Anda di halaman 1dari 2

Teori Sediaan SEMI SOLID – Apoteker 2004/2005

SEDIAAN SEMI SOLID


Daftar Pustaka :
Ansel, “Pengantar bentuk sediaan“, ed.4, Hal. 490-194
Diktat Praktikum Teknologi Sediaan Liquida & Semi Solid
Shargel L., “Applied Biopharmacuetical & Pharmacocinetics“, ed.3, Hal 112-113.

Sediaan semi solid pada dasarnya dibagi berdasarkan konsistensi dari sediaan yaitu salep, krim,
pasta dan gel.
Ada 2 efek dari sediaan semi solid dilihat dari aksi kerja obat, yaitu :
1. Efek lokal
Zat aktif keluar dari pembawa dan meminimalkan proses penyerapan oleh darah, ditujukan untuk
pemakaian pada kulit atau permukaan mukosa tertentu untuk kerja lokal atau penetrasi perkutan
dari bahan obat.
2. Efek sistemik
Ditujukan untuk sistem pengobatan melalui kulit. Efek sistemik tercapai bila obat melalui
stratum corneum terus ke jaringan epidermis masuk ke pembuluh darah kapiler dan mengisi
jaringan sub kutan, dan terabsorbsi masuk ke dalam sirkulasi umum. Hal ini dapat dideteksi dari
kadar obat didalam darah dan ekskresi obat atau hasil metabolitnya didalam urin.

Hal-hal yang penting diketahui dalam rangka merancang sediaan semi solid,yaitu :
1. Struktur kulit
2. Prinsip formulasi sediaan semi solid
terdiri atas 3 komponen : zat aktif, pembawa, dan zat tambahan.
3. Teknologi pembuatan

Dalam rangka membuat suatu sediaan semisolid yang baik harus diperhatikan antara lain :
1. Konsentrasi obat yang dapat melalui kulit.
2. Jumlah obat yang dilepaskan pada permukaan kulit.
3. Kemampuan penyimpanan obat dalam pembawa semisolida.
4. Penerimaan pasien terhadap formula yang dibuat

Struktur kulit
secara anatomi, kulit terbagi atas 3 lapisan :
1. Lapisan epidermis, berfungsi sebagai protektor terhadap pengaruh luar.
Terdiri dari 5 lapisan :
a. Stratum korneum/lapisan tanduk, merupakan lapisan yang teratas dan tipis.
Terdiri dari sel-sel mati dan mengandung protein (keratin) 40% dan air 40% dengan butiran
lemak (trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfat lemak). Komponen lemak ini
bertanggung jawab terhadap rendahnya penetrasi obat melalui stratum korneum. Tetapi sekali
dilewati akan diabsorbsi masuk ke sirkulasi umum.
Karena stratum korneum merupakan salah satu lapisan pada epidermis yang menjadi faktor
penentu absorpsi obat melalui kulit, maka dalam percobaan in vitro absorpsi obat melalui
kulit selalu dipakai membran yang dibuat menyerupai lapisan stratum corneum.
b. Stratum lucidum, terbentuk dari 1-2 lapisan sel tanpa inti.
c. Stratum granulosum, tersusun dari 1-3 lapisan sel yang protoplasmanya berisi keratohialin.
d. Stratum spinosum
e. Stratum germinativum/lapisan basal/lapisan penghalang
2. Lapisan dermis/korium/dermal/kustivera, berfungsi sebagai protektor suhu dan tekanan.
Dikenal sebagai kulit sesungguhnya, pada lapisan ini ada pembuluh darah, pembuluh limfe,
jaringan saraf, kelenjar dan folikel rambut.
3. Lapisan hipodermis/subkutan adiposa, berfungsi sebagai protektor panas dan mekanik.
Lapisan ini mengandung jaringan adiposa dan membentuk agregat dengan jaringan kolagen
sehingga terbentuk ikatan yang lentur antara struktur kulit bagian dalam dengan permukaan.

Dalam pemberian obat melalui kulit, ada beberapa tahap penentu yang mempengaruhi efektivitas
rute pemberian tersebut, yaitu :
1. Tahap pelepasan bahan aktif dari pembawanya, yang tergantung dari sifat bahan pembawa dan
sifat fisika kimia aktif. Afinitas bahan pembawa terhadap bahan aktif ditentukan oleh kelarutan
obat tersebut dalam pembawa.
2. Tahap terjadinya partisi bahan aktif ke dalam masing-masing strata dari kulit yang ditentukan
oleh koefisien partisi bahan aktif terhadap komponen pada setiap strata lapisan kulit.

Adam, Afi,, Andri, Arnie, Azizah, Dian, Elis, Esther, Icha, Indra 1
Kiki, Leli, Lina, Mega, Nur M., Sansan, Wiwin
Teori Sediaan SEMI SOLID – Apoteker 2004/2005

3. Tahap difusi bahan aktif melalui strata lapisan kulit yang ditentukan oleh kecepatan difusi melalui
membran setiap strata tersebut.
4. Tahap terjadinya pengikatan bahan aktif dengan komponen stratum korneum lapisan epidermis
dan dermis, atau terjadi microrservoir pada lapisan lemak pada daerah subkutan.
5. Tahap eliminasi melalui aliran darah, kelenjar limfe, atau cairan jaringan.

Absorbsi perkutan
Absorbsi perkutan adalah absorbsi bahan/zat dari luar kulit ke posisi dibawah kulit tercakup
masuk ke dalam aliran darah. Definisi lainnya adalah penetrasi obat ke dalam stratum korneum.
Absorbsi perkutan dapat dibagi 2, yaitu :
1. Absorbsi transdermal
Penetrasi obat melalui lapisan epidermis, terutama stratum corneum sebagai jaringan keratin
bertindak sebagai membran semi permeabel, dan molekul obat berpenetrasi dengan cara difusi
pasif. Melalui 2 jalur :
a. Penetrasi transelular (menyeberangi sel), masuk ke permukaan dalam dari sel.
b. Penetrasi interselular (antar sel), masuk ke ruang antar sel.
2. Absorbsi transapendagial
penetrasi obat melalui folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar lemak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi perkutan :


1. Sifat fisika dan kimia obat
Antara lain : koefisien partisi, pH (mempengaruhi tingkatuk dissosiasi serta kelarutan obat yang
bersifat lipofil), ukuran molekul dan kelarutan.
Obat yang digunakan harus dalam bentuk zat aktif.
2. Sifat dari pembawa atau sediaan
 Pembawa harus dapat melarutkan zat aktif tetapi tidak mengalami pelepasan zat aktif dari
sediaan. Absorbsi obat meningkat dari pembawa yang mudah menyebar dipermukaan kulit.
 Profil pelepasan obat dari pembawanya tergantung dari afinitas obat terhadap pembawa,
kelarutan obat dalam pembawa dan pH pembawa.
 Pembawa yang dapat meningkatkan kelembaban kulit akan mendorong terjadinya absorbsi
perkutan pada kulit.
3. Kondisi kulit
Absorbsi obat meningkat pada kulit yang rusak/pecah-pecah (bukan absorbsi perkutan yang
benar) dan pada kulit dengan lapisan tanduk yang tipis.
4. Konsentrasi obat
5. Tempat, waktu dan cara pemakaian obat dikulit
 Bersangkut-paut dengan derajat absorpsi dan ketebalan kulit (ketebalan kulit di tubuh
berbeda-beda)
 Waktu kontak obat dengan kulit. Semakin lama obat menempel pada kulit, absorbsinya
meningkat
 Menggosok atau mengoles sewaktu pemakaian obat dapat meningkatkan absorbsinya.
6. Hidrasi
Hidrasi stratum corneum meningkatkan derajat lintasan dari semua obat yang mempenetrasi kulit
karena melunaknya jaringan dan akibat pengaruh bunga karang dengan penambahan ukuran pori.
7. Adanya vasodilatasi pembuluh darah juga dapat meningkatkan kelarutan obat.

Kecepatan difusi obat ke dalam kulit sesuai dengan Hukum Difusi Fick (molekul obat berdifusi
dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah), dengan rumus :

Ket. : = kecepatan difusi


D = koefisien difusi (satuannya luas/satuan waktu)
K = koefisien partisi lemak-air
A = luas permukaan membrane
h = tebal membrane
(Cp-Ci) = perbedaan konsentrasi obat dalam plasma dan didalam jaringan

Adam, Afi,, Andri, Arnie, Azizah, Dian, Elis, Esther, Icha, Indra 2
Kiki, Leli, Lina, Mega, Nur M., Sansan, Wiwin

Anda mungkin juga menyukai