Anda di halaman 1dari 41

SISTEM PENGHANTARAN OBAT

EVALUASI DAN ENCHANCER PADA SEDIAAN


TRANSDERMAL

OLEH :
KELOMPOK 3

RADEN SARTIKA JENI PS


DIAN PRATIWI
RIFKHA MAGHVIRA
KHARISMA ANDI PARAJA
SUSI ASMITA
LISMARDIANA SAM
HERLINA ARYA PUTRI E
DINDA OKTININGSIH
LATIFATUL HIKMAH
RUKMANA

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
KENDARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Para ilmuwan mulai memahami kompleksitas pengiriman obat secara
transdermal. Penjelasan komposisi biokimia dan fungsi hambatan diffusional
intrinsik dari stratum corneum telah mendorong penyelidikan kimia dan sarana
fisik yang meningkatkan penetrasi perkutan dari obat-obatan yang diserap dengan
buruk. Enhancer kimia berfungsi membantu penyerapan dari gugus co-
administered dengan meningkatkan kelarutan dalam stratum korneum atau
meningkatkan fluiditas lemak dari lapisan bilayer intraselular. Dengan
penggunaan ionto atau phonophoresis dapat memfasilitasi penyerapan beberapa
molekul obat dengan perubahan penghalang secara fisik. Peran inklusi peningkat
penetrasi dalam formulasi topikal telah didokumentasikan dengan baik dan
berperan dalam jenis pengiriman obat yang lebih luas melalui stratum korneum.
Sebuah pendekatan umumnya diteliti untuk mempromosikan permeasi melalui
kulit yang buruk dalam penetrasi molekul obat adalah formulasi yang cocok
dalam pengiriman atau penggabungan dari enhancer kimia ke sistem pengiriman
secara transdermal. Dengan mekanisme fisik seperti iontophoresis dan
phonophoresis dapat digunakan untuk mempromosikan difusi obat jenis tertentu.
Peran utama dari stratum korneum untuk memberikan barrier diffusional
substansial dan melindungi tubuh dari ingress oleh xenobiotik. Hal ini dapat
diketahui berdasarkan bahwa stratum korneum adalah lapisan yang mati yang
tidak berguna lagi, dengan cara melihat stratum korneum yang telah berubah
(Walker and Smith, 1995).
Kulit sangat efektif sebagai penghalang penetrasi yang selektif. Absorbsi
perkutan melibatkan bagian dari molekul obat dari permukaan kulit ke lapisan
bawah corneum dibawah pengaruh konsentrasi gradien dan berdifusi melalui
stratum korneum dan menuju epidermis dan dermis melalui sirkulasi darah. Kulit
merupakan penghalang pasif ke molekul penetran, stratum corneum memberikan
perlawanan terhadap penetrasi dan membatasi absorbsi secara perkutan. Peningkat
penetrasi (enhancer) merupakan zat yang membantu dalam penyerapan atau
penetrasi dengan mengurangi impermeabilitas kulit (Sinha dan Kaur, 2000).

Penghalang dermal tubuh sekarang dikenal sebagai kompleks, dinamik


lingkungan biokimia yang merespon kondisi ambien untuk memaksimalkan
perlindungan barrier. Resistensi diffusional diketahui berada di stratum korneum
dan khususnya didasari oleh interaksi secara kompleks, lipid dan komponen
protein yang menciptakan jalur penetrasi hidrofilik dan lipofilik yang berbeda.
Peningkatan pemahaman fungsi dan membuat lapisan dari corneum dalam
beberapa tahun terakhir, telah menghasilkan beragam senyawa yang diuji untuk
kemampuan mereka untuk memfasilitasi peningkatan portal permeasi kulit oleh
coadministered drugs.. Biokimia dari urutan matriks lipid antar sel dari stratum
korneum atau lingkungan keratin dari corneocit harus diubah untuk
memungkinkan penetrasi senyawa pada tingkat yang sesuai dengan aktivitas dari
tempat yang diinginkan kegiatan. Penetrasi enhancer yang ideal harus lebih
banyak menetrasi senyawa di barrier kulit tanpa menunjukkan efek yang bersifat
irreversibel (Walker and Smith, 1995).

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kulit
Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap
pengaruh luar (Aiache, 1993). Kulit berfungsi sebagai sistem epitel pada tubuh
untuk menjaga keluarnya substansi-subtansi penting dari dalam tubuh dan
masuknya subtansi-subtansi asing ke dalam tubuh (Chien, 1987). Meskipun kulit
relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan
tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa-senyawa obat atau bahan berbahaya
yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik baik yang bersifat
setempat maupun sistemik (Aiache, 1993).
Dari suatu penelitian diketahui bahwapergerakan air melalui lapisan kulit
yang tebal tergantung pada pertahanan lapisan stratum corneum yang berfungsi
sebagai rate-limiting barrier pada kulit(Swarbirck dan Boylan, 1995).
Kulit mengandung sejumlah bentukan bertumpuk dan spesifik yang dapat
mencegah masuknya bahan-bahan kimia. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
lapisan tipis lipida pada permukaan lapisan tanduk dan lapisan epidermis malfigi.
Sawar kulit terutama disusun oleh lapisan tanduk (stratum corneum), namun
demikian cuplikan lapisan tanduk (stratum corneum) terpisah mempunyai
permeabilitas yang sangat rendah dengan kepekaan yang sama seperti kulit utuh.
Lapisan tanduk saling berikatan dengan kohesi yang sangat kuat merupakan
pelindung kulit yang paling efisien (Aiache, 1993).
Secara mikroskopik, kulit tersusun dari berbagai lapisan yang berbeda,
berturutturut dari luar kedalam yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis yang
tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan lapisan dibawah
kulit yang berlemak atau yang disebut hipodermis (Aiache, 1993). Struktur kulit
yang terdiri dari lapisan epidermis, dermis dan hipodermis dapat dilihat pada
gambar 1.
Gambar 1. Struktur kulit, terdiri dari epidermis, dermis dan hipodermis

1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan kulit yang paling luar. Lapisan yang
disebut juga dengan kulit ari ini merupakan lapisan kulit yang tahan air yang
memiliki ketebalan yang berbeda-beda. Bagian kulit yang tebal (telapak
tangan dan kaki) memiliki ketebalan berkisar antara 400 hingga 600 µm,
sedangkan untuk kulit yang tipis (selain kulit telapak tangan dan kaki)
memiliki ketebalan antara 75 hingga 150 µm. Fungsi lapisan epidermis :
a. Sebagai penghalang untuk melindungi tubuh dari mikroba atau patogen
berbahaya
b. Melindungi tubuh dari resiko stress oksidan akiban paparan sinar UV
maupun bahan-bahan kimia lainnya.
c. Memberikan ketahanan mekanis pada tubuh.
d. Menjaga agar kulit tetap terhidrasi
e. Memberikan warna pada kulit.
Epidermis merupakan lapisan kulit yang tidak memiliki pembuluh
darah. Lapisan ini tersusun atas beberapa sel utama, yaitu :
a. Sel Merkel, yaitu sel epidermis lokal yang terletak di lapisan basal
epidermis dan selubung epitel folikel rambut yang berfungsi sebagai
reseptor sensorik.
b. Sel Keratinosit, yaitu sejenis sel yang ditemukan di lapisan terluar kulit
yang bertugas menghasilkan keratin, yaitu protein pembentuk kulit,
rambut, dan kuku.
c. Melanosit, yaitu sel-sel yang terdapat pada epidermis yang bertanggung
jawab untuk memproduksi melanin, yaitu zat yang memberikan warna
pada kulit.
d. Sel Langerhans, yaitu sel-sel yang terdapat dalam penile epithelium
yang berperan penting dalam proses imunologi kulit.
Epidermis kulit terbagi atas 5 lapisan, yaitu :
a. Stratum Korneum (Lapisan Zat Tanduk)
Ini merupakan lapisan teratas dan menutupi semua lapisan epiderma.
Stratum corneum juga disebut sebagai lapisan kulit mati (corneocytes)
yang dapat terkelupas dan digantika oleh sel-sel kulit yang baru.
Lapisan ini terdiri dari 15 hingga 20 lapisan sel gepeng tanpa inti dan
organ sel. Stratum korneum berfungsi untuk menghalangi serta
melindungi jaring yang ada di bawahnya dari infeksi, dehidrasi, stres
mekanik, maupun paparan bahan kimia.
b. Stratum Lucidum (Lapisan Bening)
Lapisan ini disebut juga sebagai lapisan barrier yang terletak di bawah
lapisan tanduk yang menghubungkan stratum korneum dengan stratum
granulosum. Di lapisan inilah proses keratinisasi dimulai. Stratum
Lucidum terdiri atas protoplasma sel-sel berwarna jerih yang kecil-
kecil, tipis, dan bersifat translusen sehingga tembus cahaya. Stratum
Lucidum dapat terlihat dengan jelas di telapak tangan dan kaki.
c. Stratum Granulosum (Lapisan Granular)
Stratum granulosum merupakan lapisan epidermis kulit yang tersusun
atas keratinosit yang bermigrasi dari lapisan spinosum. Keratinosit
mengandung keratohyalin yang berfungsi untuk mengikat filamen
keratin.
d. Stratum Spinosum (Lapisan Bertaju)
Merupakan lapisan epidermis yang terletak antara stratum granulosum
dan stratum basal. Lapisan ini terdiri atas keratinosit polyhedral yang
aktif dalam mensintetis protein fibrilar yang dikenal dengan
cytokeratin.
e. Stratum Germinativum (Startum Basale)
Ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Stratum ini terdiri
dari sel-sel keratinosit basal batang yang dianggap sebagaii sel induk
epidermis. Beberapa jenis sel yang bisa ditemukan dalam stratum ini
antara lain adalah sel melanosit (yaitu sel yang menghasilkan pigmen),
sel langerhans (yaitu sel kekebalan tubuh), sel merkel (sentuhan
reseptor).

2. Dermis
Dermis merupakan lapisan kulit yang berada di bawah lapisan
epidermis yang keduanya terhubung oleh suatu membran yang dinamakan
membran basal. Lapisan ini lebih tebal daripada lapisan epidermis, yaitu
sekitar 2,5 mm. Dermis tersusun atas beberapa komponen struktural seperti
kolagen (sejenis protein yang menyumbang sekitar 30% dari keseluruhan
protein dalam tubuh), serat elastis, dan matrix ekstrafibrillar, yaitu zat
ekstraseluler yang terdiri dari glukosaminoglikan, proteoglikan, serta
glikoprotein. Selain komponen tersebut, dalam lapisan dermis juga terdapat
mechanoreceptor yang berfungsi untuk memberikan rasa sentuhan, dan
thermoreceptor yang memberikan rasa panas.
Dermis terbagi menjadi 2 lapisan :
a. Stratum Papilare yang merupakan bagian yang berbatasan dengan
epidermis yang mengandung jaringan terminal kapiler.
b. Lapisan Retikular yang merupakan bagian yang terletak di bawah
papiler dan memiliki ukuran yang lebih tebal. Lapisan ini terdiri dari
jaringan ikat yang tidak teratur. Dalam lapisan ini terdapat akar rambut,
kelenjar sebaceous, kelenjar keringat, reseptor, kuku, serta pembuluh
darah.
Lapisan dermis terdiri dari 3 sel utama, yaitu :
a. Fibroblas, yaitu sejenis sel yang bertugas untuk mensintesis matriks
ekstraseluler dan kolagen. Sel ini paling umum terdapat dalam jaringan
ikat hewan.
b. Makrofag, yaitu sel yang terdapat pada jaringan yang berasal dari sel
darah putih (monosit). Presentasi antigen ke sel T dan fagositosis
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh sel makrofag ini.
c. Adiposit, yaitu sejenis sel yang berfungsi sebagai tempat penyimpan
lemak. Sel ini merupakan sel penyusun jaringan adiposa serta jaringan
penghantar areolar.
Lapisan dermis merupakan tempat dimana ujung akhir syaraf
sensorik berada. Ujung syaraf tersebut antara lain adalah :
a. Paccini, yaitu ujung syaraf yang terletak di sekitar akar rambut dan
memiliki kepekaan terhadap rangsangan seperti tekanan.
b. Ruffini, yaitu ujung syaraf yang memiliki kepekaan terhadap
rangsangan panas
c. Krause, yaitu ujung syaraf pada kulit yang memiliki kepekaan terhadap
rasa dingin.
d. Lempeng merkel, yaitu ujung syaraf yang terletak di permukaan kulit
yang bertindak sebagai perasa terkait dengan sentuhan serta tekanan
yang ringan.
e. Meisner, yaitu ujung syaraf yang memiliki kepekaan terhadap adanya
sentuhan
f. Ujung syaraf tanpa selaput, yaitu ujung syaraf yang memiliki kepekaan
terhadap adanya rasa nyeri.

3. Hipodermis
Hipodermis merupakan bagian yang terletak di bawah lapisan
dermis. Hipodermis merupakan lapisan yang banyak mengandung lemak
yang bertindak sebagai cadangan makanan, melindungi tubuh terhadap
benturan, serta untuk menahan panas pada tubuh. Hipodermis merupakan
lapisan terdalam kulit yang di dalamnya terdapat pembuluh darah, limfa,
serta saraf yang sejajar dengan permukaan kulit.
Secara umum, hipodermis memiliki berbagai macam fungsi
seperti :
a. Membantu menyangga tubuh bagian dalam terhadap adanya benturan
b. Memberikan bentuk pada tubuh
c. Sebagai lumbung atau penyedia caadangan makanan.
d. Membantu mempertahankan suhu tubuh.

Hipodermis terdiri dari 4 unsur utama, yaitu :


a. Jaringan atau lapisan lemak yang memilliki ketebalan dan kedalaman
yang bervariasi. Lapisan paling tebal berada di daerah pantat,
sedangkan lapisan paling tipis berada di daerah kelopak mata.
b. Jaringan ikat bawah kulit yang berfungsi untuk menyangga tubuh
bagian dalam dari adanya benturan, membentuk kontur tubuh, serta
sebagai cadangan makanan.
c. Fibroblast yang bertanggung jawab untuk menghasilkan kolagen yang
nantinya disalurkan ke lapisan dermis untuk memperkuat kulit.
d. Pembuluh darah dan limfe yang merupakan saraf-saraf yang berjalan
sejajar dengan permukaan kulit.
B. Sediaan Transdermal
Sediaan transdermal yang biasa dijumpai dipasaran saat ini adalah
transdermal therapeutic system (TTS) yang biasa disebut plester. Secara
sederhana, plester terdiri atas komponen-komponen berikut (di mulai dari lapisan
paling luar) :
1. Impermeale backing atau lapisan penyangga, biasanya terbuat dari lapisan
polyester, ethylene vinyl alcohol (EVA) atau lapisan polyurethane. Lapisan
ini berguna untuk melindungi obat dari air dan sebagainya yang dapat
merusak obat. Lapisan ini harus lebih luas daripada lapisan dibawahnya.
2. Drug reservoir atau lapisan yang mengandung obat (zat aktif) beserta
dengan perlengkapannya seperti material pengatur kecepatan pelepasan
obat.
3. Lapisan perekat atau semacam lem untuk menempelkan impermeable back
beserta drug reservoir pada kulit.
4. Lapisan pelindung yang akan dibuang ketika plester digunakan. Lapisan ini
berguna untuk mencegah melekatnya lapisan perekat pada kemasan sebelum
digunakan.

Saat ini, terdapat dua tipe plester yaitu plester dengan sistem reservoir dan
plester dengan sistem matriks (drug in adhesive system). Inti perbedaan di antara
keduanya adalah pada sistem reservoir laju pelepasan obat dari sediaan dan laju
permeasi kulit ditentukan oleh kemampuan kulit mengabsorbsi obat sedangkan
pada sistem matriks laju pelepasan obat dari sediaan diatur oleh matriks.
Contoh obat yang diberikan secara transdermal adalah nitrogliserin
(digunakan untuk pengobatan angina). Pada umumnya patch nitrogliserin
transdermal ditempelkan di dada atau punggung. Yang harus diperhatikan adalah
patch ini harus ditempatkan pada kulit yang bersih, kering, dan sedikit ditumbuhi
rambut agar patch dapat menempel dengan baik.
Ada lima jenis utama patch transdermal yaitu :
1. SINGLE-LAYER OBAT-IN-ADHESIVE
Dalam sistem ini obat ini termasuk langsung dalam-menghubungi perekat
kulit. Dalam jenis ini patch lapisan perekat bertanggung jawab atas pelepasan
obat, dan berfungsi untuk mematuhi berbagai lapisan bersama-sama, bersama
dengan seluruh sistem pada kulit. Lapisan perekat dikelilingi oleh liner
sementara dan pendukung. Single-layer Obat-in-Adhesive sistem ini ditandai
dengan masuknya obat langsung dalam perekat kulit menghubungi. Dalam
sistem desain transdermal, perekat tidak hanya berfungsi untuk
menempelkan sistem untuk kulit, tapi juga berfungsi sebagai dasar
formulasi, yang berisi obat dan semua eksipien di bawah film dukungan
tunggal. Laju pelepasan obat dari jenis sistem tergantung pada difusi di
seluruh kulit.
2. MULTI LAYER-DRUG-IN-ADHESIVE
Multi-layer Drug-in-Adhesive mirip dengan lapisan-Single Obat-in-Adhesive
dalam bahwa obat ini dimasukkan langsung ke dalam perekat. The-lapisan
sistem multi menambahkan lapisan lain obat--perekat dalam, biasanya
dipisahkan oleh membran. Patch ini juga memiliki lapisan sementara-liner
dan dukungan permanen. Obat-in-Adhesive multi-lapisan mirip dengan
Single-layer Obat-in-Adhesive di bahwa obat ini dimasukkan langsung ke
dalam perekat. Namun, multi-layer meliputi baik penambahan membran
antara dua lapisan obat-in-perekat yang berbeda atau penambahan lapisan
obat-in-perekat ganda bawah tunggal dukungan film.
3. DRUG RESERVOIR IN ADHESIVE
Desain sistem transdermal Reservoir termasuk kompartemen cair yang
mengandung solusi obat atau suspensi dipisahkan dari liner rilis oleh
membran semi-permeabel dan perekat. Komponen perekat produk dapat
menjadi sebagai lapisan kontinu antara membran dan liner pelepasan atau
sebagai konfigurasi konsentris di sekitar membran.
4. DRUG MATRIX- IN- ADHESIVE
Desain sistem Matrix ditandai oleh dimasukkannya matriks semisolid yang
mengandung obat larutan atau suspensi yang bersentuhan langsung dengan
liner rilis. Komponen yang bertanggung jawab untuk kulit adhesi yang
tergabung dalam overlay dan membentuk konsentris konfigurasi sekitar
semipadat matriks.
5. PATCH UAP
Dalam hal ini jenis patch lapisan perekat tidak hanya berfungsi untuk
mematuhi berbagai lapisan bersama-sama, tetapi juga untuk melepaskan
uap. Patch uap yang baru di pasar dan mereka melepaskan minyak esensial
hingga 6 jam. Uap patch melepaskan minyak esensial dan digunakan dalam
kasus decongestion terutama. Uap lainnya tambalan di
pasar adalah pengendali uap patch yang meningkatkan kualitas tidur. Uap
patch yang mengurangi jumlah rokok yang satu merokok dalam satu bulan
adalah juga tersedia di pasar.

C. Definisi Enhancer
Enhancer adalah suatu bahan yang ditambahkan dalam formulas sediaan
topikal yang diharapkan dapat meningkatkan jumlah obat yang berpenetrasi ke
dalam kulit, sehingga kadar obat yang diberikan memberikan efek yang
diharrapkan. Enhancer adalah bahan kimia yang berinteraksi dengan konstituen
kulit untuk meningkatkan flux obat (Sari, 2007) (Prasetia, 2007)

D. Syarat Enhancer
Syarat enhancer yang boleh digunakan pada formulasi sediaan topikal
adalah (Barry, 1983):
1. Tidak toksik, tidak menyebabkan iritasi dan alergi.
2. Onset of action dalam meningkatkan penetrasi obat ce[pet, durasi efeknya
dapat diprediksi dan reprodusibel.
3. Tidak memiliki efek farmakologis dan tidak berinteraksi dengan reseptor
pada kulit.
4. Saat enhancer dibersihkan dari kulit, jaringan kulit harus dapat kembali
seperti semula dengan fungsi sawar normal.
5. Ketika menggunakan enhancer, cairan tubuh, elektrolit atau bahan- bahan
endogen tidak boleh hilang dari tubuh.
6. Kompatibel secara fisika dan kimia dengan bahan obat dan bahan- bahan
penunjang lainnya.
7. Enhancer mudah menyebar di kulit dan aseptabel.
8. Tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, aseptabel secara kosmetika,
dan murah.
Selain itu, syarat enhancer harus farmakologi inert, tidak beracun, tidak
menyebabkan iritasi, nonallergenic, kompatibel dengan obat dan eksipien, tidak
berbau, berasa, tidak berwarna, dan murah dan memiliki sifat pelarut yang baik
(Sinha dan Kaur, 2000). Enhancer seharusnya tidak menyebabkan hilangnya
cairan tubuh, elektrolit, dan bahan endogen lainnya, dan kulit harus segera
kembali seperti semula (Sinha dan Kaur, 2000).

E. Mekanisme Kerja Enhancer


Adapun mekanisme kerja dari enhancer , dimana enhancer bekerja
berdasarkan atas 2 macam mekanisme, yaitu :
1. Enhancer meningkatkan penetrasi obat
Hal ini dilakukan dengan cara meningkatkan kelarutan bahan obat
dalam pembawa sehingga penetrasi dari bahan obat itu sendiri menjadi
meningkat. Makin banyak bahan obat yang tersedia dalam keadaan terlarut
maka makin besar pula bahan obat yang berpenetrasi. Misalnya pada
propilenglikol.
2. Enhancer mempengaruhi membran kulit
Enhancer juga dapat mengembangkan stratum korneum dengan
mengurangi ketahanan difusi startumkorneum dan meningkatkan
permeabilitas membran. Ketahanan difusi stratum korneum dapat
dikurangi dengan merusak stratum korneum secara reversibelsehingga
permeabilitas dari kulit terhadap bahan obat menjadi meningkat. Bahan-
bahan yang efektif merusakstratum korneum secara reversibel misalnya
dimetilformamid (DMF), dimetilasetamid (DMA). Selain itu enhancer
dapat meningkatkan permeabilitas kulit terhadap bahan obat dengan
mengubah sifat fisiko- kimiastratum korneum dengan cara meningkatkan
kelembaban kulit sehingga penguapan keringat tertahan dan hidrasi kulit
meningkat,atau dengan lipofilitas bahan- bahan hidrofilik, misalnya
surfaktan, eucalyptus oil, dan menthol (Lachman, 1986; Barry, 1983).

F. Penggolongan Enhacer
1. Enhancer Kimia
Lingkungan dari stratum corneum adalah dianggap sebagai tempat
kegiatan penetrasi enhancer kimia. Sementara diperkirakan mekanisme
senyawa ini adalah meningkatkan permeasi. Aktivitas mereka dianggap
sebagai hasil dari beberapa efek dalam biokimia beragam lingkungan dari
lapisan ini. Saat ini dipercaya bahwa enhancer bahan kimia aktif oleh
spasial gangguan pengaturan dari antar molekul. Hal ini adalah seragam,
sifat biokimia diperintah secara alami ,terutama lipid bilayer, yang
menjaga dan mempromosikan lebih banyak perlawanan diffusional dari
penghalang. Selain itu, modifikasi dari lingkungan intraselular dari
korneosit juga mungkin berpengaruh dalam jenis penetrasi tertentu dari
obat. Kisaran komponen biokimia yang ditemukan di lapisan penghalang
penetrasi menunjukkan bahwa enhancer kimia dari kelompok harus efektif
dalam mempromosikan penetrasi perkutan. Kisaran enhancer kimia yang
telah diteliti sampai saat ini adalah luas, Berikut ini adalah tinjauan dari
beberapa senyawa dan mekanismenya:
a. Sulfosida

 Dimetilsulfoksida (DMSO) adalah penetrasi enhancer yang


efektif mempromosikan permeasi dengan mengurangi resistensi
kulit untuk obat atau molekul oleh partisi obat dari bentuk
sediaan.
 DMSO mengubah sifat interselular struktural protein dari
stratum korneum atau mempromosikan fluiditas lipid oleh
gangguan dari struktur rantai lemak.
 DMSO dapat mengubah struktur fisik kulit dengan elusi lipid,
lipoprotein dan nukleoprotein struktur dari stratum corneum.
DMSO digunakan sebagai co-pelarut untuk persiapan idoksuridin
komersial, digunakan untuk mengobati infeksi berat herpetik kulit,
terutama yang disebabkanoleh herpes simplex. DMSO sendiri juga telah
diterapkan topikal untuk mengobati peradangan sistemik, meskipun
biasanya digunakan hanya untuk mengobati hewan. Sebuah literatur
besar menjelaskan penetrasi meningkatkan kegiatan DMSO, dan
penelitian menunjukkan hal itu efektif dalam mempromosikan baik
hidrofilik dan lipofilik permean. Dengan demikian, telah ditunjukkan
untuk mempromosikan permeasi, misalnya, agen antivirus, steroid dan
antibiotik.
DMSO bekerja cepat sebagai tumpahan penetrasi penambahan
pada kulit yang bisa dirasakan dalam mulut dalam hitungan detik.
Meskipun DMSO adalah peminjam accelerant tidak membuat masalah.
Efek dari enhancer adalah tergantung konsentrasi dan co-pelarut yang
mengandung> 60% DMSO diperlukan untuk keberhasilan peningkatan
optimal. Namun, konsentrasi DMSO yang relatif tinggi dapat
menyebabkan eritema dan bercak dari stratum korneum dan dapat
mengubah sifat sesuatu benda beberapa protein. Studi yang dilakukan
atas 40 tahun yang lalu pada relawan sehat dicat dengan 90% DMSO dua
kali sehari selama 3 minggu mengakibatkan eritema, scaling, uticaria
kontak, sensasi menyengat dan membakar dan beberapa relawan
dikembangkan gejala sistemik.
Masalah lebih lanjut dengan menggunakan DMSO sebagai
penambah penetrasi adalah dimetil metabolitsulfida yang dihasilkan dari
pelarut; dimetilsulfit menghasilkan bau busuk pada nafas. Ketika
memeriksa pelaporan kegiatan DMSO sebagai peningkat penetrasi adalah
penting untuk mempertimbangkan membran yang digunakan oleh para
peneliti sejak membran hewan dan khususnya mereka dari tikus
cenderung jauh lebih rapuh dari membran kulit manusia. Dengan
demikian, tindakan ini pelarut aprotik kuat pada jaringan hewan mungkin
secara dramatis lebih besar dari efek terlihat pada membran kulit
manusia. Karena DMSO yang bermasalah untuk digunakan sebagai
penetrasi enhancer, peneliti telah meneliti serupa, bahan kimia yang
berkaitan sebagai accelerants. Dimetil-laketamid (DMAC) dan
dimetilformamida (DMF) adalah pelarut aprotik sama kuat karena
struktur mirip dengan DMSO membangun struktur. Juga yang sama
dengan DMSO, kedua pelarut memiliki berbagai penetrasi sipil kegiatan
peningkatan, misalnya, mempromosikan fluks hidrokortison, lidokain
dan nalokson melalui membran kulit. Namun, Southwell dan Barry,
menunjukkan peningkatan 12 kali lipat dalam fluks menyerap kafein di
DMF diperlakukan kulit manusia, disimpulkan bahwa penambah
menyebabkan kerusakan membran irreversible. Meskipun bukti bahwa
DMF dapat dikembalikan selaput kulit manusia, peningkat penetrasi ini
telah digunakan di vivo dan mempromosikan bioavailabilitas
betametason-17-benzoat sebagaimana dinilai oleh assay vasokonstriktor.
Struktur analognya lebih lanjut telah dikupas alkilmetilsulfoksida
termasuk seperti decilmetilsulfoksida (DCMS). Analog ini telah terbukti
untuk bertindak reversibel pada kulit manusia dan, seperti DMSO
induknya, juga memiliki konsentrasi tergantung efek. Sebagian besar
literatur menunjukkan bahwa DCMS adalah penambah ampuh untuk
permeant hidrofilik tetapi kurang efektif untukmempromosikan
transdermal pengiriman agen lipofilik. Mekanisme dari penetrasi
sulfoksida enhancer, dan DMSO khususnya, sangat kompleks. DMSO
secara luas digunakan untuk mengubah sifat sesuatu benda protein dan
aplikasi untuk kulit manusia telah menunjukkan perubahan konfirmasi
antar keratin, dari heliks ke lembar. Serta efek pada protein, DMSO juga
telah ditunjukkan untuk berinteraksi dengan domain lipid antar strata
stratum manusia. Mengingat sifat polar yang molekul sangat kecil ini
layak bahwa DMSO berinteraksi dengan kelompok kepala beberapa lipid
lapis rangkap untuk mengubah geometri. Selanjutnya, DMSO dalam
membran kulit dapat memfasilitasi partisi obat dari formulasi ke dalam
pelarut universal dalam jaringan (Walker and Smith, 1995).

b. Alkohol, alkohol lemak dan glikol


 Alkohol dapat mempengaruhi penetrasi transdermal dengan
sejumlah mekanisme.
 Dengan meningkatnya unit karbon terjadi peningkatan permeasi,
hingga membatasi nilai. Selain itu, berat molekul alkanol yang
rendah, yang bertindak sebagai pelarut meningkatkan kelarutan obat
dalam matriks pada lapisan stratum.
 Gangguan dari lapisan stratum yang integritasnya melalui ekstraksi
biokimia oleh alkohol ,hampir lebih hidrofobik dan berkontribusi
untuk meningkatkan perpindahan massa melalui jaringan ini

Etanol umumnya digunakan di banyak formulasi transdermal dan


sering digunakan sebagai pelarut pilihan untuk penggunaan
patch.Senyawa ini juga biasa digunakan sebagai co-solvent dengan
pelarut air untuk menjamin kondisi tenggelam selama dalam percobaan
in vitro permeasi. Seperti dengan air, etanol menembus dengancepat
melalui kulit manusia denganfluks stabil keadaan sekitar 1 mg cm2/jam.
Etanol telah digunakan untuk meningkatkan fluks levonorgestrel,
estradiol, hidrokortison dan 5-fluorouracil melalui kulit tikus dan
estradiol melalui manusia kulit in vivo. Namun, bila menggunakan etanol
sebagai co-pelarut air ke vesikel. Ion salisilat difusi melintasi epidermis
membran manusia didistribusikan sampai komposisi etanol: air 0,63
sedangkan tingkat yang lebih tinggi dari alkohol menurun permeasi.
Hasil serupa telah dilaporkan untuk nitrogliserin dan estradiol dan AZT.
Hal ini kemungkinan bahwa pada tingkat dehidrasi tinggi etanol dari
biologi membran mengurangi permeasi di seluruh jaringan.
Ethanol menggunakan permeasi yang meningkatkan aktivitas
melalui berbagai mekanisme. Pertama, sebagai pelarut, itu dapat
meningkatkan kelarutan obat dalam vesikel walaupun pada steady state
fluks permeant, tidak jenuh meningkatkan, vesikel harus setara. Namun,
untuk pelarut yang kurang larut permeants yang rentan terhadap deplesi
dalam donor selama permeasi studi steady state, maka etanol dapat
dilipatan kelarutan permeant dalam tahap donor. Selanjutnya permeasi
etanol ke dalam strata-korneum dapat mengubah sifat kelarutan dari
jaringan dengan peningkatan akibatnya untuk mempartisi obat ke dalam
membran. Selain itu, ia juga layak bahwa permeasi cepat etanol, atau
menguapkan hilangnya pelarut volatile ini, dari fase donor memodifikasi
aktivitas termodinamika obat dalam formulasi. Seperti yang paling
berpengaruh terlihat ketika menerapkan dosis terbatas formulasi ke
permukaan kulit sebelum penguapan seperti etanol hilang, konsentrasi
obat dapat meningkatkan kelarutan zat yang jenuh dengan gaya yang
lebih besar untuk permeasi. Seperti mekanisme beroperasi untuk
pengiriman transdermal dari patch etanol, biasanya termasuk dalam
solubilis obat atau menerapkan perekat, mungkin melintasi stratum
korneum cepat meninggalkan sebuah permeant jenuh penstabil yang
menghambat dari pembentukan kristal oleh polimer yang biasanya
dimasukkan ke dalam patch. Lebih lanjut potensi mekanisme aksi yang
timbul sebagai konsekuensi dari cepat, etanol permeasi di seluruh kulit
telah dilaporkan; 'Drag' pelarut dapat membawa permeant ke dalam
jaringan sebagai etanol melintasi, meskipun mekanisme untuk permeasi
morfin hidroklorida dari etanol dan metanol yang mengandung formulasi.
Selain itu, etanol sebagai pelarut volatile dapat mengekstrak
beberapa fraksi lipid dari dalam stratum korneum bila digunakan pada
konsentrasi tinggi, meskipun bukan 'enhancing' efek, mekanisme tersebut
jelas akan meningkatkan fluks obat melalui kulit. Alkohol lemak (atau
alkanol) mungkin juga penetrasi meningkatkan aktivitas. Molekul-
molekul ini diterapkan pada kulit dalam co-solvent -sering PG- pada
konsentrasi antara 1% dan 10%. Seperti dengan asam lemak diuraikan di
atas, beberapa hubungan struktur aktivitas untuk penetrasi lemak alkohol
peningkatan penetrasi telah diambil dengan lebih rendah. Dilaporkan
untuk alkanol bercabang sedangkan 1 - butanol terbukti menjadi
pendorong yang paling efektif untuk kulit levonorgesterol tikus. Lainnya
telah menunjukkan 1-oktanol dan 1-propranolol untuk menjadi enhancer
efektif untuk asam salisilat dan nicotinamida pada kulit berbulu seperti
tikus. Hubungan struktur yang lebih baru telah ditarik untuk lemak
alkohol menggunakan melatonin yang menyerap melalui kulit babi dan
kulit manusia in vitro; membandingkan aktivitas untuk alkohol lemak
jenuh dari oktanol ke miristil alkohol, hubungan parabolik ditemukan
dengan peningkatan efek maksimum yang diberikan oleh decanol.
Peningkatan aktivitas juga menunjukkan peningkatan secara umum saat
menambahkan sampai dengan dua ikatan tak jenuh ke alkohol, tetapi
aktivitas jatuh ketika tiga ganda obligasi diperkenalkan.
PG banyak digunakan sebagai kendaraan untuk penetrasi enhancer
dan menunjukkan tindakan sinergis bila digunakan dengan, asam
misalnya, oleat. PG juga telah digunakan sebagai peningkat penetrasi
dalam dirinya sendiri. Laporan tentang khasiat PG sebagai penambah
permeasi dicampur; bukti menunjukkan bahwa yang terbaik
meningkatkan pengaruh sangat ringan untuk molekul seperti estradiol
dan 5 -fluorouracil. Seperti dengan etanol, PG juga meresap melalui
stratum korneum manusia dan mekanismenya tindakan tersebut adalah
sama dengan etanol. Permeasi pelarut melalui jaringan bisa mengubah
aktivitas termodinamika dari narkoba di vesikel yang pada gilirannya
akan memodifikasi untuk difusi, pelarut partisi memfasilitasi
pengambilan jaringan obat ke dalam kulit dan mungkin ada beberapa
gangguan kecil untuk antar lipid dalam strata lapisan korneum (Walker
and Smith, 1995).

c. Poliol
 Kompleksitas molekul glikol yang berbeda adalah penentu
keberhasilan mereka sebagai permeasi enhancer.
 Kelarutan obat dalam pengiriman vehicle , dipengaruhi oleh jumlah
etilenaoksida dalam kelompok fungsional pada molekul enhancer,
modifikasi kelarutan ini dapat meningkatkan atau menghambat
perubahan transdermal yang terus menerus tergantung pada obat
tertentu dan pengiriman lingkungan.
 Kegiatan propilenglikol diperkirakan sebagai hasil dari solvasi dari
alfa-keratin dalam stratum korneum, tempat ikatan hidrogen protein
dapat mengurangi jaringan obat yang mengikat dan
mempromosikan permeasi (Walker and Smith, 1995)..

d. Alkana
Alkana rantai panjang (C-C,,) dapat meningkatkan permeabilitas
kulit oleh yang tidak bersifat merusak perubahan penghalang lapisan
corneum. Temuan ini dikonfirmasi pada studi di mana nonane
diselidiki sebagai enhancer, meskipun harus ada solubilisasi yang
merusak dan ekstraksi biokimia yang disebabkan oleh pelarut yang
lipofilik (Walker and Smith, 1995).

e. Asam Lemak
 Perturbasi selektif dari lipid antar bilayer dalam stratum korneum
adalah faktor utama dari kegiatan yang dapat meningkatkan asam
lemak.
 Hubungan struktur aktivitas adalah predominan yaitu variasi dari
asam oktadekanoik sehubungan dengan jumlah ikatan rangkap dan
konfigurasi isomer cis/trans, misalnya menunjukkan perbedaan
efek enhancing dalam penetrasi.
Khususnya, asam oleat telah ditemukan untuk menurunkan
temperatur lipid kulit dalam fase transisi dengan peningkatan resultan
dalam motional freedom atau fluiditas inistruktur. Penyerapan obat
perkutan telah ditingkatkan oleh berbagai macam asam lemak rantai
panjang, yang paling populer yang adalah asam oleat. Menarik untuk
dicatat bahwa penetrasi enhancer banyak seperti Azone berisi rantai
hidrokarbon jenuh atau tak jenuh dan hubungan struktur aktivitas
beberapa telah diambil dari studi luas Aungst yang meneliti berbagai
asam lemak dan alkohol, sulfoksida, surfaktan dan amida sebagai
peningkat untuk nalokson.
Dari eksperimen yang ekstensif, tampak bahwa panjang rantai alkil
jenuh dari sekitar C10-C12 melekat pada kelompok kepala polar
menghasilkan enhancer kuat. Sebaliknya, untuk penetrasi enhancer
mengandung rantai alkil tak jenuh, kemudian C18 muncul mendekati
optimum. Seperti senyawa tak jenuh, konfigurasi cis membungkuk
diharapkan mengganggu lipid lebih daripada pengaturan trans, yang
sedikit berbeda dari analog jenuh.
Asam lemak telah digunakan untuk memperbaiki pemberian
transdermal, antara lain, estradiol, progesteron asiklovir, 5-fluorouracil
dan asam salisilat, menunjukkan bahwa enhancer dapat digunakan
untuk meningkatkan pemberian dari kedua lipofilik dan hidrofilik
permeants. Asam laurat PG meningkatkan pengiriman lipofilik-
estrogen.
Efek asam lemak pada pemberian obat melalui kulit manusia dapat
bervariasi. Misalnya, Santoyo dan Ygartua, digunakan mono-
unsaturated asam oleat, poliunsaturated, linoleat dan asam linolenat
dan enhancer jenuh asam laurat untuk mempromosikan fluks
piroksikam. Pra memperlakukan jaringan dengan asam lemak
meningkatkan jumlah piroksikam yang ditahan dalam kulit dan juga
menurun lag time untuk fluks pseudo steady state. Seperti Azone,
asam oleat dipengaruhi pada konsentrasi yang relatif rendah (biasanya
kurang dari 10%) dan dapat bekerja secara sinergis ketika dibebaskan
dari vesikel seperti PG atau sistem terner dengan mononitrat dimetil.
Berbagai analog dari lemak telah diteliti sebagai penetrasi enhancer,
untuk diesters misalnya meningkatkan permeasi obat anti-inflamasi
non-steroid melalui kulit tikus.
Upaya sungguh-sungguh telah diarahkan pada investigasi
mekanisme kerja dari asam oleat sebagai enhancer penetrasi di kulit
manusia. Hal ini jelas dari laporan berbagai literatur, enhancer
bertindak dengan memodifikasi domain lipid dari stratum korneum,
seperti yang diharapkan untuk panjang rantai asam lemak dengan
konfigurasi cis . Investigasi spektroskopi menggunakan asam oleat
deuterated di stratum korneum manusia menunjukkan bahwa Asam
oleat pada konsentrasi yang lebih tinggi juga bisa eksis sebagai fase
terpisah (atau sebagai 'pools') dalam dua lapis lipid. Baru-baru ini,
studi elektron mikroskopis telah menunjukkan bahwa domain lipid
hati diinduksi dalam lipid stratum korneum pada lapisan asam oleat.
Pembentukan tersebut akan memberikan cacat permeabilitas dalam
lapisan lipid ganda sehingga memfasilitasi permeasi hidrofilik
permeants melalui membran (Walker and Smith, 1995).

f. Ester
 Ester seperti etil asetat secara relatif bersifat polar.
 Ikatan senyawa hydrogen dapat meningkatkan permeasi dengan
cara yang sama dengan sulfosida dan formamida oleh
penetrasi ke stratum corneum dan meningkatkan fluiditas lipid
oleh gangguan kemasan lipid. Hal yang sama untuk isopropil
miristat dan di samping ester alifatik dapat mempengaruhi
partisi antara vehicle dan kulit dengan efek solubilisasi (Walker
and Smith, 1995).

g. Air
Salah satu pendekatan lama untuk meningkatkan pengiriman obat-
obatan transdermal topikal adalah dengan menggunakan air.
Kandungan air pada stratumkorneum manusia biasanya sekitar 15-
20% dari berat kering jaringan, meskipun ini jelas tapi variasi
tergantung pada lingkungan eksternal seperti kelembaban.
Perendaman kulit dalam air, memperlihatkan kelembaban membran
tinggi atau, seperti yang lebih biasa di bawah kondisi klinis,
oklusijaringan sehingga mencegah kehilangan air transepidermal.
Memungkinkan stratum korneum untuk mencapai kadar air yang
seimbang dengan lapisan epidermis yang mendasari sel-sel kulit.
Dengan demikian, pada oklusi, kandungan air pada membran luar bisa
mendekati 400% dari berat jaringan kering. Banyak persiapan dan
produk klinis efektif seperti oklusi salep dan patch, yang menyediakan
satu mekanisme enhancer obat pengiriman hanced; banyak formulasi
patch memberikan obat pada tingkat yang lebih tinggi dari yang
diharapkan karena modifikasi air di konten stratum korneum (Walker
and Smith, 1995).

Secara umum, peningkatan hidrasi jaringan transdermal


meningkatkan pengiriman baik hidrofilik dan lipofilik permean.
Namun, Bucks dan Maibach menentang generalisasi, menyatakan
bahwa oklusi tidak berarti meningkatkan penyerapan percutaneous,
dan bahwa pengiriman transdermal senyawa hidrofilik mungkin
tidak ditingkatkan oleh oklusi. Selanjutnya, mereka
memperingatkan bahwa oklusi dapat menyebabkan beberapa iritasi
lokal kulit dengan implikasi yang jelas untuk desain dan
pembuatan transdermal dan topikal. Mengingat sifat stratum
korneum heterogen manusia tidak mengherankan bahwa air dalam
membran ini ditemukan. Biasanya, dari analisis termal dan metode
spektroskopi, 25-35% dari air di lapisan stratum dapat dinilai
sebagai 'bound'. Air yang tersisa dalam jaringan 'free' dan tersedia
untuk bertindak sebagai pelarut untuk membran permean polar.
Kulit manusia juga berisi campuran humektan higroskopik
amino asam, turunan asam amino dan garam di istilahkan Natural
Moisturising Factor (NMF). Bahan ini mempertahankan air dalam
stratum corneum dan membantu untuk menjaga kelenturan
jaringan. Selanjutnya, keratin penuh korneosit mengandung
kelompok fungsional seperti -OH dan C-OOH juga diharapkan
untuk mengikat air di dalam molekul jaringan. Potensi tingkat
mengikat air, penyerapan (dan desorpsi) air dari stratum korneum
kompleks. Namun, perlu dicatat bahwa mempertahankan membran
stratum korneum dengan kuat. Seperti pentoksida fosfor, tidak akan
menghapus semua air dari jaringan, tetapi ada sebagian kecil
sangat terikat air 5-10% yang dapat dihilangkan dalam kondisi
seperti itu.
Mekanisme air meningkatkan pemberian obat transdermal
tidak jelas. Air di dalam jaringan bisa mengubah kelarutan permean
di stratum corneum dan karenanya dapat memodifikasi partisi dari
permean ke membran. Mekanisme tersebut sebagian bisa
menjelaskan peningkatan obat hidrofilik fluksi dalam kondisi
oklusi tetapi akan gagal untuk menjelaskan pengiriman hidrasi
yang disempurnakan untuk permeants lipofilik seperti steroid.
Karena prinsip penghalang untuk pemberian obat transdermal
berada dalam stratum korneum, lipid mungkin diharapkan, yang
dihasilkan oleh oklusi atau merendam, akan menyebabkan
beberapa gangguan pembengkakan dan karenanya untuk domain
ini mungkin dengan pembengkakan daerah kepala yang bersifat
polar dari lapisannya. Namun, investigasi oleh Bouwstra dan rekan
kerja menggunakan metode diffractometry telah menunjukkan
bahwa air tidak menyebabkan modifikasi untuk lapisan lipid.
Temuan tersebut menimbulkan pertanyaan “kemana air tersebut?''.
Jelas korneokit mengambil air dan membengkak. Orang mungkin
berharap bahwa seperti pembengkakan sel-sel akan berdampak
terhadap struktur lipid antara korneokit menyebabkan gangguan
dua lapis. Sekali lagi bukti eksperimental bertentangan. Data dari
mikroskop elektron dari stratum korneum terhidrasi sepenuhnya
menunjukkan bahwa lapisan mengandung lemak antarsel air
dengan struktur vesikula-seperti ditemukan tetapi tidak terdistorsi
ke domain lipid. Elias et al. mempertimbangkan adanya jalur pori
berair dalam stratum korneum, yang terdiri dari lankuna domain
(situs degradasi korneodesmosom) tertanam dalam lapisan lipid.
Meskipun tersebar dan terputus-putus di bawah kondisi fisiologi
normal kondisi , mereka berpendapat bahwa di bawah tekanan
tinggi (seperti hidrasi yang luas, iontoforesis atau USG) lakuna
yang berkembang, interkoneksi dan membentuk jalur pori. Formasi
seperti rute nyata akan meningkatkan obat penetrasi. Ketika
memeriksa literatur mengenai dampak air di permeasi transdermal
dapat timbul dari respon variabel ditunjukkan oleh spesies yang
berbeda. Sebagai contoh, Bond dan Barry menunjukkan bahwa
bulu kulit tikus tidak cocok sebagai model bagi stratum korneum
kulit manusia ketika memeriksa efek hidrasi; permeabilitas kulit
binatang pengerat naik lebih dari 50 kali lipat ketika terhidrasi
selama 24 jam berbeda dengan hasil dari selaput kulit manusia.
Jadi memeriksa efek air pada permeabilitas kulit menggunakan
model binatang harus dipandang dengan hati-hati (Walker and
Smith, 1995)..

h. Azone
Azone (1-dodecilazacukloheptan-2-satu atau Lauro-kapram) adalah
molekul pertama yang dirancang khusus sebagai peningkat
penetrasi kulit.
Bahan kimia itu dapat dianggap sebagai hibrida dari amida siklik,
seperti dengan struktur pirolidon (lihat Bagian 3.4 menjadi rendah)
dengan sebuah alkilsulfoksida tetapi hilang kelompok sulfoksida
aprotik yang menyediakan beberapa kerugian yang tercantum di
atas untuk DMSO. Azone berupa cair tidak berwarna, tidak berbau
dengan titik leleh -7 oC dan halus, berminyak tapi belum merasa
tidak berminyak. Seperti yang akan diharapkan dari struktur kimia,
Azone merupakan bahan yang sangat lipofilik dengan log
Poktanol/air 6.2 di sekitar dan itu larut dalam dan kompatibel
dengan pelarut organik termasuk alkohol dan propilen glikol (PG).
Bahan kimia iritasi rendah, toksisitas sangat rendah (LD50 oral
pada tikus 9 g / kg) dan sedikit aktivitas farmakologi meskipun
beberapa bukti ada untuk efek antivirus. Jadi, kalau dilihat dari
atas, Azone tampaknyamemiliki banyak kualitas yang diinginkan
terbuka dalam penetrasi enhancer. Azone meningkatkan
transportasi kulit yang luas berbagai obat termasuk steroid, agen
antibiotik dan antivirus. berisi laporan memotong aktivitas dalam
mempromosikan fluks hidrofilik dan lipofilik permeant. Seperti
banyak enhancer penetrasi, konsentrasi azone sangat tergantung
oleh pilihan dari mana ia diterapkan. Anehnya, Azone yang paling
efektif adalah dalam konsentrasi rendah, yang digunakan biasanya
antara 0,1% dan 5%, sering antara 1% dan 3%. Meskipun azone
telah digunakan selama 25 tahun, penelitian terus menyelidiki
mekanisme kerjanya. Azone mungkin exerts meningkatkan efek
penetrasinya melalui interaksi dengan domain lipid dari stratum
korneum. Menimbang struktur kimia molekul (yang memiliki besar
kelompok kepala polar dan rantai lemak alkil) akan diharapkan
bahwa partisi enhancer ke lapisan ganda lipid mengganggu
pengaturan; integrasi ke dalam lipid tidak mungkin homogen
mempertimbangkan berbagai komposisi dan packing domain dalam
lapisan lipid stratum korneum. Dengan demikian, molekul Azone
mungkin tersebar dalam penghalang lipid atau dalam domain yang
terpisah dalam lapisan. ‘soup spoon' Sebuah model untuk
konfordalmasi azone lipid stratum corneum mendukung atas
mekanisme aksi dan studi fraksi elektron menggunakan lipid
terisolasi dari manusia stratum korneum menyediakan bukti yang
baik bahwa Azone ada (atau sebagian ada) sebagai fase yang
berbeda dalam stratum corneum lipid. Ekstensif diskusi tentang
metabolisme dan nasib Azone dan pada penggunaannya sebagai
peningkat penetrasi telah ditinjau dan molekul yang masih
diselidiki saat ini (Walker and Smith, 1995)..

i. Amina dan amida


Urea
Urea mempromosikan permeasi transdermal dengan memfasilitasi
hidrasi stratum korneum dan oleh pembentukan saluran difusi
hidrofilik dalam penghalang.
Siklus urea premeasi enhancer adalah biodegradable dan
nonmolekul beracun yang terdiri dari kutub yang polar dan kelompok
rantai panjang alkil ester. Sebagai hasilnya, terjadi peningkatan
penetrasi yang mungkin dikarenakan konsekuensi dari gangguan
mekanisme kedua kegiatan hidrofilik dan lemak. Urea adalah agen
hidrasi (sebuah hidrotrop) yang digunakan dalam pengobatan kondisi
skala seperti psoriasis, iktiosis dan kondisi kulit hiper-keratotik.
Diterapkan dalam air di dalam pengangkutan minyak, urea sendiri
atau kombinasi dengan amonium signifikan lakta yang dihasilkan
hidrasi stratum corneum dan meningkatkan fungsi barrier bila
dibandingkan dengan peningkatan sendiri pada relawan manusia
secara in vivo. Urea juga memiliki properti keratolitik, biasanya bila
digunakan dalam bentuk kombinasi dengan asam salisilat untuk
keratolisis. Beberapan kegiatan sederhana dapat meningkatkan
penetrasi yang mungkin menghasilkan urea dari sebuah kombinasi
meningkatkan kadar air pada stratum korneum (air adalah peningkat
penetrasi yang berharga) dan melalui kegiatan keratolitik. Sebagai
proses urea itu sendiri hanya memiliki peningkatan aktivitas penetrasi
marginal, upaya telah dilakukan untuk sintesis analog yang
meningkatkan gugus yang lebih kua. Jadi Wong dan rekan kerjanya
mensistesis analog urea siklik dan menemukan yang lebih poten
sebagai Azone untuk mempromosikan indometasin pada kulit ular dan
bulu kulit tikus. Serangkaian analogi urea alkil dan aril lebih efektif
sebagai peningkat untuk 5-flourourasil bila diterapkan pada PG untuk
kulit manusia secara in vitro, meskipun urea itu sendiri tidak efektif
(Walker and Smith, 1995).

Dimetilasetamida dan dimetilformamida


 Sifat penetrasi yang kurang kuat ,sebagai alternatif kimia untuk
DMSO.
 Pada konsentrasi rendah, sebagai peningkat adalah hasil dari
partisi ke Daerah keratin.
 Pada konsentrasi yang lebih tinggi, dapat meningkatkan fluiditas
lemak dengan gangguan kemasan lipid sebagai akibat dari
solvasi formasi kulit pada bagian polar kelompok lipid (Walker
and Smith, 1995).

Pirolidon
Pirolidon dan turunannya dilaporkan berinteraksi dengan kedua
keratin dan dengan lipid di kulit Azon menunjukkan:
 Efek yang signifikan pada konsentrasi rendah kedua obat
hidrofilik dan
 hidrofobik dan adalah salah satu dari beberapa enhancer yang
telah dikembangkan secara komersial.
 Mempengaruhi struktur lipid pada stratum corneum
 Dapat mengurangi transisi suhu dalam bilayers lipid untuk
mendorong pembentukan fasa cair dengan resultan peningkatan
fluiditas lipid.
Berbagai pirrolidon dan struktural terkait senyawa telah diteliti
sebagai potensi penetrasisipil enhancer di kulit manusia. Seperti
Azone dan banyak enhancer penetrasi lain, mereka tampaknya
memiliki efek lebih besar pada permeant hidrofilik daripada bahan
lipofilik, walaupun ini mungkin potensi peningkatan yang lebih besar
bagi hidrofilik permeants yang kecil. N-metil-2-pirrolidon dilakukan
(NMP) dan 2-pirolidon (2P) adalah enhancer yang paling dipelajari
secara luas dari kelompok ini. NMP adalah aprotik polar pelarut dan
digunakan untuk mengekstrak gugus aromatik dari minyak, olefin dan
pakan ternak. Ini adalah cairan bening pada suhu kamar dan larut
dengan pelarut yang paling umum termasuk air dan alkohol. Demikian
juga 2P yang larut dengan pelarut termasuk air dan alkohol, dan cairan
di atas 25oC. 2P juga digunakan secara komersial sebagai pelarut
dalam minyak produksi dan berguna sebagai pelarut untuk gula,
yodium dan polimer. 2P banyak digunakan pembuatan eksipien
farmasi polivinil. Pirrolidon telah digunakan sebagai permeasi
promoters untuk berbagai molekul termasuk hidrofilik (misalnya
manitol, 5-fluorourasil dan sulfaguanidin) dan hidrokor lipofilik
(betametason-17-benzoatison dan progesteron) permeants. Seperti
banyak studi, peningkatan fluks yang lebih tinggi telah dilaporkan
untuk molekul hidrofilik. Baru-baru ini NMP bekerja dengan
keberhasilan yang terbatas sebagai penetrasi enhancer untuk kaptopril
ketika dirumuskan ke dalam matriks transdermal jenis patch. Dalam
hal mekanisme, partisi pirrolidon baik ke strata stratum manusia.
Dalam jaringan mereka mungkin bertindak dengan mengubah sifat
pelarut membran dan pirrolidon telah digunakan untuk menghasilkan
'reservoirs' dalam selaput kulit. Seperti efek reservoir menawarkan
potensi untuk pelepasan permeant dari stratum corneum atas
diperpanjang periode waktu. Namun, seperti dengan beberapa
penetrasi enhancer lain, penggunaan klinis dari pirrolidon dihindari
karena reaksi yang merugikan. Seorang vasokonstriktor studi
bioavailabilitas in-vivo didemonstrasikan bahwa pirrolidon
menyebabkan eritema di beberapa relawan, meskipun efek ini relatif
singkat. Reaksi racun kontak higroskopis untuk N-metil-2- pirolidon
baru-baru ini telah dilaporkan (Walker and Smith, 1995).

j. Senyawa terpen
 Baik mono dan seskuiterpen: meningkatkan penyerapan perkutan
dari campuran dengan meningkatkan difusivitas obat dalam stratum
korneum dan atau gangguan dari penghalang antar sel lipid.
 Terpenoida: meningkatkan konduktivitas listrik jaringan sehingga
membuka jalur kutub dalam stratum corneum (Walker and Smith,
1995).

k. Agen aktif permukaan


Surfaktan banyak ditemukan pada terapeutik, kosmetik dan
preparasi agro kimia. Biasanya, surfaktan yang ditambahkan ke
formulasi untuk solubilise lipofilik bahan aktif dan mereka memiliki
potensi untuk solubilise lipid dalam stratum korneum. Secara khas
terdiri dari lipofilik alkyl atau rantai aril lemak, bersama-sama dengan
kelompok kepala hidrofilik, surfaktan sering digambarkan ke dalam
bagian sifat hidrofilik. Surfaktan anionik termasuk natrium lauril sulfat
(SLS), surfaktan kationik termasuk setil-trimetil amonium bromida,
Surfakatan nonoxinol adalah surfaktan non-ionik dan surfaktan
zwitterionik termasuk betain dodesil. Surfaktan Anionik dan kationik
memiliki potensi untuk merusak kulit manusia; SLS adalah iritan kuat
dan meningkatkan trans epidemeral air yang merugikan sukarelawan
manusia secara in vivo dan baik surfaktan anionik dan kationik dapat
membengkakkan stratum corneum dan berinteraksi dengan keratin
intraselular. Surfaktan non-ionik secara luas dianggap aman. Surfaktan
umumnya mempunyai toksisitas kronis yang rendah dan sebagian
besar telah menunjukkan peningkatan penyerapan secara terus menerus
melalui membran biologis. Kebanyakan peningkatan aktivitas kegiatan
penelitian difokuskan pada penggunaan surfaktan anionik dan non
ionik. Bahan anionik sendiri cenderung memiliki penyerapan yang
relatif buruk melalui stratum korneum manusia pada periode waktu
eksposur yang singkat tapi perembesan meningkat dengan waktu
aplikasi. Relatif sedikit studi yang menilai permeasi surfaktan non-
ionik melalui kulit manusia, tetapi Watkinson et al. menunjukkan
bahwa sekitar 0,5% dari dosis yang diterapkan dari bahan surfaktan
nonoxinol melalui kulit manusia setelah 48 jam ekposur secara in
vitro. Surfaktan difasilitasi permeasi dari banyak bahan melalui
membran kulit telah banyak diteliti, dengan laporan peningkatan
signifikan bahan seperti kloramfenikol melalui kulit tikus berbulu
dengan SLS, dan percepatan hidrokortison dan lidokain menyerap
seluruh kulit tikus berbulu oleh surfaktan non-ionik Tween 80. Namun,
seperti pada beberapa enhancer yang telah dijelaskan di atas, pilihan
model membran dapat mempengaruhi skala peningkatan perembesan.
Tween 80 tidak meningkatkan permeasi nikardipin atau ketorolak pada
monyet secara in vivo. Permeasi 5-flourourasil melalui kulit manusia
dan ular secara in-vitro tidak ditingkatkan oleh 0,1% Tween20 di salin
normal, sedangkan peningkatan perumusan yang sama meningkatkan
permeasi 5-flourourasil pada kulit tikus berbulu 6-kali lipat. Dari
literatur dijelaskan bahwa, secara umum, surfaktan ionik hanya
mempunyai efek kecil pada kulit manusia sedangkan surfaktan anionik
memiliki efek yang lebih jelas. Agen aktif permukaan berfungsi
terutama pada adsorpsi antarmuka dengan berinteraksi pada kontribusi
membran biologi untuk keseluruhan peningkatan penetrasi. Beberapa
agen aktif permukaan (Walker and Smith, 1995).
1. Senyawa surfaktan kationik
 Lebih merusak jaringan kulit yang menyebabkan peningkatan
penetrasi yang lebih besar secara terus menerus daripada
surfaktan anionik.
 Lebih meningkatkan penetrasi secara terus menerus dari
surfaktan nonionik.
2. Surfaktan anionik
Berfungsi dalam perubahan fungsi penghalang dari stratum
corneum sebagai akibat dari penghilangan air yang larut agen yang
bertindak sebagai plastisizer. Sodium lauril sulfat terlibat dalam
modifikasi lipid secara reversibel dengan resultan disorganisasi
dari stratum korneum dan perembesan yang ditingkatkan.
3. Surfaktan nonionic
Dapat mengemulsi sebum, akibatnya mengubah potensi partisi obat
dalam meningkatkan permeasi. Peningkatan permeasi dihasilkan
oleh senyawa ini, dapat tergantung pada kemampuan obat untuk
partisi antara senyawa yang bebas dan terikat atau bentuk misel
enhancer tersebut.

l. Siklodekstrin
Siklodekstrin adalah zat biokompatibel yang dapat membentuk
kompleks inklusi dengan lipofilik obat dengan peningkatan resultan
pada kelarutan mereka, khususnya dalam larutan air .Namun,jika
digunkan siklodekstrin saja , menjadi kurang efektif sebagai peningkat
penetrasi daripada ketika dikombinasikan dengan asam lemak dan
propilen glikol (Walker and Smith, 1995).

m. Minyak atsiri, senyawa terpen dan terpenoid


Terpen ditemukan dalam minyak esensial, dan hanya terdiri dari
karbon, hidrogen, dan atom oksigen, namun yang tidak aromatik.
Terpen telah lama digunakan sebagai obatobatan, perasa dan agen
pewangi. Sebagai contoh, mentol secara tradisional digunakan dalam
obat-obatan inhalasi dan memiliki efek antipruritik ringan saat
dimasukkan kedalam preparasi emolien. Hal ini juga digunakan
sebagai pengharum dan untuk rasa pasta gigi, permen peppermint dan
menthilasi rokok. Pada minyak kayu putih, kenopodium dan ylang
ylang adalah peningkat penetrasi yang efektif untuk 5-flouorourasil
melintasi pada kulit manusia secara invivo. Yang paling poten dari
beberapa minyak esensial, kayu putih, meningkatkan koefisien
permeabilitas obat sebesar 34 kali lipat. Unsur pokok terpen dalam
minyak kayu putih adalah 1,8- sineol dan molekul ini adalah salah
satu dari serangkaian 17 monoterpen dan terpenoid dievaluasi sebagai
enhancer untuk obat hidrofilik model 5-flourour- asil pada kulit
manusia secara in vitro. Beberapa hubungan struktur aktivitas tampak
nyata dari data pada terpene hidrokarbon memiliki enhacer kurang
kuat untuk obat hidrofilik daripada alkohol atau terpen yang
mengandung keton, dan peningkatan aktivitas yang terbesar
ditunjukkan oleh oksida senyawa terpen dan terpenoid. Dalam hal ini
subclass oksida, beberapa variasi potensi juga terlihat dengan
dijembatani cincin-oksida (eter siklik) yang lebih kuat dari 1,2
-oksigen terkait molekul (epoksida); pra-perlakuan membran
epidermis pada manusia dengan 1,8-sineole peningkatan 100 kali lipat
koefisien permeabilitas model obat. Namun demikian, hubungan
struktur aktivitas obat tampak spesifik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa, tidak seperti 5-flourouracil dimana alkohol dan terpen keton
mempunyai peningkatan aktivitas moderat (10-40 kali lipat dalam
koefisien permeabilitas), agen-agen yang sama tidak memiliki
hubungan aktivitas terhadap model obat lipofilik dan tampaknya
menghambat permeasi nya. Eter siklik, juga poten untuk 5-
fluorouracil, disediakan hanya meningkatkan moderat untuk permeasi
estradiol dan, berbeda dengan obat hidrofilik, terpen hidrokarbon
(seperti Dlimonen) yang umumnya paling efektif meningkatkan
terpene \untuk steroid. Hasilnya dilaporkan mirip untuk permeasi
molekul lipofilik lain, indometasin, melintasi kulit tikus; terpen
hidrokarbon, terutama limonen, adalah efektif sebagai Azone dalam
mempromosikan fluks obat dan oksigen yang mengandung terpen
(carvon, 1,8-sineol) adalah inefectif. Obat hidrofilik lain seperti
propanolol dan diazepam juga ditingkatkan oleh terpen yang tidak
mempunyai gugus polar. Seperti banyak enhancer yang telah
dijelaskan di atas, efek yang sinergis untuk khasiat terpen juga telah
ditampilkan saat PG digunakan sebagai pengangkut; dengan
menambah co-pelarut, khasiat untuk carveol, carvon, pulegon dan 1,
-8 cineol meningkat sekitar 4 kali lipat, dibuktikan oleh partisi dari
enhancer ke stratum corneum. Monoterpen siklik umumnya
menunjukkan peningkatan kuat pada kurkumin dari terpen lain,
flavonoid dan kolestanol. Monoterpen diluar relatif kecil sudah
dijelaskan di atas, molekul terpene yang lebih besar (seskuiterpene)
juga telah dievaluasi sebagai enhancer untuk menyerap molekul
membran kulit manusia. Dengan demikian, bahan seperti nerolidol
telah terbukti meningkatkan permeabilitas 5-flourouracil lebih dari 20
kali lipat melalui kulit manusia secara in vitro. Seperti enhancer
lipofilik yang lebih besar, diberikan agen yang mempunyai efeknya
lama hingga 5 hari-kontras pada monoterpen yang cenderung relative
mudah dibersihkan dari stratum korneum. Moderat yang
meningkatkan aktivitas juga telah dilaporkan untuk cosmetik suatu
terpen a-bisabolol Terpen terus menjadi pilihan enhancer yang populer
untuk menyampaikan materi ke seluruh membran kulit. Sebagai
contoh, L-mentol telah digunakan untuk memudahkan dalam permeasi
in vitro hidroklorida morfin naik melalui bulu kulit tikus berbulu,
imipramine klorida pada kulit tikus dan hidrokortison melalui kulit
tikus berbulu. Barubaru ini, minyak niaouli yang efektif dari enam
minyak esensial dalam promosi penetrasi estradiol melalui kulit tikus
berbulu. Sangat menarik bahwa saat ini sedikit control minyak
'aromaterapi' pada penggunaan terpen baling banyak pada topikal, dan
banyak formulasi yang mengandung enhancer. Mereka menggunakan
potensi secara berlebihan untuk permeasi pada senyawa berbahaya
dari formulasi yang sama ke kulit, beberapa terpen juga memiliki
aktivitas farmakologis. Dari penjelasan di atas, jelas bahwa semakin
kecil terpen cenderung lebih aktif permeasi enhancer daripada
seskuiterpen yang lebih besar. Selanjutnya, hal itu juga muncul bahwa
hidrokarbon atau gugus non-polar yang mengandung terpen, seperti
limonen memberikan peningkatan yang lebih baik untuk permeants
lipofilik daripada terpen polar. Sebaliknya, gugus polar mengandung
terpene (seperti mentol, 1,8 sineol) memberikan perangkat tambahan
yang lebih baik untuk permeants hidrofilik. Banyak terpen mampu
menyerap kulit manusia dengan baik, dan sejumlah besar senyawa
terpen (sampai 1,5 mikrogram/cm2 ) ditemukan pada epidermis
setelah aplikasi dari sebuah jenis matriks patch.. Senyawa terpen
mungkin juga memodifikasi difusivitas obat melalui membran.
Selama permeasi percobaan menggunakan terpene sebagai peningkat
penetrasi, jeda waktu untuk permeasi biasanya berkurang,
menunjukkan beberapa lipatan pada difusivitas obat melalui membran
setelah pengobatan terpen. Studi difraksi sudut sinar-X kecil juga
menunjukkan bahwa D-limonen dan 1,8-sineol mengganggu stratum
korneum lipid bilayer, sedangkan nerolidol, sebuah seskuiterpen rantai
panjang, memperkuat bilayer, kemungkinan berorientasi bersama lipid
samping stratum korneum. Bukti Spektroskopi juga menyarankan
bahwa, seperti Azone dan asam oleat, terpen bias memisahkan domain
dalam lipid stratum korneum (Walker and Smith, 1995).

n. Fosfolipid
Banyak penelitian telah mempekerjakan fosfolipid sebagai vesikel
(liposom) untuk membawa obat ke dalam dan melalui manusia kulit.
Namun, beberapa studi telah menggunakan fosfolipid dalam bentuk
non-vesikuler sebagai penetrasi enhancer. Sebagai contoh, teofilin
telah ditingkatkan melalui kulit tikus berbulu oleh pospatidilcholin
1%- pada PG, konsentrasi di mana liposom tidak akan terbentuk.
Demikian pula, fluks indometasin ditingkatkan melalui kulit tikus oleh
fosfolipid yang sama dan fosfolipid kacang kedelai dihidrogenasi telah
dilaporkan untuk meningkatkan permeasi diklofenak melalui kulit
tikus secara in vivo. Tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa
fosfolipid berinteraksi langsung dengan pembungkus stratum
corneum, meskipun ini mungkin dipertimbangkan sifat dan struktur-
fisika-kimia. Namun, fosfolipid dapat menutup permukaan kulit dan
dengan demikian dapat meningkatkan hidrasi jaringan, sehingga dapat
meningkatkan permeasi obat. Ketika diterapkan pada stratum korneum
sebagai vesikel, fosfolipid dapat sekering seperti lipid stratum
korneum. Ini membebaskan struktur permeant ke vehikel di mana obat
mungkin kurang larut dan karenanya aktivitas termodinamika bisa
dinaikkan dengan pengiriman obat (Walker and Smith, 1995).

o. Pelarut pada konsentrasi tinggi


Selain aktivitas penetrasi enhancers dalam domain iterseluler,
perlarut poten tingkat tinggi mungkin memiliki efek yang lebih
drastic. Mereka dapat merusak desmosom dan protein seperti
jembatan, yang mengarah ke fissuring dari interseluler lipid dan
pemecahan squames stratum korneum. Pelarut dapat memasukkan
korneosit tersebut, sehingga mengganggu keratin dan bahkan
membentuk vakuola (Walker and Smith, 1995).

p. Intervensi metabolik
Pendekatan yang lebih intervensionis pada peningkatan penetrasi
diusulkan oleh Elias et al.). Strategi yang mengganggu salah satu atau
semua proses sintesis, perakitan, sekresi, aktivasi, pemrosesan, atau
assembling/disasembling membran pipih ekstraseluler, bisa
mempromosikan permeasi sebagai pengubah barier homeostasis.
Konsep mengganggu barier homeostasis dalam skala waktu yang
relatif lama menimbulkan segudang pertimbangan klinis (Walker and
Smith, 1995).

q. Umum
Penetrasi kimia enhancer memungkinkan mengubah potensi
pelarut dari lapisan corneum yang, mungkin menyediakan suatu
daerah yang lebih besar afinitasnya untuk permeant sehingga
memberikan potensi yang lebih besar untuk mempartisikan obat ke
dalam kulit.
Kelarutan enhancer dalam permeant di enhamcer yang
dimodifikasi dalam stratum corneum, bisa memfasilitasi translokasi
obat.
Banyak penetrasi enhancer beroperasi dengan gangguan dari lipid
antar matriks stratum korneum, baik oleh peningkatan medium
fluiditas sehingga memfasilitasi difusi obat atau dengan pembentukan
dari alternate domains dalam struktur bilayer. Mekanisme ini
memungkinkan operasi secara simultan dan dengan demikian dapat
meningkatkan permeant transdermal secara terus-menerus lebih besar
daripada jika mekanisme masing-masing operasi sendiri (Walker and
Smith, 1995).

2. Enhancer Fisik
a. Iontophoresis,
 suatu teknik yang membutuhkan lipatan suatu arus listrik kecil di
kulit, telah digunakan untuk memberikan molekul obat yang
terionisasi dan peptida pada tingkat yang lebih cepat daripada pada
normal.
 Mekanisme molekul yang dipaksa kedalam stratum korneum
karena ditolak dari polaritas elektroda yang sama.
 Keuntungannya adalah bahwa permeant secara terus menerus bisa
secara efektif dikendalikan oleh perubahan arus, sehingga dapat
digunakan sebagai terapi untuk kondisi tertentu.
 Alterasi dari permeabilitas kulit tergantung pada iontoforetik
setelah penghentian, setelah yang fungsi penghalang kembali ke
keadaan normal. Hal ini menyatakan bahwa perubahan fisik kulit
atau lapisan corneum dibandingkan dengan kekuatan elektrostatik
sendiri adalah berhubungan dengan penetasi yang ditingkatkan dari
penghalang kulit (Walker and Smith, 1995).

b. Fonoforesis
 Sebuah alternatif untuk iontophoresis adalah USG, atau
penggunaan phonophoresis, untuk meningkatkan permeabilitas
kulit untuk molekul obat
 Mekanisme yang tepat dengan phonophoresis tidak diketahui,
dimana mekanisme tersebut dianggap mengurangi potensial
penghalang, tetapi mungkin terjadi peningkatan fluiditas domain
penghalang dan energi kinetik dari molekul permeant sebagai hasil
dari konversi energi gelombang untuk energi mekanik, dan panas
dalam stratum corneum.
 Penggunaan phonophoresis dapat merusak struktur kulit jika
aplikasi frekuensi dan intensitas komprehensif (Walker and Smith,
1995).

BAB III
KESIMPULAN

1. Rute transdermal lebih efektif untuk pengiriman obat secara sistemik,


terutama jika permeant kurang diserap melalui portal kulit, penetrasi enhancer
dari beberapa bentuk yang diperlukan.
2. Peran peningkat penetrasi adalah reversibel yaitu mengubah sifat penghalang
dari kulit dengan meningkatkan fluiditas dari struktur membran atau dengan
memfasilitasi kelarutan obat dalam kulit atau pengiriman fisik ke vascula
dengan menggunakan salah satu dari beberapa metode, seperti electrostatic
repulsion atau ultrasonic waves, yang mungkin digunakan untuk
meningkatkan penetrasi obat.
3. Beragam kelas obat yang akan dikirimkan melalui rute transdermal sebagian
besar akan memerlukan tambahan substan enhancer karena pada umumnya
memiliki intrinsik difusivitas yang rendah.
4. Eksipien memiliki peran penting pada formula topikal oleh karenanya, telah
ditetapkan untuk masa mendatang.
5. Sulit untuk memilih secara rasional penetrasi enhancer untuk memberikan
permeant diberikan. Potensi penetrasi enhancer tampak pada obat tertentu,
atau baik menjadi prediktif untuk serangkaian permeant yang mirip sifat
fisika-kimia (seperti serupa koefisien partisi, berat molekul dan solubilitias).
Beberapa kecenderungan umum yang luas yang jelas, seperti penggunaan
monoterpen hidrokarbon untuk lipofilik permeant, namun tingkat peningkatan
untuk agen ini tidak dapat diprediksi.
6. Perangkat tambahan penetrasi melalui kulit binatang, dan kulit binatang
pengerat pada khususnya, umumnya jauh lebih besar dari yang diperoleh pada
kulit manusia.
7. Penetrasi enhancer cenderung bekerja dengan baik dengan pelarut seperti PG
atau etanol. efek sinergis yang ditemukan antara enhancer seperti Azone,
asam oleat (dan asam lemak lain) dan terpen dengan PG.
8. Mekanisme Peningkatan Potensi aksi adalah bervariasi, dan dapat berkisar
dari efek langsung pada modifikasi formulasi pada kulit. Dengan demikian,
langsung bertindak pada kulit, enhancer dapat:
9. Banyak bahan kimia yang dijelaskan di atas digunakan untuk alternatif dalam
preparasi sediaan topikal dan transdermal. Misalnya, persiapan topical bisa
mengandung PG sebagai pengirim, surfaktan untuk solubilis obat dan terpen
sebagai material pewangi. Khasiat beberapa preparasi topical mungkin karena
peningkatan penetrasi jenis agen.

DAFTAR PUSTAKA

Barry BW, 1983. Dermatological formulation: percutaneous absorption. Marcel


Dekker, New York.
Barry BW, William AC. In: Swarbrick J (ed), Boylon JC. Encyclopedia of
pharmaceutical technology Vol II, Marcel Dekker: Inc new York 1995,
pp 49-93.
Barry BW, Southwell D, Woodford R. Optimization of bioavailability of topical
steroid: penetration enhancers under occulsion. J Invest Dermatol
1984; 82: 49-52.
Bennett SL, Barry BW, Woodford R. Optimization of bioavailability of topical
steroid: non –occluded penetration enhancers under thermodynamic
control. J Pharm Pharmacol 1984; 37: 294-304.
Cleary GW. In: Lange RS, Wise DL (eds). Medical application of controlled
release, CRC Press, Boca Raton, Florida, 1984, Vol I, pp 203-45.
Kanikkannan N, Kandimalla K, Lamba SS, Singh M. Structures activity
relationship of chemical penetration enhancers in transdermal drug
delivery. Current Medicinal Chemistry 1999; 6: 593-608.
Kligman AM. Topical pharmacology and toxicology of dimethylsulfoxide. J Am
Med Assoc. 1965; 193: 796-804.
Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L. 1986. The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy, Third edition, Philadelphia : Lea & Febiger.
Oerta RP.l. Protein conformational change induced in human stratum corneum by
organic sulphoxides: an infrared spectroscopic investigation.
Biopolymer 1997; 16: 2329-2345.
Prasetia, I Gusti Ngurah Jemmy Anton. 2007. Pengaruh Polimer Kombinasi
Polivinil Pirolidon (PVP) K-30 dan Etil selulosa (EC) N-22 Terhadap
Laju Pelepasan Piroksikam Dalam Sediaan Patch. Surabaya :
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Sari Kartika. 2007. Pengaruh Komposisi Polimer Hidroksil Propil Metil Selulosa
(HPMC) K15 dan Etil Selulosa (EC) N22 Terhadap Pelepasan
Piroksikam dari Basis Sediaan Patch. Surabaya : Fakultas Farmasi
Universitas Airlangga.
Singh PB, Choudhury PK. Penetration enhancers for transdermal drug delivery
of systemic agents. J PharmRes 2007; 6: 44-50.
Sinha, V.R and Kaur Maninder Paul. 2000. Permeation Enhancers For
Transdermal Drug Delivery. India : University Institute Of
Pharmaceutical Sciences, Panjab University.
Southwell D, Barry BW. Penetration enhancers for human skin: mode of action of
2-Pyrrolidone and dimethylformamide on partition and diffusion of
model compound water, n-alcohol and caffeine. J Invest Dermatol
1984; 82 :507-515.
Walker, Roderick B and Smith, Eric W. 1995. The Role of Percutaneous
Penetration Enhanncers. Grahamstown South Africa : School Of Pharmaceutical
Sciences, Rhodes University.

Anda mungkin juga menyukai