PERCOBAAN V
Disusun Oleh :
Kelompok I/5
Anggota Kelompok :
1. Eunike Ditafega C. P 1041411061
2. Ika Anggraini 1041411077
3. Friska Dyah Ayu K. 1041511072
4. Kiswati 1041511094
5. Laorensia Putri M. 1041511097
6. Bonita Murniati 1041611171
”YAYASAN PHARMASI”
SEMARANG
2017
PERCOBAAN V
I. TUJUAN
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh absorbsi perkutan Asam Salisilat
dengan basis salep vaselin dan PEG.
Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik pengaruh
fisik maupun pengaruh kimia: Kulit merupakan sawar fisiologik yang penting karena ia mampu
menahan penembusan bahan gas, cair maupun padat baik yang berasal dari lingkungan luar tubuh
maupun dari komponen organisme. Meskipun kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa
kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa obat stau bahan
berbahaya yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik, baik bersifat lokal maupun
sistemik.
Pada pengobatan lokal sering diperlukan penembusan zat aktif kedalam struktur kulit yang
lebih dalam.Hal ini penting bila konsentrasi dalam jaringan yang terletak di daerah pemakaian
harus cukup tinggi untuk mendapatkan efek yang dikehendaki.Sebaliknya penyerapan oleh
pembuluh darah harus sesedikit mungkin agar timbulnya efek sistemik dapat dihindari.
Pada penelitian efek sistemik, zat aktif harus masuk ke peredaran darah dan selanjutnya
dibawa ke jaringan yang kadang-kadang terletak jauh dari tempat pemakaian dan pada
konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek farmakologi.
TINJAUAN ANATOMI DAN FISIOLOGI
Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, menutupi seluruh permukaan
tubuh dan merupakan 5 % dari berat tubuh.Kulit sangat berperan dalam pengaturan suhu tubuh
dan mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta untuk mengeluarkan kotoran.
Kulit dibentuk dari 3 lapisan berbeda yang berurutan dari luar ke dalam yaitu lapisan
epidermis, lapisan dermis yang tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening, ujung-
ujung saraf dan laoisan iarinean di bawah kulit yang berlemak atau yang disebut hipodermis. Kulit
mempunyai aneksa, kelenjar keringat dan kelenjar sebum (glandula sebaceous) yang berasal dari
lapisan hipodermis atau dermis yang bermuara pada permukaan yang membentuk daerali yang tidak
berkesinambungan pada epidermis . (Yandi Sukri. 2002 : 85-88)
selubung
luar berepitel
kelenjar sebasea selubung
dalam epitel
rambut
Epidermis merupakan lapisan epitel, tebal rata-rata 200 mm. dengan sel-sel yang
berdeferensiasi bertahap dari bagian yang lebrh dalam menuju ke permukaan dengan proses
keratinisasi. Epidermis dibedakan atas 2 bagian : lapisan malfigi yang hidup, menempel pada
dermis, dan lapisan tanduk yang tersusun atas sekumpulan sel-sel mati yang mengalami keratinisasi
(Gambar 2).
Lapisan tanduk
Lapisan bening
(stratum lucidum)
Lapisan butir
Lapisan Laju
(stratum spinosum)
Lapisan benih
(stratum basale)
a. Sel Malfigi
Lapisan dasar atau stratum genninativum tersusun atas deretan sel unik berbentuk
kubus dengan sisi 6//m yangsalingbehimpitansatu dengan lainnya dan terletak di atas
membran basal, terpisah dari dermis oleh epidermis. Lapisan sel-sel ini merupakan pusat
kegiatan metabolik yang mengendalikan pembelahan sel dan pembentukan sel-sel sub-
junction lainnya.
Selama perubahan, sel-sel malfigi membuat dua elemen spesifik yaitu senyawa
protein alami : tonofibril, granul keratohialin, atau senyawa lipida : lembaran Odland.
Tonofibril merupakan benang protein yang miskin belerang, tergabung membentuk
serabut dengan diameter sekitar 100 A. Sebagian serabut tersebut melekat pada dinding sel
pada bagian desmosom, yang lainnya bebas dalam sitoplasma. Berbeda dengan tonofibril,
granul keratohialin merupakan protein amorf yang kaya akan belerang. Granul lipida
ternyata lebih kecil dibandingkan dengan sel-sel yang menyusun keratohialin, dan hal ini
telah dibuktikan.Sel-sel tersebut lebih sering disebut lembaran Odland atau "membran
granul bersalut". Lembaran tersebut dipenuhi oleh lipida yang tersusun atas lapisan
rangkap 2 (dua) yang merupakan helaian dengan tebal 20 A dikelompokkan dan diberi
nama berdasarkan struktur mikroskopik membran seluler atau myelin. Secara skematik sel
tanduk dan berbagai perubahan kimia senyawa penyusunannya dapat dilihat pada (Gambar
3).
Pada akhir diferensiasi sel mukus malfigi yang berlendir, lembaran Odland
bergeser menuju perifer dan mengosongkan isinya melalui eksositosis dalam ruang seluler
yang berisi lembaran lipida, yang sejajar dengan membran.Pada tahap ini terbentuk sawar
difusi terhadap air dan senyawa-senyawa yang larut dalam air.
Dari analisis kimia terbukti bahwa membran yang merupakan 5% dari sel tanduk
(stratum corneum) merupakan elemen pelindung yang paling efisien.Membran tersebut
tahan terhadap bahan reduktor keratolitik, scbagian besar protease, senyawa-senyawa
alkali dan senyawa-senyawa asam.Kelahanan ini tidak hanya disebabkan oleh adanya
jembatan disulfida, tetapi juga oleh ikatan kovalen antar molekul yang belum banyak
diketahui.Serat keratin α yang menyusun 50% lapisan tanduk, dan bersifat inert. Serat
keratin tersebut dilindungi oleh senyawa amorf berdaya tahan tinggi dan sangat kaya akan
ikatan disulfida, senyawa tersebut hanya dapat dirusak oleh bahan reduktor, basa dan asam
pekat.
Senyawa yang larut dalam air (urea, asam organik, asam amino) yang terdapat pada
bagian dalam sel tanduk mempunyai sifat higroskopis sedemikian rupa, sehingga sel
tersebut mampu menahan air yang berasal dari keringat atau lingkungan luar. Pembasahan
terjadi perlahan secara osmose melalui lipida interseluler. Air mutlak diperlukan untuk
menjaga sifal mekanik lapisan tanduk. Pada keadaan normal ia mengandung air 10-20%.
Lipida yang terdapat dalam lapisan landuk {stratum comcum) merupakan 7-9% dari
berat jaringan keseluruhan dan terutama terdiri atas asam lemak bebas atau esternya,
fosfolipida, skualen dan kolesterol.Berbagai kandungan tersebut dapat teremulsikan
dengan air.
Lembaran Odland desmosom
Tonofilamen keratohialin
Gambur 3 : Strukiur skematik sel landuk dan penibahaii kimia balian penyusunnya.(Aiache J.M.
1993: 444-448)
Dermis merupakan jaringan penyangga yang berserat dengan ketebalan rata-rata 3-5 mm,
peranan utamanya adalah sebagai pemberi nutrisi pada epidermis.Hipodermis dan jaringan penyangga
kendor, mengandung sejumlah kelenjar lemak dan juga mengandung glomerulus kelenjar keringat.
3. Aneksa Kulit
Aneksa kulit terdiri atas sistem polisebasea dan kelenjar sudoripori.Setiap bulu membentuk
selubung luar bulu tersebut.Bagian yang paling dalam, tertanam oleh akar pada sebuah papila dari
jaringan penyangga dermik yang mempunyai yang mempunyai banyak pembuluh darah.Selubung
epitel bagian dalam mengelilingi rambut mulai dari akarnya sampai di tempat yang berhubungan
dengan kelenjar sebasea.Pada umumnya kelenjar sebasea,menempel pada folikel rambut, kecuali
pada beberapa daerah yang berbulu jarang dan terletak pada jarak sekitar 500 mm dari permukaan
kulit.
Bulu rambut
epidermis
kelenjar sebasea
kelenjar sudoripori ekrin
folikel rambut
Absorpsi perkutan dapat didefinisikan sebagai absorpsi obat kedalam stratum corneum
(lapisan tanduk) dan berlanjut obat menembus lapisan dibawahnya serta akhirnya obat masuk dalan
sirkulasi darah.
Kulit merupakan perintang yang efektif terhadap penetrasi perkutan obat atau senyawa
eksternal.Absorpsi obat perkutan dipengaruhi oleh sifat fisikokimia obat dan pembawa serta kondiis
kulit.Pada pemakaian obat secara topikal, obat berdifusi dalam pembawanya dan kontak dengan
permukaan kulit (stratum korneur dan sebrum) serta obat selanjutnya menembus epidermis.
Sebelum obat dapat memberikan efek, obat perlu dilepaskan dari basisnya. Setelah obat
kontak dengan stratum korneum maka obat akan menembus epidermis dan masuk ke dalam sirkulasi
sistemik secara difusi pasif. Laju absorpsi melintasi kulit tidak segera tunak, tetapi selalu teramati
adanya waktu laten T1.
Bila keseimbangan dicapai, jumlah senyawa yang meninggalkan membrane permukaan dermik
adalah sama dengan senyawa yang menembus lapisan epidermis, dalam hai ini difusi, mengikuti
hukum Fick.
𝑑𝑄
= 𝐾𝑝. 𝑆. (𝐶1 − 𝐶2 )
𝑑𝑡
Kp = tetapan permeabilitas
Faktor – faktor yang mempengaruhi penyerapan perkutan ada 2 yaitu faktor fisiologik dan faktor
fisiko-kimia.Faktor fisiologik meliputi :
1. Aliran darah
Pada sebagian besar obat – obatan, lapisan tanduk merupakan faktor penentu
pada proses penyerapan dandebit darah selalu cukup untuk menyebabkan senyawa
menyetarakan diri dalam perjalanannya. Namun bila kulit luka atau bila zat aktif
digunakan secara ionoforesis menjadi faktor yang menentukan.
2. Tempat pengolesan
Jumlah molekul yang sama akan berbeda tergantung pada tempat pengolesan
.karena adanya perbedaan ketebalan. Perbedaan ketebalan terutama disebabkan
ketebalan lapisan tanduk (stratum korneum) berbeda pada setiap bagian tubuh.
1. Tetapan difusi
Tetapan difusi suatu membran berkaitan dengan tahanan yang menunjukan keadaan
perpindahan. Senyawa dengan bobot molekul rendah akan berdifusi lebih cepat daripada
senyawa dengan bobot molekul yang tinggi, paling tidak karena membentuk ikatan
konstituen membran. Pada keadaan tersebut maka jumlah yang diserap berbanding terbalik
dengan bobt molekul.
Gambaran skematik berbagai tahap difusi zat aktif ke dalam lapisan kulit
Pemerian : hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur
halus putih, rasa agak manis, tajam, dan stabil di udara. Bentuk
sintesis warna putih dan tidak berbau.
Kelarutan : sukar larut dalam air dan dalam benzene, mudah larut dalam etanol
dan dalam eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam
kloroform.
Stabilitas : asam salisilat harus disimpan pada wadah tertutup pada suhu 15o –
30o C.
(Parrot,1971:98)
2. Polietilenglikol
Polietilenglikol 400 adalah polietilenglikol, H(O-CH2- CH2) nOH, harga n antara 8,2
dan 9,1
Kelarutan : larut dalam air, dalam etanol 95 %, dalam acetone P, galam glikol
laim dan dalam hidrokarbon aromatic; praktis tidak larut dalam eter
P dan dalam hidrokarbon alifatik.
Suhu beku : 4o – 8o C; suhu beku diperoleh dari harga rata-rata 4 pembacaan suhu
beku yang terletak dalam batas 0-4oC
3. Vaselin
Vaselin kuning adalah campuran hidrokarbon setengah padat, yang diperoleh dari
minyak mineral
Pemerian : Massa lunak, lengket, bening, kunin muda sampai kuning, sifat ini
tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan mendidih tanpa diaduk.
Berflouresensi lemah, juga jika dicairkan; tidak brbau; hamper tidak
berasaih, tidak berwarna, tidak berbau, cairan higroskopis, rasa
manis.
1. Mikropipet
2. Sentrifuge
3. Tabung sentrifuge
4. Almunium foil
5. Kasa
6. Beaker glas
7. Tabung reaksi
8. Pipet volume
9. Scalpel
BAHAN
+ 3,0 ml aquadest
2. Deret Baku
V1. C1 = V2. C2
V1. C1 = V2. C2
V1. 5000 µg/ml = 500 µl. 1250 µg/ml
125 µl. 4994 µg/ml = 500 µl. C2
V1 = 125 µl (stok)
C2 = 1248,5 µg/ml
+ 375 µl darah
3. Absorbansi baku Asam salisilat
Konsentrasi Absorbansi
a = 0,0687
(ppm)
0 0,000 b = 6,9970 x 10-4
249,7 0,301
r = 0,9877
499,4 0,477
749,1 0,556 y = a + bx
998,8 0,778
1248,5 0,921 y = 0,0687 + 6,9970.10-4x
Konsentrasi vs Abs
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 249.7 499.4 749.1 998.8 1248.5
4. Data Absorbansi Sampel Salep Asam Salisilat kelompok 2 dan 5
0 0,004 0,010
10 0.194 0,497
20 0,453 0,498
30 0,424 0,213
45 0,487 0,360
60 0.411 0,292
90 0,457 0,509
Perhitungan Cp
y = 0,0687 + 6,9970.10-4x
Regresi fase eliminasi t vs ln cp
a = 5,9149 Kel = -4,57x10-3
b = 4,57x10-3
r = 0,9989
0,693 0,693
Perhitungan t ½ eliminasi = = −4,57x10−3 = -151,64 menit
𝑘
Perhitungan AUC
179,0767+(−92,4682)µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶010 = x (10-0) menit = 433,0425 µg menit/ml
2
20 637,6018+179,0767µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶10 = x (20-10) menit = 4083,3925 µg menit/ml
2
30 507,7890+637,6018µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶20 = 2
x (30-20) menit = 5726,9540 µg menit/ml
45 597,8276+507,7890µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶30 = x (45-30) menit =8292,1245 µg menit/ml
2
60 489,2096+597,8276µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶45 = x (60-45) menit =8152,7790 µg menit/ml
2
90 554,9521+489,2096µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶60 = x (90-60) menit = 15662,4255 µg menit/ml
2
120 643,5615+554,9521µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶90 = x (120-90) menit = 17977,7040 µg menit/ml
2
𝐶𝑃 120 17977,7040
AUC ∞ = = −4,57x10−3 = -3933852,079 µg menit/ml
𝐾𝑒𝑙
AUC total = -3873523,656 µg menit/ml
Kurva t vs ln Cp
t vs Ln Cp
7
6
5
4
3
2
1
0
10 20 30 45 60 90 120
Kelompok 2 Salep Basis Vaselin
T (menit) Absorbansi Cp ( µg/ml) Ln Cp Cp’ Cp res Ln Cp res
0 0,010 -83,8931 -4,4295
Perhitungan Cp
y = 0,0687 + 6,9970.10-4x
Regresi fase eliminasi t vs ln cp
a = 5,2680 Kel = -0,0103
b = 0,0103
r = 0,8246
0,693 0,693
Perhitungan t ½ eliminasi = = −0,0103 = -67,2815 menit
𝑘
Perhitungan AUC
612,1195+(−83,8931)µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶010 = x (10-0) menit =2641,1320 µg menit/ml
2
20 613,5487+612,1195µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶10 = x (20-10) menit = 6128,3410 µg menit/ml
2
30 206,2312+613,5487µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶20 = 2
x (30-20) menit = 4098,8995 µg menit/ml
45 416,3213+206,2312µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶30 = x (45-30) menit =5006,6437 µg menit/ml
2
60 319,1368+416,3213µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶45 = x (60-45) menit =5515,9357 µg menit/ml
2
90 629,2697+319,1368µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶60 = x (90-60) menit = 14226,0975 µg menit/ml
2
120 593,5401+629,2697µ𝑔/𝑚𝑙
𝐴𝑈𝐶90 = x (120-90) menit = 18342,147 µg menit/ml
2
𝐶𝑃 120 18342,147
AUC ∞ = = = -1780790,971 µg menit/ml
𝐾𝑒𝑙 −0,0103
t vs Ln Cp
7
6
5
4
3
2
1
0
10 20 30 45 60 90 120
VI. PEMBAHASAN
Absorpsi perkutan adalah masuknya molekul obat dari luar kulit ke dalam jaringan di bawah
kulit, kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah dengan mekanisme difusi pasif. Mengacu pada
Rothaman, penyerapan (absorpsi) perkutan merupakan gabungan fenomena penembusan suatu
senyawa dari lingkungan luar ke bagian kulit sebelah dalam dan fenomena penyerapan dari
struktur kulit ke dalam peredaran darah dan getah bening. Istilah perkutan menunjukkan bahwa
penembusan terjadi pada lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis
yang berbeda.
Absorbsi obat merupakan kemampuan obat untuk berpenetrasi melewati membran tempat
pemberian dan obat tersebut berada dalam bentuk yang tidak mengalami perubahan. Pada absorbsi
perkutan, sebelum obat mencapai kapiler, obat harus mampu melepaskan diri dari pembawa, larut
dalam cairan biologis, bagaimana permeabilitas zat tehadap stratum corneum, epidermis dan
dermis.Oleh sebab itu, absorbsi perkutan sangat dipengaruhi oleh sifat kimia zat aktif pembawa
(sifat basis salep), konsentrasi obat, luas permukaan yang dioles.Pada percobaan ini, konsentrasi
obat dan luas permukaan yang dioles dikondisikan sama.
Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perbedaan formulasi
dengan basis salep hidrofil dan hidrofob terhadap jumlah obat yang masuk dalam sirkulasi
sistemik, mengetahui bagaimana sifat dan pengaruh polaritas basis salep terhadap proses absorbsi
perkutan, dengan demikian dapat diketahui basis salep yang paling cepat dan optimal dalam
memberikan efek terapi. Adapun salep yang digunakan pada percobaan ini adalah Salep asam
salisilat (basis vaselin) dan Salep asam salisilat (basis PEG).
Karena bahan obat yang akan diukur absorbsi perkutannya adalah asam salisilat, maka
diperlukan penetapan kadar asam salisilat yang dapat masuk dalam peredaran darah (proses
absorpsi) menggunakan metode spektrofotometri. Metode spektrofotometri yang dipilih adalah
metode spektrofotometri ultraviolet karena sesuai dengan struktur molekul asam salisilat yang
memiliki gugus kromofor dan auksokrom:
Gugus Kromofor
Gugus Auksokrom
Gugus kromofor merupakan gugus yang mampu menyerap radiasi sinar ultraviolet,
sedangkan gugus auksokrom adalah gugus yang tidak menyerap radiasi sinar ultraviolet tetapi
dapat menggeser panjang gelombang maksimal.Gugus kromofor dari asam salisilat adalah ikatan
rangkap diena terkonjugasi pada cincin benzena yang mampu menyerap radiasi sinar ultraviolet
sedangkan gugus auksokrom adalah –OH yang menggeser panjang gelombang maksimal dari
asam salisilat.
Sebelum penetapan kadar asam salisilat, dilakukan penentuan panjang gelombang maksimal
dari asam salisilat dengan menggunakan baku tengah. Adapun alasan penetapan panjang
gelombang maksimal adalah :
Pada panjang gelombang maksimal kepekaannya juga maksimal karena pada panjang
gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi
adalah yang paling besar.
Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada
konsentrasi ini Hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
Jika dilakukan pengukuran ulang, maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan
ulang panjang gelombang akan kecil sekali ketika digunakan panjang gelombang
maksimal.
Pada praktikum ini digunakan hewan uji berupa kelinci. Pemillihan kelinci sebagai hewan
uji karena vena tempat pengambilan darah mudah dicari dan terlihat, serta kelinci mempunyai
struktur kulit yang hampir sama dengan struktur kulit manusia dan mempunyai luas permukaan
yang besar.Adapun pengujian dilakukan dengan mencukur bulu pada kelinci hingga didapat
lapisan epidermisnya dengan luas permukaan 20 cm2 (panjang 5 cm dan lebar 4 cm). Luas
permukaan bagian yang dicukur harus seragam karena akan mempengaruhi absopsi perkutan dari
asam salisilat.
Setelah seluruh bulu pada kelinci dicukur, selanjutnya dioleskan 2 gram salep asam salisilat
dengan basis vaselin dan PEG. Proses pencukuran bulu pada kelinci harus hati-hati karena jika
terdapat luka akan mempengaruhi absorpsi asam salisilat. Sebab dengan kulit yang luka, asam
salisilat akan lebih mudah menembus lapisan stratum korneum akibat terjadinya kerusakan pada
epidermis kulit sehingga jumlah asam salisilat yang terabsorpsi lebih banyak dan tidak
mencerminkan kemampuan absorpsi asam salisilat pada basis vaselin dan PEG.
Setelah dioleskan salep, pada bagian tersebut ditutup dengan aluminium foil dan dibalut
dengan kain kassa. Fungsi penutupan dengan alumunium foil dan dibalut dengan dengan kain kasa
adalah untuk meningkatkan permeabilitas stratum korneum dan keadaan hidratasi karena suhu
permukaan kulit meningkat yang mengakibatkan pori-pori akan melebar sehingga obat akan
terserap dengan lebih mudah.
Untuk basis pada kelompok 1 sampai 3 menggunakan salep asam salisilat dengan basis
vaselin . Vaselin merupakan basis salep golongan hidrokarbon. Sifat minyak yang dominan pada
basis hidrokarbon menyebabkan basis ini sulit tercuci oleh air dan tidak terabsorbsi oleh kulit.
Namun sifat minyak yang hampir anhidrat juga menguntungkan karena memberikan kestabilan
optimum pada beberapa zat aktif seperti antibiotik dan dapat mempertahankan obat pada kulit
dalam kondisi yang relatif lebih lama . Vaselin juga menyerap atau mengabsorbsi sedikit air dari
formulasi serta menghambat hilangnya kandungan air dari sel-sel kulit dengan membentuk lapisan
film yang waterproff. Vaselin juga mampu meningkatkan hidrasi pada kulit.
Langkah pertama yang dilakukan Pengambilan sampel darah dimulai pada t ke-0, 10, 20,
30, 40, 45, 60, 90, dan 120 menit di mana masing-masing darah diambil 2 ml kemudian
disentrifuge 15 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Selanjutnya, diambil plasma darahnya 1,0 ml
ditambah 4,5 ml pereaksi tinder dan ditambah divortex, disentrifuse 15 menit dengan kecepatan
2500 rpm. Penambahan pereaksi tinder digunakan agar pereaksi tinder dapat bereaksi dengan asam
salisilat membentuk warna yang bisa terbaca saat diukur absorbansinya pada spektrofotometer.
Tujuan di sentrifuge adalah untuk dalam memisahkan protein dari darah sehingga protein dalam
darah terendapkan dan diperoleh supernatannya.
Endapan akan terpisah pada bagian bawah dan pada supernatan terdapat cairan bening
yaitu plasma darah. Kemudian supernatannya diambil 2,0 ml dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Pengambilan supernatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengambil obat yang bebas
dari protein plasma karena obat yang terikat pada protein plasma tidak akan aktif secara
farmakologik menyebabkan data hasil pengamatan tidak valid. Plasma darah (beningan) yang
tersebut dibaca pada spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang maksimal 415,5 nm.
Data absorbansi diplotkan pada persamaan linier baku sehingga diketahui kadar asam salisilat yang
terabsorpsi dalam darah. Adapun persamaan kurva bakunya adalah y= 6,9970.10-4x + 0,0687
Salah satu parameter farmakokinetik yang menggambarkan konsentrasi obat dalam darah
adalah nilai AUC. AUC menunjukan banyaknya obat yang mencapai sirkulasi sistemik / darah.
Dengan mengetahui nilai AUC, maka dapat diketahui pula banyaknya obat yang berhasil melewati
stratum korneum dan lapisan epidermis. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh nilai AUC pada
berbagai waktu pencuplikannya. Untuk basis vaselin kelompok 2 didapat AUC total yaitu = -
1724831,082 μg/ml menit dan pada basis PEG kelompok 5 didapat AUC total adalah -
3873523,656 μg/mlmenit. Dari kedua nilai AUC tersebut menunjukkan bahwa nilai AUC basis
PEG lebih besar dari nilai AUC basis vaselin.
Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa vaselin merupakan pembawa yang hanya
bekerja lokal, dimana bahan obatnya tidak terabsobsi ke dalam kulit. Selain itu juga, sifat asam
salisilat yang hidrofobik (koefisen partisi oktanol/air =2.3) jika ditambah dengan basis vaselin
putih yang hidrofobik akan menyebabkan asam salisilat terikat kuat pada basis vaselin. Akibatnya
bahan obat sulit dilepaskan dan tidak terabsorpsi menembus kulit.Lain halnya dengan PEG yang
merupakan dasar salep serap, juga sifatnya sebagai enhancer dapat meningkatkan permeabilitas
asam salisilat menembus kulit karena mampu melunakkan lapisan stratum korneum dari epidermis
kulit. Bahan obat asam salisilat juga terikat lemah pada PEG karena sifatnya yang berlawanan,
yakni asam salisilat (hidrofobik) sedangkan PEG (hidrofilik) sehingga asam salisilat mudah
terlepas dari basis PEG dan dapat terabsorbsi masuk dalam sirkulasi darah.
Semakin kecil nilai AUC menunjukkan semakin baik sediaan tersebut untuk digunakan
secara topikal dengan khasiat keratolitik. Hal ini dikarenakan jumlah obat yang diabsorbsi ke
sirkulasi semakin kecil. Sehingga antara basis PEG dan vaselin, basis vaselin yang memiliki nilai
AUC yang lebih kecil artinya basis vaselin lebih cocok untuk sediaan topical asam salisilat.
Adapun nilai AUC yang diperoleh merupakan jumlah total obat yang terdapat dalam
plasma darah. Apabila bahan obat asam salisilat masuk kedalam sirkulasi sistemik akan
menyebabkan efek yakni iritasi pada jaringan tubuh, hal ini dikarenakan bentuk dari asam salisilat
yang berbentuk seperti jarum-jarum yang apabila masuk kedalam sirkulasi sistemik akan dapat
merusak organ yang dilewatinya sehingga keamanannya tidak terjamin. Berdasarkan nilai AUC
dari masing-masing basis vaselin dan PEG, maka yang tepat sebagai dasar salep perkutan adalah
vaselin karena bahan obat tidak diinginkan menembus kulit, hanya bekerja lokal pada lapisan
stratum korneum yakni menipiskan lapisan stratum korneum tersebut tanpa menembus kulit
(keratolitik).
Membran sel merupakan lapisan yang mengontrol keluar-masuknya zat antara lingkungan
luar dan lingkuangan dalam sel. Memban sel memiliki permeabilitas yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti: ukuran solut, kelarutan lemak, derajat ionisasi, pH, dan temperatur.
Ukuran solut yang cenderung semakin besar, serta derajat ionisasi yang semakin tinggi
menyebabkan kemampuan permeabilitas membran cenderung menurun, sedangkan pengaruh
temperatur dan pH yang tinggi membuat membran sel menjadi lebih mudah mengalami denaturasi.
Permeabilitas membran adalah tingkat pasif difusi molekul yang melalui membran atau tingkat
kemampuan suatu zat untuk bisa menembus suatu sel. Pada hasil praktikum diperoleh
permeabilitas membran pada kelompok 2 yaitu 0,09585 dan kelompok 5 yaitu 0,0462.
VI. KESIMPULAN
1. Absorbsi perkutan dipengaruhi oleh sifat basis salep, basis salep harus bersifat inert
terhadap zat aktif, kemampuan basis salep untuk melepaskan zat aktif dan polaritas basis
salep, dimana semakin polar daya proteksi terhadap zat aktif semakin lemah dan
sebaliknya.
2. Semakin besar nilai AUC menunjukan bahwa kemampuan absorbsi perkutan zat aktif
semakin besar pula, begitu juga sebaliknya.
3. Basis salep hidrofob bersifat mampu mempertahankan kelembaban kulit dapat
mengembangkan lapisan tanduk sehingga bahan obat lebih mudah terpenetrasi ke dalam
lapisan epidermis. Sedangkan Basis salep hidrofil memiliki kandungan air yang dapat
menghidrasi kulit untuk mempermudah penetrasi bahan obat.
4. Untuk basis vaselin kelompok 2 didapat AUC total yaitu = -1724831,082 μg/ml menit
dan pada basis PEG kelompok 5 didapat AUC total adalah -3873523,656 μg/ml menit.
5. Nilai AUC vaselin lebih kecil dibandingkan basis PEG, sehingga basis vaselin cocok
untuk basis salep asam salisilat karena hanya bersifat topikal dan tidak diserap sirkulasi
sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ancel H. C, 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat, UI-Pres, Jakarta
2. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta : Bagian Penerbitan dan Perpustakaan
Biro V. Depkes RI.
3. Parrot, Eugene. L. 1971. pharmaceutical Technologi. United States of America : Burgess
Publishing Company
4. Sulaiman, Teuku Nanda Saifullah. 2007.Teknologi dan Formulasi Sediaan Semipadat.
Yogyakarta : Fakultas Farmasi UGM.
Mengetahui, Semarang, 22 November 2017
Dosen Pembimbing Praktikan,
Ika Anggraini
1041411077
Kiswati
1041511094
Laorensia Putri M.
1041511097
Bonita Murniati
1041611171