STIKES MUHAMMADIYAH PRINGSEWU DEFINISI Gagal Jantung, sering disebut gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smelzer & Bare, 2010). Gagal jantung adalah suatu kondisi fisiologi ketika jantung tidak dapat memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Black & Hawks, 2013). Gagal jantung terjadi karena perubahan fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri. Gagal jantung bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi istilah yang merujuk pada sindroma klinis ditandai dengan kelebihan volume cairan tubuh, perfusi jaringan yang tidak adekuat, dan toleransi aktivitas yang buruk. Istilah gagal jantung kongestif paling sering digunakan kalau terjadi gagal jantung kiri dan kanan. Gagal jantung dapat mengenai pria dan wanita, angka mortalitasnya lebih tinggi pada wanita. Gagal jantung merupakan penyakit primer pada lansia sekitar 6%-10% terjadi pada usia >65 tahun. Terdapat perbedaan pada ras, dan mengenai pada semua ras. Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan : Gejala gagal jantung : dirasakan sesak napas/lelah bila beraktivitas atau saat istirahat pada keadaan yang berat. Tanda-tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau bengkak pergelangan kaki. Bukti obyektif kelainan struktur atau fungsi jantung saat istirahat. Berdasarkan presentasinya gagal jantung dibagi menjadi : 1. Gagal jantung akut 2. Gagal jantung kronik (menahun) 3. Acute on Chronic Heart Failure Gagal jantung akut adalah adalah gejala sesak napas secara cepat (< 24 jam) akibat kelainan fungsi jantung, gangguan fungsi sistolik dan diastolik atau irama jantung, atau kelebihan beban awal (preload), beban akhir (afterload), atau kontraktilitas dan keadaan ini dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani dengan tepat (ESC, 2008).
Gagal jantung menahun adalah sindrom
(kumpulan gejala) klinis yang kompleks akibat kelainan struktur atau fungsional yang mengganggu pompa jantung atau mengganggu pengisian jantung (AC/AHA, 2005). Pasien gagal jantung akut datang dengan berbagai kondisi klinis, yaitu : 1. Acut Decompensated Heart Failure (ADHF) Baru pertama kali (de nowo), dan dekompensasi dari gagal jantung menahun. Kedua kondisi ini masih lebih ringan dan tidak termasuk syok kardiogenik, edema paru atau hipertensi krisis. 2. Hipertensive acut heart failure Gejala dan tanda gagal jantung disertai dengan tekanan darah tinggi dan fungsi ventrikel masih baik, jika ada gambaran rontgen thorak sesuai dengan edema paru akut. 3. Edema paru (diverifikasi dengan foto rontgen thorak) Sesak napas hebat, dengan ronki basah kasar di hampir lapang paru, ortopneu, saturasi oksigen < 90% sebelum dapat terapi oksigen. 4. Renjatan kardiogenik Bukti adanya hipoperfusi jaringan walaupun preload sudah dikoreksi. TDS < 90 mmHg, produksi urine 0,5 cc/kgBB/jam, laju nadi > 60 x/menit (tidak ada blok jantung) dengan atau tanpa kongesti paru. Low output syndrome merupakan keadaan pre syok. High output failure Curah jantung tinggi, laju nadi cepat (disebabkan oleh aritmia, tirotoksikosis, anemia, iatrogenik dsb). Akral hangat, kongesti paru, kadang TD rendah spt pada syok sepsis. 6. Gagal jantung kanan Curah jantung rendah, peningkatan tekanan vena jugularis, pembesaran hati, dan hipotensi.
Karena tidak semua pasien terlihat kelebihan
volume pada saat awal datang atau pada pemeriksaan selanjutnya, maka istilah heart failure lebih cocok dipakai daripada istilah lama Congestive Heart Failure (CHF) Dikatakan gagal jantung, bila ada keluhan sesak, sedangkan disfungsi ventrikel mungkin terjadi tanpa keluhan sesak. Tidak selalu ada hubungan antara beratnya sesak dengan beratnya disfungsi jantung. Penyakit gagal jantung adalah penyakit yang kronik progresif karena adanya mekanisme apoptosis yang dipengaruhi oleh hiperaktivitas neurohormon, yang pada akhirnya menyebabkan remodeling. ETIOLOGI Penyebab gagal jantung atau Congesti Heart Failure (CHF) : Dekompensasi dari gagal jantung menahun Sindrome koroner akut (SKA) : MCI akut/angina pektoris tak stabil/disfungsi iskemik. Komplikasi mekanik dari MCI akut. Infark ventrikel kanan. Hipertensi krisis Aritmia akut : VT, VF, AF, ST, VES Kardiomiopati dan miokarditis Kebocoran katup, stenosis aorta, miokarditis akut, tamponade jantung, diseksi aorta, kardiomiopati periperal Faktor pencetus non kardiovaskular : tidak makan obat teratur, kelebihan cairan oral/infus, infeksi (pneumonia, dan septikemia), cedera otak berat, operasi besar, gagal ginjal, asma yang eksaserbasi, overdosis obat dan alkohol Sindrom curah jantung tinggi : septikemia, tirotoksikosis, anemia, dan sindroma shunting Penyakit jantung bawaan (PJB) DIAGNOSIS
Semua gagal jantung harus dicari penyebabnya
dan dikoreksi serta diberikan obat gagal jantung. Penyebab gagal jantung terbanyak adalah penyakit jantung koroner (penyempitan yang bermakna atau paska MCI), hipertensi stadium lanjut, atau kardiomiopati serta gangguan irama menahun. TATALAKSANA Penanganan mutakhir gagal jantung tergantung berat ringannya penyakit dan penyebabnya : 1. Semua penderita gagal jantung sistolik maupun diastolik memerlukan obat penghambat enzim konversi angiotensin (ACE-I) atau penghambat reseptor angiotensin (ARB) bila tidak ada kontraindikasi sampai dosis optimal. Bila ada kelainan ginjal yang berat dengan kreatinin tinggi, maka dapat digunakan kombinasi hydralazine dan isorbid dinitrat. 2. Semua penderita gagal jantung sistolik maupun diastolik memerlukan obat penyekat beta (beta- blocker/BB) mulai dosis kecil bila tidak ada kontraindikasi. 3. Pada penderita gagal jantung berat kelas fungsional 3 dan 4 yang belum membaik dengan ACE-I/ARB dan BB, maka dapat diberikan dosis kecil aldosteron antagonis (spironolactone) karena akan memperbaiki kesintasan (survival). 4. Pada penderita dengan fibrilasi atrium yang laju nadinya cepat (>100 x/menit) pemberian digitalis sangat bermanfaat. 5. Bila tidak ada kontraindikasi, pada gagal jantung berat dengan fraksi ejeksi < 30% atau atrial fibrilasi dapat diberikan antikoagulan untuk mencegah cardio-emboli. 6. Bila penyebab gagal jantung berat adalah penyakit jantung koroner, mungkin pemberian simvastatin dan aspirin bermanfaat, tetapi bila bukan karena penyempitan koroner, maka pemberian dosis tinggi omega-3 bermanfaat. 7. Usahankan penyebab gagal jantung diperbaiki, misalnya arteri koroner yang menyempit dilakukan revaskularisasi dengan balon dan sten atau CABG atau bila karena regurgitasi katup,maka katup diperbaki. 8. Bila gagal jantung dengan QRS lebar berupa LBBB disertai blok jantung derajat 1, maka pemasangan pacu jantung terapi sinkronisasi sangat bermanfaat. Bila hasil ekokadiografi ditemukan dissinkronisasi maka ada indikasi untuk dipasang alat CRT (Cardiac Resynchronization Therapy). 9. Klinik gagal jantung sangat diperlukan untuk menangani pasien. Klinik gagal jantung dilengkapi perawat gagal jantung yang akan datang ke rumah pasien untuk memantau kepatuhan minum obat, dan menaikkan dosis diuretik saat ekserbasi gagal jantung, dilengkapi juga one day care serta obat- obatan, alat diagnostik, dan alat monitoring lainnya. PROSES KEPERAWATAN PENGKAJIAN Fokus pengkajian keperawatan ditujukan untuk mengobservasi dan mencatat adanya tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan paru, dan tanda serta gejala sistemik. RIWAYAT KESEHATAN 1. Keluhan : Dada terasa berat, palpitasi (berdebar- debar). Paroxysmal noctural disease (PND) atau ortopneu, sesak napas saat beraktivitas, batuk (hemaptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah. Tidak nafsu makan, mual dan muntah. Letargia (kelesuan) atau fatique (kelelahan). Insomnia, kaki bengkak, dan berat badan bertambah, jumlah urine menurun, serangan timbul mendadak/sering kambuh. 2.Riwayat penyakit : hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, DM, disritmia, dan bedah jantung. 3.Riwayat diet : intake gula, garam, lemak, kafein, cairan alkohol. 4.Riwayat pengobatan : toleransi obat, obat penekan jantung, steroid, jumlah cairan per IV, alergi terhadap obat. 5. Pola eliminasi urine; oliguria, nokturia 6. Merokok ; cara, jumlah batang perhari, jangka waktu 7. Postur, kegelisahan, kecemasan 8. Faktor prediposisi dan presipitasi; obesitas, asma atau COPD yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF. PEMERIKSAAN FISIK 1. Evaluasi status jantung : BB, TB, kelemahan, toleransi aktifitas, nadi perifer, displace lateral PMI/iktus kordis, tekanan darah, MAP, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternan, gallop’s, murmur, obstruktif idiopatik hypertropic sub aorti stenosis (IHSS). 2. Respirasi: dispnea, orthopnea, PND, suara napas tambahan (ronchi, rales, wheezing) 3. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojular refluks 4. Evaluasi faktor stres : menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/takut yang kronis 5. Palpitasi abdomen: hepatosplenomegali, asites 6. Konjungtiva pucat, sklera ikterik 7. CRT > 2 detik, suhu akral dingin, disforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Hitung sel darah lengkap : anemia berat/anemia gravis atau polisitemia vera 2. Hitung sel darah putih : leukositosis (endokarditis dan miokarditis) atau keadaan infeksi lain 3. Analisis gas darah (AGD) : menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik metabolik ataupun respiratorik 4. Fraksi lemak : peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, low density lipoprotein (LDL) merupakan risiko CAD dan penurunan perfusi jaringan. 5. Serum katekolamin : pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal 6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut. 7. Tes fungsi ginjal dan hati : menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hati atau ginjal 8. Tiroid : menilai peningkatan aktivitas tiroid 9. Echocardiogram : menilai stenosis/inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi ventrikel. 10.Scan jantung : menilai underperfusion otot jantung yang menunjang penurunan kemampuan kontraksi. 11. Rontgen toraks : untuk menilai pembesaran jantung (Cardio Thoraxic Ratio/CTR) dan edema paru 12. Kateterisasi jantung : menilai fraksi ejeksi ventrikel 13. EKG : menilai hipertropi atrium/ventrikel, iskemik, infark, dan disritmia. MASALAH KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas
2. Penurunan curah jantung 3. Ketidakefektifan perfusi jaringan 4. Risiko intoleransi aktifitas 5. Risiko gangguan integritas kulit 6. Risiko kecemasan