقا َء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َملْ َع َماًل صالِحا ً َوال يُ ْش ِر ْك بِ ِعبا َد ِة َربِّ ِه أَ َحدا‬
“Barang siapa yang mengharapkan bertemu Tuhannya maka hendaklah
melakukan amal shalih dan janganlah menyekutukan ibadah terhadap Tuhannya
dengan suatu apapun.” (QS al-Kahfi: 110).
Amal saleh yang dimaksud dalam ayat di atas adalah segala bentuk perbuatan
baik yang steril dari riya (pamer) dan sesuai dengan tuntunan syariat. Menurut
Syekh Mu’adz, sebagaimana dikutip al-Imam al-Baghawi dalam tafsirnya, amal
saleh adalah amal yang di dalamnya terdapat empat hal, ilmu, niat, kesabaran dan
ikhlas.
b. Menjauhi perbuatan-perbuatan tercela.
Sebagaimana mengerjakan amal saleh, yang tidak kalah penting adalah
menjauhi perbuatan-perbuatan tercela. Yang dimaksud perbuatan tercela
meliputi keharaman dan kemakruhan. Meninggalkan keharaman adalah
wajib, sedangkan meninggalkan kemakruhan adalah sunah. Demikian pula
dianjurkan untuk meminimalisasi perkara mubah yang tidak ada manfaatnya.
Para ulama salaf sangat berhati-hati menjaga dirinya dari perbuatan
tercela. Bagi mereka, yang urgens tidak hanya meninggalkan keharaman dan
kemakruhan, namun perkara-perkara mubah yang dapat melalaikan. Sebab

13
perbuatan makshiat akan menciptakan noda hitam di hati sehingga
menjadikannya keras, enggan menerima kebenaran dan malas beribadah.
Oleh karenanya, mereka sangat menjaga betul kualitas makanan yang
dikonsumi, bahkan rela riyadlah (tirakat), misalnya dengan cara puasa mutih
(hanya makan nasi tanpa lauk pauk), puasa bila ruh (meninggalkan makanan-
makanan yang bernyawa atau yang berbahan darinya), ngerowot
(meninggalkan makanan pokok yang lazim dikonsumsi dengan diganti
makanan jenis lain). dan lain sebagainya. Semua itu dilakukan oleh mereka
untuk meningkatkan kejernihan hati.
Semakin berhati-hati dalam menjaga diri dari perbuatan yang diharamkan,
semakin tinggi pula kedudukan seorang hamba di sisi-Nya. Oleh karenanya
ulama membagi derajat wira’i (menjaga diri dari keharaman) menjadi empat
tingkatan.
Pertama, wirainya orang-orang adil, yaitu dengan cara meninggalkan
keharaman-keharaman sesuai petunjuk fatwa para pakar fiqh. Kedua,
wirainya orang-orang saleh, yaitu meninggalkan kemurahan-kemurahan
dengan memilih hukum-hukum yang berat. Ketiga, wirainya orang-orang
bertakwa, yaitu meninggalkan perkara-perkara mubah yang berpotensi
mengantarkan kepada keharaman. Keempat, wirainya orang-orang yang jujur,
yaitu meninggalkan perkara-perkara mubah secara total, meski tidak
berpotensi mengantarkan kepada keharaman. Seluruh waktunya bernilai
ibadah, tidak satu pun hampa tanpa diisi dengan ibadah.
Syekh Abu Said al-Khadimi berkata:
ُ ‫ب اأْل ُولَى َو َر‬
‫ع ْال ُعدُو ِل َوهُ َو َما يَحْ ُر ُم بِفَتَا َوى ْالفُقَهَا ِء‬ ِ ‫ثُ َّم ا ْعلَ ْم أَ َّن لِ ْل َو َر‬
َ ِ‫ع َم َرات‬
“Ketahuilah bahwa wirai memiliki empat derajat. Pertama, wirainya orang-
orang adil, yaitu (meninggalkan) perkara haram sesuai fatwa-fatwanya para pakar
fiqih,”
‫ص ْال ُم ْفتِي‬
َ ‫ َوإِ ْن َر َّخ‬،‫ع ع َْن احْ تِ َما ِل ْالحُرْ َم ِة‬ ُ ‫ َو َر‬:ُ‫الثَّانِيَة‬
ُ ‫ع الصَّالِ ِحينَ َوهُ َو ااِل ْمتِنَا‬
“Kedua, wirainya orang-orang saleh, yaitu menahan diri dari keharaman,
meski seorang mufti memberi kemurahan (hukum),”
َ ‫ب ْالفَ ْت َوى َواَل ُش ْبهَةَ فِي ِحلِّ ِه لَ ِك ْن يُ َخافُ ِم ْنهُ أَ ْن يُؤَ ِّد‬
‫ي إلَى‬ ِ ‫ع ْال ُمتَّقِينَ َوهُ َو َما اَل حُرْ َمةَ فِي ِه بِ َح َس‬
ُ ‫ َو َر‬:ُ‫الثَّالِثَة‬
ٌ‫س بِ ِه َمخَافَةَ َما بِ ِه بَأْس‬
َ ْ‫ك َما اَل بَأ‬ ُ ْ‫ُم َحر ٍَّم َوهُ َو تَر‬

14
“Ketiga, wirainya orang-orang bertakwa, yaitu (meninggalkan) perkara yang
tidak haram dari sudut pandang fatwa dan tidak ada kesamaran dalam
kehalalannya, namun dikhawatirkan akan mengantarkan kepada perbuatan yang
dikhawatirkan. Wirai jenis ini adalah meninggalkan perkara yang tidak berbahaya
karena khawatir terjerumus kepada perkara yang berbahaya,”
َ ‫ َولَ ِكنَّهُ يُتَن‬، ٌ‫ِّي إلَى َما بِ ِه بَأْس‬
‫َاو ُل‬ َ ‫ َواَل يُ َخافُ ِم ْنهُ أَ ْن يُ َؤد‬، ‫س بِ ِه أَصْ اًل‬ َ ْ‫ك َما اَل بَأ‬ ُ ْ‫صدِّيقِينَ َوهُ َو تَر‬ ِّ ‫ع ال‬ ُ ‫ َو َر‬:ُ‫الرَّابِ َعة‬
ِ ‫ق اأْل َ ْسبَابُ ْال ُم َسهِّلَةُ لَهُ َك َرا ِهيَّةً أَوْ َمع‬
ً‫ْصيَّة‬ ُ ‫لِ َغي ِْر هللاِ اَل َعلَى نِيَّ ِة التَّقَ ِّوي بِ ِه َعلَى ِعبَا َد ِة هللاِ أَوْ يَتَطَ َّر‬
“Keempat, wirainya orang-orang yang jujur, yaitu meninggalkan perkara
mubah secara total, tidak dikhawatirkan terjerumus ke dalam perbuatan yang
berbahaya, namun perbuatan tersebut dilakukan tidak karena Allah, bukan karena
niat agar kuat menjalani ibadah kepada Allah atau baru datangnya penyebab-
penyebab yang mempermudah ia melakukan kemakruhan atau kemaksiatan,”
(Abu Said Muhammad bin Muhammad al-Khadimi, Bariqah Mahmudiyyah, juz.4,
hal.252).
c. Segera bertobat.
Tidak ada manusia yang bersih dari kesalahan dan dosa. Kesalahan adalah
hal yang wajar bagi manusia. Yang bermasalah adalah membiarkan diri
berlarut-larut dalam perbuatan dosa. Kematian yang tidak dapat diprediksi
kapan datangnya, menuntut seorang manusia agar segera bertobat setiap kali
melakukan dosa, untuk menghindari akhir yang buruk dalam perjalanan
hidupnya (su’ul khatimah). Agama menekankan untuk senantiasa
memperbarui tobat dari segala perbuatan maksiat.
Syekh Ahmad al-Dardiri berkata:
ِ َّ‫ار * اَل تَيْأ َ َس ْن ع َْن َرحْ َم ِة ْال َغف‬
‫ار‬ ِ ‫َو َج ِّد ِد التَّوْ بَةَ لِأْل َوْ َز‬
“Perbaruilah tobat karena beberapa dosa. Janganlah merasa putus asa dari
rahmat Allah yang maha pengampun,” (Syekh Ahmad al-Dardiri, Manzhumah al-
Kharidah al-Bahiyyah).
Bertobat ada kalanya dari dosa yang berhubungan dengan Allah Swt, ada
kalanya berhubungan dengan hak orang lain
2.6. Tanda Kematian
Tanda-tanda kematian menurut ulama adalah benar dan nyata hanya amalan
dan ketakwaan seseorang saja yang akan dapat membedakan kepekaan kita

15
kepada tanda-tanda ini Rasulullah SAW diriwayatkan mampu memperlihatkan
dan menceritakan kepada keluarga dan sahabat secara langsung akan kesukaran
menghadapi sakaratul maut dari awal hingga akhir hayat Baginda.
Imam Al Ghazali diriwayatkan memperoleh tanda-tanda ini sehingga beliau
mampu mempersiapkan dirinya untuk menghadapi sakaratul maut secara
sendirian ia menyediakan dirinya segala persiapan termasuk mandinya wudhu
serta kain kafannya hanya ketika sampai bagian tubuh dan pala saja ia telah
memanggil saudara nya yaitu Imam Ahmad Ibnu hambal untuk menyambung
tugas tersebut ia wafat ketika Imam Ahmad bersedia untuk mengkafankan bagian
mukanya.
Adapun riwayat-riwayat ini memperlihatkan kepada seseorang Sesungguhnya
Allah SWT tidak pernah berlaku dalam kepada hambaNya tanda-tanda yang
diberikan adalah untuk menjadikan umat Islam supaya dapat bertobat dan selalu
siap dalam perjalanan menghadap Allah SWT.
Walau bagaimanapun semua tanda-tanda ini akan berlaku kepada orang-
orang Islam saja sedangkan orang-orang kafir yaitu orang yang menyekutukan
Allah nyawa mereka ini akan dicabut tanpa peringatan sesuai dengan kekufuran
mereka kepada Allah SWT.
Adapun tanda-tanda ini terdiri beberapa keadaan
a. 100 hari sebelum kematian
Ini adalah tanda pertama dari Allah SWT kepada hambaNya dan hanya
akan disadari oleh mereka-mereka yang dikehendakinya walau bagaimanapun
semua orang Islam akan mendapat tanda ini hanya Apakah mereka sadar atau
tidak saja tanda ini akan berlaku lazimnya setelah waktu Ashar seluruh tubuh
mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki akan mengalami getaran seakan-
akan menggigil Contohnya seperti daging sapi atau kambing yang baru
disembelih dimana Jika diperhatikan dengan teliti akan mendapati daging
tersebut seakan-akan bergetar tanda ini rasanya nikmat dan bagi mereka yang
sadar dan berdetak di hatinya bahwa mungkin ini adalah tanda kematian maka
getaran ini akan berhenti dan hilang setelah sadar akan kehadiran tanda ini.
Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau mereka yang hanyut dengan
kenikmatan tanpa memikirkan soal kematian tanda ini akan lenyap begitu saja

16
tanpa ada manfaat bagi yang sadar dengan kehadiran tanda ini maka ini
adalah peluang terbaik untuk memanfaatkan masa yang ada untuk
mempersiapkan diri dengan amalan dan urusan yang akan dibawa atau
ditinggalkan sesudah mati.
b. 40 hari sebelum hari kematian
Tanda ini juga akan terjadi sesudah waktu asar bagian pusat seseorang
akan berdenyut-denyut atau berdetak detak pada ketika ini daun yang tertulis
nama akan gugur dari pohon yang letaknya di atas arsyah Allah SWT maka
malaikat maut akan mengambil daun tersebut dan mulai membuat
persediaannya keatas antaranya adalah ia akan mulai mengikuti sepanjang
waktu. Akan terjadi malaikat maut ini akan memperlihatkan wajahnya sekilas
dan jika ini akan terjadi maka mereka terpilih ini akan merasakan seakan-
akan bingung seketika Adapun malaikat maut ini wujudnya Cuma seorang
tapi kuasanya untuk mencabut nyawa adalah bersamaan dengan jumlah
nyawa yang akan dicabut nya.
c. 7 hari sebelum kematian
Adapun tanda ini akan diberikan hanya kepada mereka yang diuji dengan
musibah sakit di mana orang sakit yang tidak makan secara tiba-tiba dia
berselera untuk makan
d. 3 hari sebelum hari kematian
Pada masa ini akan terasa denyutan di bagian tengah dahi kita yaitu
diantara dahi kanan dan ke kiri jika tanda ini dapat diketahui atau dipahami
maka berpuasalah seseorang setelah itu supaya perut tidak mengandung
banyak najis dan ini akan memudahkan urusan orang yang akan memandikan
orang mati nanti.
Ketika ini juga mata hitam seseorang tidak akan bersinar lagi dan bagi
orang yang sakit hidungnya akan perlahan-lahan turun dan ini dapat diketahui
jika seseorang melihatnya dari bagian Sisi telinganya akan layu dimana
bagian ujungnya akan berangsur-angsur masuk ke dalam telapak kakinya
yang terlunjur akan perlahan-lahan jatuh ke depan dan sukar ditegakkan
e. 1 hari sebelum hari kematian

17
Akan berlaku sesudah waktu asar di mana seseorang akan merasakan satu
denyutan di sebelah belakang yaitu di bagian ubun-ubun dimana ini
menandakan tidak akan sempat untuk menemui waktu Ashar keesokan
harinya
f. Tanda akhir
Akan berlaku keadaan dimana seseorang akan merasakan suatu keadaan
dingin di bagian pusat dan akan turun ke pinggang dan seterusnya akan naik
ke bagian kalkum ketika ini hendaklah kita terus mengucap kalimat Syahadat
dan berdiam diri dan menantikan kedatangan malaikat maut untuk menjemput
seseorang kembali kepada Allah SWT yang telah menghidupkan dari
sekarang akan mematikan pula (Makluf, 1987).
2.7. Perkara yang Dilakukan Ketika Meninggal
Dalam islam proses pengurusan jenazah ada empat pokok yaitu
memandikan jenazah, menghafani jenazah, menyolatkan jenazah dan
menguburkan jenazah. Akan tetapi jenazah yang mati syahid hanya disholatkan
dan langsung dikuburkan saja. Hukum kepengurusan jenazah adalah fardhu
kifayah. Yang dimaksud fardhu kifayah adalah kewajiban yang bersifat kolektif
bagi umat Islam pada suatu tempat jika salah satu orang sudah menjalankan
maka, yang lainnya tidak mempunyai kewajiban untuk menjalankannya pula.
Adapun, tahap-tahap dalam kepengurusan jenazah sebagai berikut (Achmad,
2007) :
1. Memandikan Jenazah
Setelah kematian hendaknya jenazah itu dimandikan. Sebagaimana
mandi wajib karena junub, baik itu jenazah laki-laki ataupun perempuan,
kecil maupun besar. Memandikan jenazah adalah tindakan wajib. Dengan
kata lain, ini merupakan perintah kepada semua kaum muslim kecuali
orang-orang yang mati syahid maka tidak dimandikan. Memandikan
jenazah dimaksudkan agar segala bentuk hadast dan najis yang ada pada
jenazah tersebut hilang dan bersih, sehingga jenazah yang akan dikafani
dan disholatkan dalam keadaan suci dari hadas dan najis.
Disunnahkan meletakkan mayat di tempat yang tinggi dan tidak dibalut
dengan pakaian. Diletakkan pengaling untuk menutupi auratnya. Sebaiknya

18
orang yang memandikan adalah orang yang jujur dan sholeh.
Memandikannya harus dengan niat, kemudian memulai dengan meremas-
remas perut mayat dengan pelan untuk mengeluarkan kotoran dan
menghilangkan najis dari jasadnya. Memandikan tiga kali dengan air dan
sabun atau air biasa dimulai dengan tangan kanan. Jika ia memandang perlu
penambahan dari tiga karena tidak bersih atau ada sesuatu lain, hendaknya
ia memandikan sampai lima atau tujuh kali.
Jika jenazah itu seorang wanita disunnahkan menguraikan rambutnya,
membasuh dan mengikatnya kembali serta melipatkan kebelakang
kepalanya. Dikala telah selesai memandikan jenazah, hendaknya badan
mayat dikeringkan agar tidak basah, setelah itu meletakan wewangian di
badannya. Syarat- syarat memandikan jenazah :
a. Mayat orang Islam
b. Ada tubuhnya walaupun sedikit
c. Mayat itu bukan mati syahid
Memandikan jenazah mempunyai beberapa ketentuan, pertama:
memandikan dengan air yang dicampur dengan sedikit daun bidara, air kapur
barus, dan air murni tanpa dicampur apapun. Kedua: wajib bersegera dalam
memandikan jenazah, tidak perlu menunggu kedatangan kerabat atau yang
lainnya, terlihat jika dikhawatirkan badan mayat rusak dan berubah bauhnya.
Ketiga: yang memandikan disyariatkan orang Muslim, baligh, berakal dan
mengetahui masalah-masalah yang terkait dengan mandi jenazah. Keempat:
jika jenazah meninggal dalam keadaan mati syahid di medan perang, maka
jenazah tidak dimandikan meski diketahui sebelum peperangan jenazah dalam
keadaan junub. Demikian pula jenazah meninggal dalam peperangan tidak
disalatkan, syuhada dalam peperangan dimakamkan dalam keadaan memakai
baju dan luka-luka pada tubuhnya.
Diutamakan yang memandikan adalah keluarga terdekat, apabila tidak
ada keluarga terdekat, maka hendaknya memandikan jenazah diserahkan
kepada orang yang alim, yang mengerti dengan baik proses memandikan
jenazah dan mampu menjaga dan menutup aib si mayat.
a. Yang berhak memandikan jenazah

19
Jika mayat itu laki-laki, maka yang memandikannya laki-laki pula.
Perempuan tidak boleh memandikan jenazah laki-laki kecuali istri dan
mahramnya. Sebaliknya jika mayat itu perempuan. Jika suami, istri dan
mahramnya sama-sama ada maka yang berhak memandikan adalah
suami atau istri dari mayat tersebut.
Bila seorang perempuan meninggal dan di tempat itu tidak ada
perempuan, suami atau mahramnya, maka mayat itu hendaklah
“ditayammumkan” saja, tidak boleh dimandikan oleh laki-laki yang lain.
Kecuali kalau mayat itu adalah anak-anak, maka laki- laki boeleh
memandikannya begitu juga kalau yang meninggal adalah seorang laki-
laki.
Jika ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka yang lebih
berhak ialah keluarga yang terdekat dengan si mayyit, dengan syarat ia
mengetahui kewajiban mandi serta dapat dipercaya. Kalau tidak,
berpindahlah hak itu kepada keluarga jauh yang berpengetahuan serta
amanah.
2. Mengkafani mayat
Setelah jenazah dimandikan, maka langkah berikutnya adalah
mengkafaninya. Mengkafani itu dilakukan langsung setelelah mayat
dimandikan. Sebaiknya orang yang mengkafankan mayat adalah orang yang
terdekat dengannya. Pada dasarnya tujuan dari mengkafani mayat adalah
untuk menutupinya dari pandangan mata dan sebagai penghormatan
kepadanya. Karena menutup aurat dan menghormatinya adalah wajib selagi ia
masih hidup, begitu pula ketika ia telah meninggal. Kafan sekurang-
kurangnya melapisi kain yang menutupi seluruh badan jenazah, baik jenazah
laki-laki maupun jenazah perempuan. Sebaiknya untuk laki-laki tiga lapis
kain. Tiap-tiap kain menutupi seluruh badannya. Sedangkan jenazah
perempuan sebaiknya dikafani dengan lima lembar kain.yaitu basahan (kain
bawah), baju, tutup kepala, kerudung dan kain yang menutupi seluruh
badannya. Di sunnahkan kain kafan yang dipergunakan hendaknya berwarna
putih dan tidak terlalu mahal atau mewah.
Macam-macam kafan sebagai berikut :

20
a. Kafan wajib (kafan ad-darurah) Yaitu baju yang menutupi seluruh
badan, dimana tidak ada kekurangan pada bagian bawah badan.
b. Kafan yang cukup (kafan al- kifayah). Yaitu dua baju yang menutup
seluruh badan (dibawahnya tidak kurang). Kain dan lipatan
keduannya harus menutupi seluruh badan. Mencukupkan dengan
keduannya dan dibolehkan dan tidak makruh.
c. Kafan sunnah ( kafan as-sunnah). Yaitu tiga baju untuk laki-laki yang
telah balig dan hampir balig, menurut para ulama Hanafi. baju, kain
dan penutup atau lipatan. Pakian gamis menutupi leher hingga kaki,
tanpa lengan baju tidak terbuka pada dada dan sisi lambung,
bawahnya tidak usah lebar seperti pakian orang hidup, tetapi harus
sejajar.
3. Shalat Jenazah
Setelah jenazah dimandikan dan dikafani, prosesi berikutnya adalah
mensholatkan. Shalat mayat hukumnya fardhu kifayah bagi orang muslim yang
menghadirinya. Yakni suatu kewajiban yang dibebankan kepada semua muslim,
tetapi jika sudah dilaksanakan oleh satu orang, maka semua orang sudah
dianggap melaksanakan. Namun, hendaknya setiap muslim yang mendenger
berita kematian ikut mensalatkan. Sebab, semakin banyak orang yang
mensalatkan semakin baik bagi jenazah, karena semakin banyak dido’akan
orang.
a. Syarat-syarat shalat jenazah
1) Jenazah sudah dimandikan dan dikafani
2) Letak jenazah sebelah kiblat dari orang yang menyembahyangi,
kecuali bila shalatnya dilakukan di atas kubur
3) Shalat jenazah sama halnya dengan shalat yang lain, yaitu harus suci
dari hadas han najis, suci badan tempat dan pakaian, menutup aurat
dan menghadap kiblat.
Salat jenazah tidak memakai rukuk dan sujud, tentu saja rukun yang ada di
dalamya berbeda dengan rukun seperti biasanya yakni: niat, berdiri bagi yang
mampu, takbir, membaca surah al-Fatiha, membaca salawat Nabi, mendo’akan
jenazah dan salam.

21
Shalat jenazah terdiri dari niat dan 4 takbir. Kemudian jenazah terdiri dari 4
kali takbir. Yang dimulai dengan membaca Ta’awudz kemudian membaca surah
Al-Fatihah, lalu melakukan takbir kedua dan membaca salawat Nabi, takbir
ketiga memohon ampunan untuk jenazah dan takbir keempat mendoakan
jenazah dan jamaah seluruhnya, lau ditutup dengan salam.
Ketika dalam mengiringi jenazah menuju pemakaman, ada beberapa etika
yang harus diperhatian yaitu: petama, para pengiring jenazah hendaknya berada
didepan dan dibelakang jenazah. Kedua, makhruh mengeraskan suara, kecuali
bacaan al-Qur’an, dzikir atau salawat Nabi. Ketiga yang dianjurkan membawa
jenazah adalah laki-laki. Keempat mempercepat jalannya jenazah. Kelima,
bertafakur tentang kematian dan memperbanyak dzikir.

4. Mengubur Mayat
Kewaiban keempat terhadap jenazah adalah menguburkannya. Sebelum
melakukan penguburan, liang kubur harus sudah dipersiapkan. Dalamnya liang
kubur kira-kira sekitar dua meter agar tidak tercium bauhnya, tidak dimakan
oleh binatang buas. Yang demikian juga menjaga kehormatan jenazah,
disamping masyarakat juga tidak terganggu dengan bauh busuk.
Yang menguburkan mayat adalah kaum lelaki, meskipun mayat tersebut
wanita. Hal ini karena beberapa hal :
a. Bahwasanya hal ini dikerjakan oleh kaum muslimin pada zaman
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hingga pada zaman sekarang.
b. Karena kaum lelaki lebih kuat untuk mengerjakannya
c. Jika hal ini dikerjakan oleh kaum wanita, maka akan menyebabkan
terbukanya aurat wanita di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.
Dalam penguburan hendaknya jangan dilakukan pada malam hari. Kecuali
dalam keadaan darurat, seperti apabila tidak segera dimakamkan maka jenazah
tersebut akan membusuk atau takut sibuk dalam menghadapi musuh jika
dimakamkan pada siang hari ( dalam peperangan) atau karena mereka harus
segera pergi dan lain sebagainya. Sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan
oleh Jabir RA. “Janganlah kalianm memakamkan jenazah kalian pada malam
hari kecuali dalam keadaan terpaksa.” (Muhammad, 2003).

22
Adapun lafadz bacaan salat jenazah sevara keseluruhan akan di paparkan di
bawah ini :

a. Untuk jenazah laki-laki:


َ ُ‫أ‬
ِ ِّ‫صلِّي َعلَى هَ َذا الـ َمي‬
‫ت فَرْ ضًا هللِ تَ َعا َل‬

b. Untuk jenazah perempuan:


َ ُ‫أ‬
‫صلِّي َعلَى هَ َذا الـ َميِّتَ ِة فَرْ ضًا هللِ تَ َعالَى‬

2.8. Doa-doa Menjelang Ajal


Menjelang kematian, orang-orang yang ada di sekitarnya harus melakukan hal-
hal sebagai berikut :
1. Men-talqin (menuntunnya) dengan kalimat -Laa Ilaha Illa Allah-  "Artinya :
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah". Dari Abu Sa’id al-Khudri
ra, ia berkata:
ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَقِّنُوا َموْ تَا ُك ْم اَل إِلَهَ إِاَّل هَّللا‬
َ ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
Nabi Saw bersabda: “Ajarilah orang yang hendak mati dengan ucapan La ilaha
illallah” (HR. Muslim)
2.  Mendo'akan dan mengucapkan perkataan yang baik.
‫يض أَوْ ْال َميِّتَ فَقُولُــوا َخ ْيـرًا فَـإ ِ َّن‬
َ ‫ضرْ تُ ْم ْال َم ِر‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َذا َح‬ ْ َ‫ع َْن أُ ِّم َسلَ َمةَ قَال‬
َ ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ ‫ت‬
َ‫ْال َماَل ئِ َكةَ يُ َؤ ِّمنُونَ َعلَى َما تَقُولُون‬
Daru Ummu Salamah, Nabi Saw bersabda: "Apabila kamu menjenguk orang
sakit atau orang yang meninggal, maka ucapkanlah (do'a) yang baik, karena
malaikat mengaminkan ucapan kalian (HR.Muslim)
3. Membacakan surat Yaasin di sisi orang
yang hendak meninggal dan menghadapkannya ke kiblat, tetapi cara ini
diperselisihkan ulama;
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ا ْق َر ُءوا يس َعلَى َموْ تَا ُك ْم‬
َ ‫قَا َل النَّبِ ُّي‬ ‫ار قَا َل‬
ٍ ‫ع َْن َم ْعقِ ِل ْب ِن يَ َس‬
Dari Ma'qil bin Yasar, ia berkata; Nabi Saw bersabda: "Bacakanlah
Surat Yaasiin kepada orang yang akan meninggal di antara kalian.(Abu Dawud
dan lain-lain) (Husein, 2007).

23
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
3.2. Saran

24
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Mufid A. R, Risalah Kematian, Merawat Jenazah, Tahlil,


Tawasul,Ta’ziyah, dan Ziara Kubur, ( Jakarta: PT Total Media, 2007).
Digdowirogo HS, Setyanto DB, Prawiroharjo P. Etika Melayani Pasien Muslim
Pada Stadium Terminal. JEKI. 2019;3(1):33–7. doi:
10.26880/jeki.v3i1.32.
Husein, Hasan,dkk. 2007. Kumpulan Doa-Doa. Edisi Kedua. Jakarta.
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 3 No. 1 Feb 2019.
Khairul Anam. 2016. Pendidikan Perilaku Bersih dan Sehat dalam Persfektif
Islam. Kalsel: Jurnal Sagacious, Vol. 3, No. 1.
Makluf, Louis. Al-Munjid Fia l-Lughah Wa Al-A lam, Beirut: Dar al-Shuruq,
1987.
Muhammad Nashiruddin Al Albani, Imam Nawawi: Shahih Riyadhushshalihin,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2003).
Widyo Nugroho, Achmad Muchji. 1996.  Ilmu Budaya Dasar. Jakarta :
Universitas Gunadarma.

25

Anda mungkin juga menyukai