Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

PERCOBAAN V

ABSORBSI PERKUTAN OBAT

Disusun Oleh :
Kelompok I/5
Anggota Kelompok :
1. Eunike Ditafega C. P 1041411061
2. Ika Anggraini 1041411077
3. Friska Dyah Ayu K. 1041511072
4. Kiswati 1041511094
5. Laorensia Putri M. 1041511097
6. Bonita Murniati 1041611171

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

”YAYASAN PHARMASI”

SEMARANG

2017
PERCOBAAN V

ABSORBSI PERKUTAN OBAT

I. TUJUAN
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh absorbsi perkutan Asam Salisilat
dengan basis salep vaselin dan PEG.

II. DASAR TEORI


Penghantaran transdermal merupakan penggunaan obat secara topikal / kulit untuk tujuan
pengobatan sistemik.Jadi obat harus berdifusi menembus kulit dan sampai pada sirkulalsi
sistemik.

Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik pengaruh
fisik maupun pengaruh kimia: Kulit merupakan sawar fisiologik yang penting karena ia mampu
menahan penembusan bahan gas, cair maupun padat baik yang berasal dari lingkungan luar tubuh
maupun dari komponen organisme. Meskipun kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa
kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa obat stau bahan
berbahaya yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik, baik bersifat lokal maupun
sistemik.

Pada pengobatan lokal sering diperlukan penembusan zat aktif kedalam struktur kulit yang
lebih dalam.Hal ini penting bila konsentrasi dalam jaringan yang terletak di daerah pemakaian
harus cukup tinggi untuk mendapatkan efek yang dikehendaki.Sebaliknya penyerapan oleh
pembuluh darah harus sesedikit mungkin agar timbulnya efek sistemik dapat dihindari.

Pada penelitian efek sistemik, zat aktif harus masuk ke peredaran darah dan selanjutnya
dibawa ke jaringan yang kadang-kadang terletak jauh dari tempat pemakaian dan pada
konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek farmakologi.
TINJAUAN ANATOMI DAN FISIOLOGI

Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, menutupi seluruh permukaan
tubuh dan merupakan 5 % dari berat tubuh.Kulit sangat berperan dalam pengaturan suhu tubuh
dan mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta untuk mengeluarkan kotoran.

Kulit dibentuk dari 3 lapisan berbeda yang berurutan dari luar ke dalam yaitu lapisan
epidermis, lapisan dermis yang tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening, ujung-
ujung saraf dan laoisan iarinean di bawah kulit yang berlemak atau yang disebut hipodermis. Kulit
mempunyai aneksa, kelenjar keringat dan kelenjar sebum (glandula sebaceous) yang berasal dari
lapisan hipodermis atau dermis yang bermuara pada permukaan yang membentuk daerali yang tidak
berkesinambungan pada epidermis . (Yandi Sukri. 2002 : 85-88)

Lapisan tanduk  epidermis


epidermis malfigi
dermis

selubung
luar berepitel
kelenjar sebasea selubung
dalam epitel

rambut

rambut akar dan


aneksanya

Gambar 1 : Penampang kulit dan aneksanya


1. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan epitel, tebal rata-rata 200 mm. dengan sel-sel yang
berdeferensiasi bertahap dari bagian yang lebrh dalam menuju ke permukaan dengan proses
keratinisasi. Epidermis dibedakan atas 2 bagian : lapisan malfigi yang hidup, menempel pada
dermis, dan lapisan tanduk yang tersusun atas sekumpulan sel-sel mati yang mengalami keratinisasi
(Gambar 2).

Lapisan tanduk

Lapisan bening

(stratum lucidum)

Lapisan butir

(stratum granulosum) Lapisan tanduk

Lapisan Laju

(stratum spinosum)

Lapisan benih

(stratum basale)

Gambar 2 : Gambar skematik tahap perubahan sel epidermis

a. Sel Malfigi
Lapisan dasar atau stratum genninativum tersusun atas deretan sel unik berbentuk
kubus dengan sisi 6//m yangsalingbehimpitansatu dengan lainnya dan terletak di atas
membran basal, terpisah dari dermis oleh epidermis. Lapisan sel-sel ini merupakan pusat
kegiatan metabolik yang mengendalikan pembelahan sel dan pembentukan sel-sel sub-
junction lainnya.

Selama perubahan, sel-sel malfigi membuat dua elemen spesifik yaitu senyawa
protein alami : tonofibril, granul keratohialin, atau senyawa lipida : lembaran Odland.
Tonofibril merupakan benang protein yang miskin belerang, tergabung membentuk
serabut dengan diameter sekitar 100 A. Sebagian serabut tersebut melekat pada dinding sel
pada bagian desmosom, yang lainnya bebas dalam sitoplasma. Berbeda dengan tonofibril,
granul keratohialin merupakan protein amorf yang kaya akan belerang. Granul lipida
ternyata lebih kecil dibandingkan dengan sel-sel yang menyusun keratohialin, dan hal ini
telah dibuktikan.Sel-sel tersebut lebih sering disebut lembaran Odland atau "membran
granul bersalut". Lembaran tersebut dipenuhi oleh lipida yang tersusun atas lapisan
rangkap 2 (dua) yang merupakan helaian dengan tebal 20 A dikelompokkan dan diberi
nama berdasarkan struktur mikroskopik membran seluler atau myelin. Secara skematik sel
tanduk dan berbagai perubahan kimia senyawa penyusunannya dapat dilihat pada (Gambar
3).

Kontak antara sel epidermis berkelok-kelok.Besar ruang antar sel beragam,


diselubungi oleh semen yang terdiri atas glukosaminoglikan, tetapi dapat melewatkan
senyawa-senyawa nutritif mulai dari dermis melintasi epidermis yang tidak berpembuluh
darah.Ikatan antar sel terutama ditentukan oleh desmosoma yang tampak sebagai membran
rangkap dan tebal serta saling berhadapan.

Pada akhir diferensiasi sel mukus malfigi yang berlendir, lembaran Odland
bergeser menuju perifer dan mengosongkan isinya melalui eksositosis dalam ruang seluler
yang berisi lembaran lipida, yang sejajar dengan membran.Pada tahap ini terbentuk sawar
difusi terhadap air dan senyawa-senyawa yang larut dalam air.

b. Lapisan Tanduk (Stratum corneum)


Pada tahap akhir perubahan, sel-sel akan mati dan berubah menjadi sel tanduk.
Enzim lisosom terlepas, terurai menjadi bagian-bagian sel kecuali tonofibril dan
keratohialin. Sebagian dari lipida, zat hasil hidrolisa dan metabolit yang larut dalam air
tetap berada dalam sel. Protein globuler dari granul keratohialin dibebaskan, menyusun diri
di sekitar serabut keratin α, menghasilkan gabungan tonofibril dan membentuk beberapa
ikatan belerang dan kemudian saling bergabung, dengan sejumlah ikatan sejenis.
Selanjutnya secara keseluruhan membentuk anyaman protein yang tidak larut, sangat liat
dan kompak.Dalam swaktu yang sama terjadi penebalan membran oleh timbunan
kompleks glusido-lipido-protein pada permukaan bagian dalam.

Dari analisis kimia terbukti bahwa membran yang merupakan 5% dari sel tanduk
(stratum corneum) merupakan elemen pelindung yang paling efisien.Membran tersebut
tahan terhadap bahan reduktor keratolitik, scbagian besar protease, senyawa-senyawa
alkali dan senyawa-senyawa asam.Kelahanan ini tidak hanya disebabkan oleh adanya
jembatan disulfida, tetapi juga oleh ikatan kovalen antar molekul yang belum banyak
diketahui.Serat keratin α yang menyusun 50% lapisan tanduk, dan bersifat inert. Serat
keratin tersebut dilindungi oleh senyawa amorf berdaya tahan tinggi dan sangat kaya akan
ikatan disulfida, senyawa tersebut hanya dapat dirusak oleh bahan reduktor, basa dan asam
pekat.

Senyawa yang larut dalam air (urea, asam organik, asam amino) yang terdapat pada
bagian dalam sel tanduk mempunyai sifat higroskopis sedemikian rupa, sehingga sel
tersebut mampu menahan air yang berasal dari keringat atau lingkungan luar. Pembasahan
terjadi perlahan secara osmose melalui lipida interseluler. Air mutlak diperlukan untuk
menjaga sifal mekanik lapisan tanduk. Pada keadaan normal ia mengandung air 10-20%.

Lipida yang terdapat dalam lapisan landuk {stratum comcum) merupakan 7-9% dari
berat jaringan keseluruhan dan terutama terdiri atas asam lemak bebas atau esternya,
fosfolipida, skualen dan kolesterol.Berbagai kandungan tersebut dapat teremulsikan
dengan air.
Lembaran Odland desmosom

Lembaran lipida sisa desmosom

Filament keratin matriks membrane skualet

Tonofilamen keratohialin

Gambur 3 : Strukiur skematik sel landuk dan penibahaii kimia balian penyusunnya.(Aiache J.M.
1993: 444-448)

2. Dermis dan Hipodermis

Dermis merupakan jaringan penyangga yang berserat dengan ketebalan rata-rata 3-5 mm,
peranan utamanya adalah sebagai pemberi nutrisi pada epidermis.Hipodermis dan jaringan penyangga
kendor, mengandung sejumlah kelenjar lemak dan juga mengandung glomerulus kelenjar keringat.

3. Aneksa Kulit

Aneksa kulit terdiri atas sistem polisebasea dan kelenjar sudoripori.Setiap bulu membentuk
selubung luar bulu tersebut.Bagian yang paling dalam, tertanam oleh akar pada sebuah papila dari
jaringan penyangga dermik yang mempunyai yang mempunyai banyak pembuluh darah.Selubung
epitel bagian dalam mengelilingi rambut mulai dari akarnya sampai di tempat yang berhubungan
dengan kelenjar sebasea.Pada umumnya kelenjar sebasea,menempel pada folikel rambut, kecuali
pada beberapa daerah yang berbulu jarang dan terletak pada jarak sekitar 500 mm dari permukaan
kulit.
Bulu rambut

epidermis

kelenjar sebasea
kelenjar sudoripori ekrin

folikel rambut

kelenjar sudoripori apokrin

Gambar 4. Aneksa Kulit

ABSORPSI OBAT PERKUTAN

Absorpsi perkutan dapat didefinisikan sebagai absorpsi obat kedalam stratum corneum
(lapisan tanduk) dan berlanjut obat menembus lapisan dibawahnya serta akhirnya obat masuk dalan
sirkulasi darah.

Kulit merupakan perintang yang efektif terhadap penetrasi perkutan obat atau senyawa
eksternal.Absorpsi obat perkutan dipengaruhi oleh sifat fisikokimia obat dan pembawa serta kondiis
kulit.Pada pemakaian obat secara topikal, obat berdifusi dalam pembawanya dan kontak dengan
permukaan kulit (stratum korneur dan sebrum) serta obat selanjutnya menembus epidermis.

Penetrasi obat melalui kulit dapat terjadi dengan 2 cara :

1. Rute transepidermal, yaitu difusi obat menembus stratum korneum


2. Rute transfolikular, yaitu difusi obat melewati pori kelenjar keringat dan sebum
Proses absorpsi perkutan terdiri atas tahap-tahap partisi obat ke dalam stratum korneum dan
sebum.Rute yang merupakan rute penting adalah rute transepidermal sebab permukaan epidermis
mempunyai luas beberapa kali luas dari rute transfolikular.

TEORI DIFUSI PADA ABSORPSI PERKUTAN

Sebelum obat dapat memberikan efek, obat perlu dilepaskan dari basisnya. Setelah obat
kontak dengan stratum korneum maka obat akan menembus epidermis dan masuk ke dalam sirkulasi
sistemik secara difusi pasif. Laju absorpsi melintasi kulit tidak segera tunak, tetapi selalu teramati
adanya waktu laten T1.

Bila keseimbangan dicapai, jumlah senyawa yang meninggalkan membrane permukaan dermik
adalah sama dengan senyawa yang menembus lapisan epidermis, dalam hai ini difusi, mengikuti
hukum Fick.

𝑑𝑄
= 𝐾𝑝. 𝑆. (𝐶1 − 𝐶2 )
𝑑𝑡

Kp = tetapan permeabilitas

S = luas permukaan membran

C1 – C2 = perbedaan konsentrasi pada kedua sisi membran

Tetapan permeabilitas Kp mencerminkan kemampuan menembus suatu senyawa melintasi


suatu membran tertentu, semakin tinggi nilai tetapan tersebut maka kemampuannya semakin nyata.
Tetapan permeabilitas suatu senyawa yang berdifusi ke dalam semua lapisan kulit merupakan
jumlah dari beberapa tetapan Kc, Ke, Kd yang berurutan merupakan tetapan permeabilitas molekul
dalam lapisan :tanduk, epidermis malfigi dan dermis.(Yandi Sukri. 2002: 88-93)

Faktor – faktor yang mempengaruhi penyerapan perkutan ada 2 yaitu faktor fisiologik dan faktor
fisiko-kimia.Faktor fisiologik meliputi :

1. Keadaan dan umur kulit


Pada keadaan patalogis yang ditandai dengan perubahan sel – sel tanduk (stratum
korneum) : dermatosis dengan eksim, psiorasis,dermatosis seborheik, maka permeabilitas
kulit akan meningkat. Hal ini dibuktikan dengan kadar hidrokortison yang melintasi kulit
akan berkurang bila lapisan sel tanduk berjamur dan akan meningkat pada kulit yang
eritematosis. Selain itu permeabilitas kulit juga dipengaruhi oleh usia, kulit anak – anak
lebih permeabilitas dibandingkan dengan kulit orang dewasa.

1. Aliran darah
Pada sebagian besar obat – obatan, lapisan tanduk merupakan faktor penentu
pada proses penyerapan dandebit darah selalu cukup untuk menyebabkan senyawa
menyetarakan diri dalam perjalanannya. Namun bila kulit luka atau bila zat aktif
digunakan secara ionoforesis menjadi faktor yang menentukan.

2. Tempat pengolesan
Jumlah molekul yang sama akan berbeda tergantung pada tempat pengolesan
.karena adanya perbedaan ketebalan. Perbedaan ketebalan terutama disebabkan
ketebalan lapisan tanduk (stratum korneum) berbeda pada setiap bagian tubuh.

3. Kelembaban dan suhu


Kelembaban dapat mengembangkan lapisan tanduk dengan pengurangan bobot
jenisnya atau tahanan difusi. Secara in vivo , suhu kulit yang dipengaruhi.

Faktor fisiko-kimia meliputi :

1. Tetapan difusi
Tetapan difusi suatu membran berkaitan dengan tahanan yang menunjukan keadaan
perpindahan. Senyawa dengan bobot molekul rendah akan berdifusi lebih cepat daripada
senyawa dengan bobot molekul yang tinggi, paling tidak karena membentuk ikatan
konstituen membran. Pada keadaan tersebut maka jumlah yang diserap berbanding terbalik
dengan bobt molekul.

2. Konsentrasi zat aktif


Umumnya, jumlah obat yang diabsorpsi secara perkutan per unit luas permukaan
per satuan waktu akan meningkat, bila kosentrasi obat pada sistem penghantaran obat
transdermal ditambah.
3. Koefisien partisi
Harga koefisien partisi obat yang tergantung dari kelarutannya dalam air dan
minyak. Harga ini menentukan laju perpindahan melewati daerah absorbsi. Koefisien
partisi dapat diubah dengan memodifikasi gugus kimia dalam struktur obat dan variasi
pembawa(Aiache, J.M, 1993 : 458-464)

Gambaran skematik berbagai tahap difusi zat aktif ke dalam lapisan kulit

Pelarutan zat aktif

Difusi zat aktif dari pembawa ke


permukaan kulit

Lintasan transepidermal Lintasan transfolikuler

Koefisien partisi pembawa- Koefisien partisi pembawa-


lapisan tanduk sebum

Difusi melintasi matriks Difusi melintasi lipid dalam


protido- lipida lapisan kelenjar sebasea
stratum corneum

Koefisien partisi terhadap


epidermis malfigi

Difusi ke dalam lapisan


epidermis hidup
(James,1982:88)

Difusi ke struktur dermis

Difusi melintasi dinding


pembuluh darah dan
SIFAT FISIKA KIMIA BAHAN

1. Asam Salisilat (Salicylic Acid)


Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5 % dan tidak lebih dari 101,0 %
C7H6O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian : hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur
halus putih, rasa agak manis, tajam, dan stabil di udara. Bentuk
sintesis warna putih dan tidak berbau.

Kelarutan : sukar larut dalam air dan dalam benzene, mudah larut dalam etanol
dan dalam eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam
kloroform.

Jarak lebur : antara 158o dan 161o .

Penggunaan : asam salisilat digunakan topical untuk efek keratolitik pada


dermatitis di tubuh dan kulit kepala, penyakit kulit yang kronis,
ketombe, dan penyakit kulit lainnya.

Stabilitas : asam salisilat harus disimpan pada wadah tertutup pada suhu 15o –
30o C.

(Parrot,1971:98)

2. Polietilenglikol
Polietilenglikol 400 adalah polietilenglikol, H(O-CH2- CH2) nOH, harga n antara 8,2
dan 9,1

Kelarutan : larut dalam air, dalam etanol 95 %, dalam acetone P, galam glikol
laim dan dalam hidrokarbon aromatic; praktis tidak larut dalam eter
P dan dalam hidrokarbon alifatik.

Suhu beku : 4o – 8o C; suhu beku diperoleh dari harga rata-rata 4 pembacaan suhu
beku yang terletak dalam batas 0-4oC

Bobot jenis : 1, 110 sampai 1,140


Kekentalan : 6,8 cS sampai 8,0 cS pada suhu 2100F, dinyatakan sebagai
kekentalan kinematik

Penggunaan : Zat Tambahan

3. Vaselin
Vaselin kuning adalah campuran hidrokarbon setengah padat, yang diperoleh dari
minyak mineral

Pemerian : Massa lunak, lengket, bening, kunin muda sampai kuning, sifat ini
tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan mendidih tanpa diaduk.
Berflouresensi lemah, juga jika dicairkan; tidak brbau; hamper tidak
berasaih, tidak berwarna, tidak berbau, cairan higroskopis, rasa
manis.

Jarak lebur : 380 - 560

Serapan UV : Serapan – 1 cm larutan 0,05 %b/v dalam trimetilpentana P pada 290


nm, tidak lebih dari 0,75

Penggunaan : Zat Tambahan

(Depkes RI, 1979:68)


III. ALAT DAN BAHAN
ALAT :

1. Mikropipet
2. Sentrifuge
3. Tabung sentrifuge
4. Almunium foil
5. Kasa
6. Beaker glas
7. Tabung reaksi
8. Pipet volume
9. Scalpel

BAHAN

1. Baku Asam Salisilat 5. Salep asam salisilat


2. Heparin
3. Pereaksi Tinder
4. Hewan uji : Kelinci

IV. SKEMA KERJA


A. Pembakuan larutan stok Asam salisilat

Ditimbang Asam Salisilat 50 mg

+ 5ml etanol, dilarutkan dengan


aquadest dilabu takar 50,0 ml
(1000 ppm)

Diambil larutan 10,0ml di ad dilabu takar ad 100 ml (100ppm)


B. Pembuatan Kurva Baku

500 μg darah + heparin

ditambah Larutan stok asam salisilat


kadar,0μg/ml 2μg/ml, 4 μg/ml,
8μg/ml,12μg/ml,16μg/ml.

+ 4,5 pereaksi tinder, vortex, sentrifuge


15’, 2500 rpm

Diambil 1,0 ml beningan + 3 ml


aquadest

Dibaca absorbansi pada panjang gelombang maksimal

Analisis Data absobansi

C. Penetapan panjang gelombang maksimum

Deret baku konsentrasi tengah (8μg/ml)

Diukur abs. pada spektrometer

Diperoleh panjang gelombang maksimum


D. Pengambilan sampel darah( blangko)

Darah diambil dari vena bagian belakang telinga kelinci


sebanyak 500µl masukkan efendrof diberi heparin

Ditambah 4,5 ml pereaksi tinder,


vortex

disentrifuge 15’ , 2500rpm

diambil 1,0 ml beningan

+ 3,0 ml aquadest

Konsentrasi obat didalam campuran, ditentukan


dengan spektrofotometer

E. Perlakuan pada kelinci

Kelinci diukur bulunya pada bagian punggung


seluas 20 cm², p = 5 cm, l = 4 cm

Dioleskan salep asam salisilat dengan basis


vaselin dan basis PEG sebanyak 2 gram

Salep ditutup dengan aluminium foil dan


dibalut dengan kasa

Diambil sampel darah pada menit ke 0, 10, 30,


45, 60, 90, 120 dan 150.

Ditentukan konsentrasi asam salisilat pada


plasma seperti nomor c

Hasil percobaan diatas di analisis AUC,


hubungan antara cp vs t
V. PERHITUNGAN DAN DATA PENGAMATAN
1. Penimbangan Larutan stok asam salisilat
Kertas + zat = 0,7551 gram
kertas + sisa = 0,5054 gram
zat = 0,2497 gram
= 249,7 mg
Konsentrasi larutan stok = 249,7 mg/0,05 L = 4994 ppm

2. Deret Baku

Kadar Koreksi kadar


V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 5000 µg/ml = 500 µl. 250 µg/ml 25 µl. 4994 µg/ml = 500 µl. C2
V1 = 25 µl (stok) C2 = 249,7 µg/ml
+ 475 µl darah
V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 5000 µg/ml = 500 µl. 500 µg/ml 50 µl. 4994 µg/ml = 500 µl. C2
V1 = 50 µl (stok) C2 = 499,4 µg/ml
+ 450 µl darah
V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 5000 µg/ml = 500 µl. 750 µg/ml 75 µl. 4994 µg/ml= 500 µl. C2
V1 = 75 µl (stok) C2 = 749,1 µg/ml
+ 425 µl darah
V1. C1 = V2. C2
V1. C1 = V2. C2
V1. 5000 µg/ml = 500 µl. 1000 µg/ml
100 µl. 4994 µg/ml = 500 µl. C2
V1 = 100 µl (stok)
C2 = 998,8 µg/ml
+ 400 µl darah

V1. C1 = V2. C2
V1. C1 = V2. C2
V1. 5000 µg/ml = 500 µl. 1250 µg/ml
125 µl. 4994 µg/ml = 500 µl. C2
V1 = 125 µl (stok)
C2 = 1248,5 µg/ml
+ 375 µl darah
3. Absorbansi baku Asam salisilat

Konsentrasi Absorbansi
a = 0,0687
(ppm)
0 0,000 b = 6,9970 x 10-4
249,7 0,301
r = 0,9877
499,4 0,477
749,1 0,556 y = a + bx
998,8 0,778
1248,5 0,921 y = 0,0687 + 6,9970.10-4x

Kurva Konsentrasi vs Absorbansi

Konsentrasi vs Abs
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 249.7 499.4 749.1 998.8 1248.5
4. Data Absorbansi Sampel Salep Asam Salisilat kelompok 2 dan 5

Waktu Absorbansi Salep Basis Absorbansi Salep


(menit) PEG Basis Vaselin

0 0,004 0,010

10 0.194 0,497

20 0,453 0,498

30 0,424 0,213

45 0,487 0,360

60 0.411 0,292

90 0,457 0,509

120 0,519 0,484

5. Perhitungan Cp dan AUC


 Kelompok 5 Salep Basis PEG
T Absorbansi Cp ( Ln Cp Cp’ Cp res Ln Cp
(menit) µg/ml) res
0 0,004 -92,4682 -4,5269

10 0.194 179,0767 5,1878 387,8556 208,7789 5,3413

20 0,453 637,6018 6,4577 405,9919 231,6099 5,4450

30 0,424 507,7890 6,2300 424,9762 82,8128 4,4166

45 0,487 597,8276 6,3627


60 0.411 489,2096 6,1928

90 0,457 554,9521 6,3189

120 0,519 643,5615 6,4670

 Perhitungan Cp
y = 0,0687 + 6,9970.10-4x
 Regresi fase eliminasi t vs ln cp
a = 5,9149 Kel = -4,57x10-3
b = 4,57x10-3
r = 0,9989
0,693 0,693
 Perhitungan t ½ eliminasi = = −4,57x10−3 = -151,64 menit
𝑘

 Perhitungan AUC

179,0767+(−92,4682)µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶010 = x (10-0) menit = 433,0425 µg menit/ml
2

20 637,6018+179,0767µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶10 = x (20-10) menit = 4083,3925 µg menit/ml
2

30 507,7890+637,6018µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶20 = 2
x (30-20) menit = 5726,9540 µg menit/ml

45 597,8276+507,7890µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶30 = x (45-30) menit =8292,1245 µg menit/ml
2

60 489,2096+597,8276µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶45 = x (60-45) menit =8152,7790 µg menit/ml
2

90 554,9521+489,2096µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶60 = x (90-60) menit = 15662,4255 µg menit/ml
2

120 643,5615+554,9521µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶90 = x (120-90) menit = 17977,7040 µg menit/ml
2

𝐶𝑃 120 17977,7040
AUC ∞ = = −4,57x10−3 = -3933852,079 µg menit/ml
𝐾𝑒𝑙
AUC total = -3873523,656 µg menit/ml

 Regresi fase absorbsi t vs ln cp res


a =5,9923 Ka = 0,0462
b = -0,046235
r = 0,8166

 Permeabilitas Membran (Kp)


𝐷𝑄
= 𝐾𝑝. 𝑆 (𝐶2 − 𝐶1)
𝐷𝑡
𝐷𝑄
= 𝐾𝑎
𝐷𝑡
Ka = Kp.S (C2-C1)
𝐾𝑎
Kp = 𝑆.(𝐶2−𝐶1)
0,0462
Kp = = 0,0462
20.5%

Kurva t vs ln Cp

t vs Ln Cp
7
6
5
4
3
2
1
0
10 20 30 45 60 90 120
 Kelompok 2 Salep Basis Vaselin
T (menit) Absorbansi Cp ( µg/ml) Ln Cp Cp’ Cp res Ln Cp res
0 0,010 -83,8931 -4,4295

10 0,497 612,1195 6,4169 215,1639 396,9556 5,9838

20 0,498 613,5487 6,4192 238,6067 374,9419 5,9268

30 0,213 206,2312 5,3289 264,6037 58,3725 4,0668

45 0,360 416,3213 6,0314

60 0,292 319,1368 5,7656

90 0,509 629,2697 6,4445

120 0,484 593,5401 6,3861

 Perhitungan Cp
y = 0,0687 + 6,9970.10-4x
 Regresi fase eliminasi t vs ln cp
a = 5,2680 Kel = -0,0103
b = 0,0103
r = 0,8246
0,693 0,693
 Perhitungan t ½ eliminasi = = −0,0103 = -67,2815 menit
𝑘

 Perhitungan AUC

612,1195+(−83,8931)µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶010 = x (10-0) menit =2641,1320 µg menit/ml
2

20 613,5487+612,1195µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶10 = x (20-10) menit = 6128,3410 µg menit/ml
2

30 206,2312+613,5487µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶20 = 2
x (30-20) menit = 4098,8995 µg menit/ml
45 416,3213+206,2312µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶30 = x (45-30) menit =5006,6437 µg menit/ml
2

60 319,1368+416,3213µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶45 = x (60-45) menit =5515,9357 µg menit/ml
2

90 629,2697+319,1368µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶60 = x (90-60) menit = 14226,0975 µg menit/ml
2

120 593,5401+629,2697µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶90 = x (120-90) menit = 18342,147 µg menit/ml
2

𝐶𝑃 120 18342,147
AUC ∞ = = = -1780790,971 µg menit/ml
𝐾𝑒𝑙 −0,0103

AUC total =-1724831,082 µg menit/ml

 Regresi fase absorbsi t vs ln cp res


a = 7,2428 Ka = 0,09585
b = -0,09585
r = -0,8788

 Permeabilitas Membran (Kp)


𝐷𝑄
= 𝐾𝑝. 𝑆 (𝐶2 − 𝐶1)
𝐷𝑡
𝐷𝑄
= 𝐾𝑎
𝐷𝑡
Ka = Kp.S (C2-C1)
𝐾𝑎
Kp = 𝑆.(𝐶2−𝐶1)
0,09585
Kp = = 0,09585
20.5%
Kurva t vs ln Cp

t vs Ln Cp
7
6
5
4
3
2
1
0
10 20 30 45 60 90 120
VI. PEMBAHASAN

Absorpsi perkutan adalah masuknya molekul obat dari luar kulit ke dalam jaringan di bawah
kulit, kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah dengan mekanisme difusi pasif. Mengacu pada
Rothaman, penyerapan (absorpsi) perkutan merupakan gabungan fenomena penembusan suatu
senyawa dari lingkungan luar ke bagian kulit sebelah dalam dan fenomena penyerapan dari
struktur kulit ke dalam peredaran darah dan getah bening. Istilah perkutan menunjukkan bahwa
penembusan terjadi pada lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis
yang berbeda.

Absorbsi obat merupakan kemampuan obat untuk berpenetrasi melewati membran tempat
pemberian dan obat tersebut berada dalam bentuk yang tidak mengalami perubahan. Pada absorbsi
perkutan, sebelum obat mencapai kapiler, obat harus mampu melepaskan diri dari pembawa, larut
dalam cairan biologis, bagaimana permeabilitas zat tehadap stratum corneum, epidermis dan
dermis.Oleh sebab itu, absorbsi perkutan sangat dipengaruhi oleh sifat kimia zat aktif pembawa
(sifat basis salep), konsentrasi obat, luas permukaan yang dioles.Pada percobaan ini, konsentrasi
obat dan luas permukaan yang dioles dikondisikan sama.

Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perbedaan formulasi
dengan basis salep hidrofil dan hidrofob terhadap jumlah obat yang masuk dalam sirkulasi
sistemik, mengetahui bagaimana sifat dan pengaruh polaritas basis salep terhadap proses absorbsi
perkutan, dengan demikian dapat diketahui basis salep yang paling cepat dan optimal dalam
memberikan efek terapi. Adapun salep yang digunakan pada percobaan ini adalah Salep asam
salisilat (basis vaselin) dan Salep asam salisilat (basis PEG).

Karena bahan obat yang akan diukur absorbsi perkutannya adalah asam salisilat, maka
diperlukan penetapan kadar asam salisilat yang dapat masuk dalam peredaran darah (proses
absorpsi) menggunakan metode spektrofotometri. Metode spektrofotometri yang dipilih adalah
metode spektrofotometri ultraviolet karena sesuai dengan struktur molekul asam salisilat yang
memiliki gugus kromofor dan auksokrom:
Gugus Kromofor

Gugus Auksokrom

Gugus kromofor merupakan gugus yang mampu menyerap radiasi sinar ultraviolet,
sedangkan gugus auksokrom adalah gugus yang tidak menyerap radiasi sinar ultraviolet tetapi
dapat menggeser panjang gelombang maksimal.Gugus kromofor dari asam salisilat adalah ikatan
rangkap diena terkonjugasi pada cincin benzena yang mampu menyerap radiasi sinar ultraviolet
sedangkan gugus auksokrom adalah –OH yang menggeser panjang gelombang maksimal dari
asam salisilat.

Sebelum penetapan kadar asam salisilat, dilakukan penentuan panjang gelombang maksimal
dari asam salisilat dengan menggunakan baku tengah. Adapun alasan penetapan panjang
gelombang maksimal adalah :

 Pada panjang gelombang maksimal kepekaannya juga maksimal karena pada panjang
gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi
adalah yang paling besar.
 Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada
konsentrasi ini Hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
 Jika dilakukan pengukuran ulang, maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan
ulang panjang gelombang akan kecil sekali ketika digunakan panjang gelombang
maksimal.

Pada praktikum ini digunakan hewan uji berupa kelinci. Pemillihan kelinci sebagai hewan
uji karena vena tempat pengambilan darah mudah dicari dan terlihat, serta kelinci mempunyai
struktur kulit yang hampir sama dengan struktur kulit manusia dan mempunyai luas permukaan
yang besar.Adapun pengujian dilakukan dengan mencukur bulu pada kelinci hingga didapat
lapisan epidermisnya dengan luas permukaan 20 cm2 (panjang 5 cm dan lebar 4 cm). Luas
permukaan bagian yang dicukur harus seragam karena akan mempengaruhi absopsi perkutan dari
asam salisilat.

Setelah seluruh bulu pada kelinci dicukur, selanjutnya dioleskan 2 gram salep asam salisilat
dengan basis vaselin dan PEG. Proses pencukuran bulu pada kelinci harus hati-hati karena jika
terdapat luka akan mempengaruhi absorpsi asam salisilat. Sebab dengan kulit yang luka, asam
salisilat akan lebih mudah menembus lapisan stratum korneum akibat terjadinya kerusakan pada
epidermis kulit sehingga jumlah asam salisilat yang terabsorpsi lebih banyak dan tidak
mencerminkan kemampuan absorpsi asam salisilat pada basis vaselin dan PEG.

Setelah dioleskan salep, pada bagian tersebut ditutup dengan aluminium foil dan dibalut
dengan kain kassa. Fungsi penutupan dengan alumunium foil dan dibalut dengan dengan kain kasa
adalah untuk meningkatkan permeabilitas stratum korneum dan keadaan hidratasi karena suhu
permukaan kulit meningkat yang mengakibatkan pori-pori akan melebar sehingga obat akan
terserap dengan lebih mudah.

Untuk basis pada kelompok 1 sampai 3 menggunakan salep asam salisilat dengan basis
vaselin . Vaselin merupakan basis salep golongan hidrokarbon. Sifat minyak yang dominan pada
basis hidrokarbon menyebabkan basis ini sulit tercuci oleh air dan tidak terabsorbsi oleh kulit.
Namun sifat minyak yang hampir anhidrat juga menguntungkan karena memberikan kestabilan
optimum pada beberapa zat aktif seperti antibiotik dan dapat mempertahankan obat pada kulit
dalam kondisi yang relatif lebih lama . Vaselin juga menyerap atau mengabsorbsi sedikit air dari
formulasi serta menghambat hilangnya kandungan air dari sel-sel kulit dengan membentuk lapisan
film yang waterproff. Vaselin juga mampu meningkatkan hidrasi pada kulit.

Sifat-sifat tersebut sangat menguntungkan karena mampu mempertahankan kelembaban


kulit sehingga basis ini juga memiliki sifat moisturizer dan emollient. Kelembaban dapat
mengembangkan lapisan tanduk. Sehingga asam salisilat akan lebih mudah terpenetrasi ke dalam
lapisan epidermis, karena sebagian komponen membrane merupakan lipid, asam salisilat yang
bersifat non polar akan mudah larut dalam lipid dan dapat berdifusi ke dalam lapisan epidermis
dan masuk dalam sirkulasi sistemik.
Untuk Kelompok 4 sampai 6 menggunakan salep asam salisilat dengan basis PEG yang
bersifat hidrofilik yang tersusun dari gugus polar dan ikatan eter yang banyak, dan sifatnya larut
dalam air, dapat dicuci sehingga nyaman setelah pemakaian, dan tidak mengiritasi yakni campuran
PEG (polietilen glikol) 4000 yang berwujud cair dan PEG (polietilen glikol)4000 yang berwujud
padat. Salep yang baik dapat dibentuk dengan komposisi PEG dengan BM tinggi dan BM rendah.
Basis salep hidrofil memiliki kandungan air yang dapat menghidrasi kulit untuk mempermudah
penetrasi bahan obat.

Langkah pertama yang dilakukan Pengambilan sampel darah dimulai pada t ke-0, 10, 20,
30, 40, 45, 60, 90, dan 120 menit di mana masing-masing darah diambil 2 ml kemudian
disentrifuge 15 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Selanjutnya, diambil plasma darahnya 1,0 ml
ditambah 4,5 ml pereaksi tinder dan ditambah divortex, disentrifuse 15 menit dengan kecepatan
2500 rpm. Penambahan pereaksi tinder digunakan agar pereaksi tinder dapat bereaksi dengan asam
salisilat membentuk warna yang bisa terbaca saat diukur absorbansinya pada spektrofotometer.
Tujuan di sentrifuge adalah untuk dalam memisahkan protein dari darah sehingga protein dalam
darah terendapkan dan diperoleh supernatannya.

Endapan akan terpisah pada bagian bawah dan pada supernatan terdapat cairan bening
yaitu plasma darah. Kemudian supernatannya diambil 2,0 ml dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Pengambilan supernatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengambil obat yang bebas
dari protein plasma karena obat yang terikat pada protein plasma tidak akan aktif secara
farmakologik menyebabkan data hasil pengamatan tidak valid. Plasma darah (beningan) yang
tersebut dibaca pada spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang maksimal 415,5 nm.
Data absorbansi diplotkan pada persamaan linier baku sehingga diketahui kadar asam salisilat yang
terabsorpsi dalam darah. Adapun persamaan kurva bakunya adalah y= 6,9970.10-4x + 0,0687

Salah satu parameter farmakokinetik yang menggambarkan konsentrasi obat dalam darah
adalah nilai AUC. AUC menunjukan banyaknya obat yang mencapai sirkulasi sistemik / darah.
Dengan mengetahui nilai AUC, maka dapat diketahui pula banyaknya obat yang berhasil melewati
stratum korneum dan lapisan epidermis. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh nilai AUC pada
berbagai waktu pencuplikannya. Untuk basis vaselin kelompok 2 didapat AUC total yaitu = -
1724831,082 μg/ml menit dan pada basis PEG kelompok 5 didapat AUC total adalah -
3873523,656 μg/mlmenit. Dari kedua nilai AUC tersebut menunjukkan bahwa nilai AUC basis
PEG lebih besar dari nilai AUC basis vaselin.

Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa vaselin merupakan pembawa yang hanya
bekerja lokal, dimana bahan obatnya tidak terabsobsi ke dalam kulit. Selain itu juga, sifat asam
salisilat yang hidrofobik (koefisen partisi oktanol/air =2.3) jika ditambah dengan basis vaselin
putih yang hidrofobik akan menyebabkan asam salisilat terikat kuat pada basis vaselin. Akibatnya
bahan obat sulit dilepaskan dan tidak terabsorpsi menembus kulit.Lain halnya dengan PEG yang
merupakan dasar salep serap, juga sifatnya sebagai enhancer dapat meningkatkan permeabilitas
asam salisilat menembus kulit karena mampu melunakkan lapisan stratum korneum dari epidermis
kulit. Bahan obat asam salisilat juga terikat lemah pada PEG karena sifatnya yang berlawanan,
yakni asam salisilat (hidrofobik) sedangkan PEG (hidrofilik) sehingga asam salisilat mudah
terlepas dari basis PEG dan dapat terabsorbsi masuk dalam sirkulasi darah.

Semakin kecil nilai AUC menunjukkan semakin baik sediaan tersebut untuk digunakan
secara topikal dengan khasiat keratolitik. Hal ini dikarenakan jumlah obat yang diabsorbsi ke
sirkulasi semakin kecil. Sehingga antara basis PEG dan vaselin, basis vaselin yang memiliki nilai
AUC yang lebih kecil artinya basis vaselin lebih cocok untuk sediaan topical asam salisilat.

Adapun nilai AUC yang diperoleh merupakan jumlah total obat yang terdapat dalam
plasma darah. Apabila bahan obat asam salisilat masuk kedalam sirkulasi sistemik akan
menyebabkan efek yakni iritasi pada jaringan tubuh, hal ini dikarenakan bentuk dari asam salisilat
yang berbentuk seperti jarum-jarum yang apabila masuk kedalam sirkulasi sistemik akan dapat
merusak organ yang dilewatinya sehingga keamanannya tidak terjamin. Berdasarkan nilai AUC
dari masing-masing basis vaselin dan PEG, maka yang tepat sebagai dasar salep perkutan adalah
vaselin karena bahan obat tidak diinginkan menembus kulit, hanya bekerja lokal pada lapisan
stratum korneum yakni menipiskan lapisan stratum korneum tersebut tanpa menembus kulit
(keratolitik).

Membran sel merupakan lapisan yang mengontrol keluar-masuknya zat antara lingkungan
luar dan lingkuangan dalam sel. Memban sel memiliki permeabilitas yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti: ukuran solut, kelarutan lemak, derajat ionisasi, pH, dan temperatur.
Ukuran solut yang cenderung semakin besar, serta derajat ionisasi yang semakin tinggi
menyebabkan kemampuan permeabilitas membran cenderung menurun, sedangkan pengaruh
temperatur dan pH yang tinggi membuat membran sel menjadi lebih mudah mengalami denaturasi.
Permeabilitas membran adalah tingkat pasif difusi molekul yang melalui membran atau tingkat
kemampuan suatu zat untuk bisa menembus suatu sel. Pada hasil praktikum diperoleh
permeabilitas membran pada kelompok 2 yaitu 0,09585 dan kelompok 5 yaitu 0,0462.

VI. KESIMPULAN
1. Absorbsi perkutan dipengaruhi oleh sifat basis salep, basis salep harus bersifat inert
terhadap zat aktif, kemampuan basis salep untuk melepaskan zat aktif dan polaritas basis
salep, dimana semakin polar daya proteksi terhadap zat aktif semakin lemah dan
sebaliknya.
2. Semakin besar nilai AUC menunjukan bahwa kemampuan absorbsi perkutan zat aktif
semakin besar pula, begitu juga sebaliknya.
3. Basis salep hidrofob bersifat mampu mempertahankan kelembaban kulit dapat
mengembangkan lapisan tanduk sehingga bahan obat lebih mudah terpenetrasi ke dalam
lapisan epidermis. Sedangkan Basis salep hidrofil memiliki kandungan air yang dapat
menghidrasi kulit untuk mempermudah penetrasi bahan obat.
4. Untuk basis vaselin kelompok 2 didapat AUC total yaitu = -1724831,082 μg/ml menit
dan pada basis PEG kelompok 5 didapat AUC total adalah -3873523,656 μg/ml menit.
5. Nilai AUC vaselin lebih kecil dibandingkan basis PEG, sehingga basis vaselin cocok
untuk basis salep asam salisilat karena hanya bersifat topikal dan tidak diserap sirkulasi
sistemik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ancel H. C, 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat, UI-Pres, Jakarta
2. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta : Bagian Penerbitan dan Perpustakaan
Biro V. Depkes RI.
3. Parrot, Eugene. L. 1971. pharmaceutical Technologi. United States of America : Burgess
Publishing Company
4. Sulaiman, Teuku Nanda Saifullah. 2007.Teknologi dan Formulasi Sediaan Semipadat.
Yogyakarta : Fakultas Farmasi UGM.
Mengetahui, Semarang, 22 November 2017
Dosen Pembimbing Praktikan,

Dhimas Adhityasmara, S.Farm.,Apt. Eunike Ditafega Cristyanta P.


1041411061

Ika Anggraini
1041411077

Friska Dyah Ayu K.


1041511072

Kiswati
1041511094

Laorensia Putri M.
1041511097

Bonita Murniati
1041611171

Anda mungkin juga menyukai