Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AIK 1

“Tauhid Dan Urgensinya Bagi Kehidupan Muslim”

Dosen Pengampuh :
Drs. Yohalin, MA

Kelompok II
Anggota Kelompok :
 Arum Nopitasari NPM : 1719240002
 Derwan Ismidi NPM : 1719240019
 M Randy Kusuma A NPM : 1719240017
 Kristi Orlasta NPM : 1719240013
 Antoni Syaputra NPM : 1719240008

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

   Puji syukur penulis panjatkan kehdiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan karuniaNya,penulis dapat menyelesaikan makalah “Tauhid dan Urgensinya”
dengan baik dan lancar.Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan
pemahaman pembaca terhadap tauhid dan dan Urgensinya,pemahaman tersebut dapt
dipahami melalui pendahuluan,pembahasan masalah,serta penarikan kesimpulan dalam
makalah ini.Makalah Tauhid dan Urgensinya ini disajikan dalam bahasa yang sederhana
sehinggah dapat membuat dan membantu pembaca dalam memahami tentang Tauhid dan
Urgensinya.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dengan segala kerendahan hati,saran-
saran dan kritik yang konstruktif saya harapkan dari pembaca guna meningkatkan pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Bengkulu, Oktober 2018


Punyusun

Kelompok II

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................1

1.3. Tujuan Penulisan.........................................................................................................1

BAB II........................................................................................................................................3

PEMBAHASAN........................................................................................................................3

2.1. Pengertian Tauhid............................................................................................................3

2.2. Pembagian Tauhid...........................................................................................................3

2.3. Makna Dari Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah.....................................................................8

2.4. Tauhid sebagai Landasan bagi Semua Aspek kehidupan..............................................12

2.5. Jaminan Allah Bagi Ahli Tauhid...................................................................................13

2.6. Jaminan Bagi Masyarakan yang Bertauhid...................................................................16

BAB III.....................................................................................................................................19

PENUTUP................................................................................................................................19

3.1. Kesimpulan....................................................................................................................19

3.2. Saran..............................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembahasan mengenai Tauhid merupakan hal yang kompleks dalam agama Islam,dimana
Tauhid itu sendiri adalah dasar agama karena Tauhid itu sendiri adalah peEsahan terhadap
Allah dalam hal yang menjadikan kekhususan diriNya.Dalam Tauhid itu sendiri terdiri dari
tiga macam yaitu;Rububiyah,Uluhiyah,dan Asma Was Shifat.

Manusia pada dasarnya terlahir dalam keadaan fitrah,namun seiring


perkembangannya manusia terpengaruh lingkungan dan orangtuanya yang terkadan
menyebabkan mereka melupakan arti dari Tauhid yang sebenarnya.dan terkadang ada pula
orang yang beribadah namun menyimpang dari ketetapan dan konsekuensi Tauhid yang
sebenarnya.

Berangkat dari uraian diatas Kami berupaya menyampaikan dan mencoba memjelaskan
mengenai Tauhid dan Urgensinya

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Tauhid ?

2. Sebutkan Pembagian Tauhid!

3. Apa Makna Dari Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah ?

4. Jelaskan Tauhid sebagai Landasan bagi Semua Aspek kehidupan !

5. Apa Jaminan Allah Bagi Ahli Tauhid ?

6. Apa Jaminan Bagi Masyarakan yang Bertauhid ?

1.3. Tujuan Penulisan


2. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Tauhid

3. Untuk Mengetahui Macam Pembagian Tauhid

1
4. Untuk Mengetahui Apa Makna Dari Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah

5. Untuk Mengetahui penjelasan Tauhid sebagai Landasan bagi Semua Aspek kehidupan

6. Untuk Mengetahui Apa Jaminan Allah Bagi Ahli Tauhid

7. Untuk Mengetahui Apa Jaminan Bagi Masyarakan yang Bertauhid

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Tauhid


  Secara bahasa, tauhid berasal dari kata dasar yang maknanya sesuatu itu satu (esa).
Sedangkan secara syar’i tauhid bermakna mengesakan Allah dalam ibadah, bersamaan
dengan keyakinan keesaanNya dalam dzat, sifat dan perbuatan-perbuatanNya. Tauhid adalah
sikap dasar seorang muslim yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang berhak
disembah dan dipatuhi segara perintah dan larangan-Nya. Tauhid juga menjadikan seorang
muslim hanya menjadikan Allah Swt sebagai tujuan. Secara harfiyah, tauhid artinya “satu”,
yakni Tuhan yang satu, tiada Tuhan selain-Nya (keesaan Allah). Tauhid terangkum dalam
kalimat tahlil, yakni Laa Ilaaha Illaallaah (tiada Tuhan selain Allah).
Tauhid menjadi inti ajaran agama para nabi dan rasul, sejak Nabi Adam a.s. hingga Nabi
Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir, tidak ada lagi nabi/rasul setelahnya.

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An-Nahl: 36).
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS Al Anbiyaa’ : 25).
“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.” (QS At Taubah: 31)

2.2. Pembagian Tauhid


  Tauhid menurut ulama dibagi menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan
tauhid asma wa sifat¹.
a. Tauhid Rububiyah
   Artinya kita meyakini keesaan Allah dalam hal penciptaan, pemilik, pengatur, pemberi
rizeki dan pemelihara alam semesta beserta isinya. Keyakinan seperti iini juga diyakini oleh
kaum  musyrikin Makkah sebagai firman Allah:

3
‫ت ِم َن احْلَ ِّي‬
َ ِّ‫ِج الْ َمي‬
ِ ِ
ُ ‫ِج احْلَ َّي م َن الْ َميِّت َوخُيْر‬
ُ ‫ص َار َو َم ْن خُيْر‬
َ ْ‫الس ْم َع َواأْل َب‬
َّ ‫ك‬ ِ ِ ‫الس َم ِاء َواأْل َْر‬
ُ ‫ض أ ََّم ْن مَيْل‬ َّ ‫قُ ْل َم ْن َي ْر ُزقُ ُك ْم ِم َن‬

‫َو َم ْن يُ َدبِّ ُر اأْل َْمَر‬

Artinya : “Katakanlah: siapa yang member rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau
siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan pengelihatan dan mengeluarkan yang
hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang
mengatur segala urusan ? Maka mereka (musyrikin Makkah) menjawab : “Allah”. Maka
katakanlah (hai Muhammad) “mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya”. (QS. Yunus:31).
   Ayat diatas senada dengan ayat dalam surat Al-Mu’minun: 84-89, Az-Zumar:38,  Az-
Zukhruf: 87 terkait orang-orang musyrik Makkah yang meyakini tauhid rububiyah, namun
mereka tetap diklasifikasikan sebagai kaum musyrikin oleh Allah dan Rasul-Nya.
  Hal itu karena hati manusia telah difitrahkan untuk mengakui rububiyyah Allah
SWT, sehingga orang yang meyakininya belum menjadi ahli tauhid sebelum dia beriman
kepada tauhid yang kedua. Hal ini menegaskan bahwa seseorang tidak dikatakan beriman
dengan hanya meyakini tauhid rububiyah.
b. Tauhid Uluhiyah
   Artinya kita meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Dzat yang berhak disembah
(diibadahi). Ibadah di sini adalah istilah yang meliputi segala apa yang Allah cintai dan ridhai
baik berupa ucapan serta amalan-amalan yang lahir maupun yang batin.
   Tauhid uluhiyyah merupakan implementasi dari kalimat tauhid “laa ilaaha illa-Allah”.
Makna kalimat ini adalah tidak ada sesembahan yang hak untuk disembah melainkan Allah.
Kalimat tauhid ini mengandung dua unsur yaitu unsur penolakan segala bentuk sesembahan
selain Allah serta menetapkan segala bentuk ibadah ditunjukan hanya kepada Allah semata.
Tauhid inilah yang merupakan inti dari pengutusan para rasul seperti yang termasuk dalam
firman Allah:
Artinya : “Dan tidaklah kami mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami
wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak) melainkan Aku, maka
sembahlah Aku olehmu sekalian”. (QS. Al-Anbiya’: 25).
  Dalam hal memahami makna “laa ilaaha illa-Allah” ada sebagian orang memaknainya
dengan ( tidak ada hakim tertinggi melainkan Allah). Ini adalah makna yang sempit dan
kurang tepat sebab dakwah Rasullullah ketika pertama kali diutus bukan masalah hakimiyah,
namun masalah tauhid ibadah dan menjauhi kesyirikan sebagaimana firman Allah:

4
Artinya : “Sungguh kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat agar mereka
(memerintahkan) umatnya menyembah Allah dan menjauhi Thaghut”². (QS. An-Nahl:36).
  Tauhid uluhiyyah adalah misi dakwah semua Rasul. Pengingkaran terhadap tauhid
inilah yang menjerumuskan umat-umat terdahulu ke dalam jurang kehancuran. Tauhid ini
adalah pembuka dan penutup agama. Ia adalah pembeda antara orang-orang mukmin dan
orang-orang kafir, antara penduduk surga dan penghuni neraka.
   Tauhid rububiyyah termasuk konsekuensi dari tauhid uluhiyyah, karena orang-orang
musyrik tidak menyembah tuhan yang satu. Akan tetapi, mereka menyembah bermacam-
macam tuhan dengan anggapan bahwa tuhan-tuhan tersebut lebih mendekatkan mereka
kepada Allah. Padahal mereka mengakui bahwa tuhan-tuhan itu tidak mendatangkan
mudharat dan manfaat. Karena itu, Allah tidak menganggap mereka sebagai orang-orang
mukmin, kendati mereka mengakui tauhid uluhiyyah. Mereka tetap kafir, sebab mereka
masih menyekutukan Allah dan selain-Nya dalam beribadah.
c. Tauhid Asma wa Sifat
Tauhid Asma wa Sifat (meng-esakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-
Nya)ialah meyakini secara mantab bahwa Allah menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan
suci dari segala sifat kekurangan, dan bahwa Dia berbeda dengan seluruh  makhluk-Nya.
   Caranya adalah dengan menetapkan (mengakui) nama-nama dan sifat-sifat Allah yang
Dia sandangkan untuk Dirinya atau disandangkan oleh Rasulullah dengan tidak melakukan
tahrif (pengubahan) lafazh atau maknanya, tidak ta’thil (pengabaian) yakni menyangkal
seluruh atau sebagaian nama dari sifat itu, tidak takyif (pengadaptasian) dengan menentukan
esensi dan kondisinya, dan tidak tasybih (penyerupaan) dengan sifat-sifat makhluk.
    Dari definisi diatas jelaslah bahwa tauhid asma wa sifat berdiri di atas tiga asas.
Barang siapa menyimpang darinya, maka ia tidak termasuk orang yang meng-esakan Allah
dalam hal nama sifat-Nya. Ketiga asas itu adalah:³
a) meyakini bahwa Allah SWT maha suci dari kemiripan dengan makhluk dan  dari segala
kekurangan.

b) Mengimani seluruh nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-
Sunnah tanpa mengurangi atau menambah-nambahi dan tanpa mengubah atau
mengabaikannya.

c) Menutup keinginan untuk mengetahui kaifiyyah (kondisi) sifat-sifat itu.

5
Adapun asas yang pertama, yakni meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan
dengan mahluk dalam sifat-sifat-Nya, ini didasarkan pada firman Allah SWT:
Artinya : “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya”. (QS. Al-Ikhlash: 4)
      Al-Qurthubi, saat menafsirkan firman Allah, “Tidak ada yang sama dengan-Nya
sesuatu apa pun,”mengatakan, “Yang harus diyakini dalam bab ini adalah bahwa Allah SWT,
dalam hal keagungan, kebesaran, kekuasaan, dan keindahan nama serta ketinggian sifat-Nya,
tidak satupun dari makhluk-Nya yang menyerupai-Nya dan tidak pula dapat diserupai dengan
makhluk-Nya. Dan sifat yang oleh syariat disandangkan kepada Pencipta dengan kepada
makhluk, pada hakikatnya esensinya berbeda meskipun lafazhnya sama. Sebab, sifat Allah
Yang tidak Berpemulaan (qadim) pasti berbeda dengan sifat makhluk-Nya.
      Termasuk dalam asas pertama ini ialah menyucikan Allah SWT dari segala yang
bertentangan dengan sifat yang disandangkan oleh Rasullulah Saw. Jadi mengesakan
AllahcSWT dalam hal sifat-sifat-Nya menuntut seseorang Muslim untuk meyakini bahwa
Allah SWT tidak mempunyai istri, teman, tandingan, pembantu, dan syafi’ (pemberi
syafa’at), kecuali atas izin-Nya. Dan juga menuntut seorang Muslim untuk menyucikan Allah
dari sifat tidur, lelah, lemah, mati, bodoh, zalim, lalai, lupa, kantuk, dan sifat-sifat kekurangan
lainya.
       Sedangkan asas kedua, mewajibkan untuk membatasi diri pada nama-nama dan sifat-sifat
yang telah ditetapkan dal al-Qur’an dan As-Sunnah. Nama-nama dan sifat-sifat itu harus
ditetapkan berdasarkan wahyu, bukan logika. Jadi, tidak boleh menyandangkan sifat atau
nama kepada Allah SWT kecuali sejauh ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Sebab Allah SWT
maha tau tentang Dirinya sifat-sifat-Nya, dan nama-nama-Nya. Ia berfirman :
Artinya : “Katakanlah, kalian yang lebih tahu atau Allah ?”. (QS. Al-Baqarah : 140)
        Nah, bila Allah SWT yang lebih mengetaahui tentang Dirinya dan para Rasul-Nya
adalah orang-orang jujur dan selalu membenarkan segala informasi dari-Nya, pasti mereka
tidak akan menyampaikan selain dari apa yang diwahyukan oleh-Nya kepada mereka.
Karenanya, dalam urusan mengukuhkan atau menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah
SWT wajib merujuk kepada informasi dari Allah dan Rasul-Nya.
       Sementara asas ketiga, menuntut manusia yang mukallaf untuk mengimani
sifat-sifat dan nama-nama yang ditegaskan oleh al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa bertanya
tentang kaifiyyah (kondisi)-Nya, dan tidak pula tentang esensinya. Sebab, mengetahui
kaifiyyah sifat hanya akan dicapai mankala mengetahui kaifiyyah Dzat. Padahal Dzat Allah
SWT tidak berhak dipertanyakan esensi dan kaifiyyah-Nya.

6
         Karena itu, ketika para ulama salaf ditanya tentang kaifiyyah istiwa’ (cara Allah
SWT bersemayam), mereka menjawab’ “Istiwa’ itu sudah dipahami, sedang cara-caranya
tidak diketahui; mengimani istiwa’ adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.”
         Jika ada seseorang bertanya kepada kita, ”Bagaimana cara Allah SWT turun ke langit
dunia ?” Maka kita tanyakan kepadanya,”Bagaimana dia ?” jika ia mengatakan, “Saya tidak
tau kaifiyyah Dia”. Maka kita jawab  “ Makanya kita tidak tau kaifiyyah turunya Allah.
Sebab untuk mengetahui kaifiyyah sifat harus mengetahui terlebih dahulu kaifiyyah dzat
yang disifsti itu. Karena, sifat itu adalah cabang dan mengikuti yang disifati. Maka,
bagaimana Anda menuntut istiwa’, padahal Anda tidak tahu bagaimana kaifiyyah Dzat-Nya.
Jika Anda mengakui bahwa Allah SWT adalah wujud yang hakiki yang pasti memiliki segala
sifat kesempurnaan dan tidak ada yang menandinginya, maka mendengar, melihat, berbicara
dan turunya Allah tidak dapat digambarkan dan tidak bisa disamakan dengan mahluk-Nya.
Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa tauhid asmawa sifat ini dapat rusak
dengan beberapa hal berikut :
a. Tasybih, yakni menyerupakn sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Seperti
yang dilakukan orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih bin Maryam
dengan Allah SWT, orang Yahuda menyerupakan ‘Uzair dengan Allah, orang-orang
musyrik menyerupakan patung-patung mereka dengan Allah, dan beberapa kelompok
yang menyerupakan wajah Allah dengan wajah makhluk , tangan Allah dengan
tangan makhluk, pendengaran Allah dengan pendengaran makhluk, dan lain
sebagainya.

b. Tahrif, yaitu mengubah atau mengganti. Artinya mengubah lafazh-lafazh nama Allah
SWT dengan menambah atau mengurangi atau mengubah artinya, yang oleh para ahli
bid’ah diklaim sebagai takwil, yaitu memahami satu lafazh dengan makna yang rusak
dan tidak sejalan dengan makna yang digunakan dalam bahasa Arab. Seperti
pengubahan kata dalam firman Allah SWT “Wakallamallahu musa taklima” menjadi
“Wakallamallaha”. Dengan demikian, mereka bermaksud menafikan sifat kalam
(berbicara) dari Allah SWT.

c. Ta’thil (pengabaian, membuat tidak berfungsi). Yakni menampik sifat Allah dan


menyagkal keberadaannya pada Dzat Allah SWT, semisal menampik kesempurnaan-
Nya dengan cara membantah nama-nama dan sifat-sifat-Nya; tidak melakukan ibadah
kepada-Nya, atau menampik sesuatu sebagai ciptaan Allah SWT, seperti orang yang

7
menyatakan bahwa makhluk-makhluk ini qadim (tidak berpermulaan dan menyangkal
bahwa Allah telah menciptakan dan membuatnya).

d. Takyif (menentukan kondisi dan menetapkan esensinya). Metode dalam memahami


nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa
melakukan tasybih, tahrif, ta’thil dan takyif ini merupakan mazhab salaf. Asy-
Syaikani mengatakan,  “Sesungguhnya, mazhab salaf, yakni kalangan sahabat, tabi’in,
dan tabi’ut-tabi’in, adalah memberlakukan dalil-dalil tentang sifat-sifat Allah SWT
sesuai dengan zhahirnya tanpa melakukan tahrif, ta’wil yang dipaksakan, dan tidak
pula ta’thil yang mengakibatkan terjadinya banyak ta’wil. Dan jika mereka ditanya
tentang sifat-sifat Allah SWT, mereka membacakan dalil lalu menahan diri dari
mengatakan pendapat itu dan ini seraya mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui
lebih dari itu.

Ulama salaf tidak akan memaksakan diri untuk berbicara apa yang tidak mereka ketahui
dan apa yang tidak yang tidak Allah SWT izinkan untuk meraka lampaui. Jika ada seorang
penanya menginginkan penjelasan melebihi dari zahir, maka mereka segera mencegahnya
dari apa yang tidak mungkin merfeka capai selain terjerumus dalam bid’ah dan melarangnya
dari hal yang tidak tidak diajarkan Rasulullah SAW, tidak pula oleh sahabat dan tabi’in. 

2.3. Makna Dari Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah


Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah mengandung dua makna, yaitu makna
penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah SWT, dan makna menetapkan bahwa satu-
satunya sesembahan yang benar hanyalah Dia semata. Berkaitan dengan kalimatini Allah
SWT berfirman :
ٰ
ُ‫اعلَ ْم أَنَّهُ اَل إِلَهَ إِاَّل اللَّه‬
ْ َ‫ف‬
Artinya :"Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwasannya tidak ada sesembahan yang benar selain
Allah". (Qs. Muhammad : 19)
Berdasarkan ayat di atas, bahwa memahami makna syahadat adalah wajib hukumnya
dan mesti didahulukan dari pada rukun-rukun Islam yang lain. Rasulullah SAW juga
menegaskan :"Barang siapa yang mengucapkan laa ilaaha illa-Allah dengan ikhlas maka akan
masuk ke datang surga."(HR. Ahmad). Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah
memahami, mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tersebut sebelum yang lainnya.

8
Rasulullah sendiri mengajak paman beliau Abu Thalib menjelang detik-detik kematiannya
dengan ajakan :"Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaaha illa-Allah, sebuah kalimat yang aku
akan jadikan ia sebagai nutfah di hadapan Allah". Akan tetapi, Abu Thalib enggan untuk
mengucapkan dan meninggal datam keadaan musyrik.
Selama 13 tahun di Makkah. Nabi Muhammad SAW mengaiak orang-orang dengan
perkataan beliau :"Katakan laa ilaaha illa-Allah”.Kemudian orang-orang kafir
menjawab :"Beribadah kepada sesembahan yang satu. Tidak pernah kami dengar dari orang
tua kami". Orang Quraisy di zaman Rasulullah sangat paham makna kalimat tersebut, dan
barang siapa yang mengucapkannya tidak akan menyeru/berdoa kepada selain Allah.
A. Syarat-syarat Laa Ilaaha IlIa-Allah
Bersaksi dengan laa ilaaha illa-Allah harus dengan tujuh syarat.Tanpa syarat-syarat itu
kesaksian tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengikrarkannya. Secara singkat tujuh
syarat itu ialah :
a. ‘ilmu (mengetahui), yang menafikan jahl (Kebodohan)
b. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan)
c. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan)
d. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan)
e. Ikhlash, yang menafikan syirik
f. Shidq (jujur), yang menafikan kidzb (dusta)
g. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian).
Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :
 Syarat pertama :'llmu (Mengetahui)
Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa
yang ditetapkan serta menafikan ketidaktahuannya tentang hal tersebut.

‫اعةَ إِال َم ْن َش ِه َد بِاحْلَ ِّق َو ُه ْم َي ْعلَ ُمو َن‬ َّ ‫ين يَ ْدعُو َن ِم ْن ُدونِِه‬ ِ َّ ِ‫وال مَيْل‬
َ ‫الش َف‬ َ ‫ك الذ‬ُ َ
Artinya :"Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi
syafaat ; akan tetapi (orang yang dapat nemberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang
hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya)”. (QS. Az-Zukhruf : 86)
Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illa Allah dan memahami dengan
hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak
mengerti apa maknanya, maka persaksiaan itu tidak sah dan tidak berguna.
 Syarat kedua: Yaqin (yakin)

9
Orang yang mengingkarkannya harus meyakini kandungan kalimat laa ilaaha illa-
Allah itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu. Allah SWT
berfirman:

ۚ ‫اه ُدوا بِأ َْم َواهِلِ ْم َوأَْن ُف ِس ِه ْم يِف َسبِ ِيل اللَّ ِه‬ ِِ ِ ِ َّ ِ
َ ‫ين َآمنُوا بِاللَّه َو َر ُسوله مُثَّ مَلْ َي ْرتَابُوا َو َج‬ ِ
َ ‫إمَّنَا الْ ُم ْؤمنُو َن الذ‬
‫الص ِادقُو َن‬ َ ِ‫أُوٰلَئ‬
َّ ‫ك ُه ُم‬
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu", (Qs. Al-Hujurat : 15)
Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Muhammad Saw besabda:”Siapa yang
engkau temui di balik tembok (kebun) ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah
dengan hati yang menyakininya, maka berilah kabar gembira dengan (balasan) surga” (HR.
Al-Bukhari). Maka siapa yang tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk surga.
 Syarat ketiga: Qabul (Menerima)
Menerima kandungan dan konsekuensi dari laa ilaaha illa-Allah, menyembah Allah semata
dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Siapa yang mengucapkannya, tetapi tidak
menerima dan mentaati, maka ia germasuk orang-orang yang difirmankan Allah:
ِ ‫إِنَّهم َكانُوا إِذَا قِيل هَل م اَل إِلَه إِاَّل اللَّه يستَ ْكرِب و َن وي ُقولُو َن أَئِنَّا لَتَا ِر ُكو آهِل تِنَا لِ َش‬
ٍ ُ‫اع ٍر جَمْن‬
‫ون‬ َ ََ ُ ْ َ ُ َ ُْ َ ُْ
Artinya : “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illa-
Allah”(Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.
Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembah-sembahan
kami karena seorang penyair gila?”.(QS. Ash-Shafat: 35-36)
 Syarat keempat: Inqiyaad (Tunduk dan Patuh)
Allah SWT berfirman:

۞ ‫اأْل ُمو ِر‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ومن يسلِم وجهه إِىَل اللَّ ِه وهو حُمْ ِسن َف َق ِد استمس‬
ُ ُ‫ك بالْعُ ْر َوة الْ ُو ْث َق ٰى ۗ َوإىَل اللَّه َعاقبَة‬
َ َ ْ َْ ٌ َُ َ َُْ َ ْ ْ ُ ْ ََ
Artinya : “Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang
yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang
kokoh”.(QS. Luqman : 22)
 Syarat kelima: Shidq (Jujur)

10
Yaitu mengucapakan kalimat laa ilaaha illa-Allah dan hatinya juga membenarkannya.
Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan
pendusta. Allah SWT berfirman:

‫اه ْم مِب ُْؤ ِمنِنْي َ ۝خُي ِٰدعُ ْو َن ٱهللَ َوٱلَّ ِذيْ َن أٰ َمُن ْوا‬ ِٰ ِ ِ ٰ ِ ‫َو ِم َن ٱلن‬
ُ ‫َّاس َم ْن يَّ ُق ْو ُل أ َمنَّابِٱهلل َوبِٱلَْي ْوم ٱألخ ِر َو َم‬
ِ‫هِب‬
‫اب أَڶِْي ٌم‬
ٌ ‫ضا ۖ َوڶ َُه ْم َع َذ‬ ٌ ‫َو َماخَي ْ َدعُ ْو َن إِآل أَْن ُف َس ُه ْم َو َمايَ ْشعُُر ْو َن ۝ىِف قُڶُو ْم َّمَر‬
ً ‫ض َفَز َاد ُه ُم ٱڶڶهُ َمَر‬
ِ ‫مِب ا َكنو يك‬
‫ْذبُ ْو َن‬ َ ُْ َ
Artinya : “Di antara manusia ada yang mengatakan:”Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian”. Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka
hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya
sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah
penyakitnya; dan bagi mereka siska yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.(QS. Al-
Baqarah: 8-10)
 Syarat keenam : Ikhlas
Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syrik, dengan jalan tidak
mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau sum’ah. Dalam hadis Rasulullah
dikatakan:”Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka orang yang mengucapkan laa
ilaaha illa-Allah karena mengiginkan ridha Allah”.(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
 Syarat ketujuh : Mahabbah (Kecintaan)
Maksudnya mencintai kalimat laa ilaaha illa-Allah, juga mencintai orang-orang yang
mengamalkan konsekuensinya. Allah SWT berfirman:

‫َش ُّد ُحبًّا لِلَّ ِه ۗ َولَ ْو َيَرى‬ ِ َّ ِ ِّ ‫ون اللَّ ِه أَنْ َدادا حُيِ بُّو َنهم َكح‬
َ ‫ب اللَّه ۖ َوالذ‬
َ ‫ين َآمنُوا أ‬ ُ ُْ ً
ِ ‫َّخ ُذ ِمن د‬
ُ ْ
ِ ‫َّاس من يت‬ ِ
َ ْ َ ِ ‫َوم َن الن‬
ِ ‫يد الْع َذ‬ ِ َّ ‫َن الْ ُق َّو َة لِلَّ ِه مَجِ ًيعا َوأ‬ ِ َّ
‫اب‬ َ ُ ‫َن اللَّهَ َشد‬ َ ‫ين ظَلَ ُموا إِ ْذ َيَر ْو َن الْ َع َذ‬
َّ ‫اب أ‬ َ ‫الذ‬
Artinya : “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tanding-tandingan
selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-
orang yang beriman sangat cinta kepada Allah”.(QS. Al-Baqarah: 165)
Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih sedangkan ahli syrik
mencintai Allah dan mencintai yang lain. Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan
laa ilaaha illa-Allah.
h. Konsekuensi laa ilaaha illa-Allah
11
Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang dipertuhankan
sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha illa-Allah. Dan beribadah kepada Allah semata
tanpa unsur kesyirikan sedikit pun, sebagai keharusan dari penetapan ilaa-Allah.
Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehungga mereka
menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan, baik berupa makhluk, kuburan, pepohonan,
bebatuan serta para thaghut lainnya. Dengan kata lain, orang tersebut mengamalkan apa yang
diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.

2.4. Tauhid sebagai Landasan bagi Semua Aspek kehidupan


            Tauhid dalam pandangan islam merupakan akar yang melandasi setiap aktivitas
manusia. Kekokohan dan tegaknya tauhid mencerminkan luasnya pandangan, timbulnya
semangat beramal dan lahirnya sikap optimistik. Sehingga tauhid dapat digambarkan sebagai
sumber segala perbuatan (amal shalih) manusia.
            Sebetulnya formulasi tauhid terletak pada realitas sosial. Adapun bentuknya, tauhid
menjadi titik sentral dalam melandasi dan mendasari aktivitas. Tauhid harus diterjemahkan ke
dalam realitas historis-empiris. Tauhid harusnya dapat menjawab semua problematika
kehidupan modernitas, dan merupakan senjata pamungkas yang mampu memberikan
alternatif yang lebih anggun dan segar.
            Tujuan tauhid adalah memanusiakan manusia. Itu sebabnya, dehumanisasi merupakan
tantangan tauhid yang harus dikembalikan kepada tujuan tauhid, yaitu memberikan
perubahan terhadap masyarakat. Perubahan itu didasarkan pada cita-cita profetik yang
diderivasikan dari misi historis sebagaimana tertera dalam firman Allah:
ِ ‫َّاس تَأْمرو َن بِالْمعر‬
‫وف َوَتْن َه ْو َن َع ِن الْ ُمْن َك ِر َو ُت ْؤ ِمنُو َن بِاللَّ ِه‬ ِ ‫ُكْنتم خير أ َُّم ٍة أُخ ِرج‬
ُْ َ ُ ُ ِ ‫ت للن‬ ْ َ ْ ََْ ْ ُ
Artinya :“Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk
menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah”.(QS. Ali’Imran:
110).
Kuntowijoyo memberikan tiga muatan dalam ayat di atas sebagai karakteristik ilmu
sosial profetik, yakni kandungan nilai humanisasi, liberasi dan transendensi. Tujuannya
supaya diarahkan untuk merekayasa masyarakat menuju cita-cita sosial-etiknya di masa
depan. 

12
2.5. Jaminan Allah Bagi Ahli Tauhid
            Tidak diragukan lagi bawa tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung dalam 
Islam. Oleh karena itu, bagi siapa yang mampu  merealisasikan tauhid dengan benar akan
mendapat beberapa keistimewaan. Bagi orang-orang yang termasuk ahli tauhid, Allah
janjikan banyak sekali kebahagian,baik di dunia, lebih-lebih di akhirat. Itu semua hanya
khusus diberikan bagi ahli tauhid.
A. Ahli Tauhid Mendapatkan Keamanan dan Petunjuk
            Seorang yang bertauhid dengan benar akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk.
Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya :
ِ َّ
‫األم ُن َو ُه ْم ُم ْهتَ ُدو َن‬ َ ِ‫ين َآمنُوا َومَلْ َي ْلبِ ُسوا إِميَا َن ُه ْم بِظُْل ٍم أُولَئ‬
ْ ‫ك هَلُ ُم‬ َ ‫الذ‬
            Artinya : “ Orang-orang yang beriman dan  tidak mencampuradukan  iman meraka
dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah yang mendapa keamanan dan  mereka itu adalah
–orang-orang yang mendapatkan petunjuk’. (QS. Al-An’am: 82).
            Kezhaliman  meliputi tiga perkara, yaitu kezhaliman terhadap hak  Allah yaitu dengan
berbuat syirik, kezhaliman seseorang terhadap dirinya sendiri yaitu dengan berbuat maksiat,
dan kezhaliman seseorang terhadap orang lain yaitu dengan menganiaya orang lain.
            Kezhaliman adalah menempatkan  sesuatu  tidak  pada tempatnya. Kesyirikan disebut
kezhaliman karna menunjukan ibadah  kepada yang  tidak berhak menerimanya. Ini
merupakan kezhaliman yang paling zhalim. Hal ini karena pelaku syirik menunjukan ibadah
kepada yang tidak berhak menerimanya, mereka menyamakan Al-Khaliq (Sang Pencipta)
dengan makhluk, menyamakan yang lemah dengan  Maha Perkasa.
            Yang dimaksud  dengan kezhaliman dalam ayat di atas adalah syirik, sebagaimana
dijelaskan oleh Rasulallah SAW ketika menafsirkan ayat ini. Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu
mengatakan, “ Ketika ayat ini turun,terasa beratlah di hati para sahabat, mereka mengatakan
siapakah di antara kita yang tidak pernah menzhalimi dri sendiri (berbuat maksiat), maka
rasulallah SAW bersabda : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “ Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya , mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.
(QS. Lukman : 13)”
            Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukan keimanan mereka dengan
kezhaliman (kesyirikan). Mereka akan mendapatkan rasa aman di dunia dan di akhirat serta
mendapatkan keamanan di dunia berupa ketenangan hati, dan keamanan di akhirat dari hal-

13
hal yang ditakti yang akan terjadi di Hari Akhir. Petunjuk yang mereka dapatkan di dunia
berupa ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, sedangkan petunjuk diakhirat berupa petunjuk
yang mereka dapatkan sesuai dengan kadar tauhidnya. Semakin sempurna Tauhid seseorang,
semakin besar keamanan dan petunjuk yang akan diperoleh.
2.      Ahli Tauhid Djamin Masuk Surga.
Rasulullah SAW bersabda :

‫يسى َعْب ُد اللَّ ِه‬ ِ َّ ‫َن حُم َّم ًدا عب ُده ورسولُه وأ‬
َ ‫َن ع‬ َ ُ ُ َ َ ُ َْ َ َّ ‫يك لَهُ َوأ‬ َ ‫َم ْن َش ِه َد أَ ْن اَل إِلَهَ إِاَّل اللَّهُ َو ْح َدهُ اَل َش ِر‬
ِ
َ ‫َو َر ُسولُهُ َو َكل َمتُهُ أَلْ َق‬
‫اها‬

‫َّار َح ٌّق أ َْد َخلَهُ اللَّهُ اجْلَنَّةَ َعلَى َما َكا َن ِم ْن الْ َع َم ِل‬ ِ ‫إِىَل مرمَي ور‬
ُ ‫وح مْنهُ َواجْلَنَّةُ َح ٌّق َوالن‬
ٌ ُ َ َ َْ
Artinya :” Barangsiapa yang bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada ilah (sesembah) yang
berhak disembah selain allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saksi bahwa
Muhammad  adalah  hamba dan rosul-Nya, dan ‘Isa adalah  hamba dan rasul-Nya, dan
kalimat yang disampaikan-Nya kepada Maryam  serta ruh dari-Nya dan bersaksi bawha
surga dan neraka benar adanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, sesuai
amal yang telah dikerjakannya”.
            Ini merupakan janji dari Allah SAW untuk ahli Tauhid bawha mereka akan
dimasukkan ke dalam surga. Ahli Tauhid adalah mereka yang bersyahadat (bersaksi) dengan
persaksian  yang disebut dalam  hadis diatas. Maksud syahadat yang benar harus terkandung
tiga hal, yaitu mengucapkannya dengan lisan, memahami maknanya, dan mengamalkan
segala konsekuensinya. Tidak cukup hanya sekedar mengucapkan saja.
            Sesuai amal yang telah dikerjakannya ada dua tafsiran :
            Pertama, mereka akan masuk surga walaupun memiliki dosa-dosa selain syirik karena
dosa-dosa selain syirik tersebut tidak menghalanginya untuk masuk ke dalam surga, baik
masuk surga secara langsung maupun sempat diazab di neraka lalu akhirnya masuk surga. Ini
merupakan keutamaan tauhid yang dapat menghapuskan dosa-dosa dengan izin Allah dang
mnghalangi seseorang dengan amal shalihnya.
            Kedua, ,mereka akan masuk surga, namun kedudukan mereka dalam surga sesuai
dengan amalan merka, karena kedudukan seseorang di surga bertingkat-tingkat sesuai amal
shalihanya.
B. Ahli Tauhid Diharamkan dari Neraka

14
            Sungguh, neraka adalah seburuk-buruk tempat kembali. Betapa bahagianya seseorang
yang tidak mnjadi penghuni neraka. Hal ini akan didapatkan oleh sesorang yang bertauhid
dengan benar. Sabda Rasullalah SAW:

‫ك َو ْجهَ اللَّ ِه‬ ِ


َ ‫فَِإ َّن اللَّهَ قَ ْد َحَّر َم َعلَى النَّا ِر َم ْن قَ َال الَ إِلَهَ إِالَّ اللَّهُ َيْبتَغِ ْي بِ َذل‬.
            Artinya : “ Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang menatakan
La ilaaha illa-Allah, yang di ucapkan ikhlas mengharapkan wajah Allah. (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)
            Pengharaman dari neraka ada dua bentuk. Pertama, diharamkan masuk neraka secara
mutlak dalam arti dia tidak akan pernah masuk neraka sama sekali. Boleh jadi dia
mempunyai dosa, lalu Allah SWT mengampuninnya atau  dia termasuk golongan orang-
orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab. Kedua, diharamkan kekal masuk neraka
dalam arti dikeluarkan dari neraka setelah sempat dimasukkan ke dalamnya selama beberapa
waktu.
C. Ahli Tauhid Diampuni Dosa-dosanya.
            Hidup kita tidak luput dari gelimbang dosa dan maksiat. Karena itu pengampunan
dosa adaalah sesuatu yang sangat kita harapkan. Dengan melaksanakan tauhid swcara benar,
menjadi sebab terbesar dapat menghapus dosa-dosa kita. Rasulallah SAW bersabda :
            Yang Artinya : “ Allah berfirman : ‘ Wahai anak adam, sesungguhnya sekiranya kamu
kamu datang pada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, keumdian kamu datang kepada-Ku
tanpa menyrkutukan sesuatu pun dengan-Ku, maka aku akan mendtangimu dengan ampun
sepenuh bumi pula”. (HR. Tirmidzi)
            Dalam hadist ini Rasulallah mengabarkan tentang luasnya keutamaan dan rahmat
Allah. Allah akan menghapus dosa-dosa yang besar sekalipun selama itu bukan dosa syirik.
Semakna dengan hadist ini seperti difirmankan Allah :

            ‫ك لِ َم ْن يَ َشاءُ َو َم ْن يُ ْش ِر ْك بِاللَّ ِه َف َق ِد‬ ِ ِ ِ


َ ‫إِ َّن اللَّهَ اَل َي ْغف ُر أَ ْن يُ ْشَر َك بِِه َو َي ْغف ُر َما ُدو َن َذل‬

‫يما‬ ِ ِ
ً ‫ا ْفَتَرى إمْثًا َعظ‬
            Artinya :’ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang lain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya,
Barangsiapa siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar”. (QS. An-Nisaa’:48)

15
2.6. Jaminan Bagi Masyarakan yang Bertauhid
            Kebaikan tauhid ternyata tidak hanya bermanfaat bagi individu. Jika sesuatu
masyarakat benar-benar merealisasikan tauhid dalam kehidupan mereka, Allah SWT akan
memberikan jaminan bagi mereka
            Sebagaimana friman-Nya Yang Artinya :
            “ Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan merka
berkuasa di muka bumi, sebagaimanan Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah dirikhai-Nya
untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar(keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah
(janji) itu, maka merka itulah orang-orang yang fasik”.(QS. An-Nur:55)
            Dalam ayat di atas Allah SWT memberikan bebrapa jaminan bagi sesuatu masyarakat
yang mau mengimplementasikan nilai-nilai ketauhidan dalam kehidupan, yaitu mendapat
kekuasaan di muka bumi, mendapat kemantapan dan keteguhan dalam beragama, serta
mndapat keamanan dan dijauhkan rasa takut.
            Dalam ayat di atas Allah SWT memebrikan beberapa jaminan bagi suatu masyarakat
yang mau mengimplementasikan nila-nilai ketauhidan dalam kehidupan, yaitu mendapat
kekuasaan di muka bumi, mendapat kemantapan dan keteguhan dalam beragama, serta
mndapat keamanan dan dijaukan dari rasa takut.
            Demikian sebagian di antara jaminan yang akan didapatkan oleh ahli tauhid.
Mengutip Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, termasuk keutamaan Tauhid adalah :
a. Dapat menghapus dosa-dosa.
b. Merupakan faktor terbesar dalam melapangkan berbagai kesusuhan serta bisa menjadi
penangkal dari berbagai akibat buruk dalam kehidupan dunia dan akhirat.
c. Mencegah kekekalan dalam api neraka meskipun dalam hati hanya tertanam
keimanan sebesar biji sawi. Juga mencegah masuk neraka secara mutlak bila dia
menyempurnakan dalam hati. Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling mulia.
d. Merupakan sebab satu-satunya untuk menggapai ridha Allah SWT dan pahala-Nya.
Orang yang paling bahagia dalam memperoleh syafaat Rasulallah adalah
mengucapkan laa ilaaha illa-Allah dengan ikhlas dari hatinya.

16
e. Penerimaan seluruh amalan dan ucapan baik yang tampak dan yang tersembunyi
tergantung kepada tauhid seseorang. Demikian pula penyempurnaan dan pemberian
ganjarannya. Perkara-perkara ini menjadi sempurna dan lengkap tatkala tauhid dan
keikhlasan kepada Allah SWT menguat. Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling
besar.
f. Memudahkan seorang hamba untuk melakukan kebaikan-kebaikan dan meninggalkan
kemungkaran-kemungkaran serta menghibur tatkala menghadapi berbagai musibah.
Sesorang yang ikhlas kepada Allah SWT dalam beriman dan bertauhid akan merasa
ringan untuk melakukan ketaatan-ketaatan karena dia menghadapkan pahala dan
keridhaan Rabb-Nya.
g. Bila tauhid sempurna dalam hati seseorang, Allah menjadikannya mencintai
keimanan. Kemudian Allah menjadikan orang tersebut membenci kekafiran,  
kefasikan, dan kemaksiatan. Juga Allah akan menggolongkan ke dalam orang-orang
yang terbimbing.
h. Meringankan segala kesulitan dan rasa sakit. Semua itu sesuai dengan
menyempurnakan tauhid dan iman yang dilakukan oleh seorang hamba. Sesuai pula
dengan sikap seseorang hamba saat menerima segala kesulitan dan rasa sakit dengan
hati yang lapang, jiwa yang tenang, dan ridha terhadap ketentuan-ketentuan-Nya.
i. Melepaskan seorang hamba dari ketergantungan dan pengharapan kepada makhluk.
Inilah keagungan dan kemuliaan yang hakiki. Bersamaan dengan itu dia hanya
beribadah dan menghambakan diri kepada Allah, dengan mengharap hanya kepada
Allah.
j. Bila tauhid sempurna dalam hati seseorang dan terealisasi lengkap dengan
keikhlasan, amal yang sedikit akan berubah menjadi banyak. Segenap amal dan
ucapan berlipat ganda tanpa batas dan hitungan. Kalimat ikhlas menjadi berat dalam
timbangan amal sehingga tidak terimbangi oleh langit dan bumi beserta seluruh  
penghuninya.
k. Allah SWT menjamin kemenangan, pertolonga, kemuliaan, kemudahan danpetunjuk
d dunia bagi pemilik tauhid, Cukup banyak dalil yang menguatkan keterangan ini baik
dari Al- Qur’an maupun As-Sunnah.
                        Dengan demikian cukup besar dan banyak keutamaan yang Allah limpahkan
bagi para hamba-Nya yang bertauhid, Sangat beruntung orang yang bisa menggapai seluruh
keutamaannya. Namun keberhasilan total hanya milik orang-orang yang mampu

17
menyempurnakan tauhid sepenuhnya. Tentu manusia bertingkat-tingkat dalam wujud tauhid
kepada Allah SWT. Mereka tidak berada pada satu tingkatan. Masing-masing menggapai
keutamaan tauhid sesuai dengan prestasi dalam menerapkan tauhid.

18
BAB III

PENUTUP

  3.1. Kesimpulan 
Setiap muslim hendak meyakini bahwa tauhid adalah dasart Islam yang paling agung
dan istimewa. Jika tauhid yang murni terealisasikan dalam hidup seseorang, baik pribadi
maupun jama’ah, akan memetik buah yang amat manis. Di antara buah yang didapat adalah
memerdekakan manusia dari perbudakan serta tunduk kepada selain Allah, baik benda-benda
atau makhluk lainnya, juka akan memebentuk keperibadian yang kokoh.
            Karena itu, siapa pun yang mampu mengamalkan nilai-nilai ketauhidan dengan benar
dalam segala aktivitasnya, niscaya mendapat ketauhidan dengan benar dalam segala
aktivitasnya, niscaya mendapat banyak keistimewaan. Allah SWT menjanjikan bagi para ahli
Tauhid aneka kebahagiaan, baik di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak.

3.2. Saran
Kita sebagai orang beriman diwajibkan mempercayai dan mengenal keEsaan Allah
dan mengetahui syarat dan konsekuensi dalam tindakan.Namun untuk menunjukkan itu
tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.karena akan ada hal-hal yang tidak sesuai
dengan ajaran agama sehinggah untuk menghindari hal tersebut,penulis akan membutuhkan
saran agar bisa memperbaaiki makalah ini dengan baik,terutama bagi pembaca

19
DAFTAR PUSTAKA

Aziz.Abdul,Pelajaran Tauhid Untuk Pemula, Terj. Ainul Haris Umar Arifin Thayib,
Jakarta: Yayasan Al-sofwa, 2000
http://maswanuldwim.blogspot.com/2017/05/tauhid-dan-urgensinya-bagi-kehidupan.html
http://matakata21.blogspot.com/2016/10/tugas-aik-tauhid-dan-urgensinya.html

Anda mungkin juga menyukai