Anda di halaman 1dari 38

TUGAS

TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID


PATCH TRANSDERMAL

DISUSUN OLEH :
Kelompok 4
1. CHINTYA YUWANDARA (18334001)
2. WAHIDA AULIA ZAIN (18334008)
3. TRI WAHYU CAHYANTINI (18334011)
4. WINDA LORENZA (18334013)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2020

Kel-4 Patch Transdermal 1


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem penghantaran obat transdermal atau transdermal drug dilevery system
(TDDS) merupakan cara pengantaran obat secara topikal dalam bentuk patch atau
semisolid yang dapat memberikan efek sistemik yang terkontrol. Penghantaran obat
secara transdermal meiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan metode
penghantaran obat konvensional seperti pemberian secara oral. Penghantaran
transdermal memberikan pelepasan obat yang terkontrol, menghindari metabolisme
hepatik, menghindari pengaruh pencernaan, kemudahan penghentian pemakaian, dan
durasi penghantaran obat yang lama. Mekanisme penghantaran obat secara transdermal
adalah menghantarkan molekul obat melewati lapisan stratum corneum dalam kulit
dengan berdifusi melalui lapisan lipid kulit (Amjad, 2011).
Sediaan patch ada dua tipe yaitu patch tipe membran dan patch tipe matriks.
Efektifitas suatu sediaan farmasi ditentukan oleh jumlah obat yang terlepas dari
pembawa dan selanjutnya terpenetrasi. Jumlah obat yang terlepas dari sediaan patch
tipe membran ditentukan oleh reservoir dan polimer yang berfungsi sebagai membran
pengontrol pelepasan. Sedangkan sediaan tipe matriks ditentukan oleh komposisi
matriks pembentuknya (Hendradi, 2010).
Sistem penghantaran obat bermacam-macam, pengembangannya pun semakin
diperbaharui. Pemberian obat secara oral menimbulkan berbagai dilema dimana obat
yang menggunakan jalur ini harus melewati berbagai macam barrier alami tubuh yang
mempengaruhi bioavaibilitas obat dalam tubuh. Masalah- masalah tersebut meliputi,
waktu pengosongan lambung, efek perubahan pH, deaktivasi enzim dalam lintasan
gastrointenstinal, metabolisme lintas pertama di hati.
Transdermal adalah salah satu cara administrasi obat dengan bentuk sediaan
farmasi/obat berupa krim, gel atau patch (koyo) yang digunakan pada permukaan
kulit, namun mampu menghantarkan obat masuk ke dalam tubuh melalui kulit
(trans = lewat; dermal = kulit). Umumnya penggunaan transdermal adalah pada
obat-obatan hormon, misalnya estrogen. Yang paling umum ditemui mungkin
koyo untuk menghilangkan kecanduan rokok, atau menghilangkan nafsu makan
(berfungsi sebagai pelangsing). Bentuk transdermal menjadi pilihan terutama
untuk obat-obat yang apabila diberikan secara oral bisa memberi efek samping
yang tidak diinginkan. Misalnya efek penggumpalan darah akibat estrogen oral,

Kel-4 Patch Transdermal 2


atau iritasi lambung pada obat-obat antiinflamasi non steroid dan
aspirin/asetosal. Kulit merupakan suatu organ yang merupakan organ terbesar dari
manusia. Kulit mempunyai fungsi sebagai pelindung dari masuknya material asing,
mencegah hilangnya air, dan melindungi dari sinar UV. Dermis terdiri dari jaringan ikat
yang diisi oleh pilosebaseus, kelenjar keringat, sel adiposa, sel mast, dan leukosit serta
dermis kaya akan pembuluh darah. Epidermis terdiri dari beberapa sel dan enzim.

1.2 Rumusan Masalah :


1. Apa yang dimaksud dengan penghantaran obat secara transdermal?
2. Apa faktor-faktor yang memepengaruhi pemberian obat secara transdermal?
3. Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor penghambat dalam pemberian obat secara
transdermal?

1.3 Tujuan :
1. Memberikan penjelasan tentang system penghantaran obat secara transdermal.
2. Memberikan penjelasan tentang faktor-faktor yang mempengarui pemberian obat
secara transdermal.
3. Memberikan penjelasan tentang solusi untuk mengefektifkan pemberian obat
secara transdermal.

Kel-4 Patch Transdermal 3


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Patch
Patch transdermal merupakan sediaan farmasi yang fleksibel dalam persiapannya
dari berbagai ukuran yang mengandung satu atau lebih zat aktif. Patch diterapkan pada
kulit agar dapat memberikan zat aktif ke sistemik setelah melewati penghalang kulit.
Patch transdermal biasanya terdiri dari lapisan luar yang mendukung persiapan yang
berisi substansi aktif. (European Directorate for the Quality of Medicines, 2005).
Sistem penghantaran obat transdermal adalah sistem yang memfasilitasi obat atau
zat aktif masuk ke sirkulasi sistemik melalui kulit dengan dosis terapetik dan memberikan
efek sistemik. Bukti penyerapan obat secara perkutan dapat dilihat melalui pengukuran
konsentrasi obat atau zat aktif dalam darah, deteksi obat yang diekskresi dan/ atau
metabolit obat dalam urin, dan respon klinis pasien terhadap terapi.
Obat dianggap yang ideal untuk penghantaran melalui transdermal adalah obat-
obat yang dapat bermigrasi melalui kulit ke pembuluh darah tanpa terjadi penumpukan
dalam lapisan dermal. Hal inilah yang menjadi perbedaan obat sediaan transdermal
dengan sediaan topikal. Pada sediaan topikal obat hanya disebar dan meresap pada kulit
bukan pada organ target yang diinginkan.

2.2 Struktur dan Fisiologi Kulit

Gambar 1. Penampang Melintang Kulit


Kulit terdiri atas tiga lapisan, Dari paling luar ke dalam berturut-turut adalah
epidermis, dermis, dan hipodermis. Epidermis yang merupakan lapisan terluar kulit
berperan sangat penting bagi proses lewatnya obat melalui kulit. Lapisan ini tebal, sel-
selnya tersusun rapat dan tidak memiliki pembuluh darah. Lapisan paling luarnya
mengalami keratinisasi yang memungkinkan tertahannya air (mencegah hidrasi) dari
dalam sel tubuh dan mencegah masuknya zat-zat asing dengan mudah ke dalam tubuh.
Namun hal ini juga yang menjadi pembelajaran bagi obat-obat yang diinginkan
diadministrasikan melalui kulit.

Kel-4 Patch Transdermal 4


Gambar 2. Penampang Membujur Kulit dan Posisi Patch

Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh.
Luas kulit manusia sekitar 16% dari berat badan seseorang. Kulit memiliki fungsi
melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan maupun rangsangan dari luar.
Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinasi dan pelepasan sel – sel
kulit ari yang udah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum serta
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari sinar ultraviolet matahari
(Djuanda dkk., 2007).
Kulit normal manusia berkisar antara 4,5-6,5 (Kusantati dkk, 2008). Fungsi
kulit secara umum adalah sebagai fungsi proteksi, fungsi absorbsi, fungsi ekskresi,
fungsi persepsi, fungsi pengaturan suhu tubuh, fungsi pembentukan pigmen, dan fungsi
keratinisasi (Djuanda dkk., 2001). Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu: kulit ari
(epidermis), sebagai lapisan yang paling luar, kulit jangat (dermis, korium atau kutis)
dan jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hypodermis atau subkutis)
Sebagai gambaran, penampang lintang dan visualisasi struktur lapisan kulit tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut :

1. Gambar. Kulit

Kel-4 Patch Transdermal 5


Para ahli histology membagi epidermis dari bagian terluar hingga kedalam menjadi 5
lapisan, yakni:
 Lapisan tanduk (stratum corneum), sebagai lapisan yang paling atas
 Lapisan jernih (stratum lucidum), disebut juga “lapisan barrier”
 Lapisan berbutir-butir (stratum granulosum)
 Lapisan malphigi (stratum spinosum) yang selnya seperti berduri
 Lapisan Basal (stratum germinativum) yang hanya tersusun oleh satu lapis sel-sel
basal. (Tranggono dkk, 2007).

Mekanisme Penetrasi Obat Transdermal

Gambar 3. Penghantaran Obat Transdermal


Suatu film pada stratum korneum terbentuk dari sebum dan keringat, tapi karena
komposisinya yang bervariasi dan kontinuitasnya yang minim, ini tidak menjadi faktor
signifikan yang mempengaruhi penetrasi obat, begitu juga dengan adanya folikel
rambut, kelenjar keringat dan kelenjar minyak (sebasea) yang merupakan sebagian
kecil dari permukaan kulit.
Penyerapan obat secara perkutan pada umumnya terjadi dengan penetrasi langsung obat
melalui stratum korneum (tebal 10-15 µm) yang merupakan jaringan tak hidup. Stratum
korneum terdiri dari sekitar 40% protein (terutama keratin) dan 40% air, dan lipid
terutama trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol, dan fosfolipid. Komponen lipid
dianggap sebagai penentu dalam langkah penyerapan. Ketika molekul obat mencapai
lapisan vaskular dermis, molekul obat akan diabsorbsi ke dalam sirkulasi sistemik.
Stratum korneum akan menjadi jaringan kreatin dan bertindak sebagai membran
semipermeabel, dan molekul obat berpentrasi secara difusi pasif. Hal inilah yang
menjadi penghalang pada obat yang diadministrasikan secara transdermal.

Kel-4 Patch Transdermal 6


Laju pergerakan obat di lapisan stratum korneum tergantung pada konsentrasi
obat dalam pembawa, kelarutan obat dalam air, dan koefisien partisi minyak-air antara
pembawa dan stratum korneum. Zat yang memiliki karakteristik larut air dan larut
minyak merupakan kandidat yang baik untuk difusi menembus stratum korneum,
epidermis, dan dermis. Karena obat yang larut lemak akan mampu menembus lapisan
bilayer sel sementara yang larut air akan dengan mudah menembus kulit.
Lapisan dermis mengandung sistem kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh.
Jika obat mampu menembus stratum korneum, maka obat tersebut dapat memasuki
aliran darah. Proses aliran obat ini tejadi secara difusi pasif, yang berjalan lambat, hanya
untuk menransfer obat-obatan normal.

Gambar 4. Cara Penetrasi Obat di Stratum Korneum


(1. Paraseluler, 2. Intraseluler)
Faktor yang Mempengaruhi Bioavabilitas Sistem Pemberian Obat Transdermal
- Faktor Fisiologi
1. Stratum korneum: lag time dan zat aktif terikat stratum korneum .
2. Segi anatomi
3. Umur
4. Kondisi kulit & penyakit
5. Metabolisme kulit
6. Desquamasi
7. Iritasi & penyakit kulit
o Faktor Formulasi
1. Sifat fisikokimia pembawa
2. Konsentrasi obat
3. Luas area aplikasi
4. Massa molekul obat
5. Hidrasi kulit
6. Tebal aplikasi transdermal
7. Lamanya pelekatan sistem transedermal.

Kel-4 Patch Transdermal 7


2.3 Penetrasi Kulit Oleh Obat
Mungkin obat dapat mempenetrasi kulit yang utuh setelah pemakaian topical
melalui dinding folikel rambut, kelenjar keringat atau kelenjar lemak atau antara sel-
sel dari selaput tanduk. Sebenarnya bahan obat yang dipakai mudah memesuki kulit
yang rusak atau pecah-pecah akan tetapi sesungguhnya penetrasi semecamitu bukan
absorpsi perkutan yang benar (Ansel,1989). Apabila kulit utuh, maka cara utama untuk
penetrasi obat umumnya melalui lapisan epidermis, lebih baik dari pada melalui folikel
rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan yang terakhir ini lebih kecil
dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak mengandung elemen anatomi ini. Selaput
yang menutupi lapisan tanduk umumnya tidak terus-menerus dan sebenarnya tidak
mempunyai daya tahan terhadap penetrasi. Karena susunan bermacam-macam selaput
dengan prporsi lemak dan keringat yang diproduksi dan derajat daya lepasnya melalui
pencucian serta penguapan keringat, selaput bukan penghalang sesungguhnya terhadap
pemindahan obat elama tidak memiliki komposisi, ketebalan atau kelanjutan yang
tertentu (Ansel,1989).
Absorpsi perkutan suatu bat pada umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung
obat melalui stratum corneum 10-15µm, tebal lapisan datar mengeringkan sbagaian
demi sebagian jaringan mati yang membentuk permukaan kulit paling luar. Stratum
corneum terdiri dari kurang lebih 40% air dengan lemak berupa pertimbangannya
terutama sebagai trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfat lemak.
Kandungan lemak dipekatkan dalam fase ekstraseluler stratum corneum dan sebegitu
jauh akan membentuk membrane yang mengelilingi sel. Komponen lemak dipandang
sebagai factor utama yang secara langsung bertanggung jawab terhadap rendahnya
penetrasi obat melalui stratum corneum. Sekali molekul obat melalui stratum corneum
kemudian dapat terus melalui jaringan epidermi yang lebih dalam dan masuk ke dermis
apabila obat mencapai lapisan pembuluh kulit maka obat tersebut siap untuk diabsorpsi
ke dalam sirkulasi umum (Ansel,1989).
Stratum corneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membrane
buatan yang semipermeable, dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif.
Jadi, jumlah obat yang menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat,
kelarutannya dalam air dan koefisien partisi minyak atau airnya. Bahan-bahan yang
mempunyai sifat larut dalam keduanya, minyak dan air merupakan bahan yang baik
untuk difus melalui stratum corneum seperti juga melalui epidermis dan lapisan-lapisan
kulit (Ansel,1989).

Kel-4 Patch Transdermal 8


Walupun kulit telah dibagi secara histology ke dalam stratum corneum,
epidermis yang hidup dan dermis secara bersama-sama dapat dianggp merupakan
lapisan penghalang. Penetrasi lapisan ini dapat terjadi dengan difusi melalui:
1. Penetrasi transeluler (menyebrangi sel);
2. Penetrasi interseluler (antarsel);
3. Penetrasi transappendageal ( melalui folikel rambut, keringat, kelenjar lemak
dan perlengkapan pilo sebaceous). (Ansel,1989).
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Absorpsi Perkutan
Di antara faktor-faktor yang berperan dalam absorpsi perkutan dari obat adalah
sifat dari obat itu sendiri, sifat dari pembawa, kondisi dari kulit dan adanya uap air.
Walaupun sukar untuk diambil kesimpulan umum, yang dapat diberlakukan pada
kemungkinan yang dihasilkan oleh kombinasi obat, pembawa dan kondisi kulit, tetapi
konsensus temuan hasil penelitian mungkin dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Obat yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus bersatu pada permukaan
kulit dalam konsentrasi yang cukup.
2. Konsentrasi obat umumnya merupakan faktor yang penting, jumlah obat yang
diabsorpsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu, bertambah
sebanding dengan bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu pembawa.
3. Semakin banyak obat diserap dengan cara absorpsi perkutan apabila bahan obat
dipakai pada permukaan yang lebih luas.
4. Bahan obat harus mempunyai suatu daya tarik fisiologi yang lebih besar pada kulit
daripada terhadap pembawa, supaya obat dapat meninggalkan pembawa menuju
kulit.
5. Beberapa derajat kelarutan bahan obat baik dalam minyak dan air dipandang
penting untuk efektivitas absorpsi perkutan. Pentingnya kelarutan obat dalam air
ditunjukkan oleh adanya konsentrasi pada daerah absorpsi dan koefisien partisi
sangat mempengaruhi jumlah yang dipindahkan melalui tempat absorpsi. Zat
terlarut dengan bobot molekul dibawah 800 sampai 100 dengan kelarutan yang
sesuai dalam minyak mineral dan air (> 1 mg/mL) dapat meresap ke dalam kulit.
6. Absorpsi obat nampaknya ditingkatkan dari pembawa yang dapat dengan mudah
menyebar di permukaan kulit, sesudah dicampur dengan cairan berlemak, dan
membawa obat untuk berhubungan dengan jaringan sel untuk absorpsi.
7. Pembawa yang meningkatkan jumlah uap air yang ditahan kulit umumnya
cenderung baik bagi absorpsi pelarut obat. Pembawa yang bersifat lemak bekerja

Kel-4 Patch Transdermal 9


sebagai penghalang uap air sehingga keringat tidak dapat menembus kulit, dan
tertahan pada kulit sehingga umumnya menghasilkan hidrasi dari kulit di bwah
pembawa.
8. Hidrasi dari kulit merupakan fakta yang paling penting dalam absorpsi perkutan.
Hidrasi stratum corneum tampaknya meningkatkan derajat lintasan dari semua obat
yang mempenetrasi kulit. Peningkatan absorpsi mungkin disebabkan melunaknya
jaringan dan akibat pengaruh “bunga karang” dengan penambahan ukuran pori-pori
yang memungkinkan arus bahan lebih besar, besar dan kecil dapat melaluinya.
9. Hidrasi kulit bukan saja dipengaruhi oleh jenis pembawa (misalnya bersifat lemak)
tetapi juga oleh ada tidaknya pembungkus dan sejenisnya ketika pemakaian obat.
Pada umumnya, pemakaian pembungkus yang tidak menutup seperti pembawa
yang bercampur dengan air, akan mempengaruhi efek pelembap dari kulit melalui
penghalang penguapan keringat dan oleh karena itu mempengaruhi absorpsi.
Pembungkus yang menutup lebih efektif dari pada anyaman jarang dari
pembungkus yang tidak menutup.
10. Pada umumnya, menggosokkan atau mengoleskan waktu pemakaian pada kulit
akan meningkatkan jumlah obat yang diabsorpsi dan semakin lama mengoleskan
dengan digosok-gosok, semakin banyak pula obat diabsorpsi.
11. Absorpsi perkutan nampaknya lebih besar apabila obat dipakai pada kulit dengan
lapisan tanduk yang tipis daripada yang tebal. Jadi, tempat pemakaian mungkin
bersangkut-paut dengan derajat absorpsi, dengan absorpsi dari kulit yang ada
penebalannya, atau tempat yang tebal seperti telapak tangan dan kaki secara
komparatif lebih lambat.
12. Pada umumnya, semakin lama waktu pemakaian obat menempel pada kulit,
semakin banyak kemungkinan absorpsi. Bagaimana pun juga perubahan dalam
hidrasi kulit sewaktu pemakaian atau penjenuhan kulit oleh obat, akan menghambat
tambahan absorpsi.
Ketentuan umum ini dalam hal absorpsi perkutan dipakai pada kulit yang
sehat, luka pada kulit atau dalam keadaan dimensi yang berbeda-beda maka akan
terjadi perbedaan dalam absorpsi obat. Jelas sekali kulit yang telah dipotong secara
dirusak atau pecah, akan memungkinkan obat dan bahan asing lainnya mendapat
jalan langsung ke jaringan subkutan (Ansel,1989).

Kel-4 Patch Transdermal 10


2.5 Sistem Pemberian Obat Transdermal
Sistem pemberian obat transdermal cenderung untuk mendukung lalu-lintas
bahan obat dari permukaan kulit melalui bermacam-macam lapisan ke dalam sirkulasi
sistemik. Secara fisik sistem ini merupakan potongan kecil yang canggih, yang akan
dijelaskan kemudian pada bagian ini.
Ada dua tipe dasar pada sistem penyampaian obat secara transdermal; (1) yang
dapat mengatur laju obat untuk diberikan pada kulit, dan (2) yang dapat memungkinkan
kulit untuk mengatur absorpsi obat. Tipe kedua ini berguna untuk obat-obat yang daya
cakupan konsentrasi plasmanya luas terhadap efektivitas obat ini, tapi tidak menjadi
racun. Untuk obat-obat ini bentuk sediaan transdermal dapat dikembangkan ke dalam
berbagai ukuran dan konsentrasi obat, dengan cara penambahan dosis dan kadar obat
dalam darah melalui penambahan ukuran pemakaian transdermal sehingga tercapai
efek yang diinginkan. Bagaimanapun juga untuk kebanyakan obat-obat perlu diadakan
pengawasan lebih dekat terhadap jumlah obat yang disampaikan dan absorpsi perkutan.
Dalam hal tersebut sistem penyampaian obat telah dikembangkan ke tingkat yang dapat
mengatur jumlah obat yang disampaikan ke kulit untuk absorpsi berikutnya. Sistem
penyampaian obat transdermal yang efektif semacam ini akan menyampaikan sejumlah
obat yang seragam ke dalam kulit pada periode waktu tertentu. Jumlah obat yang
disampaikan dalam periode waktu tertentu ditetapkan lebih sedikit daripada yang dapat
diabsorpsi oleh kulit dengan tipe yang berbeda-beda, dan dengan demikian maka sistem
penyampaian obat yang mengatur masuknya jumlah obat ke dalam saluran dan bukan
pada kulit (Ansel,1989).
Yang termasuk di antara rancangan utama dan tujuan utama pengaturan jumlah
dari sistem penyampaian obat secara transdermal adalah sebagai berikut :
1. Memberikan bahan obat pada laju yang terkendali ke dalam kulit utuh pasien untuk
diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik.
2. Sistem harus memiliki ciri-ciri fisika dan kimia yang tepat agar memungkinkan
bahan obat mudah terlepas dan membantu partisipasinya dari sistem pemberian ke
dalam stratum corneum.
3. Sistem harus menutup kulit untuk menjamin arus searah dari bahan obat.
4. Sistem transdermal harus mempunyai kelebihan terapeutik daripada bentuk
sediaan dan sistem pemberian lainnya.
5. Daya rekat sistem, pembawa dan zat aktif harus tidak mengiritasi kulit pasien.

Kel-4 Patch Transdermal 11


6. Serpihan harus melekat pada kulit pasien dan ukuran serta penampilan maupun
penempatannya pada tubuh harus tidak menghalangi penggunaan obat.
7. Sistem harus tidak memungkinkan pengembangbiakan bakteri kulit di dalam
keadaan tertutup (Ansel,1989).
Di antara keuntungan sistem pemberian obat secara transdermal adalah sebagai berikut:
1. Menghindari kesulitan absorpsi obat melalui saluran cerna disebabkan oleh pH
saluran cerna, aktivitas enzim, interaksi obat dengan makanan, minuman atau
pemberian obat secara oral lainnya.
2. Menggantikan pemakaian obat melalui mulut bila tidak sesuai karena muntah
dan/atau diare.
3. Menghindari first-pass effect, yaitu penglepasan pertama suatu bahan obat melalui
sistemik dari sirkulasi portal, yang menyertai absorpsi pada saluran cerna (dengan
cara demikian mungkin menghindari obat nonaktif oleh saluran cerna dan enzim-
enzim dalam hati).
4. Menghindari risiko dan ketidaksesuaian terapi secara parenteral dan bermacam-
macam absorpsi serta metabolisme yang berhubungan dengan terapi secara oral.
5. Menyediakan kemampuan untuk terapi berhari-hari dengan pemakaian tunggal,
dengan demikian akan memperbaiki keadaan pasien pada pemakaian bentuk-
bentuk sediaan lainnya yang memerlukan penggunaan dosis yang lebih sering.
6. Memperpanjang aktivitas obat yang mempunyai waktu paruh yang pendek melalui
penyimpanan obat yang ada pada sistem pemberian terapeutik dan sifat pengaturan
dan penglepasannya yang terkendali.
7. Menyediakan kemampuan menghentikan efek obat secara cepat (apabila
diperlukan secara klinik) dengan cara melepaskan pemakaian obat dari permukaan
kulit.
8. Menyediakan kemudahan identifikasi secara tepat tentang pengobatan dalam
keadaan darurat (misalnya tidak menerima, tidak sadar, atau pasien dalam keadaan
koma) (Ansel,1989).
Di antara kekurangan sistem pemberian secara transdermal adalah sebagai berikut :
1. Cara pemberian melalui kulit tidak sesuai untuk obat-obat yang menimbulkan
iritasi atau peka pada kulit.
2. Hanya obat-obat yang relatif mempunyai potensi yang sesuai disampaikan melalui
kulit oleh karena sifat impermeabilitas kulit, sehingga obat yang dapat masuk
menembus pada kulit terbatas.

Kel-4 Patch Transdermal 12


3. Kesukaran teknis sehubungan dengan pelekatan dari sistem pada kulit dengan tipe
yang berbeda-beda, dan di bawah kondisi lingkungan yang bermacam-macam
serta perkembangan gambaran penyampaian obat dengan laju terkendali yang
menguntungkan baik secara terapeutik maupun secara ekonomi untuk zat obat
yang lebih banyak . (Ansel,1989)
2.6 Pacth
Patch transdermal merupakan sistem pembawa yang mengandung lapisan
adesif dan memberikan penghantaran senyawa obat pada sirkulasi sistemik dengan
pelepasan terkontrol. Lapisan adesif mampu memberikan kontak patch yang kuat pada
lapisan kulit sehingga memastikan penghantaran senyawa aktif dengan baik. Pada
umumnya, patch transdermal diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
metode pembuatannya, yaitu: a) Tipe membran (reservoir), b) Tipe matriks dan, c) tipe
adesif. Pada formulasi awal, senyawa aktif terdispersi di dalam bagian adesif (perekat)
dan senyawa obat tersebut dilepaskan dengan laju terkontrol melalui membran.
Namun saat ini, senyawa obat didispersikan pada matriks polimer, dimana
matriks ini tidak mengandung bahan adesif, namun terdapat lapisan adesif yang
ditambahkan tersendiri.
1. Tipe Membran (reservoir)
Pada sistem ini, senyawa aktif berada dalam suatu penampung sebagai cairan.
Molekul senyawa aktif akan ditempatkan dalam bagian penyimpan, seperti suspensi
dalam cairan viskos atau terlarut dalam pelarutnya. Tipe ini dilengkapi dengan
membran yang terbentuk dari polimer dengan struktur yang berbeda, dimana
lapisan membran ini akan memisahkan tempat penampung senyawa aktif dan
lapisan adesif. Lapisan membran dapat berpori atau tidak berpori dan menghasilkan
laju pelepasan senyawa aktif terkontrol oleh ketebalan dan lapisan adesifnya
(Delgado & Guy, 2011; Williams, 2003).

Gambar. Tipe reservoir dari sediaan patch transdermal

Kel-4 Patch Transdermal 13


2. Tipe Matriks
Pada tipe matriks ini senyawa aktif akan terdispersi homogen dalam mariks
polimer yang dapat bersifat hidrofob atau lipofil. Lapisan terluar dari formulasi tipe
matriks dilindungi oleh lapisan penyangga (Backing layer). Sistem penghantaran
ini akan membuat sediaan patch tertahan pada kulit dengan garis polimer adesif.
Formulasi matriks dapat disiapkan dengan mendispersikan senyawa aktif pada
polimer adesif yang sensitif terhadapt adanya tekanan langsung dan terlindungi oleh
lapisan penyangga yang bersifat impermeabel. Formulasi tipe matriks akan
melepaskan senyawa aktif dari matriks semis-solid tidak dikontrol oleh lapisan
membran apapun, pelepasan pada sistem ini tergantung pada luas area permukaan
patch yang diaplikasikan pada kulit (Delgado & Guy, 2011; Williams, 2003).

Gambar. Tipe matriks dari sediaan patch transdermal


3. Tipe adesif
Pada tipe adesif, penampung senyawa aktif disiapkan dengan mendispersikan
senyawa aktif dalam polimer adesif yang disangga oleh lapisan penyanga
impermeabel. Dibawah lapisan penampung senyawa aktif terdapat membran adesif
yang mengontrol laju pelepasan senyawa aktif. Pada tipe sistem transdermal ini,
laju pelepasan senyawa aktif akan dikontrol oleh matriks tempet senyawa aktif
terdispersi dan membran adesif. Meskipun pada tipe ini hanya diformulasikan untuk
satu lapisan senyawa aktif saja, tipe ini juga dapat diformulasikan dalam banyak
lapisan (Delgado & Guy, 2011; Williams, 2003).
Formulasi sediaan patch transdermal harus dapat diterima untuk aplikasi
pada kulit, stabil secara fisika kimia, dan kombinasi formulasi yang sesuai untuk
tujuan terapetik (Padula, et al., 2007; Vasilev et al., 2001; Williams, 2003).
Pada umumnya formulasi sediaan patch transdermal terdiri dari:
1. Senyawa aktif
Senyawa aktif merupakan faktor penting bagaimanan sediaan transdermal
diformulasikan dengan pertimbangan karakteristik fisika kimianya. Senyawa aktif

Kel-4 Patch Transdermal 14


harus memiliki bobot molekul yang rendah (<500 Dalton), nilai kelarutan Log P (1-
3,5). Dan juga senyawa aktif merupakan senyawa yang dapat menimbulkan efek
terapetik secara sistemik dengan dosis efektif terendah (<20 mg) (Guy 1996).
2. Matriks
Dalam formulasi tipe matriks sediaan trasndermal, senyawa aktif akan terdispersi
atau terlarut dalam matriksnya. Matriks berupa struktur polimer yang dapat
mengontrol laju pelepasan senyawa aktif. Contoh senyawa yang dapat berfungsi
sebagai matriks diantaranya bahan alami (Chitosan, Sodium aglinate); Sintesis
(PVA, Polyvinyl Pyrolidon); dan semisintetik (Derivat selulosa) (Lin et al., 1991;
Nicoli et al., 2006).
3. Reservoir
Pada sediaan patch transdermal, senyawa aktif akan berada dalam tempat
penampung sebgai cairan dalam pelarut tertentu atau solid yang terdispersi
(Delgado & Guy, 2011; Williams, 2003).
4. Membran Semipermeabel
Membran semipermeabel ditempatkan pada tempat penampung senyawa aktif (tipe
reservoir) dan tipe multi-layer adsesif. Ethylene-vinyl asetat, silikon, highdensity
polyethylene, polyester elastomers banyak digunakan dalam sediaan transmembran
sebagai membran semipermeabel (Williams, 2003).
5. Lapisan penyangga (Backing Layer)
Bagian ini berfungsi untuk melindungi sediaan dari pengaruh lingkungan selama
oemakaian dan memastikan integritas sistem sediaan dalam masa penyimpanan.
Material impermeabel banyak digunakan untuk tujuan ini. Lapisan penyangga harus
memiliki sifat inert dan tidak berinteraksi dengan senyawa aktif atau bahan
formulasi lainnya (Williams, 2003).
6. Release Liner
Bagian ini merupakan pelindung formulasi sediaan dari pengaruh luar yang mana
harus dilepaskan ketika sediaan diaplikasikan pada kulit. Idealnya, bagian ini harus
dengan mudah dilepaskan dari alpisan adesif dang tidak menimbulkan kerusakan
struktur adesif (Williams, 2003).
7. Pelerut, penetration enganchers:
Beberapa pelarut dapat digunakan untuk medispersikan atau melarutkan polimer
dan perekat atau senyawa aktif yang digunakan dalam sediaan transdermal
(Williams, 2003).

Kel-4 Patch Transdermal 15


8. Plasticizers
Dalam sediaan patch transdermal, plasticizer digunakan untuk meningkatkan daya
lekuk polimer sehingga fleksibilitas sediaan akan meningkat pula (Williams, 2003).

2.7 Transdermal Patch


Sistem penghantaran obat bermacam-macam, pengembangannya pun semakin
diperbaharui. Pemberian obat secara oral menimbulkan berbagai dilema dimana obat
yang menggunakan jalur ini harus melewati berbagai macam barrier alami tubuh yang
mempengaruhi bioavaibilitas obat dalam tubuh. Masalah- masalah tersebut meliputi,
waktu pengosongan lambung, efek perubahan Ph, deaktivasi enzim dalam lintasan
gastrointenstinal, metabolisme lintas pertama di hati.
Selain itu pemberian oral untuk obat yang harus dimakan secara teratir dalam
jangka panjang pun menurunkan kepatuhan pasien, serta penggunaannya sulit
dihentikan ketika reaksi obat yang tidak diinginkan muncul. Oleh karena itu seiring
perkembangan teknologi dikembangkanlah sistem penghantaran obat yang lebih praktis
dan efisien dalam terapinya. Seperti penghantaran secara transdermal. Menurut Ansel
yang dimaksud dengan Transdermal Pacthes (TDDSs) adalah sediaan yang di desain
untuk menghantarkan substansi obat dari permukaan kulit menembus lapisan-lapisan
kulit ke sirkulasi sitemik.
Transdermal patch adalah suatu patch obat yang dapat ditempelkan dan
ditempatkan pada kulit untuk memberikan dosis tertentu obat melalui kulit dan masuk
ke aliran darah. Sistem ini memanfaatkan membran khusus yang didesain agar dapat
mengontrol pelepasan obat yang terkandung dalam resevoir patch yang dapat melewati
kulit dan masuk ke aliran darah.

Gambar 5. Gambaran Umum transdermal patch dan cara pemakaiannya

Berdasarkan pembuatannya Transdermal Patch dibagi menjadi dua macam yaitu:

Kel-4 Patch Transdermal 16


1. Monolitik
Sistem ini menggabungkan matriks obat antara layer depan dan belakang. Obat
terdispersi di matriks polimer dimana obat dilepaskan dengan absorpsi perkutan. Dalam
penyiapannya obat dan polimer dilarutkan atau dicampur bersama dan dikeringkan.
2. Sistem Membran Terkontrol
Sistem ini didesain memiliki resevoir atau kantung obat. Biasanya sediaan dalam
bentuk cairan atau gel yang dapat mengontrol laju pelepasan obat. Contoh obat dengan
sistem ini adalah Transderm Nitro (Summit) dan Transderm-Scop (Baxter). Keuntungan
dari sistem ini dibandingkan dengan sistem monolitik adalah konstannya pelepasan obat
selama larutan obat dalam resevoir masih jenuh.

Gambar 6. Transdermal Patch Sistem Membran Terkontrol (Nitro-Transderm


/Summit)
Prinsip pelepasan obat dengan cara transdermal patch ini adalah dengan difusi dengan
mengandalkan gradien konsentrasi dimana konsentrasi obat tinggi ke konsentrasi nol
dari kulit.

Gambar 7. Pelepasan Obat dengan sistem transdermal patch di dalam tubuh


Selanjutnya obat akan masuk ke dalam sirkulasi darah melalui beberapa mekanisme,
yaitu:

Kel-4 Patch Transdermal 17


1. Absorpsi Trans-epidermal
Merupakan jalur masuk utama, karena luas permukaan epidermis yang sangat
luas. Penetrasi melalui jalur ini sangat ditentukan oleh stratum korneum pada
epidermis. Jalur difusi melintasi stratum korneum dapat dibagi menjadi dua jalur,
yaitu jalur transseluler dan jalur interseluler.

Gambar 8. Jalur permeasi obat melalui kulit manusia: jalur transseluler dan
intraseluler
2. Absorpsi Trans-appendageal
Merupakan jalur masuknya obat melalui folikel rambut dan kelenjar keringat.
Hal ini dapat terjadi karena adanya pori-pori di antaranya, sehingga obat dapat
berpenetrasi ke dalam kulit hingga mencapai pembuluh darah.

Gambar 9. Folikel Rambut

Kel-4 Patch Transdermal 18


2.8 Komponen Sediaan Patch
Pada kebanyakan desain patch transdermal, obat diletakkan dalam sebuah reservoar
yang ditutup pada satu sisi dengan penutup impermeabel dan satu sisi lainnya bersifat
adesif pada kulit. Pada beberapa desain lain, obat dilarutkan di dalam reservoar cair atau
reservoar berbasis gel sehingga formulasi bisa disederhanakan dan memungkinkan
penggunaan enhancer kimia seperti etanol.
Desain-desain ini memiliki ciri khas yang terdiri dari empat lapisan :
a) membran penutup yang impermeabel
b) reservoir obat
c) membran semi-permeabel yang berfungsi sebagai penentu laju pelepasan obat
d) lapisan adesif. Biasanya bahan yang dipakai adalah silikon, poliisobutilen, dan
akrilat. Akrilat dikenal yang paling sedikit memberikan iritasi di kulit. Akrilat
juga bisa digunakan sebagai matriks pada patch yang dikontrol oleh matriks..

3. Gambar 10. skema patch dengan empat lapisan.

Desain lain, obat dimasukkan ke dalam matriks polimer padat, sehingga


manufaktur bisa disederhanakan. Sistem matriks memiliki tiga lapisan dengan
mengeliminasi lapisan semi-permeabel atau hanya dua lapisan dengan memasukkan
obat langsung pada komponen adesif.

Kel-4 Patch Transdermal 19


Gambar 11. skema patch yang pelepasannya dikontrol matriks.

Formulasi patch yaitu:


1. Karakteristik dari zat aktif pada sediaan patch diantaranya :
– Harus memiliki sifat kelarutan yang baik dalam air dan minyak
– Ukuran molekul kurang dari ± 100 daltons.
– Obat harus memiliki titik leleh yang rendah
– Molekul obat memiliki koefisien partisi yang seimbang untuk berpenetrasi
melalui stratum korneum.
2. Lapisan Adhesif
Lapisan adhesif adalah material utama yang bertanggungjawab untuk
menciptakan ikatan antara kulit dengan patch. Lapisan adhesif ini umumnya
terdapat dalam bentuk larutan organik, larutan emulsi, atau dalam bentuk padatan.
Larutan organik dan emulsi umumnya dikombinasi dengan eksipien lain sebelum
dikeringkan untuk menciptakan matriks adhesif.
Terdapat 3 tipe dasar polimer adhesif yang umum digunakan, dalam sediaan
transdermal, yaitu acrylic copolymer, polimer silicon, dan rubber (karet alam).
Setiap lapisan adhesif memiliki afinitas yang berbeda pada masing-masing obat.
Perbedaan lapisan adhesif ini juga dapat mempengaruhi penghanaran obat melalui
kulit. Adapun kriteria dari lapisan adhesif secara umum adalah :
a. Menjaga patch tetap kontak dengan kulit.
b. Harus sensitif terhadap tekanan.
c. Tidak boleh mengiritasi kulit
d. Harus kompatibel dengan zat lainnya yang terdapat dalam sistem

Kel-4 Patch Transdermal 20


e. Harus mudah dilepaskan setelah digunakan
f. Umumnya, dipakai poliisobutilen dan poliakrilat.
3. Backing Films/ Backing Layers
Fungsinya melindungi sistem sediaan dari lingkungan luar dan mencegah
lepasnya zat aktif dari sistem ke lingkungan luar (baik selama masa penyimpanan
maupun sewaktu digunakan). Umumnya, digunakan tipis polipropilen, polietilen,
dan polyolefin.
Karakteristik dari backing film diantaranya :
a. Memiliki ikatan yang permanen dengan matriks
b. Tidak reaktif
c. Tidak mengiritasi
d. Nyaman dan dapat diterima secara estetika (tidak terlalu tebal dan kaku)
4. Realease Liners
- Lapisan penutup yang harus dibuka sebelum sediaan transdermal digunakan.
- Berguna untuk mencegah hilangnya zat aktif selama penyimpanan dan untuk
mencegah adanya kontaminasi.
- Umumnya terbuat dari silikon, polyester, dan Teflon.
Pada sistem reservoir, zat aktif tersimpan dalam reservoir compartment yang
mengandung obat dalam bentuk larutan atau suspensi yang terpisah dari release liner
karena terseling oleh membrane dan adhesif. Membran memiliki peranan penting
dalam pelepasan dan penghantaran obat. Keuntungan utama dari bentuk desain ini
adalah diperolehnya laju pelepasan orde-nol.
Pada desain Matriks transdermal memiliki karakteristik dimana tidak terdapat
membrane layer yang berfungsi untuk mengontrol laju pelepasan obat. Penampilan dari
system ini mirip dengan system reservoir, tapi pelepasannya memiliki sistem dimana
laju dari penghantaran transdermal dikontrol oleh kulit. Desain ini paling simple
diantara yang lain.
Polimer yang digunakan pada Reservoir dan Matriks harus stabil dan mampu
memberikan pelepasan yg efektif. Polimer yang umum digunakan diantaranya;
a) Polimer alam: derivat selulosa, zein, gelatin, shellac, wax, gum, chitosan
b) Elastomer sintetik: polibutadien, poliisobutilen, karet silikon, akrilonitril,
neopren
Polimer sintetik: polivinil alkohol, polivinil klorida, polietilen, polipropilen, poliakrilat,

Kel-4 Patch Transdermal 21


Enhancer sendiri memiliki fungsi yaitu untuk meningkatkan permeabilitas kulit
dengan merusak/merubah keadaan fisikokimia alami stratum korneum secara
reversible untuk mengurangi resistensi difusi.
Kriteria peningkat penetrasi yang baik:
1. Tidak memiliki efek farmakologi
2. Bekerja cepat dan memiliki aksi reversible
3. Stabil secara fisika dan kimia, serta kompatibel dengan komponen lain pada
sistem penghantaran obat
4. Tidak berbau dan tidak berwarna
5. Tidak toksik, tidak membuat alergi, dan tidak mengiritasi kulit

Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan penetrasi terbagi 2, yaitu:


A. Meningkatkan Penetrasi dengan Modifikasi Stratum Korneum
untuk meningkatkan penetrasi obat melalui kulit, dapat dilakukan dengan
memodifikasi struktur dari stratum korneum. Contoh: air, alkohol, surfaktan, minyak
esensial dan terpen, DMSO (Dimethyl Sulfoxide)
a) Hidrasi
Dengan menambahkan konsentrasi air ke dalam stratum korneum, dapat
meningkatkan hidrasi yang nantinya mengembangkan dan membuka struktur
dari stratum korenum, lalu penetrasi obat akan meningkat. Peningkatan
hidrasi dapat juga dengan penambahan: paraffin, minyak, emulsi w/o yang
dapat mencegah keluarnya air yang ada di stratum korenum
b) Mengganggu struktur dari lipid
membentuk pori yang nantinya akan meningkatkan penetrasi. Contoh:
Azone, DMSO, alkohol, asam lemak, dan terpen
B. Peningkatan Penetrasi dengan Optimasi Obat dan Karakteristik Pembawa
a) Prodrug dan Pasangan Ion
Prodrug digunakan untuk meningkatkan penetrasi obat yang memiliki
koefisien partisi yang buruk. Prodrug dapat meningkatkan koefisien partisi,
kelarutan dan transport obat ke stratum korneum. Pasangan ion digunakan
untuk meningkatkan penetrasi obat melalui kulit. Molekul obat yang
bermuatan dibentuk pasangan ion lipofilik untuk meningkatkan penetrasi obat
melalui stratum korneum.
b) Potensi Kimia dari obat dalam pembawa

Kel-4 Patch Transdermal 22


Laju penetrasi maksimum pada kulit terjadi ketika aktivitas termodinamik
tertinggi yang biasa disebut larutan supersaturasi. Larutan saturasi dapat
terjadi karena adanya penguapan dari pelarut atau pencampuran dengan
kosolven
c) Sistem Eutetik
Titik lebur obat menginduksi kelarutan dan penetrasi kulit. Sesuai teori,
semakin rendah titik lebur semakin baik kelarutan suatu material pada pelarut
termasuk lipid pada kulit. Titik lebur dari obat ditekan agar sama atau dibawah
suhu kulit untuk meningkatkan kelarutan obat.
Tabel 1: Daftar enhancers yang dapat digunakan
Chemical Class Compounds
Solvent Water
Alcohols Propilenglikol, etanol
Azone dan derivates Azone®(1-dodecylazacycloheptan-2-one)
Terpenes Menthol, Limonene
Fatty acids Oleic acid, Undecanoic acid
Pyrrolidones and derivates N-methyl-2-pyrrolidone, 2-pyrrolidone
Sulfoxides and similar chemicals Dimethyl sulfoxide, Dodecyl methyl
sulfoxide
Surfactants Sodium lauryl sulfate, Cetyltrimethyl
amonium
bromide, Sorbitan monolaurate, Polisorbate
80,
Dodecyl dimethyl ammoniopropane sulfate
Ureas Urea

1. Urea
Urea meningkatkan permeasi transdermal dengan membantu proses hidrasi pada
stratum korneum dan juga dengan membentuk saluran difusi hidrofilik pada barrier.

2. Surfaktan
Banyak surfaktan yang mampu berinteraksi dengan stratum korneum untuk
meningkatkan absorpsi obat dari sediaan ketika ditempelkan pada kulit. Surfaktan

Kel-4 Patch Transdermal 23


bereaksi dengan kulit dengan mendepositokan pada stratum korneum , dimana dapat
mengacaukan strukturdari stratum korneum. Surfaktan dapat melarutkan atau
menghapus lipid atau konstituen larut air dari dalam atau pada permukaan stratum
korneum dan dengan demikian dapat diangkut ke dalam dan melalui stratum korneum
.
Umumnya , surfaktan anionik lebih efisien daripada surfaktan kationik dan
nonionik dalam meningkatkan penetrasi molekul. Ada beberapa surfaktan anionik yang
dapat bereaksi dengan keratin dan lipid, sedangkan surfaktan kationik yang dapat
bereaksi dengan fibril keratin dari sel-sel cornified dan mengakibatkan matriks sel -
lipid yang terganggu .
Dengan menginduksi fluidisasi lipid pada stratum korneum , surfaktan nonionik
dapat meningkatkan penyerapan . Pengukuran penetrasi kulit sangat berharga dalam
menentukan efek ini dan mengamati pengaruh kimia surfaktan dan konsentrasi .
Dengan demikian, kapasitas stratum korneum untuk mempertahankan jumlah yang
signifikan dari membran terikat air menurun dengan adanya natrium dodecanoate dan
sodium dodesil sulfat. Efek ini mungkin mudah reversibel pada penghapusan agen .
Penyelidikan ini memberikan ide tentang surfaktan anionik yang mengubah
permeabilitas kulit melalui filamen heliks dari stratum korneum yang dapat
mengakibatkan uncoiling dan perpanjangan filamen keratin membentuk keratin dan ini
akan menyebabkan perluasan membran yang dapat meningkatkan permeabilitas .
Temuan terbaru menunjukkan bahwa penurunan sifat penghalang kulit tidak mungkin
hasil dari perubahan konformasi protein saja . Melalui hasil scanning kalorimetri
diferensial ditemukan bahwa sodium lauryl sulfate ( SLS ) terganggu baik lipid dan
komponen protein. Gangguan penghalang kulit tergantung pada aktivitas monomer dan
konsentrasi misel kritis ( CMC ) terjadi karena jumlah surfaktan yang menembus ke
dalam kulit dan di atas CMC, surfaktan ditambahkan ada sebagai misel dalam larutan
misel dan terlalu besar untuk menembus kulit .
Tingkat gangguan penghalang dan peningkatan penetrasi surfaktan ini juga
sangat tergantung pada struktur surfaktan , terutama pada panjang rantai alkil.

1. Dengan mengikat protein permukaan kulit


2. Dengan denaturasi protein permukaan kulit
3. Dengan pelarut atau mengacaukan lipid interseluler kulit
4. Dengan menembus melalui penghalang epidermal lipid

Kel-4 Patch Transdermal 24


5. Dengan berinteraksi dengan sel hidup
a) Interaksi dengan Protein Kulit
Surfaktan berdifusi melalui daerah lipid. Setelah mengikat protein, surfaktan
menyebabkan denaturasi protein dan menyebabkan pembengkakan stratum
korneum. Melarutkan cairan lipid dan memisahkan kalsium atau ion multivalent
lain untuk mengurangi adhesi korneosit.
b) Interaksi dengan Interselular Lipid Kulit
Penghalang lipid pelindung kulit terdiri dari lapisan lipid yang sangat terorganisir,
terletak di antara sel-sel dari stratum korneum. Surfaktan masuk ke dalam lapisan
lipid untuk mengacaukan dan mengubah fungsi barrier kulit.
Jenis-jenis surfaktan terbagi menjadi:
1) Surfaktan Anionik
Surfaktan anionik berinteraksi kuat dengan keratin dan lipid. Sodium Lauryl Sulfate
dapat berpenetrasi dan berinteraksi dengan kulit, menghasilkan perubahan besar
sifat barrier. Mekanisme tambahan untuk meningkatan penetrasi oleh SLS
melibatkan interaksi hidrofobik dari rantai alkil SLS dengan struktur kulit. Proses
ini dapat memisahkan matriks protein, mengurai filamen, dan membuka tempat
mengikat air lebih banyak, sehingga meningkatkan tingkat hidrasi kulit. Surfaktan
anionik berpenetrasi buruk melalui stratum korneum pada waktu yang singkat tetapi
permeasi meningkat dengan meningkatnya waktu aplikasi. Alkil sulfat dapat
menembus dan menghancurkan kekuatan stratum korneum beberapa jam setelah
aplikasi. Surfaktan anionik menyebabkan kerusakan yang lebih besar dari surfaktan
non ionik.
2) Surfaktan Kationik
Surfaktan Kationik berinteraksi dengan protein kulit melalui interaksi polar dan
ikatan hidrofobik. Interaksi hidrofobik antara rantai surfaktan dan protein
menghasilkan pembengkakan stratum corneum. Molekul kationik lebih merusak
jaringan kulit sehingga menyebabkan perubahan yang lebih besar dari surfaktan
anionik.
3) Surfaktan Nonionik
Pertama surfaktan dapat menembus ke daerah interselular stratum korneum,
meningkatkan fluiditas dan melarutkan komponen lipid. Kedua, penetrasi surfaktan
ke dalam matriks interselular diikuti oleh interaksi dan mengikat filamen keratin
dapat mengakibatkan gangguan dalam korneosit tersebut.

Kel-4 Patch Transdermal 25


4) Surfaktan Zwitterionik
Lima surfaktan zwitterionik dapat mempengaruhi fungsi barrier kulit tikus tidak
berbulu. Peningkatan kelarutan lipid stratum korneum merupakan mekanisme
penting dari peningkatan penetrasi. Surfaktan pada penelitian adalah
dodecylbetaine, hexadecylbetaine, hexadecylsulfobetaine, N, oksida amina N-
dimetil-N-dodesil, bromida dodecyltrimethylammonium. (Ridout et.al.)
3. Asam Lemak dan Ester
Yang paling populer adalah asam oleat. Contoh asam lemak antara lain adalah
asam laurat, asam miristat dan asam kaprat. Asam laurat meningkatkan penghantaran
antiestrogen yang sangat lipofilik. Asam oleat sangat meningkatkan fluks obat-obatan
seperti meningkatkan fluks asam salisilat 28 kali lipat dan fluks 5 - flurouracil 56 kali
lipat di membran kulit manusia. Peningkat penetrasi dipengaruhi dengan domain lipid
dari stratum korneum dan dimodifikasi seperti yang diharapkan untuk asam lemak
rantai panjang dengan cis - konfigurasi.
4. Pirolidon
Pirolidon telah disukai sebagai peningkat permeasi untuk banyak molekul
termasuk hidrofilik (misalnya manitol dan 5-flurouracil) dan lipofilik (misalnya
progesteron dan hidrokortison). Dalam formulasi patch transdermal; N-metil-2-
pyrolidone digunakan sebagai penambah penetrasi untuk kaptopril. Pirolidon bekerja
di stratum korneum dan bertindak dengan mengubah sifat melarutkan dari membran.
Pirolidon membentuk reservoir dalam membran kulit. Jadi efek dari reservoir akan
menambah potensi untuk obat keluar kedalam stratum corneum secara sustained release
dalam jangka waktu yang panjang
5. Sulfoksida dan Senyawa Lain yang Mirip
Peningkat penetrasi saat ini yang paling banyak disukai adalah Dimetil
Sulfoksida (DMSO) . Pemeriannya tidak berwarna , tidak berbau dan memiliki sifat
hydroscopic . DMSO digunakan secara topikal dalam pengobatan peradangan sistemik
. DMSO bekerja sebagai peningka tdan mempercepat penetrasi dan sebagai pemercepat
yang sangat baik tetapi dapat menimbulkan masalah. Tumpahan bahan ke kulit dapat
terasa di mulut dalam hitungan detik. Pada dasarnya efek peningkat konsentrasi
tergantung dan jika konsolven mengandung >60 % DMSO maka ada kebutuhan
peningkatan optimal dalam keberhasilan. Namun, pada konsentrasi yang relatif tinggi ,
dapat menyebabkan eritema dan wheal dari stratum corneum. Zat kimia yang mirip
juga sebagai pemercepat yang telah diselidiki karena DMSO menunjukkan masalah

Kel-4 Patch Transdermal 26


dalam menggunakan sebagai penambah penetrasi. Dimethyl acetamide (DMAC) dan
dimetil formamida (DMF) adalah pelarut aprotik yang sama kuat.
6. Alkohol, Gliserida, dan glikol
Sebagai sebuah penetration enhancer untuk transdermal, etanol merupakan
penetration enhancer yang paling disukai. Etanol meningkatkan permeasi ketoprofen
dari formulasi gel-spray. Etanol juga digunakan untuk meningkatkan penetrasi dari
metil paraben sebagai pembawa untuk mentol. Kombinasi etanol dengan Triklorofenol
(TCP) dan air digunakan sebagai 2 sistem kosolven untuk zalcitabine, didanosine, dan
zidovudine, tegafur, alclofenac, dan ibuprofen. Rantai pendek gliserida juga efisien
sebagai permeation enhancer (ex. TCP). Sebuah larutan jenuh dari terpen pada propilen
glikol (PG)-sistem kosolven air meningkatkan fluks dari 5-fluorourasil (5-FU), fluks
maksimum diperoleh dari sebuah formulasi yang terdiri dari 80% PG dan terpen karena
aktivitas terpen tergantung pada jumlah PG dan terpen juga dapat meningkatkan partisi
dan permeasi obat. PG, kombinasi dengan azone, dapat menigkatkan fluks dari
metotreksat, piroksisam, siklosporin A, dan 5-FU. Fluks dari estradiol 19 kali lebih
tinggi ketiga menggunakan PG pada konjungsi dengan 5% asam oleat
7. Azon (1-dodeklazikloheptan-2-one atau Laurokapram)
Merupakan molekul pertama/ agen yang secara spesifik didesain sebagai
penetration enhancer kulit. Azon merupakan material lipofilik yang tinggi dan dapat
larut serta kompatibel dengan semua pelarut organik termasuk alkohol dan propilen
glikol. Azon meningkatkan penghantaran pada kulit dari banyak variasi obat termasuk
steroid, antibiotik, dan agen-agen antivirus. Azon secara umum paling efektif pada
konsentrasi yang rendah. Biasanya, azon dikembangkan antara 0,1-5% tetapi lebih
sering antara 1-3%.
8. Terpen (Mentol, Limonene), Minyak Esensial, Terpenoid
Terpen telah digunakan untuk banyak tujuan terapi, seperti antispasmodik,
karminatif, pewangi, dan lain-lain, tetapi potensinya juga masih dipertimbangkan
sebagai enhancer absorpsi perkutan. Dengan membentuk sebuah campuran eutektik
dengan obat, L-Mentol telah terbukti meningkatkan absorpsi kulit dari testosteron
dengan cara menurunkan titik leburnya secara drastis dari 153,7 menjadi 39,9°C, sesuai
dengan yang diamati oleh studi Differential Scanning Calorimetry (DSC). Minyak
Eukaliptus ditemukan sebagai enhancer yang paling efektif, menyebabkan peningkatan
60x lipat, sementara minyak pepermin dan terpentin menunjukkan masing-masing 48

Kel-4 Patch Transdermal 27


dan 28x lipat. Modus aksi peningkat ini mungkin terlihat karena proses gabungan partisi
dan difusi.
2.5. Keuntungan patch transdermal
Penghantaran transdermal memiliki bermacam keuntungan dibandingkan
pemberian per oral karena penghantaran transdermal secara signifikan tidak
terpengaruh oleh efek lintas pertama hati. Karena zat aktif dihantarkan lewat kulit,
pasien yang mengalami gangguan pencernaan atau tak sadarkan diri bisa dengan mudah
menerima pengobatan. Obat yang sifatnya mengiritasi saluran cerna juga lebih mudah
diberikan ke pasien lewat jalur ini. Kemungkinan kerusakan oleh suasana asam dan
enzim di saluran cerna juga bisa dihindari lewat jalur ini.
Penghantaran transdermal juga memiliki keuntungan dibandingkan dengan
injeksi hipodermik yang menyakitkan, menghasilkan sampah medis, dan ada risiko
penularan penyakit akibat pemakaian berulang jarum suntik yang sering terjadi di
negara berkembang. Lagipula penghantaran transdermal sifatnya non-invasif serta bisa
digunakan sendiri oleh pasien. Obatnya bisa dilepaskan konstan untuk waktu lama
(hingga satu minggu). Pasien umumnya mudah menerima penghantaran transdermal
dan harganya terjangkau.
2.6. Kerugian transdermal
Barangkali tantangan terberat untuk penghantaran transdermal adalah hanya
sedikit obat yang bisa diberikan lewat jalur ini yaitu obat dengan bobot molekul rendah
(beberapa ratus dalton) dan lipofilik. Di samping itu, ada kemungkinan terjadi eritema,
iritasi lokal, edema lokal, maupun gatal pada kulit yang ditempelkan patch. Risiko-
risiko ini bisa ditekan dengan merotasi lokasi penempelan patch.
Pasien harus diberikan instruksi yang jelas pada pemakaian patch agar lapisan-
lapisan patch tidak rusak. Bila terjadi kerusakan pada lapisan reservoar, jumlah obat
yang masuk ke pasien berkurang. Sedangkan bila terjadi kerusakan pada lapisan rate-
controlling membrane, bisa terjadi toksisitas pada pasien.

2.7. Transdermal Terbantu (Active Methods for Enhancing Transdermal Drug


Delivery)
Cara konvensional pemberian obat melalui kulit (transdermal) adalah dengan
pembawa seperti salep, krim, gel, dan teknologi patch pasif. Cara terbaru untuk
meningkatkan penetrasi obat secara pasif telah dikembangkan seperti dengan
menggunakan peningkat penetrasi, sistem jenuh, prodrug atau pendekatan metabolik, dan

Kel-4 Patch Transdermal 28


liposom. Namun, jumlah obat yang dihantarkan dengan menggunakan metode ini masih
terbatas dan hanya untuk jenis obat tertentu saja karena sifar penghalang kulit yang tidak
berubah secara mendasar.
Salah satu cara untuk meningkatkan penetrasi obat melalui pemberian secara
transdermal adalah dengan menggunakan metode transdermal terbantu. Metode ini
melibatkan penggunaan energi eksteral untuk bertindak sebagai motor penggerak dan
atau tindakan untuk mengurangi sifat penghalang subkutan dengan tujuan untuk
meningkatkan permeasi molekul obat ke dalam kulit. Selain itu, molekul besar seperti
peptida atau protein dapat terdegradasi oleh enzim pencernaan jika diberikan secara oral.
Untuk menghindari hal tersebut, pemberian senyawa obat dengan berat molekul yang
besar dapat diformulasikan melalui metode transdermal terbantu. Metode transdermal
terbantu dapat dilakukan melalui bantuan energi listrik yaitu Elektroporasi dan
Iontofofesis, dan dengan bantuan gelombang ultrasonik yaitu Sonoforesis.

2.9 Evaluasi Sediaan Transdermal Patch


Evaluasi yang dilakukan terhadap sediaan transdermal patch meliputi
ketebalan, keseragaman bobot, kandungan obat, keseragaman kandungan, ketahanan
lipatan (folding endurance), persentase kelembapan yang hilang, permeabilitas uap air
(Water Vapour Permeability), gaya tarik (tensile strength), uji iritasi pada kulit, dan
uji pelepasan obat in vitro.
1. Ketebalan
Ketebalan patch diukur pada tiga bagian patch yang berbeda menggunakan
mikrometer digital.
2. Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot diukur dengan cara menimbang 10 patch secara acak.
Kemudian dihitung bobot rata-ratanya dan simpangan deviasinya.
3. Kandungan Obat
Patch pada area tertentu dipotong lalu dilarutkan dalam pelarut yang sesuai dengan
zat aktif dalam volume tertentu. Setelah larut kemudian disaring dan dianalisis
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Filtrat yang diperoleh, diukur
serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum tertentu sesuai dengan monografi zat aktif. Nilai serapan tersebut
dibandingkan dengan nilai serapan standar melalui persamaan regresi linier,

Kel-4 Patch Transdermal 29


sehingga diperoleh kadar zat aktif dalam sediaan. Kandungan obat diambil dari
rata-rata 3 sampel yang berbeda.
4. Keseragaman Kandungan
Sepuluh patch dipilih dan masing-masing patch diuji kandungan obatnya. Jika 9
dari 10 patch memiliki kandungan antara 85%-115% dari nilai yang ditentukan dan
1 patch mengandung tidak kurang dari 75% dan tidak lebih dari 125% dari nilai
tertentu, maka patch transdermal lulus uji keseragaman kandungan. Tetapi jika 3
patch memiliki kandungan dalam kisaran 75%-125%, tambah 20 patch untuk diuji
kandungan obatnya. Jika 20 patch memiliki rentang dari 85%-115%, patch
transdermal lulus uji.
5. Ketahanan Lipatan (Folding Endurance)
Ketahanan lipatan patch diukur dengan cara melipat patch secara berulang-ulang
pada bagian yang sama hingga rusak. Jumlah lipatan yang dapat dilakukan pada
film pada bagian yang sam tanpa menimbulkan kerusakan dihitung sebagai nilai
ketahanan lipatan (folding endurance).
6. Persentase Kelembaban yang Hilang
Evaluasi ini dilakukan dengan cara patch ditimbang secara akurat kemudian
disimpan dalam desikator yang berisi kalsium klorida anhidrat. Setelah tiga hari,
patch dikeluarkan dan ditimbang. Persentase kelembaban yang hilang dihitung
melalui rumus:

% kelembaban yang hilang =
100%

7. Permeabilitas Uap Air (Water Vapour Permeability)


Permeabilitas uap air dapat ditentukan dengan oven sirkulasi udara alami. WVP
dapat ditentukan dengan rumus berikut:
Water Vapour Permeability = Weight / Area
Dimana, WVP dinyatakan dalam g/m2 per 24 jam, W adalah jumlah uap yang
berpermeasi melalui patch dinyatakan dalam g/24 jam, A adalah luas permukaan
sampel paparan dinyatakan dalam m2.

Kel-4 Patch Transdermal 30


Gambar 18: Alat Pengukur Water Vapour Permeability

8. Gaya Tarik (Tensile Strength)


Gaya tarik patch dapat diukur salah satunya menggunakan Universal strength
testing Machine. Sensitifitas mesin ini sebesar 1 g. Alat ini terdiri dari dua
pegangan. Pegangan bagian bawah tidak dapat digerakkan sedangkan pegangan
bagian atas dapat digerakkan. Patch berukuran 4 x 1 cm2 diletakkan diantara dua
pegangan tersebut dan diberikan gaya hingga patch tersebut rusak. Gaya tarik dari
sediaan langsung terbaca melalui alat ini dalam satuan kg. Gaya tarik yang
ditunjukkan didapatkan dari perhitungan:

Gaya tarik =

Gambar 19: Universal strength testing Machine

9. Uji Iritasi pada Kulit


Uji iritasi kulit dilakukan menggunakan kelinci sehat dengan berat rata-rata
sekitar 1,5-2,25 kg. Permukaan dorsal (50cm2) kelinci dibersihkan, dan bulunya
dihilangkan dengan cara dicukur. Kemudian kulit dibersihkan dengan cairan
pembersih. Patch yang diuji diletakkan diatas kulit selama 24 jam kemudian
dilepas dan diamati apakah terjadi iritasi pada kulit hewan coba.

Kel-4 Patch Transdermal 31


10. Uji Pelepasan Obat In Vitro
Contoh obat pada uji pelepasan obat in vitro adalah Ketotifen Fumarat sebagai obat
terapi asma dan kondisi alergi lainnya. Permeasi obat melalui kulit dilakukan
menggunakan metode Sel Difusi Franz termodifikasi dengan kapasitas
kompartemen reseptor sebesar 20 ml. Membran cellophane sintetis dipasang
diantara kompartemen donor dan reseptor dari sel difusi. Patch dipotong menjadi
ukuran 1cm2 dan diletakkan pada membran cellophane sintetis. Kompartemen
reseptor diisi dengan dapar fosfat pH 7,4. Larutan dapar pada kompartemen
reseptor secara konstan diaduk menggunakan pengaduk magnetik pada kecepatan
50 rpm, pada suhu 37˚C ±0,5˚C. Sebanyak 1 ml sampel (larutan pada kompartemen
reseptor) dikeluarkan dan diuji kadar zat aktifnya menggunakan spektrofotometer
pada saat jam ke- 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, dan 24. Jumlah sampel sebanyak
1 ml yang diambil dari kompartemen reseptor selalu diganti dengan larutan dapar
fosfat dalam jumlah yang sama setiap kali diambil untuk diuji kadar zat aktifnya.
Jumlah kumulatif obat yang berpermeasi per satuan luas (cm) patch diplot per
satuan waktu.
2.10 Penetrasi
Peningkat penetrasi merupakan zat yang mampu meningkatkan penetrasi atau
perembesan obat ke dalam kulit. Peningkat penetrasi umumnya harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki sifat fisikokimia yang stabil dan bersifat inert.
2. Tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi sehingga dapat diterima baik oleh kulit.
3. Memiliki onset yang cepat, durasi aktivitas yang dapat diprediksi, serta efek yang
reversibel.
4. Kompatibel terhadap berbagai zat aktif.
5. Setelah dihapus dari kulit, lapisan stratum korneum harus cepat pulih sepenuhnya.
6. Dapat digunakan sebagai bahan farmasi dan kosmetik.

2.11 Mekanisme Kerja Penetrasi


Terdapat beberapa mekanisme kerja peningkat penetrasi dalam meningkatkan penetrasi
zat aktif pada sediaan transdermal, di antaranya yaitu:
1. Meningkatkan kelarutan atau fluidisitas dari stratum korneum sehingga bisa
menurunkan kemampuan kulit sebagai barrier .

Kel-4 Patch Transdermal 32


2. Melalui interaksi dengan lipid interseluler sehingga menyebabkan gangguan pada
struktur kulit dan meningkatkan difusi obat melalui lipid.
3. Melalui interaksi dengan protein intraseluler untuk meningkatkan penetrasi melalui
lapisan korneosit.
4. Meningkatkan aktivitas termodinamik dari obat dan kulit.
5. Terdapat beberapa zat yang dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi, di antaranya
air, hidrokarbon, alkohol, asam lemak dan ester, amida, urea, sulfoksida, dan terpen
serta terpenoid.
6. Saat ini, terdapat dua tipe plester yaitu plester dengan sistem reservoir dan plester
dengan sistem matriks (drug in adhesive system). Inti perbedaan di antara keduanya
adalah pada sistem reservoir laju pelepasan obat dari sediaan dan laju permeasi kulit
ditentukan oleh kemampuan kulit mengabsorbsi obat sedangkan pada sistem matriks
laju pelepasan obat dari sediaan diatur oleh matriks.
7. Contoh obat yang diberikan secara transdermal adalah nitrogliserin (digunakan untuk
pengobatan angina). Pada umumnya patch nitrogliserin transdermal ditempelkan di
dada atau punggung. Yang harus diperhatikan adalah patch ini harus ditempatkan pada
kulit yang bersih, kering, dan sedikit ditumbuhi rambut agar patch dapat menempel
dengan baik.
2.12 Lima Jenis Utama Patch Transdermal
1. Single-Layer Obat-In-Adhesive
Dalam jenis ini patch lapisan perekat bertanggung jawab atas pelepasan obat, dan
berfungsi untuk mematuhi berbagai lapisan bersama-sama, bersama dengan
seluruh sistem pada kulit. Single-layer Obat-in-Adhesive sistem ini ditandai
dengan masuknya obat langsung dalam perekat kulit menghubungi.
Dalam sistem ini obat ini termasuk langsung dalam-menghubungi perekat
kulit. Dalam jenis ini patch lapisan perekat bertanggung jawab atas pelepasan obat,
dan berfungsi untuk mematuhi berbagai lapisan bersama-sama, bersama dengan
seluruh sistem pada kulit. Lapisan perekat dikelilingi oleh liner sementara
dan pendukung. Single-layer Obat-in-Adhesive sistem ini ditandai dengan
masuknya obat langsung dalam perekat kulit menghubungi. Dalam sistem desain
transdermal, perekat tidak hanya berfungsi untuk menempelkan sistem untuk
kulit, tapi juga berfungsi sebagai dasar formulasi, yang berisi obat dan semua
eksipien di bawah film dukungan tunggal. Laju pelepasan obat dari jenis sistem
tergantung pada difusi di seluruh kulit.

Kel-4 Patch Transdermal 33


Tingkat intrinsik pelepasan obat dari jenis ini sistem pemberian
obat didefinisikan oleh Dimana Cr adalah konsentrasi obat dalam
waduk kompartemen dan Pa dan
P m adalah permeabilitas koefisien lapisan perekat dan tingkat
mengendalikan membran, Pm adalah jumlah dari
permeabilitas koefisien penetrasi simultan seluruh pori-pori dan bahan
polimer. pm dan Pa, masing didefinisikan sebagai berikut.
Dimana Km / r dan Ka / m adalah koefisien partisi untuk partisi antarmuka obat dari
reservoir ke membran dan dari membran untuk perekat masing-
masing; Dm dan Da adalah difusi koefisien dalam membran tingkat pengendalian
dan lapisan perekat, masing-masing, dan hm dan ha adalah
Ketebalan membran tingkat pengendalian dan lapisan perekat, masing-masing.
2. MULTI LAYER-DRUG-IN-ADHESIVE
Multilayer Drug Adhesive mirip dengan lapisan Single Obat Adhesive dalam bahwa
obat ini dimasukkan langsung ke dalam perekat. Namun, multilayer
meliputi baik penambahan membran antara dua lapisan obat inperekat yang
berbeda atau penambahan lapisan obat perekat ganda bawah tunggal dukungan film.
Multi-layer Drug-in-Adhesive mirip dengan lapisan-Single Obat-in-Adhesive dalam
bahwa obat ini dimasukkan langsung ke dalam perekat. The-lapisan sistem multi
menambahkan lapisan lain obat--perekat dalam, biasanya dipisahkan oleh
membran. Patch ini juga memiliki lapisan sementara-liner dan dukungan permanen.
Obat-in-Adhesive multi-lapisan mirip dengan Single-layer Obat-in-
Adhesive di bahwa obat ini dimasukkan langsung ke dalam perekat. Namun, multi-
layer meliputi baik penambahan membran antara dua lapisan obat-in-perekat yang
berbeda atau penambahan lapisan obat-in-perekat ganda bawah tunggal dukungan
film. Laju pelepasan obat dalam sistem ini adalah didefinisikan oleh,
Dimana Ka / r adalah koefisien partisi untuk antarmuka partisi obat dari reservoir
lapisan ke lapisan perekat.
3. DRUG RESERVOIR IN ADHESIVE
Desain sistem transdermal Reservoir termasuk kompartemen cair yang mengandung
solusi obat atau suspensi dipisahkan dari liner rilis oleh membran semi-permeabel
dan perekat. Komponen perekat produk dapat menjadi sebagai lapisan kontinu antara
membran dan liner pelepasan atau
sebagai konfigurasi konsentris di sekitar membran.

Kel-4 Patch Transdermal 34


Tingkat pelepasan obat dari reservoir obat gradien dikendalikan sistem diberikan
oleh. Dalam persamaan di atas, ketebalan perekat lapisan untuk molekul obat untuk
berdifusi melalui peningkatan dengan waktu ha (t). Untuk mengimbangi saat ini
tergantung peningkatan jalan difusi karena
penipisan dosis obat dengan rilis, pemuatan obat
Tingkat juga meningkat dengan ketebalan diffusional jalur A (ha).

4. DRUG MATRIX- IN- ADHESIVE


Desain sistem Matrix ditandai oleh dimasukkannya matriks semisolid yang
mengandung obat larutan atau suspensi yang bersentuhan langsung dengan
liner rilis. Komponen yang bertanggung jawab untuk kulit adhesi yang tergabung
dalam overlay dan membentuk konsentris konfigurasi sekitar semipadat
matriks. Tingkat pelepasan obat dari jenis ini Sistem didefinisikan sebagai.
Dimana A adalah pemuatan dosis obat awal tersebar di matriks polimer
dan Cp dan Dp adalah kelarutan dan difusivitas obat dalam polimer
masing. Karena, hanya spesies obat terlarut dalam polimer dapat
melepaskan, Cp pada dasarnya sama dengan CR, dimana CR adalah konsentrasi
obat dalam waduk kompartemen
5. PATCH UAP
Dalam hal ini jenis patch lapisan perekat tidak hanya berfungsi untuk
mematuhi berbagai lapisan bersama-sama, tetapi juga untuk melepaskan
uap. Patch uap yang baru di pasar dan mereka melepaskan minyak
esensial hingga 6 jam.
Uap patch melepaskan minyak esensial dan digunakan dalam kasus
decongestion terutama. Uap lainnya tambalan di pasar
adalah pengendali uap patch yang meningkatkan kualitas tidur. Uap patch yang
mengurangi jumlah rokok yang satu merokok dalam satu bulan adalah juga
tersedia di pasar.
2.13 Contoh transdermal patch
1. Nikotin Patch
Nikotin patch merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi kecanduan merokok.
Pemakaian patch nikotin dapat mengurangi beberapa gejala utama kecanduan rokok,
seperti gugup, mudah marah, mengantuk, dan kurang konsentrasi.

Kel-4 Patch Transdermal 35


 Mekanisme Kerja
Nikotin patch didesain untuk melepaskan sejumlah dosis nikotin ke dalam aliran
darah sehingga dapat mengurangi keinginan terhadap rokok. Nikotin menembus kulit
dan masuk kedalam aliran darah. Patch memberikan kadar nikotin yang lebih sedikit
dalam darah dari pada ketika menggunakan rokok. Sediaan nikotin patch berguna
untuk mengurangi withdrawal symptom yang dialami oleh seseorang ketika mencoba
berhenti merokok, meliputi iritabilitas, rasa cemas, restlessness, marah, dan sulit
berkonsentrasi. Nikotin patch tidak memiliki zat berbahaya seperti karbon
monoksida, tar dan komponen lain yang ada pada rokok.

• Nicoderm (Marion Merrell Dow)


Patch persegi panjang multi layer yang terdiri dari :
• Dasar (backing) yang oklusif : polietilen, aluminum, poliester, atau copolimer
etilen vinil asetat.
• Penyimpanan obat (drug reservoir) nikotin dalam matriks copolimer etilen vinil
asetat.
• Membran kecepatan kontrol : polietilen.
• Perekat (adhesive) : poliisobutilen.
• Pelindung yang dihilangkan sewaktu digunakan.

Kel-4 Patch Transdermal 36


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Sistem penghantaran obat transdermal adalah sistem yang memfasilitasi obat atau
zat aktif masuk ke sirkulasi sistemik melalui kulit dengan dosis terapetik dan
memberikan efek sistemik.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penghanataran obat secara transdermal ada
beberapa faktor, antara lain faktor fisiologi dan faktor formulasi.
3. Cara yang dapat digunakan untuk mempermudah penghantaran obat secara
transdermal adalah dengan deitambahkan peningkat penetrasi.
4. Transdermal drug delivery system merupakan rute administrasi dimana bahan aktif
yang disampaikan dikulit akan didistribusikan secara sistemik. Sistem penghantaran
obat secara transdermal merupakan salah satu inovasi dalam sistem penghantaran
obat modern untuk mengatasi problem bioavailabilitas obat tersebut jika diberikan
melalui jalur lain seperti oral. Obat yang diberikan secara transdermal masuk ke
tubuh melalui permukaan kulit yang kontak langsung baik secara transeluler maupun
secara intraseluler.

Kel-4 Patch Transdermal 37


DAFTAR PUSTAKA
Amjad, Mohd., dkk., 2011. Formulation and Evaluation of Transdermal Patches of Atenolol.
Advance Research in Pharmaceuticals and Biological. 2: 109-119
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. UI Press. Jakarta
Delgado-Charro, M.B. & Guy, R.H., 2001. Transdermal Drug Delivery, In: Drug Delivery and
Targeting for Pharmacists and Pharmaceutical Scientists. A.M. Hillery, A.W. Lloyd, J.
Swarbrick (Ed.), 189-214, Taylor&Francis, ISBN 0-4152-7198-3, London, UK
Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Wilson, Ellen Jett. 2011. Three Generations: The Past, Present, and Future of Transdermal
Drug Delivery Systems. Baltimore: College of Southern Maryland.
B. Brown Marc, et al. Transdermal Drug Delivery System: Skin Perturbation Devices. United
Kingdom: MedPharm Ltd.
Dhiman Sonia, et al. September, 2011. Transdermal Patches: A Recent Approch to New Drug
Delivery System. Rajpura, India: Chitkara College of Pharmacy, Chandigarh-Patiala
National Higway
Dhote, Vinod, et al. 2011. Review Iontophoresis: A Potential Emergence of a Transdermal
Drug Delivery System. Sci Pharm. 2012; 80: 1–28
Galkwad, Archana K. 2013. Transdermal drug dlivery system: Formulation aspects and
evaluation. India: Knowledgebase Publishers
Kesarwani, arti, et al. 2013. Theoretical Aspect Of Transdermal Drug Delivery System.
Bulletin of Pharmaceutical Research 2013;3(2):78-89.
http://www.electrotherapy.org/modality/iontophoresis
http://legacy.uspharmacist.com/index.asp?show=article&page=8_1061.htm.
http://www.pharmatutor.org/articles/detail-information-on-transdermal-patches
http://www.pharmainfo.net/reviews/transdermal-drug-delivery-technology-revisited-recent-
advances
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2700785/

Kel-4 Patch Transdermal 38

Anda mungkin juga menyukai