A. Insulin
Mekanisme Kerja. Stimulasi transport glukosa ke otot dan jaringan adiposa merupakan hal
yang krusial dari respons fisiologik terhadap insulin. Glukosa masuk sel melalui salah satu
jenis glucose-transporter (GLUT), dan 5 dari GLUT ini (GLUT1 sampai GLUT5) berperan
pada difusi glukosa ke dalam sel yang bersifat Na+-independent. Insulin merangsang
transport glukosa dengan menginduksi enersi untuk mentranslokasi GLUT4 dan GLUT1 dari
vesikel intrasel ke membran plasma. Efek ini bersifat reversibel, GLUT kembali ke pool
intrasel saat insulin tidak bekerja lagi. Gangguan proses regulasi ini dapat menjadi salah satu
sebab DM tipe 2.
Penanganan Diabetes dengan Insulin. Tujuan pengobatan diabetes adalah untuk mengatur
kadar gula darah tetap baik sehingga membuat pasien nyaman dan menghindari hipoglikemia,
diperlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter dalam menurunkan resiko
komplikasi diabetes. Kombinasi sediaan insulin mungkin dibutuhkan dan kombinasi yang
tepat harus ditentukan untuk tiap pasien. Untuk pasien dengan diabetes akut, pengobatan
sebaiknya dimulai dengan memberikan insulin soluble 3 kali sehari dan insulin kerja sedang
pada malam hari. Untuk pasien yang tidak terlalu parah, pengobatan biasanya dimulai dengan
campuran insulin kerja singkat dan sedang (biasanya 30% insulin soluble dan 70% insulin
isophane) diberikan 2 kali sehari; 8 unit dua kali sehari untuk pasien rawat jalan. Proporsi
sediaan insulin kerja singkat dapat ditingkatkan pada pasien dengan hiperglikemia
postprandial yang berat.
Dosis insulin disesuaikan untuk setiap individu, dengan cara meningkatkan dosis secara
bertahap tetapi dengan tetap menghindarkan terjadinya hipoglikemia. Ada 3 macam sediaan
insulin:
1. Insulin kerja singkat (short-acting): mula kerja relatif cepat, yaitu insulin soluble, insulin
lispro dan insulin aspart;
2. Insulin kerja sedang (intermediate-acting): misalnya insulin isophane dan suspensi insulin
seng;
3. Insulin kerja panjang dengan mula kerja lebih lambat: misalnya suspensi insulin seng.
Lama kerja untuk tiap tipe insulin bervariasi pada tiap individu sehingga perlu dinilai
secara individual. Contoh dosis insulin yang dianjurkan :
Insulin kerja singkat dikombinasi dengan insulin kerja sedang: dua kali sehari (sebelum
makan);
Insulin kerja singkat dikombinasi dengan insulin kerja sedang: sebelum makan pagi.
Insulin kerja singkat: sebelum makan malam. Insulin kerja sedang: malam sebelum tidur;
Insulin kerja singkat: 3 kali sehari (sebelum makan pagi, makan siang dan makan malam)
dikombinasi dengan insulin kerja sedang: pada waktu sebelum tidur malam;
Insulin kerja sedang dengan atau tanpa insulin kerja singkat: cukup sekali sehari sebelum
makan pagi atau sebelum tidur malam untuk beberapa pasien dengan diabetes tipe 2 yang
memerlukan insulin, kadang-kadang dikombinasi dengan obat hipoglikemik oral.
Kebutuhan insulin meningkat dengan adanya infeksi, stres, kecelakaan atau trauma bedah,
pubertas dan selama kehamilan trimester 2 dan 3. Kebutuhan mungkin menurun pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal (lampiran 3) atau gangguan fungsi hati dan pada beberapa
pasien gangguan endokrin (misalnya Addison’s disease, hipopituarisme) atau celiac disease.
Selama menyusui, dosis insulin perlu disesuaikan, pada wanita hamil kebutuhan insulin
sebaiknya sering dinilai ulang oleh dokter spesialis endokrinologi yang berpengalaman.
Efek Samping
- Hipoglikemia paling sering terjadi akibat dosis insulin yang terlalu besar, tidak tepatnya
waktu makan dengan waktu tercapainya kadar puncak insulin, atau karena adanya faktor
yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, misal insufisiensi adrenal atau
pituitari, ataupun akibat kerja fisik yang berlebihan.
- Reaksi alergi dan resistensi dapat terjadi akibat adanya bekuan atau terjadinya denaturasi
preparat insulin, atau kontaminan, atau akibat pasien sensitif terhadap senyawa yang
ditambahkan pada proses formulasi preparat insulin. Reaksi alergi lokal pada kulit yang
sering terjadi akibat IgE atau resistensi akibat timbulnya antibodi IgG.
- Lipoatrofi dan lipohipertrofi. Lipoatrofi jaringan lemak subkutan di tempat suntikan dapat
timbul akibat varian respons imun terhadap insulin, sedangkan lipohipertrofi di mana
terjadi penumpukan lemak subkutan terjadi akibat efek lipogenik insulin yang kadarnya
tinggi pada daerah tempat suntikan.
- Efek samping lain, seperti edema, rasa kembung di abdomen dan gangguan visus.
B. Antidiabetik Oral
Ada 5 golongan antidiabetik oral (ADO) yang dapat digunakan untuk diabetes mellitus
(DM) dan telah dipasarkan di Indonesia, yaitu:
1. Pemicu Sekresi Insulin
a. Golongan Sulfonilurea
Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi I terdiri dari tolbutamid, tolazamid,
asetoheksimid dan klorpropamid. Generasi II antara lain gliburid (glibenklamid),
glipizid, gliklazid dan glimepirid.
Mekanisme Kerja. Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogues,
kerjanya mernagsang sekresi insulin dari granul sel-sel β Langerhans pankreas.
Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-senstive K channe pada membran sel-
sel β yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca.
Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel β, merangsang granula yang
berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dnegan jumlah dan ekuivalen dengan
peptida-C. Kecuali itu sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar.
Efek Samping. Insidens efek samping generasi I sekitar 4%, insidennya lebih rendah
lagi untuk generasi II. Hipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat timbul. Reaksi ini
lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal
terutama yang menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang.
Efek samping lain, seperti reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, diare,
gejala hematologik (leukopenia dan agranulositosis), susunan saraf pusat (vertigo,
bingung, ataksi dan sebagainya), mata dan sebagainya. Gangguan saluran cerna dapat
berkurang dengan mengurangi dosis, menelan obat bersama makanan atau membagi obat
dalam beberapa dosis. Efek samping lain gejala hipotiroidisme, ikterus obstruktif, yang
bersifat sementara dan lebih sering timbul akibat klorpropamid (0,4%).
Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak
makan cukup atau dengan gangguan fungs ihepar dan/atau ginjal. Kecenderungan
hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang dan
asupan makanan yang cenderung kurang.
Interaksi. Obat yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu penggunaan
sulfonilurea ialah insulin, alkohol, fenformin, sulfonamid, salisilat dosis besar,
fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezid, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO,
guanetidin, anabolik steroid, fenfluramin dan klofibrat.
Propanolol dan penghambat adrenoreseptor β lainnya menghambat reaksi takikardia,
berkeringat dan tremor pada hipoglikemia oleh berbagai sebab termasuk adalah ADO,
sehingga keadaan hipoglikemi menjadi lebih hebat tanpa diketahui.
Contoh Obat
- Glibenklamid
Indikasi : diabetes mellitus tipe 2.
Kontraindikasi : gangguan fungsi hati; gagal ginjal dan pada porfiria. Sulfonilurea
sebaiknya tidak digunakan pada ibu menyusui dan selama
kehamilan sebaiknya diganti dengan terapi insulin. Sulfonilurea
dikontraindikasikan jika terjadi ketoasidosis.
Peringatan : meningkatan berat badan dan diresepkan hanya jika kontrol buruk
dan gejala tidak hilang walaupun sudah melakukan upaya diet yang
memadai. Metformin dipertimbangkan sebagai obat pilihan untuk
pasien kelebihan berat badan. Hati-hati digunakan pada pasien
lansia dan pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal
ringan hingga sedang karena bahaya hipoglikemia
Efek samping : umumnya ringan dan jarang, diantaranya gangguan gastrointestinal
seperti mual, muntah, diare dan konstipasi
Dosis : dosis awal 5 mg 1 kali sehari; segera setelah makan pagi (dosis
lanjut usia 2,5 mg, disesuaikan berdasarkan respon: dosis
maksimum 15 mg sehari).
Interaksi : penggunaan dengan siprofloksasin dan norfloksasin dapat
meningkatkan efek glibenklamid dan pemberian glibenklamid
bersamaan dengan bosentan dapat menyebabkan konsentrasi plasma
kedua obat tersebut menurun.
- Glimepirid
Indikasi : diabetes mellitus tipe 2.
Kontraindikasi : gangguan fungsi hati; gagal ginjal dan pada porfiria. Sulfonilurea
sebaiknya tidak digunakan pada ibu menyusui dan selama
kehamilan sebaiknya diganti dengan terapi insulin. Sulfonilurea
dikontraindikasikan jika terjadi ketoasidosis.
Peringatan : meningkatan berat badan dan diresepkan hanya jika kontrol buruk
dan gejala tidak hilang walaupun sudah melakukan upaya diet yang
memadai. Metformin dipertimbangkan sebagai obat pilihan untuk
pasien kelebihan berat badan. Hati-hati digunakan pada pasien
lansia dan pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal
ringan hingga sedang karena bahaya hipoglikemia. Dianjurkan
untuk monitoring fungsi hati dan hematologi tetapi dibuktikan oleh
batas nilai klinik.
Efek samping : umumnya ringan dan jarang, diantaranya gangguan gastrointestinal
seperti mual, muntah, diare dan konstipasi
Dosis : dosis awal 1 mg sehari; disesuaikan dengan respon pada tahap
pemberian interval 1 mg pada minggu 1-2: dosis maksimum harian
4 mg (kejadian luar biasa, sampai 6 mg sehari dapat digunakan),
diminum secepatnya sebelum atau suapan pertama makan.
Interaksi :-
- Glipizid
Indikasi : diabetes mellitus tipe 2.
Kontraindikasi : gangguan fungsi hati; gagal ginjal dan pada porfiria. Sulfonilurea
sebaiknya tidak digunakan pada ibu menyusui dan selama
kehamilan sebaiknya diganti dengan terapi insulin. Sulfonilurea
dikontraindikasikan jika terjadi ketoasidosis.
Peringatan : meningkatan berat badan dan diresepkan hanya jika kontrol buruk
dan gejala tidak hilang walaupun sudah melakukan upaya diet yang
memadai. Metformin dipertimbangkan sebagai obat pilihan untuk
pasien kelebihan berat badan. Hati-hati digunakan pada pasien
lansia dan pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal
ringan hingga sedang karena bahaya hipoglikemia.
Efek samping : umumnya ringan dan jarang, diantaranya gangguan gastrointestinal
seperti mual, muntah, diare, konstipasi, pusing dan mengantuk
Dosis : dosis awal 2,5 - 5 mg sehari; diminum secepatnya sebelum makan
pagi atau makan siang, disesuaikan dengan respon, dosis maksimum
harian 20 mg; sampai 15 mg dapat diberikan sebagai dosis tunggal,
lebih tinggi dalam dosis terbagi.
Interaksi : penggunaan dengan posakonazol dan mikonazol dapat
meningkatkan efek hipoglikemia glipizid.
- Gliklazid
Indikasi : NIDDM (tipe 2) pada orang dewasa bila pengaturan pola makan,
olahraga dan penurunan berat badan belum mencukupi untuk
mengontrol kadar gula darah.
Kontraindikasi : gangguan fungsi hati; gagal ginjal dan pada porfiria. Sulfonilurea
sebaiknya tidak digunakan pada ibu menyusui dan selama
kehamilan sebaiknya diganti dengan terapi insulin. Sulfonilurea
dikontraindikasikan jika terjadi ketoasidosis. Hipersensitif terhadap
gliklazid; diabetes tipe 1; diabetes pre koma dan koma, diabetes
ketoasidosis; kelainan fungsi ginjal dan fungsi hati berat (dalam hal
ini penggunaan insulin direkomendasikan); pengobatan bersamaan
dengan mikonazol.
Peringatan : meningkatan berat badan dan diresepkan hanya jika kontrol buruk
dan gejala tidak hilang walaupun sudah melakukan upaya diet yang
memadai. Metformin dipertimbangkan sebagai obat pilihan untuk
pasien kelebihan berat badan. Hati-hati digunakan pada pasien
lansia dan pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal
ringan hingga sedang karena bahaya hipoglikemia.
Efek samping : umumnya ringan dan jarang, diantaranya gangguan gastrointestinal
seperti mual, muntah, diare dan konstipasi. Efek samping lainnya
lebih jarang dilaporkan yaitu: reaksi pada kulit dan jaringan
subkutan (rash, pruritus, urtikaria, eritema, maculopapular rashes,
bullous reaction, allergic vasculitis dilaporkan pada penggunaan
sulfonilurea lain), gangguan hematologi, gangguan sistem hepato-
biliari, peningkatan kadar enzim hati, dan gangguan visual.
Dosis : dosis awal 40-80 mg 1 kali sehari; ditentukan berdasarkan respon:
hingga 160 mg diberikan bersama sarapan, dosis lebih tinggi
diberikan terbagi, maksimal 240 mg/hari dalam 1-2 kali.
Interaksi : penggunaan dengan disopiramid dan mikonazol dapat meningkatkan
efek hipoglikemia gliklazid.
b. Golongan Meglitinid
Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme kerjanya
sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda. Golongan ADO ini
merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel β pankreas.
Obat golongan ini dapat mengatasi hiperglikemia post-prandial. Efek samping yang
mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
Contoh Obat
- Repaglinid
Indikasi : diabetes mellitus tipe 2 (tunggal atau dikombinasikan dengan
metformin jika metformin tunggal tidak tepat).
Kontraindikasi : ketoasidosis, gangguan fungsi hati berat, kehamilan, menyusui.
Peringatan : pemberian insulin selama penyakit intercurrent (seperti infark
miokardia, koma infeksi dan trauma) dan selama pembedahan
(abaikan nateglinide pada pembedahan pagi hari dan berikan
sewaktu makan dan minum normal), pasien lemah dan tidak
berdaya, gangguan fungsi ginjal.
Efek samping : nyeri perut, diare, konstipasi, mual, muntah, hipoglikemia (jarang
terjadi), reaksi hipersensitifitas termasuk pruritus, kemerahan,
vaskulitis, urtikaria dan gangguan penglihatan.
Dosis : Awal, 500 mcg, diberikan 30 menit sebelum makan (1 mg jika
mendapat obat hipoglikemia oral lain) disesuaikan dengan respons
pada interval 1-2 minggu, sampai 4 mg diberikan dosis tunggal,
dosis maksimal 16 mg sehari, anak, remaja dibawah 18 tahun dan
lanjut usia diatas 75 tahun tidak dianjurkan. Pemberian repaglinid
untuk pasien yang sebelumnya belum pernah menerima terapi obat
penurun glukosa darah oral atau pasien dengan HbA1c < 8% maka
diberi dosis 0,5 mg bersama makanan. Sedangkan pasien yang
sebelumnya telah diterapi dengan obat penurun glukosa darah oral
dan dengan HbA1c ≥ 8% maka diberi 1 atau 2 mg.
Interaksi : penggunaan bersama dengan trimetoprim, siklosporin, klaritromisin,
itrakonazol dapat meningkatkan efek hipoglikemia repaglinid;
rifampisin dapat memberikan efek antagonis terhadap efek
hipoglikemia repaglinid; antagonis hormon (lanreotid dan okreotid)
dapat menurunkan kebutuhan terhadap replaginid.
- Nateglinid
Indikasi : diabetes mellitus tipe 2 dikombinasikan dengan metformin jika
metformin tunggal tidak cukup.
Kontraindikasi : ketoasidosis, kehamilan, menyusui.
Peringatan : pemberian insulin pada diabetes melitus yang disertai penyakit lain
(seperti infark miokardia, koma infeksi dan trauma) dan selama
pembedahan (hentikan nateglinid pada pembedahan pagi hari dan
diberikan kembali setelah makan dan minum normal), lanjut usia,
pasien lemah dan tidak berdaya, gangguan fungsi hati sedang
(hindari jika berat).
Efek samping : hipoglikemia, reaksi hipersensitif termasuk pruritus, kemerahan dan
urtikaria.
Dosis : Awal, 60 mg tiga kali sehari diberikan 30 menit sebelum makan,
disesuaikan dengan respon, dosis maksimal 180 mg tiga kali sehari,
anak dan remaja di bawah 18 tahun tidak dianjurkan. Nateglinide
diberi dengan dosis 120 mg 3x sehari.
Interaksi : Rifampisin menurunkan konsentrasi plasma nateglinid; flukonazol,
gemfibrozil dapat meningkatkan efek hipoglikemia nateglinid.
b. Golongan Thiazolidinedione
Mekanisme Kerja. Insulin merangsang pembentukan dan translokasi GLUT ke
membran sel di organ perifer. Hal ini terjadi karena insulin merangsang Peroxisome
proliferators-activated receptor-γ (PPARγ) di inti sel dan mengaktivasi insulin-
responsive genes, gen yang berperan pada metabolisme karbohidrat dan lemak sehingga
mengakibatkan. Bagian lain dari kelompok reseptor ini, retinoic x receptor (RXR)
merupakan heterodimer partner PPAR, PPARγ aktif bila membentuk kompleks PPARγ-
RXR yang akan terikat pada repsonsive DNA elements dan merangsang transkripsi gen,
membentuk GLUT baru.
Tiazolidinedion merupakan agonist potent dan selektif PPARγ. Di jaringan adiposa
PPARγ mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot, dan karenanya dapat
mengurangi resistensi insulin. Pendapat lain, aktivasi hormon adiposit dan adipokin,
yang nampaknya adalah adiponektin, dapat meningkatkan sensitivitas insulin melalui
peningkatan AMP kinase yang merangsang transport glukosa ke sel dan meningkatkan
oksidasi asam lemak. Jadi agar obat ini dapat bekerja harus tersedia insulin.
Efek Samping. Peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma dan
memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada penggunaannya
bersama insulin. Kecuali penyakit hepar, tidak dianjurkan pada gagal jantung kelas 3 dan
4 menurut klasifikasi New York Heart Association. Hipoglikemia pada penggunaan
monoterapi jarang terjadi.
Contoh Obat
- Pioglitazone
Indikasi : terapi tambahan pada diet dan olahraga pada diabetes melitus tipe 2
(dual kombinasi dengan sulfonilurea atau metformin, dan triple
kombinasi dengan metformin dan sulfonilurea).
Kontraindikasi : hipersensitivitas, gagal jantung atau memiliki riwayat gagal jantung,
kerusakan hati, ketoasidosis diabetik, kanker kandung kemih atau
riwayat kanker kandung kemih, penggunaan bersama insulin.
Peringatan : retensi cairan, gagal jantung, peningkatan berat badan, edema,
pantau fungsi hati, hentikan jika terjadi ikterus, pantau nilai
hemoglobin dan hematokrit, hipoglikemia, fraktur pada penggunaan
jangka panjang, wanita hamil dan menyusui.
Efek samping : MONOTERAPI umum: gangguan penglihatan, ISPA, peningkatan
berat badan, peningkatan kreatinin kinase (kreatinin fosfokinase),
hipoastesia. Tidak umum: sinusitis, insomnia. KOMBINASI
DENGAN METFORMIN: anemia, gangguan penglihatan, flatulen,
peningkatan berat badan, artralgia, sakit kepala, hematuria, disfungsi
ereksi. KOMBINASI DENGAN SULFONILUREA umum: flatulen,
peningkatan berat badan, pusing. Tidak umum: vertigo, gangguan
penglihatan, kelelahan, peningkatan laktat dehidrogenase,
peningkatan nafsu makan, hipoglikemia, sakit kepala, glikosuria,
proteinuria, berkeringat. KOMBINASI DENGAN METFORMIN
DAN SULFONILUREA sangat umum: hipoglikemia. Umum:
peningkatan berat badan, peningkatan kreatinin fosfokinase darah,
artralgia.
Dosis : DEWASA, dosis awal 15 mg atau 30 mg satu kali sehari, dosis
dapat ditingkatkan hingga 45 mg satu kali sehari.
Interaksi : hipoglikemia dapat terjadi dengan pemberian bersamaan
sulfonilurea, penghambat CYP2C8 (seperti gemfibrozil) dapat
meningkatkan kadar pioglitazon dalam darah, dan penginduksi
CYP2C8 (seperti rifampisin) dapat menurunkan kadar pioglitazon
dalam darah.
Bibliography
Badan POM RI. (2015). Bab 6 Sistem Endokrin. Retrieved 6 24, 2019, from pionas.pom.go.id:
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-6-sistem-endokrin/61-diabetes