BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ISI
2.1 SKENARIO
Diare Tak Kunjung Hilang
Pak Somad 56 tahun berobat ke poli penyakit dalam RSU AWS dengan keluhan
BAB encer 5-6 kali setiap harinya, sejak 2 bulan lalu, kadang-kadang berwarna
kemerahan dan badannya tampaksemakin kurus. Tanda vital pak somad,
Tekana darah 130/90 mmhg, nadi 90x/menit, RR 20x/menit. Dokter segera
melakukan pemerikasaan fisik dan penunjang lainnya.
7. Diagnosis:
- Anamnesis : Disertai nyeri apa tidak, waktu defekasi, volume
defekasi, warna dan volume darah, pola makan, konsumsi obat-obatan.
- Pem. Fisik : Turor kulit, konjungtiva, berat badan, palpasi
untuk mencari nyeri di abdomen.
- PEM. Penunjang : Colonoscopy, feses lengkap, darah lengkap, urin,
Radiologi, Radiogram, LED, analisi gas darah.
8. Terapi
- Pemberian RL sesuai tingkat dehidrasi pasien yang berat pada skenario
- Obat pengeras feses : Atapolit
- Antibiotik : Klindamisin
- Obat anti mikroba : Kuinolon
- Observasi Urin
5. Diagnosis Banding :
- IBD
- IBS
- Kolitis
4
DIARE
Pemeriksaan :
- Anamnesis
- Pem. Fisik
DIARE KRONIK
Differential Diagnostic IBM
IBS
KOLITIS
Kolonoskopi
Darah lengkap Pem. Penunjang
Feses lengkap
Urin
Epidemiologi
Data divisi gastroenterology FKUI/RSUPNCM Jakarta menujukka
prevalensi diare krpnik sebesar 15% dari seluruh pemeriksaan kolonoskopi selama
2 tahun (1995-1996). Talley dkk melaporkan prevalensi diare kronik pada
popolasi usia lanjut yaitu antara 7% sampai dengan 14%. Diperkirakan pada
masyarakat Barat didapatkan prevalensi diare kronik 4-5%.
Etiologi
Etiologi diare kronik sangat beragam dan tidak selalu hanya disebabkan
kalainan pada usus. Kelainan yang dapat menyebabkan diare kronik antara lain
kelainan endokrin, kelainan hepar, kelainan pancreas, infeksi, keganasan, dll.
Berikut etiologi diare kronik berdasarkan patofisiologinya:
1. Diare Osmotik
Eksogen
- Makan cairan yang aktif osmotic, sulit diabsorbsi seperti: katarik
sulfat dan fosfat (mis. MgSO4), antasida mengandung garam
magnesium.
Endogen
- Kelainan transport kongenital, malabsorbsi glukosa-galaktosa
- Defisiensi disakaridase pasca enteritis
2. Diare sekretorik
Infeksi: Toksigenik, invasiveke mukosa
Neoplasma: gastrinoma, sindrom Zollinger Ellison
6
PATOFISIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari mekanisme atau
patofisiologi seperti : 1). Diare osmotik : terjadi peningkatan osmotik di usus. 2)
7
Manifestasi Klinis
Gejala klinik diare tidak berdarah tidak steatorea juga bergantung etiologi.
Pasien dengan sindrom usus iretable biasanya keadaan ummnya baik dan keluhan
mereka tidak sesuai dengan keadaan umumnya. Diare labih sering pada pagi hari
jarang pada malam hari.dan berganti-ganti dengan konstipasi dan disertai nyeri
abdomen. Penyakit ini disertai dengan dyspepsia fungsional.
Diagnosa
Pemeriksaan Dasar
- Waktu dan frekuensi diare : diare pada malam hari atau tidak intermitten, atau
diare timbul mendadak, menunjukkan adanya diare organic. Lama diare kronik
lama dari 3 bulan juga mengarahkan kita pada penyakit organic. Perasaan ingin
buang air besar yang tidak bisa di tahan mengarah pada ke penyakit
inflamatorik. Diare yang terjadi pada pagi hari lebih sering karena stress.
- Bentuk tinja: bila terdapat minyak dalam tinja, tinja pucat menunjukkan
insufisiensi pancreas dan kelainan peroksimal ileosikal. Diare air seperti air
9
dapat terjadi akibat kelainan pada semua tingkat system pencernaan, tapi
terutama di usus halus. Adanya makanaan yang tidak tercerna menifestasi dari
kontak yang terlalu cepat antara tinja dan dinding usus, yang disebabkan
akibaatnya cepatnya waktu transit usus. Bau asam menujukkan pnyerapan
karbohidrat yang tidak sempurna.
- Keluhan lain yang menyertai diare: a). nyeri abdomen: merupakan kelainan
yang tidak khas, dapat terjadi pada kelainan organic maupun fungsional. Pada
diare karena penyakit organic, lokasi nyeri menetap sedangkan pada diare
fungsional nyeri dapat berubah-ubah baik tempat maupun penyebarannya.
Nyeri abdomen yang tidak disebabkan kelainan usus halus berlokasi disekitar
pusat dan kolik/nyeri yang disebabkan kelainan usus besar dapat terletak di
suprapubik, kanan atau kiri bawah. Nyeri terus-mnerus menandakan adanya
ulserasi yang berat pada usus atau adanya komplikasi abses.
- Obat: banyak obat yang menimbulkan diare misalnya : laksan, antibiotika, anti
kanker, antidepresan, antihipertensi, anti konvulsan, obat penurun kolesterol,
obat diabetes mellitus, obat saluran cerna,. Penghentian obat beberapa hari
dapat di coba untuk membantu penegakkan diagnosia. Bila diare berhenti
dengan dihentikannya obat, maka kemungkinan besar diare diebabkan oleh
oabat tersebut.
- Makanan/minuman : makanan dapat menimbulkan diare melalui mekanisme
osmotic yang berlebihan atau proses alergi. Diare dan mual yang menyertai
minum susu menunjukkan dugaan kuat adanya intoleransi laktosa dan sindrom
usus iriatif. Diare yang terjadi setelah makan, makanan yang osmotiknya tinggi
menunjukkan adanya diare kronik. Diare karena malabsorbsi karbohidrat dapat
intermiten dan biasanya disertai gejala kebung, flatus dank ram abdomen.
- Lain-lain : berat badan menurun dapat terjadi pada diare organic maupun
funsional. Disebabkan napsu makan yang menurun. Pada sindrom usus iriatif
didapatkan banyak keluhan yang menyertai diare seperti perut begah, nyeri
bagian daerah anus setelah defekasi, mual, atau sendawa. Hal ini jarang
terdapat pada diare karena kelainan organik.
10
Gejala klinik diare tidak berdarah tidak steatorea juga bergantung etiologi.
Pasien dengan sindrom usus iretable biasanya keadaan ummnya baik dan keluhan
mereka tidak sesuai dengan keadaan umumnya. Diare labih sering pada pagi hari
jarang pada malam hari.dan berganti-ganti dengan konstipasi dan disertai nyeri
abdomen. Penyakit ini disertai dengan dyspepsia fungsional.
600 m0sm/kg. berat tinja lebih dari 400 gr/24 jam menunjukkan adanya penyakit
organic. Diare amebic dapar berupa cair atau berdarah dan dapat berlangsung
tahunan dengan ditemukannya leukosit pada tinja. Setengah kasus steatorea
mengalami diare cair karena sekresi air dan elektrolit kolon dapat dicetuskan oleh
asam lemak dan asam hidroksi lemak. Eklusi kelainan patologik lain setelah
semua pemeriksaan hasilnya negative adalah diagnosis irritable bowel syndrome.
Percobaan trial dengan metronidazole menolong dan mendiagnosis giardiasis.
Diare pada HIV dengan atau tanpa AIDS biasa disebabkan infeksi di usus 75-
85%. Dan dilakukan pemeriksaan tinja untuk menemukan organism yang jarang
seperti Cryptosporidium atau Isospora belli.
Kolitis infeksi adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang
berdasarkan penyebab dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
Patofisiologi
E. histolityca terdapat dalam dua bentuk yaitu: kista dan tropozoit yang
bergerak. Penularan terjadi melalui bentuk kista yang tahan suasana asam. Di
dalam lumen usus halus, dinding kista pecah mengeluarkan tropozoit yang akan
menjadi dewasa dalam lumen kolon. Akibat klinis yang ditimbulkan bervariasi,
sebagian besar aimptomatik atau menimbulkan sakit yang sifatnya ringan sampai
berat.
Berdasar pola isoenzimnya, E.hystolityca dibagi menjadi golongan
zymodeme patogenik dan zymodeme non patogenik. Walaupun mekanismenya
belum seluruhnya jelas, diperkirakan tropozoit menginvasi dinding usus dengan
cara mengeluarkan enzim proteolitik. Pasien dalam keadaan immunosupresi
seperti pemakai steroid memudahkan invasi parasit ini. Penglepasan bahan toksik
ini menyebabkan reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi mukosa. Bila
proses berlanjut, timbul ulkus yang bentuknya seperti botol undermined,
kedalaman ulkus mencapai submukosa atau lapisan muskularis. Tepi ulkus
14
menebal dengan sedikit reaksi radang. Mukosa di antara ulkus terlihat normal.
Ulkus dapat terjadi di semua bagian kolon, tersering di sekum, kemudian kolon
asenden dan sigmoid, kdang-kadang appendiks dan ileum terminalis.
Akibat invasi amuba ke dinding usus, timbul reaksi imunitas humoral dan
imunitas cell-mediated amebiasidal berupa makrofag lymphokine-activated serta
limfosit sitotoksik CD8. Unvasi yang mencapai lapisan muskularis dinding kolon
dapat menimbulkan jaringan granulasi dan terbentuk masa yang disebut
ameboma, sering terjadi di sekum atau kolon asenden.
Gejala Klinis
Gejala klinisnya sangat bervariasi, mulai dari asimptomatik sampai berat
dengan gejala klinis menyerupai kolitis ulserative. Beberapa jenis keadaan klinis
pasien amebiasis adalah sebagai berikut:
1. Carrier (cyst passer): ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa
gejala atau hanya keluhan ringan seperti kembung, flatulensi, obstipasi,
kadang-kadang diare. 90% pasien sembuh sendiri dalam waktu satu tahun,
sisanya berkembang menjadi kolitis ameba.
2. Disentri ameba ringan: kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare
ringan dengan feses berbau busuk serta bercampur darah dan lender,
keadaan umum pasien baik.
3. Disentri ameba sedang: kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali
dengan nyeri spontan.
4. Disentri ameba berat: diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual,
anemia
5. Disentri ameba kronik: gejala menyerupai disentri ameba ringan, diselingi
dengan periode normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun, neurasthenia, serangan diare biasanya timbul karena
kelelahan, demam, atau makanan yang sukar dicerna.
Diagnosis
Pemeriksaan feses segar yang diberi larutan garam fisiologis, dilakukan minimal
pada 3 spesimen feses yang terpisah, untuk mencari adanya bentuk tropozoit.
Untuk identifikasi kista dilakukan pemeriksaan feses denga pengecatan trichrome,
jika perlu dengan teknik konsentrasi fese.
Diagnosa Banding
Kolitis amebik sangat perlu dibedakan dan kolitis ulserosa atau kolitis
krohn karena pemberian kortikosteroid pada kolitis amebic menyebabkan
penyebaran organism dengan cepat dan dapat menimbulkan kematian pasien.
Komplikasi
Kolitis Pseudomembran
Batasan
Colitis pseudomembran adalah peradangan kolon akibat toksin yang
ditandai dengan terbentuknya lapisan eksudatif yang melekat di permukaan
mukosa.
Etiologi
Walaupun umumnya timbul sebagai komplikasi pemakaian antibiotic,
namun colitis pseudomembran ini telah ditemukan sebelum era antibiotic. Yang
dianggap sebagai kuman penyebab adalah Clostridium difficile, toksin yang
dikeluarkan mengakibatkan colitis. Mekanisme pasti antibiotic menjadikan usus
lebih rentan terhadap C.difficile belum jelas. Penjelasan yang paling mungkin
17
adalah penekanan flora usus normal oleh antibiotic memberi kesempatan tumbuh
dan terbentuknya kolonisasi C.difficile disertai pengeluaran toksin.
Epidemiologi
C.difficile ditemukan di tinja 3-5% orang dewasa sehat tanpa kelainan
apapun di kolonnya. Colitis pseudomembran bisa mengenai semua umur.
Penularan bisa secara kontak langsung lewat tangan atau perantara makanan
minuman tercemar. Semua jenis antibiotic kecuali aminoglikosida intravena,
potensial menimbulkan colitis pseudomembran, namun yang paing sering adalah
ampisilin, klindamisin dan sefalosporin.
Patogenesis
C.difficile menimbulkan colitis dengan cara toxin-medicated. Kuman
mengeluarkan dua toksin utama, toksin A dan toksin B. Toksin A merupakan
enterotoksin yang sangat berpengaruh terhadap semua kelainan yang terjadi,
sedangkan toksin B adalah sitotoksin dan tidak melekat pada mukosa yang masih
utuh.
Gejala Klinis
Kolitis mungkin sudah timbul sejak sehari setelah antibiotic digunakan,
tetapi mungkin pula baru muncul setelah 6 minggu antibiotic dihentikan. Gejala
yang paling sering dikeluhkan adalah diare cair disertai kram perut. Diare yang
terjadi dapat ringan, tetapi biasanya banyak sampai 10-20 kali sehari. Sebagaian
besar pasien mengalami demam walaupun dapat terjadi hiperpireksia, umumnya
suhu tidak melampaui 380C. Terdapat leukositosis sering sampai 50.000/mm.
yang lebih sering terjadi adalah colitis ringan. Pada kasus yang berat dapat terjadi
komplikasi berupa dehidrasi, edema anasarka, gangguan elektrolit, megakolon
toksik, atau perforasi kolon. Penggunaan narkotik atau antiperistaltik
meningkatkan resiko megakolon.
18
Diagnosa
Jika ditemukan pasien diare selama atau setelah menggunakan antibiotic
perlu dipikirkan terjadinya colitis pseudomembran. Diagnosis colitis
pseudomembran dapat cepat dibuat dan akurat dengan melakukan pemeriksaan
kolonoskopi. Jika ditemukan lesi khas colitis pseudomembran, seyogyanya tetap
dilaukan biopsy untuk pemeriksaan histopatologi. Secara tipikal, diawali dengan
lesi kecil (2-5mm) putih atau kekuningan, diskret, timbul mukosa diantaranya
seringkali terlihat normal atau mngkin menunjukan berbagai derajat eritema,
granularitas, dan kerapuhan. Jika lesi membesar, terbentuk pseudomembran yang
luas berwarna kuning keabu-abuan dan jika diambil dengan forsep biopsy terlihat
mukosa di bawahnya mengalami ulserasi.
C.difficile tumbuh pada 95% biakan tinja pasien kolitis pseudomembran
yang terdiagnosis secara kolonoskopi. Hasil biakan positif tidak diagnostic,
karena pada pasien yang berada di rumah sakit tanpa colitis ditemukan biakan
C.difficile positif sebesar 10-25%.
Diagnosa Banding
Colitis pseudomembran perlu dibedakan dengan kasus diare akibat kuman
pathogen lain, efek samping penggunaan obat yang bukan antibiotic, colitis non-
infeksi dan sepsis intra abdominal.
Penatalaksanaan
Tindakan awal terpenting adalah menghentikan antibiotic yang diduga
menjadi penyebab, juga obat yang mengganggu peistaltik dan menvegah
penyebaran nosokomial. Pada kasus yang ringan keadaan sudah bisa teratasi
dengan penghentian antibiotic disertai pemberian cairan dan elektrolit. Pada kasus
dengan gejala yang lebih berat seyogyannya dilakukan pemeriksaan deteksi oksin
C.difficile dan terapi spesifik per oral menggunakan metronidazol atau
vankomisin,
Pada colitis ringan sampai sedang digunakan metronidazol dengan dosis
peroral 250-500 mg empat kali sehari selama 7-10 hari. Pada kasus dengan colitis
yang berat menggunakan vankomisin per oral, dosisnya 125-500mg empat kali
20
Epidemiologi
Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat, sanitasi jelek,
kurang air, dan tingkat kebersihan perorangan yang rendah. Sumber kuman
Shigella yang alamiah adalah manusia walaupun kera dan simpanse yang telah
dipelihara dapat juga tertular. Jumlah kuman yang dapat menimbulkan penyakit
relative sedikit, yaitu berkisar antara 10-100 kuman. Oleh karena itu sangat
mudah terjadi penularan secara fecal-oral baik secara kontak langsung maupun
akibat makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Patofisiologi
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan
yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi feses biasanya lunak (tidak cair),
disertai eksudat inflamasi yang mengandung leukosit polymorphonuklear (PMN)
dan darah.
Proses infeksi kuman ini adalah setelah melewati lmbung dan usus halus,
kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak di dalamnya.
21
Gejala Klinis
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala
klinis Shigeleosis bervariasi. Lama gejala rata-rata 7 hari pada orang dewasa,
namun dapat berlangsung sampai 4 minggu. Disentri basiller yang tidak diobati
dengan baik dan berlangsung lama gejalanya menyerupai kolitis ulserosa. Pada
fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, nyeri panas rectal, diare disertai
demam tinggi sampai 400 C. selanjutnya diare berkurang tetapi feses masih
mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. Pada anak-
nak mungkin didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa kejang, delirium, nyeri
kepala, kaku kuduk, dan letarghi.
Pengidap pasca-infeksi pada umumnya berlangsung kurang dari 4 minggu.
Walaupun jarang terjadi tela dilaporkan adanya pengidap Shigella yang
mengeluarkan kuman bersama feses selama bertahun. Pengidap kronik tersebut
biasanya sembuh sendiri, dan dapat mengalami gejala Shigellosis yang intermiten.
22
Diagnosis
Perlu dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang dengan
keluhan nyeri abdomen bawah, rasa panas rectal dan diare. Pemeriksaan
mikroskopik tinja menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN. Untuk
memastikan diagnosis dilakukan kultur dan bahan tinja segar atau hapus rectal.
Sigmoidoskopi dapat memastikan diagnosis adanya colitis, namun pemeriksaan
tersebut pada umumnya tidak diperlukan, karena menyebabkan pasien merasa
sangat tidak nyaman. Indikasi untuk melakukan sigmoidoskopi adalah bila segera
diperlukan kepastian diagnosis apakah gejala yang terjadi merupakan disentri atau
manifestasi akut colitis ulserosa idiopatik. Dalam keadaan tersebut, biopsy harus
dikerjakan dalam waktu 4 hari dari saat gejala. Pada fase akut infeksi Shigella, tes
serologi tidak bermanfaat.
Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan colitis ulseratif.
Demikian pula pemeriksaan barium enema, sigmoidoskopi, dan histopatologi juga
tidak dapat membedakannya. Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif
dan perbaikan klinis yang bermakna setelah pengobatan dengan antibiotic yang
adekuat.
Diagnosa Banding
- Salmonelosis
- Sindrom diare karena enterotoksin E.colli
- Kolera
- Colitis ulseratif
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat berupa komplikasi intestinal dan
ekstraintestinal. Komplikasi intestinal biasanya berupa megakolon toksik,
perforasi intestinal, dehidrasi renjatan hipovolemik dan malnutrisi. Sedangkan
komplikasi ekstraintestinal diantaranya adalah batuk, pilek, pneumonia,
meningismus, kejang, neuropati perifer, sindrom hemolitik uremik,
trombositopenia, reaksi leukemoid, dan arthritis (sindrom Reiter).
23
Penatalaksanaan
1. Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagian besar
pasien disentri dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan
diare berat, disertai dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga
tidak dapat dilakukan rehidrasi oral harus dilakukan rehidrasi intravena
2. Antibiotic. Penggunaan antibiotic berdasarkan beratnya penyakit yaitu
pasien dengan gejala disentri sedang sampai berat, diare persisten serta
perlu diperhatikan pola sensitivitas kuman didaerah tersebut. Beberapa
jenis antibiotic yang dianjurkan adalah :
a. Ampisilin 4x 500mg per hari, atau
b. Kotrimoksazol 2x 2tablet per hari, atau
c. Tetrasiklin 4x 500ng per hari selama 5 hari.
3. Pengobatan simtomatik. Hindari obat yang dapat menghambat motilitas
usus seperti narkotika dan derivatnya, karena dapat mengurangi eliminasi
bakteri dan memprovokasi terjadinya megakolon toksik.obat simtomatik
yang lain diberikan sesuai dengan keadaan pasien antara lain analgetik,
antipiretik dan antikonvulsi.
Epidemiologi
E.coli pathogen tersebut didapatkan pada usus ternak sehat (sekitar 1 %),
penularan ke manusia sehingga menyebabkan KLB (outbreaks) adalah lewat
daging yang terkontaminasi pada saat penyembelihan, daging tersebut kemudian
digiling dan kurang baik dalam proses pemanasannya. Cara penularan lain adalah
lewat air minum yang tercemar, tempat berenang yang tercemar, dan antar
manusia.
24
Masa inkubasi rerata 3-4 hari, namun dapat terjadi antara 1-8 hari. E.coli
pathogen dapat ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah sembuh namun
tidak pernah ditemukan pada orang sehat.
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya diare dan sindrom hemolitik uremik pada pasien
yang terinfeksi E.coli pathogen masih belum jelas. Diduga E.coli pathogen mlekat
pada mukosa dan memproduksi toksin(shiga-like toxins) yang bekerja secara local
dan sistemik. Kerusakan pembuluh darah kolon akibat toksin tersebut
menyebabkan lipopolisakarida dan mediator inflammatory dapat beredar dalam
tubuh dan memicu terjadinya SHU. Anak dibawah lima tahun dan manula lebih
sering mengalami SHU daripada orag dewasa.
Gejala Klinis
Manifestasi klinis infeksi E.coli pathogen sangat bervariasi, dapat berupa
infeksi asimtomatik, diare tanpa darah, diare berdarah (hemorrhagic colitis),
SHU, purpura trombositopenik, sampai kematian.
Gejala klasik adalah nyeri abdomen yang sangat, diare yang kemudian diikuti
diare berdarah dan sebagian dari pasien datang dengan nausea dan vomiting. Pada
umumnya suhu tubuh pasien sedikit meningkat atau normal, sehingga dapat
dikelirukan sebagai colitis non infeksi.
Diagnosa Banding
Colitis pseudomembran dan colitis infeksi lainnya.
25
Penatalaksanaan
Pengobatan infeksi E.coli pathogen tidak spesifik, terutama pengobatan
suportif dan simtomatik. Komplikasi SHU dilaporkan lebih banyak terjadi pada
pasien yang mendapat antibiotic dan obat yang menghambat motilitas. Disamping
pemberian kotrimoksazol tidak mempunyai efek signifikan terhadap perjalanan
gejala gastrointestinal, ekskresi organisme dam komplikasi SHU.
Kolitis Tuberkulosa
Batasan
Infeksi kolon oleh kuman Mycobacterium tuberculosae.
Epidemiologi
Lebih sering ditemukan di Negara bekembang dengan penyakit
tuberculosis yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Patofisiologi
Penyebab terbanyak Mycobacterium tuberculosae biasanya lewat
tertelanya sputum yang mengandung kuman. Kadang-kadang akibat minum susu
yang tercemar Mycobacterium bovis. Terdapat hubungan tingginya frekuensi
tuberculosis saluran cerna dengan beratnya tuberculosis paru. Timbul 3 bentuk
kelainan : 1) ulseratif lesi aktif berupa tukak superficial, 2) hipertropik bentuk
lesinya berupa parut fibrosis dan massa yang menonjol menyerupai karsinoma, 3)
ulserohipertropik terdapat ulserasi dengan fibrosis yang merupakan bentuk
penyembuhan. Semua bagian saluran dapat terinfeksi, namun lokasi yang
tersering (85-90% kasus) adalah di daerah ileosekal.
Gejala Klinis
Keluhan paling sering adalah nyeri perut kronik yang tidak khas. Dapat
terjadi diare ringan bercampur darah kadang-kadang konstipasi, anoreksia, demam
ringan, penurunan berat badan, atau teraba massa abdomen kanan bawah. Pada
26
sepertiga kasus ditemukan kuman pada tinja, tetapi pada pasien dengan
tuberculosis paru aktif adanya kuman pada tinja mungkin hanya berasal dari
kuman yang tertelan bersama sputum.
Diagnosa
Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya kuman tuberculosis di
jaringan, baik dengan pemeriksaan, mikroskopik langsung atau atas dasar hasil
kultur biopsy jaringan. Sedangkan diagnosis dugaan adanya colitis tuberkulosa
adalah bila didapatkan tuberkulosa paru aktif dengan penyakit ileosekal.
Pada pemeriksaan barium enema dapat ditemukan penebalan dinding, distorsi
lekuk mukosa, ulserasi, stenosis,pseudopolip, atau massa mirip keganasan di
sekum.
Diagnosa Banding
Penyakit Crohn, amebiasis, diverticulitis, dan karsinoma kolon
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi berupa perdarahan, perforasi, obstruksi
intestinal, fistula dan sindrom malabsorbsi. Komplikasi yang sering terjadi adalah
obstruksi intestinal.
Penatalaksanaan
Diperlukan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberculosis seperti
pada pengobatan tuberculosis pau. Kadang perlu dilakukan tindakan bedah untuk
mengatasi komplikasi. Beberapa obat anti tuberculosis yang sering dipakai adalah
:
27
Definisi
Kejadian dari IBS mencapai 15% dari penduduk Amerika, hal ini
didasarkan pada gejala yang sesuai dengan kriteria IBS. Kejadian IBS lebih
banyak pada perempuan dan mencapai 3 kali lebih besar dari laki-laki.
Kepustakaan lain menyebutkan bahwa angka prevalensi IBS bisa mencapai 3,6-
21,8% dari jumlah penduduk dengan rata-rata 11%.
Etiologi
Sampai saat ini tidak ada teori yang menyebutkan bahwa IBS disebabkan
oleh suatu faktor saja. Penelitian-penelitian terakhir mengarah untuk membuat
suatu model terintegrasi sebagai penyebab dari IBS. Banyak factor yang
menyebabkan terjadinya IBS antara lain gangguan motilitas, intoleransi makanan,
abnormalitas sensorik, abnormalitas dari interaksi aksis brain-gut,
hipersensitivitas visceral, dan pasca infeksi usus.
IBS yang terjadi pasca infeksi dilaporkan hampir pada 1/3 kasus IBS.
Keluhan-keluhan IBS muncul setelah 1 bulan infeksi. Penyebab IBS pasca infeksi
antara lain virus, giardia atau amuba. Pasien IBS pasca infeksi biasanya
mempunyai gejala perut kembung, nyeri abdomen dan diare.
28
Kriteria Diagnosis
Nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang dirasakan oleh pasien
dengan IBS biasanya selalu membawa pasien tersebut untuk mencarikan
pertolongan dan tentunya hal ini akan mengurangi kualitas hidup dari pasien itu
sendiri dan cenderung menjadi tidak produktif. Diare juga gejala utama IBS yang
selalu membawa pasien untuk datang ke dokter, keluhan diare itu tentunya tidak
menyenangkan. Keluhan konstipasi yang juga menjadi keluhan utama pasien IBS
tipe konstipasi biasanya disertai oleh kembung serta rasa nyaman di ulu hati.
Selain kriteria Roma III, secara praktis sering juga digunakan kriteria
Manning yang lebih sederhana dan menitik beratkan pada keadaan onset nyeri
antara lain adanya buang air besar yang cair dan peningkatan frekuensi buang air
besar saat timbulnya nyeri.
kembung menunjukkan bahwa kondisi sakit ini agaknya bukan kelainan organic.
Adanya rasa tidak lampias menginterpretasikan bahwa rectum irritable. Sedang
adanya lendir pada saat defekasi menunjukkan bahwa rectum teriritasi.
Diferensial Diagnosis
Tatalaksana
Pada IBS tipe diare beberapa obat juga dapat digunakan antara lain
loperamid dengan dosis 2-16 mg perhari. IBS tidak disebabkan oleh jamur dan
infeksi sehingga antibiotik dan antijamur tidak dibutuhkan. Begitu juga dengan
enzim, malabsorbsi bukan penyebab IBS sehingga suplementasi ensim pada
pasien dengan IBS kurang tepat.
31
Prognosis
Penyakit IBS tidak akan meningkatkan mortilitas, gejala pasien IBS
biasanya akan membaik dan hilang setelah 12 bulan pada 50% kasus, dan hanya
kurang dari 5% yang akan memburuk dan sisanya dengan gejala yang menetap.
Pendahuluan
Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang
melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum
diketahui jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari 3 jenis, yaitu Kolitis Ulseratif,
Penyakit Crohn, dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut maka dimasukkan
dalam kategori Indeterminate Colitis. Hal ini untuk secara praktis
membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui
penyebabnya seperti infeksi, iskemia, dan radiasi.
Epidemiologi
Inflammatory Bowel Disease merupakan penyakit dengan kekerapan
tinggi di negara-negara Eropa atau Amerika. Laporan sekitar tahun 1990-an
didapatkan angka insiden untuk colitis ulseratif/penyakit crohn di Eropa 11,8/7,0,
Norwegia 13,6/5,8, Belanda 10/6,9, Jepang 1,9,0,5, Italia 5,2/2,3 per 100.000
orang. Jadi terdapat perbedaan tingkat kekerapan antara negara barat (bahkan
berbeda antara Eropa Utara dan Selatan) dengan negara Asia Pasifik. Sedangkan
untuk angka prevalensi didapatkan di Copenhagen 161,2/44,4, Italia 121/40,
Jepang 18,1/5,8, Singapura 6/3,6. Penyakit IBD cenderung punya puncak usia
yang terkena pada usia muda (umur 25-30 tahun) dan tidak terdapat perbedaan
bermakna antara perempuan dan laki-laki. Selain adanya perbedaan geografis di
atas, tampaknya orang kulit putih lebih banyak terkena dibandingkan kulit hitam
(untuk populasi produk di negara Barat). Dari segi ras, IBD banyak terdapat pada
orang yahudi. IBD cenderung terjadi pada kelompok social ekonomi tinggi, bukan
perokok, pemakai kontrasepsi oral dan diet rendah serat.
Di Indonesia belum dapat dilakukan studi epidemiologi ini. Data yang ada
berdasarkan laporan Rumah Sakit (Hospital Based). Data bersumber Rumah Sakit
di Jakarta dapat dilihat pada tebel 1. Sangat mungkin terjadi variasi akurasi
diagnosis antar laporan, mengingat akan terdapatnya perbedaan sarana diagnostik
penunjang yang tersedia. Sarana diagnostik di Pusat Rujukan akan dapat
menegakkan diagnosis secara tepat dan segera menerapkan pengobatan
definitifnya. Tetapi sistem rujukan di Indonesia belum berkembang secara optimal
32
sehingga sebagian besar kasus terduga IBD akan mengalami under-diagnosed atau
justru dapat terjadi over-diagnosed tentang IBD. Disini diperlukan suatu sistem di
bawah kewenangan profesi agar pasien tidak mengalami over-treatment atau
under-treatment. Diperlukan suatu konsensus profesi agar kasus IBD di Indonesia
dapat teridentifikasi secara lebih baik dan mendapat pengobatan lebih optimal.
Dipihak lain proses pencatatan dan pelaporan akan lebih seragam dam dapat lebih
dipertanggung jawabnya untuk suatu penelitian epidemiologik, baik dalam
populasi maupun data Rumah Sakit.
ETIO-PATOGENESIS
Sampai saat ini belum diketahui etiologi IBD yang pasti maupun
penjelasannya yang memadai mengenai pola distribusinya.
Gambaran Klinik
Diare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan
manifestasi klinis IBD yang paling umum dengan beberapa manifestasi ekstra
intestinal seperti arthritis, uveitis, pioderma gangrenosum, eritema nodusum, dan
kolangitis. Dapat pula disertai dengan gambaran keadaan sistemik yang timbul
sebagai dampak keadaan patologis seperti gangguan nutrisi. Gambaran klinis KU
(Kolitis Ulseratif )lebih bervariasi di bandingkan PC(Penyakit Crohn). Hal ini
disebabkan distribusi anatomi saluran cerna yang terlibat KU adalah colon,
sedangkan pada PC melibatkan atau terjadi pada semua segmen saluran cerna ,
mulai dari mulut sampai anorektal.
Perjalanan penyakit IBD ditandai oleh fase aktif dan remisi. Fase remisi
ini dapat disebabkan oleh pengobatan tetapi tidak jarang dapat terjadi spontan.
DAI (Disease Activity Index) yang di dasarkan pada frekuensi diare, ada tidaknya
34
Derajat klinik KU dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan, berdasarkan
frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia, yang terjadi dan
laju endap darah. Perjalanan penyakit KU dapat di mulai dengan serangan
pertama yang berat ataupun dimulai ringan yang bertambah beratsecara gradual
setiap minggu. Berat ringannya serangan pertama sesuai, dengan panjangnya
kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan terutama hanya melibatkan
lapisan mukosa.
Radiologi
Tidak terdapat perbedaan yang spesifik antara gambaran laboratorium PC
dan KU. Data laboratorium lebih banyak berperan untuk menilai derejat aktivitas
penyakit dan dampaknya pada status nutrisi pasien. Penurunan kadar HB , Ht, dan
besi serum dapat menggambarkan derajat kehilangan darah lewat saluran cerna.
Tingginya kadar LED dan CRP yang positif menggambarkan aktivitas inflamasi,
serta rendahnya kadar albumin, mencerminkan status nutrisinya yang rendah.
35
Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi memiliki peranan penting dalam diagnosis dan
penatalaksanaan kasus IBD. Akurasi diagnostic kolonoskopi pada pada IBD
adalah 89% dengan 4% kesalahan dan 7% hasil meragukan.
Histopatologi
Spesimen yang berasal dari operasi lebih memepunyai nilai diagnostic
daripada specimen yang diambil secara biopsy per-endoskopik. Terlebih lagi bagi
36
Alur diagnosis
Pengobatan
Pengobatan Umum
Dengan dugaan adanya faktor/agen proinflamasi dalam bentuk bakteri
intralumen usus dan komponen diet sehari-hari yang dapat mencetuskan proses
inflamasi kronik pada kelompok orang yang rentan, maka diusahakan untuk
mengeliminasi hal tersebut dengan cara pemberian antibiotic, lavase usus,
mengikat produksi bakteri, menginstirahatkan kerja usus dan perubahan pola diet.
Metronidazole cukup banyak bermanfaat pada PC dalam menurunkan derajat
aktivitas penyakitnya pada keadaan aktif. Sedangkan pada KU jarang digunakan
antibiotic sebagai terapi terhadap agen proinflamasinya. Di samping beberapa
konstituen diet yang harus dihindari karena dapat mencetuskan serangan (seperti
wheat, cereal yeast dan produk peternakan), terdapat pula konstituen yang bersifat
antioksidan yang dalam penelitian dilaporkan bermanfaat pada kasus IBD yaitu
glutamine dan asam lemak rantai pendek. Edukasi pada pasien dan keluarganya
sangat diperlukan.
37
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah disampaikan seperti di atas, dapat
disimpulkan bahwa banyak hal yang dapat menyebabkan diare kronik. Diare
kronik dapat disebakan oleh penyakit kelainan organ karena infeksi berbagai
kuman virus, bakteri, parasit, maupun protozoa. Tetapi ada juga diare kronik
yang penyebabnya penyakitnya kurang dapat diketahui secara pasti (idiopatik)
yaitu IBS dan IBD
Oleh karena itu, penting untuk mencari penyebab diare kronik pada
pasien agar penanganan yang diberikan juga dapat tepat. Sehingga dapat
mengurangi risiko keadaan pasien yang memburuk akibat diare kronik yang
terus berkelanjutan. Untuk penanganan kasus diare kronik, selalu perhatikan
keadaan umum pasien. Karena keadaan umum ini merupakan yang harus
dijaga pada pasien dengan diare kronik.
B. Saran
Kami selaku penyusun ingin menyarankan kepada para pembaca untuk
tidak mudah merasa puas dengan apa yang telah disajikan pada laporan ini.
Harapannya, para pembaca dapat lebih mencari tahu mengenai materi yang
disampaikan melalui berbagai referensi yang lebih lengkap, dan lebih
memahaminya, agar tujuan dari pemaparan materi pada laporan ini dapat
tercapai.