Anda di halaman 1dari 7

Kriteria Diagnosis

Rinitis Alergi
Anamnesis
1. Menanyakan riwayat penyakit secara umum
2. Menanyakan gejala rinitis
3. Frekuensi serangan dan pengaruh terhadap kualitas hidup perlu ditanyakan
4. Manifestasi penyakit alergi lain sebelum atau bersamaan dengan rinitis

Pemeriksaan Fisik:
Pada pemeriksaan hidung (rinoskopi anterior) diperhatikan adanya edema dari konka media atau
inferior yang diliputi sekret encer bening, mukosa pucat dan edema. Perhatikan juga keadaan
anatomi hidung lainnya seperti septum nasi dan kemungkinan adanya polip nasi (Krouse JH,
2006).

Diagnosis rinitis alergi menurut Nina Irawati (2012) dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa.
Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang
khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluarnya ingus
(rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-
kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Seringkali gejala yang timbul
tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan
keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan pasien.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, warna pucat atau livid disertai
adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak
hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala
spesifik lain pada anak adalah terdapat bayangan gelap didaerah bawah mata yang terjadi
karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala tersebut disebut allergic
shiner. Selain itu juga tampak anak menggosok-gosok hidung karena gatal dengan
punggung tangan. Keadaan ini disebut dengan allergic salute. Timbul garis melintang di
dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease. Mulut sering terbuka
dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan gigi-geligi (facies adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler dan
edema, serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta.

Rinitis Vasomotor
Gejala:
1. Hidung tersumbat dan rinore.
Rinore yang hebat dan bersifat mukus atau serous sering dijumpai. Gejala hidung
tersumbat sangat bervariasi yang dapat bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama
sewaktu perubahan posisi.
2. Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak
terdapat rasa gatal di hidung dan mata.
3. Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan
suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.
4. Adanya ingus yang jatuh ke tenggorok (post nasal drip) (Becker W. et al, 1994).

Diagnosis
Diagnosis umumnya ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu menyingkirkan adanya rinitis
infeksi, alergi, okupasi, hormonal, dan akibat obat. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak
gambaran yang khas berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua,
tapi dapat juga pucat. Hal ini perlu dibedakan dengan rinitis alergi. Permukaan konka dapat licin
atau berbenjol-benjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi
pada golongan rinore sekret yang ditemukan adalah serosa dan banyak jumlahnya (Irawati, Nina,
2012).
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi.
Kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi jumlahnya sangat sedikit. Tes
cukit kulit biasanya negative. Kadar IgE spesifik tidak meningkat (Irawati, Nina, 2012).

Anamnesis
Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan disingkirkan
kemungkinan rinitis alergi.
1. Biasanya penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan
dimulai pada usia dewasa
2. Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan
tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar (Becker W. et al, 1994).
Pemeriksaan Fisik:
1. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa
hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua (karakteristik), tetapi
dapat juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol (tidak
rata). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada
golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak.
2. Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip (Becker W. et al, 1994).

Rinitis Medikamentosa
Gejala dan Tanda
Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Pada pemeriksaan
tampak edema/ hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan. Apabila diberi tampon
adrenalin, edema konka tidak berkurang (Irawati, Nina, 2012).

Pemeriksaan Penunjang
Rhinistis Alergi
Pemeriksaan penunjang diagnosis dipertimbangkan sesuai dengan fasilitas yang ada.
1. Uji kulit cukit (Skin Prick Test).
Tes ini mudah dilakukan untuk mengetahui jenis alergen penyebab alergi. Pemeriksaan
ini dapat ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak-anak. Tes ini mempunyai
sensitifitas dan spesifisitas tinggi terhadap hasil pemeriksaan IgE spesifik. Akan lebih
ideal jika bisa dilakukan Intradermal Test atau Skin End Point Titration Test bila fasilitas
tersedia (Fornadley JA, 2002).
2. IgE serum total.
Kadar meningkat hanya didapati pada 60% penderita rinitis alergi dan 75% penderita
asma. Kadar IgE normal tidak menyingkirkan rinitis alergi. Kadar dapat meningkat pada
infeksi parasit, penyakit kulit dan menurun pada imunodefisiensi. Pemeriksaan ini masih
dipakai sebagai pemeriksaan penyaring tetapi tidak untuk diagnostik (Fornadley JA,
2002).
3. IgE serum spesifik.
Pemeriksaan ini dilakukan apabila pemeriksaan penunjang diagnosis rinitis alergi seperti
tes kulit cukit selalu menghasilkan hasil negatif tapi dengan gejala klinis yang positif.
Sejak ditemukan teknik RAST (Radioallergosorbent test) pada tahun 1967, teknik
pemeriksaan IgE serum spesifik disempurnakan dan komputerisasi sehingga pemeriksaan
menjadi lebih efektif dan sensitif tanpa kehilangan spesifisitasnya, seperti Phadebas
RAST, Modified RAST, Pharmacia CAP system dan lain-lain. Waktu pemeriksaan lebih
singkat dari 2-3 hari menjadi kurang dari 3 jam saja (Fornadley JA, 2002).
4. Pemeriksaan sitologis atau histologis, bila diperlukan untuk menindaklanjuti respon
terhadap terapi atau melihat perubahan morfologik dari mukosa hidung (Fornadley JA,
2002).
5. Tes provokasi hidung (Nasal Challenge Test).
Dilakukan bila ada keraguan dan kesulitan dalam mendiagnosis rinitis alergi, dimana
riwayat rinitis alergi positif, tetapi hasil tes alergi selalu negatif (Fornadley JA, 2002).
6. Foto polos sinus paranasal/CT Scan/MRi.
Dilakukan bila ada indikasi keterlibatan sinus paranasal, seperti adakah komplikasi
rinosinusitis, menilai respon terhadap terapi dan jika direncanakan tindakan operasi
(Fornadley JA, 2002).
Pemeriksaan penunjang menurut Nina Irawati (2012) dibagi menjadi2, yaitu:
1. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat nprmal atau meningkat. Pemeriksaan IgE
total seringkali normal, kecuali tanda alergi pada pasien lebih dari 1 macam, misalnya
selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah
pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST atau ELISA. Pemeriksaan sitologi hidung dari
sekret hidung atau kerokan mukosa tidak dapat memastikan diagnosis, tetapi berguna
sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak
menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basophil (<5 sel/lap) mungkin
disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya
infeksi bakteri.
2. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri, SET (skin end-point titration)
dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai
konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Untuk alergi makanan dapat dilakukan dengan
diet eliminasi dan profokasi (challenge test). Makanan yang dicurigai diberikan kepada
pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya.

Rinitis Vasomotor
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi.
1) Tes kulit (skin test) didapatkan hasil negatif
2) Tes RAST didapatkan hasil negatif
3) Kadar IgE total dalam batas normal
4) Terkadang ditemukan eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang
sedikit.
5) Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret.
Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin tampak
gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat (Elise Kasakeyan, 1997).
Tabel 1.
Gambaran
klinis dan
pemeriksaan
pada rinitis
vasomotor.

Sumber: Jones AS. 1997. Intrinsic rinitis. Dalam: Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. Scott-
Brown’s Otolaryngology. 6th ed .

Kesimpulan
Gejala rinitis alergi adalah bersin berulang, rinore encer, hidung tersumbat, hidung dan mata
gatal, lakrimasi. Gejala rinitis vasomotor adalah hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan,
renore yang mukoid atau serosa, jarang disertai gejala mata, dan gejala memburuk pada pagi hari.
Gejala rinitis medikamentosa adalah hidung tersumbat terus menerus dan berair dan edema /
hipertrofi konka dengan sekret yang berlebih.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yakni in vitro (hitung eosinophil, pemeriksaan IgE,
RAST atau ELISA) dan in vivo (tes cukit kulit, SET, challenge test).
Dapus:

Becker W. et al. 1994. Ear, Nose, and Throat Diseases A Pocket. Reference. 2nd ed. New
York: Thieme Medical Publishers Inc.
Elise Kasakeyan. 1997. Rinitis Vasomotor. Dalam: Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar, Ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Fornadley JA. 2002. Skin Testing in the Diagnosis of Inhalant Allergy. In: Krouse JH,
Chadwick SJ, et al editors. Allergy and Immunology, an Otolaryngologic Approach.
Philadelphia: Lippicott Williams & Wilkins.
Jones AS. 1997. Intrinsic rinitis. Dalam: Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. Scott-
Brown’s Otolaryngology. 6th ed. London: Butterworth-Heinemann.
Krouse JH. 2006. Allergic and Nonallergic Rinitis. In: Bailey BJ, Johnson JT et al editors.
Otolaryngology Head and Neck Surgery, 4th Ed Vol 1. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Irawati, Nina. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala & Leher.
Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai