Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Kulit

2.1.1 Anatomi dan histologi kulit

Kulit adalah organ terbesar di tubuh dan menutupi seluruh permukaan luar tubuh.

Ini terdiri dari tiga lapisan, epidermis, dermis, dan hipodermis, ketiganya bervariasi

secara signifikan dalam anatomi dan fungsinya. Struktur kulit terdiri dari jaringan rumit

yang berfungsi sebagai penghalang awal tubuh terhadap patogen, sinar UV, bahan

kimia, dan cedera mekanis. Ini juga mengatur suhu dan jumlah air yang dilepaskan ke

lingkungan (Hani Yousef, 2020).

Kulit dibagi menjadi dua, yaitu kulit tebal dan kulit tipis. Kulit tebal terdapat pada

telapak tangan dan kaki. Kulit tebal mengandung banyak kelenjar keringat, tanpa

folikel rambut, kelenjar sebasea, atau serat otot polos. Kulit tipis terdapat pada seluruh

permukaan tubuh kecuali pada telapak tangan dan kaki. Kulit tipis mengandung folikel

rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat (Eroschenko, 2010).

2.1.1.1 Epidermis

Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis

gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak

mempunyai pembuluh darah maupun limfe oleh karena itu semua nutrisi dan oksigen

diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis gepeng pada epidermis ini

tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut keratinosit. Sel-sel ini secara tetap
5
6

diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis basal yang secara berangsur digeser

ke permukaan epitel. Selama perjalanannya, sel-sel ini berdiferensiasi, membesar, dan

mengumpulkan filamen keratin dalam sitoplasmanya. Mendekati permukaan, sel-sel

ini mati dan secara tetap dilepaskan (terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai permukaan adalah 20 sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama perjalanan

ini disebut sitomorfosis dari sel-sel epidermis. Bentuknya yang berubah pada tingkat

berbeda dalam epitel memungkinkan pembagian dalam potongan histologi tegak lurus

terhadap permukaan kulit. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar,

stratum basal, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum

korneum (Kalangi, 2014). Menurut Kalangi (2014) epidermis memiliki lima lapisan,

yaitu:

1. Stratum basal

Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun

berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya.

Sel-selnya kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding ukuran selnya,

dan sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran

mitotik sel, proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada

lapisan ini bermigrasi ke arah permukaan untuk memasok sel-sel pada lapisan

yang lebih intermediet.

2. Stratum spinosum

Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk

polygonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila dilakukan

pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x, maka pada dinding sel yang
7

berbatasan dengan sel di sebelahnya akan terlihat taju-taju yang seolah-olah

menghubungkan sel yang satu dengan yang lainnya. Pada taju inilah terletak

desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan ini. Semakin ke

atas bentuk sel semakin gepeng.

3. Stratum granulosum

Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula

basofilik yang disebut granula keratohialin, yang dengan mikroskop elektron

ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom.

Mikrofilamen melekat pada permukaan granula.

4. Stratum lusidum

Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan

agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini.

Walaupun ada sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi kurang

sehingga pada sajian seringkali tampak garis celah yang memisahkan stratum

korneum dari lapisan lain di bawahnya.

5. Stratum korneum

Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti

serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Sel-sel yang paling permukaan

merupakan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas.

2.1.1.2 Sel-sel epidermis

Terdapat empat jenis sel epidermis yaitu: keratinosit, melanosit, sel langerhans, dan

sel merkel.

1. Keratinosit
8

Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm

permukaan. Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi, menghasilkan

lapisan kedap air dan perisai pelidung tubuh. Proses keratinisasi berlangsung

2-3 minggu mulai dari proliferasi mitosis, diferensiasi, kematian sel, dan

pengelupasan (deskuamasi). Pada tahap akhir diferensiasi terjadi proses

penuaan sel diikuti penebalan membran sel, kehilangan inti organel lainnya.

Keratinosit merupakan sel induk bagi sel epitel di atasnya dan derivat kulit

lain.

2. Melanosit

Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan

cabang dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum basal

dan spinosum. Terletak di antara sel pada stratum basal, folikel rambut dan

sedikit dalam dermis. Pewarnaan rutin sulit dikenali. reagen DOPA (3,4-

dihidroksi-fenilalanin) melanosit akan terlihat hitam. Pembentukan melanin

terjadi dalam melanosom, salah satu organel sel melanosit yang mengandung

asam amino tirosin dan enzim tirosinase. Melalui serentetan reaksi, tirosin

akan diubah menjadi melanin yang berfungsi sebagai tirai penahan radiasi

ultraviolet yang berbahaya.

3. Sel langerhans

Sel langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler, ditemukan

terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum. Tidak berwarna baik

dengan HE. Sel ini berperan dalam respon imun kulit, merupakan sel pembawa

antigen yang merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada kulit.


9

4. Sel merkel

Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis dan

ditemukan pada lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan membran

mukosa mulut. Merupakan sel besar dengan cabang sitoplasma pendek. Serat

saraf tak bermielin menembus membran basal, melebar seperti cakram, dan

berakhir pada bagian bawah sel merkel. Kemungkinan badan merkel ini

merupakan mekanoreseptor atau reseptor rasa sentuh (Kalangi, 2014).

2.1.1.3 Dermis

Dermis terhubung ke epidermis di tingkat membran dasar dan terdiri dari dua

lapisan, lapisan papiler dan reticular yang bergabung bersama tanpa demarkasi yang

jelas. Lapisan papiler adalah lapisan atas, lebih tipis, terdiri dari jaringan ikat longgar

dan epidermis kontak. Lapisan retikuler adalah lapisan yang lebih dalam, lebih tebal,

kurang seluler, dan terdiri dari jaringan ikat padat/bundel serat kolagen. Dermis

menampung kelenjar keringat, rambut, folikel rambut, otot, neuron sensorik, dan

pembuluh darah. Dermis juga menyatu dengan hipodermis atau subkutis yang terdapat

fasia superfisialis dan jaringan adiposa (Eroschenko, 2010).

Lapisan superfisial dermis tidak rata dan membentuk tonjolan-tonjolan keatas

bagian ini disebut stratum papillare yang terdiri dari jaringan ikat longgar, kapiler,

fibroblast, dan makrofag. Lapisan dermis yang lebih dalam disebut stratum retikulare

yang terdiri dari jaringan ikat padat tidak teratur, terutama kolagen, dan sel-selnya lebih

sedikit daripada stratum papillare. Jaringan ikat dermis mengandung banyak pembuluh

darah, pembuluh limfe, dan reseptor sensorik seperti corpusculum tactile dan
10

corpusculum lamellosum. Dermis juga menyatu dengan hipodermis atau subkutis yang

terdapat fasia superfisialis dan jaringan adiposa (Eroschenko, 2010).

1. Stratum papilaris

Stratum papilaris Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya

papila dermis yang jumlahnya bervariasi antara 50-250/mm. Jumlahnya

terbanyak dan lebih dalam pada daerah di mana tekanan paling besar, seperti

pada telapak kaki. Sebagian besar papila mengandung pembuluh-pembuluh

kapiler yang memberi nutrisi pada epitel di atasnya. Papila lainnya

mengandung badan akhir saraf sensoris yaitu badan meissner. Tepat di bawah

epidermis serat-serat kolagen tersusun rapat (Kalangi, 2014).

2. Stratum retikularis

Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan

sejumlah kecil serat elastin membentuk jalinan yang padat ireguler. Pada

bagian lebih dalam, jalinan lebih terbuka, rongga-rongga di antaranya terisi

jaringan lemak, kelenjar keringat, sebasea, dan folikel rambut. Serat otot

polos juga ditemukan pada tempat-tempat tertentu, seperti folikel rambut,

skrotum, preputium, dan puting payudara. Pada kulit wajah dan leher, serat

otot skelet menyusupi jaringan ikat pada dermis. Otot-otot ini berperan untuk

ekspresi wajah. Lapisan retikular menyatu dengan hipodermis/fasia

superfisialis dibawahnya yaitu jaringan ikat longgar yang banyak

mengandung sel lemak (Kalangi, 2014).


11

Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel jaringan

ikat seperti fibroblast, sel lemak, sedikit makrofag, dan sel mast. Fungsi sel-sel yang

terdapat di lapisan dermis menurut Weller, 2015, adalah:

1. Fibroblast: sintesis kolagen, retikulin, elastin, fibronektin,

glikosaminoglikan, dan kolagenase.

2. Sel mononuklear: fagositosis, menghancurkan bakteri, sekresi sitokin, dan

sel mononuklear bersifat mobil sehingga dapat berpindah kemanapun.

3. Limfosit: immunosurveillance.

4. Sel langerhans dan sel dermal dendritik: melintasi dermis antara limfonodus

lokal dan epidermis.

5. Sel mast: distimulasi antigen, komplemen, dan zat lain untuk mengeluarkan

mediator-mediator inflamasi, termasuk histamin, heparin, prostaglandin,

leukotrien, triptase, dan faktor kemotaktik untuk eosinophil dan neutrofil.

6. Sel merkel: sebagai penerima rangsangan raba.

2.1.1.4 Hipodermis

Hipodermis sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut

hipodermis. Hipodermis berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus

terorientasi terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya

menyatu dengan yang dari dermis. Pada daerah tertentu seperti punggung tangan,

lapisan ini memungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain,

serat-serat yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-

sel lemak lebih banyak daripada dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis kelamin

dan keadaan gizinya. Lemak subkutan cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak
12

ada atau sedikit lemak ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis,

namun di abdomen, paha, dan bokong. Dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih.

Lapisan lemak ini disebut pannikulus adiposus (Kalangi, 2014).

(Kalangi, 2014)
Gambar 2.1
Histologi Kulit Normal
Gambaran histologi kulit normal terdiri dari epidermis, dermis, dan
hipodermis. Lapisan paling luar adalah epidermis dengan lapisan tipis
keratin terhampar diatasnya. Dibawah epidermis terdapat dermis yang
mengandung jaringan ikat dengan kolagen dan jaringan elastis. Dibawah
dermis terdapat hipodermis yang mengandung jaringan ikat dan jaringan
adiposa.

(Kalangi, 2014)
Gambar 2.2
Histologi Kulit Normal: Epidermis dan Dermis
Gambaran epidermis dari lapisan paling luar ke lapisan dalam terdiri
dari: stratum korneum dengan lapisan keratin yang terdeskuamasi,
stratum lusidum yang tipis, berwarna merah gelap, dan sulit dibedakan,
stratum granulosum yaitu lapisan granula sitoplasma yang berwarna
keunguan dan menonjol, stratum spinosum yaitu sel-sel segi banyak
yang mempunyai jembatan intraseluler yang menonjol, dan terakhir
adalah statum basalis yang terdapat pada membran yang paling dasar.
13

Pada gambar diatas terdapat juga pigmentasi melanin kecoklatan yang


menonjol. Pada dermis yang paling atas terdapat pembuluh darah.

2.1.2 Fungsi kulit

Perlindungan epitel berlapis dengan lapisan tanduk berfungsi sebagai perlindungan

fisik terhadap abrasi fisik, bahan kimia, patogen, atau mikroorganisme lainnya dai luar

tubuh. Selain itu, lapisan tanduk juga bisa mencegah tubuh dari kehilangan cairan,

elektrolit, dan makromolekul karena lapisan tanduk tahan air. Sel langerhans juga

berperan dalam perlindungan terhadap antigen dan mikroba. Kulit juga melindungi dari

radiasi sinar UV karena mengandung pigmen melanin yang terdapat dalam sel

melanosit. Lapisan dermis dan lemak subkutan berfungsi sebagai peredam getaran.

Lemak subkutan sendiri berfungsi sebagai isolator listrik (Weller, R. B., Hunter, H. J.,

& Mann, 2015).

Termoregulasi pada saat suhu tubuh atau lingkungan tinggi, mekanisme

pengeluaran panas yang dilakukan kulit adalah penguapan keringat dari permukaan

kulit dan vasodilatasi sehingga aliran darah ke kulit maksimum. Sebaliknya jika di

daerah dingin, vasokonstriksi dan penurunan aliran darah ke kulit akan

mempertahankan panas tubuh (Eroschenko, 2010).

Sensasi sensorik cutaneous sensations adalah sensasi yang timbul di kulit, termasuk

sensasi taktil: sentuhan, tekanan, dan getaran. cutaneous sensations yang lain adalah

rasa sakit, biasanya sakit adalah indikasi adanya jaringan yang akan rusak. Di kulit ada

banyak susunan akhiran saraf dan reseptor, seperti korpuskel di dalam dermis dan

pleksus akar rambut di setiap folikel rambut (Tortora, G, 2009).


14

Ekskresi terdapat kelenjar keringat pada kulit yang membentuk keringat dari air,

larutan garam, urea, dan produk sisa nitrogen. Sehingga dapat diekskresikan ke

permukaan kulit (Eroschenko, 2010).

Absorbsi kulit dapat mengabsorbsi zat-zat yang larut dalam air. Selain itu, beberapa

vitamin yang larut lemak (A, D, E, & K), beberapa obat, dan gas oksigen serta gas

karbondioksida dapat menembus kulit. Beberapa material toksik seperti aseton dan

karbon tetraklorida, garam dari logam berat seperti timah, arsen, dan merkuri juga

dapat diabsorbsi oleh kulit (Tortora, G. 2009).

2.1.3 Anatomi kulit tikus

Tabel 2.1 Perbandingan Anatomi Kulit Manusia dan Tikus


Fitur Manusia Tikus
Ketebalan kulit >100 µm <25 µm
Lapisan epidermis 5-10 3
Panniculus carnosus tidak ada Ada
Epidermal ridge Ada tidak ada
Kelenjar keringat ekrin Ada tidak ada
(Helena D, Z. & Andrea, G. 2018)

Manusia dan tikus memiliki lapisan sel kulit yang sama di epidermis dan dermis.

Tetapi kulit manusia relatif tebal dan kencang dibandingkan kulit tikus yang lebih tipis

dan longgar. Kulit tikus memiliki tiga lapisan utama yaitu epidermis, dermis, dan

subcutis. Lapisan epidermis tikus terdiri dari tiga lapisan yaitu: stratum corneum,

spinosum, dan basale. Lapisan dermisnya tidak memiliki kelenjar keringat ekrin dan

memiliki dua lapisan, yaitu papillary dermis dan reticular dermis. Sedangkan lapisan

subcutis terdiri atas tiga lapis, yaitu jaringan adiposa putih dermal, otot panniculus

carnosus, dan jaringan ikat interstisial (Helena D, Z. & Andrea, G. 2018).


15

(Naldaiz-Gastesi, 2018)
Gambar 2.3
Histologi kulit tikus
Bagian epidermis manusia yang tidak ada pada tikus adalah stratum
granulosum dan lucidum, sedangkan bagian subcutis tikus yang
berbeda dengan manusia adalah adanya otot panniculus carnosus.
Otot ini terletak diantara jaringan adiposa putih dermal dan jaringan
ikat interstisial. Panniculus carnosus adalah otot lurik yang melekat
erat pada kulit dan fasia tikus. Otot ini terdapat pada bagian
proksimal tungkai belakang, dada, perut, dan punggung tikus. Selain
itu, otot ini memiliki ketebalan sekitar tiga sampai empat serat. Di
atas otot panniculus carnosus terdapat jaringan adiposa putih dermal.
Jaringan adiposa putih ini terdiri dari adiposit unilokular yang
berfungi untuk menyimpan energi dalam bentuk asam lemak.

2.2. Luka

Luka kulit terjadi akibat rusaknya integritas lapisan epidermis. Setiap cedera

jaringan dengan gangguan integritas anatomi dengan kehilangan fungsional dapat

digambarkan sebagai luka, luka bisa disebabkan karena ketidaksengajaan, disengaja,

dan proses dari suatu penyakit (Heng, 2011).


16

2.2.1 Jenis luka

2.2.1.1 Luka akut

Luka akut adalah luka yang dapat sembuh dengan sendirinya dengan tahapan dan

waktu yang sesuai dengan proses penyembuhan luka, sehingga hasilnya adalah

pemulihan jaringan dengan baik, baik struktur anatomi maupun fungsinya (Velnar, T.

Bailey, T. & Smrkolj, 2009). Model luka akut dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu:

a. Luka insisi

Luka insisi didefinisikan sebagai luka yang diakibatkan karena benda

berujung tajam, yang mana lebih panjang pada kulit daripada kedalamannya

(Dimaio, V. & Dana, 2006).

b. Luka eksisi

Luka eksisi melibatkan adanya penghilangan volume yang signifikan pada

jaringan yang mana menyebabkan ruangan yang kehilangan jaringannya

tersebut diisi oleh material-material dari penyembuhan luka. Luka eksisi, ada

beberapa pengamatan yang dapat diamati yaitu evaluasi ukuran luka dengan

cara menghitung area yang berubah dan waktu yang dibutuhkan untuk

penyembuhan sempurna, serta memeriksa gambaran histologi yang terjadi

pada jaringan luka (Martin, W.A., & Wysocki, 2008).

2.2.1.2 Luka kronik

Luka kronik adalah luka yang gagal dalam kemajuan penyembuhan lukanya dan

tidak dapat diperbaiki sesuai dengan tahapan dan waktu penyembuhan luka yang

normal. Proses penyembuhan lukanya terganggu oleh banyak faktor, yang dapat

memperpanjang satu atau lebih tahapan penyembuhan luka. Beberapa faktor yang
17

dapat menyebabkan luka kronik adalah infeksi, hipoksia jaringan, nekrosis, eksudat,

dan level sitokin inflamasi yang berlebihan (Velnar, T., Bailey, T., & Smrkolj, 2009).

2.2.2 Penyembuhan luka

Tubuh mempunyai pelindung dalam menahan perubahan lingkungan yaitu kulit.

Apabila faktor dari luar tidak mampu ditahan oleh pelindung tersebut maka terjadilah

luka. Dalam merespon luka tersebut, tubuh memiliki fungsi fisiologis penyembuhan

luka. Proses penyembuhan ini terdiri dari fase awal, intermediate, dan fase lanjut

(Janosik, 2005).

2.2.2.1 Fase hemostasi

Hemostasis melibatkan tiga langkah utama: spasme vaskular, pembentukan sumbat

trombosit, dan koagulasi darah. Trombosit memiliki peranan kunci dalam hemostasis

(Janosik, 2005).

2.2.2.2 Spasme vaskular

Pembuluh darah yang tersayat atau robek akan segera berkonstriksi. Konstriksi

memperlambat aliran darah melalui kerusakan dan memperkecil kehilangan darah.

Permukaan-permukaan endotel yang saling berhadapan juga saling menekan oleh

spasme vaskular awal ini sehingga permukaan tersebut menjadi lekat satu sama lain

dan semakin menambal pembuluh yang rusak (Janosik, 2005).

2.2.2.3 Pembentukan sumbat trombosit

Trombosit menggumpal untuk membentuk sumbat dibagian pembuluh yang

terpotong atau terobek. Trombosit dalam keadaan normal tidak melekat ke permukaan

endotel pembuluh darah yang licin tetapi mereka melekat ke pembuluh darah yang

rusak. Ketika permukaan endotel terganggu karena cedera pada pembuluh darah, von
18

Willebrand factor (vWF) memiliki tempat perlekatan yang merupakan tempat

melekatnya trombosit yang bergerak cepat melalui reseptor permukaan selnya yang

spesifik bagi protein plasma ini, Perlekatan ini mencegah trombosit untuk tersapu oleh

sirkulasi. Lapisan trombosit yang tersumbat ini membentuk dasar dari sumbatan

trombosit. Trombosit yang teraktivasi juga melepaskan beberapa senyawa kimia yang

penting dari granula simpanan mereka. Di antara senyawa-senyawa kimia ini adalah

adenosin difosfat (ADP) yang menyebabkan permukaan trombosit darah yang terdapat

di sekitar mereka menjadi lekat sehingga trombosit tersebut melekat ke lapis pertama

gumpalan trombosit dan teraktivasi. Trombosit-trombosit yang baru beragregasi,

memelepaskan lebih banyak ADP yang menyebabkan semakin banyak trombosit

menumpuk, dan seterusnya sehingga di tempat kerusakan cepat terbentuk sumbat

trombosit melalui mekanisme umpanbalik positif.

Proses agregasi ini diperkuat oleh pembentukan parakrin yang serupa prostaglandin

yang distimulasi oleh ADP, tromboksan A2, dan dari komponen membran plasma

trombosit. Tromboksan A2 merangsang agregasi trombosit secara langsung dan

selanjutnya meningkatkannya secara tidak langsung dengan memicu pelepasan lebih

banyak ADP dari granula trombosit. Karena itu, pembentukan sumbat trombosit

melibatkan tiga kejadian adhesi, aktivasi, dan agregasi yang berurutan dan saling

terintegrasi. ADP yang dikeluarkan oleh trombosit aktif merangsang pelepasan

prostasiklin dan nitrat oksida dari endotel normal di dekatnya. Kedua bahan kimia ini

menghambat agregasi trombosit. Karena itu, sumbat trombosit bersifat terbatas pada

kerusakan dan tidak menyebar ke jaringan vascular sekitar yang tidak rusak (Janosik,

2005).
19

(janosik 2005)
Gambar 2.4
Pembentukan Sumbat Trombosit

2.2.2.4 Koagulasi darah

Koagulasi darah atau pembekuan darah adalah transformasi darah dari cairan

menjadi gel padat. Pembentukan bekuan di atas sumbatan trombosit akan memperkuat

dan menopang sumbatan sehingga meningkatkan tambalan yang menutupi kerusakan

pembuluh. Selain itu, sewaktu darah di sekitar kerusakan pembuluh memadat, darah

tidak lagi dapat mengalir. Pembekuan darah adalah mekanisme hemostasis tubuh yang

paling kuat. Mekanisme ini diperlukan untuk menghentikan perdarahan dari semua

kecuali kerusakan-kerusakan yang paling kecil.

Koagulasi darah langkah terakhir dalam proses penyembuhan luka. Pembentukan

bekuan adalah perubahan fibrinogen menjadi fibrin, fibrinogen adalah suatu protein

plasma larut berukuran besar yang dihasilkan oleh hati dan secara normal selalu ada di

dalam plasma. Fibrin adalah suatu molekul tak larut berbentuk benang. Perubahan

fibrinogen menjadi fibrin ini dikatalisis oleh enzim trombin di tempat cedera. Molekul-
20

molekul fibrin melekat ke permukaan pembuluh yang rusak dan membentuk jala

longgar yang mdenjerat sel-sel darah termasuk agregasi trombosit. Massa yang

terbentuk atau bekuan biasanya tampak merah karena banyaknya SDM yang

terperangkap tetapi bahan dasar bekuan dibentuk dari fibrin yang berasal dari plasma.

Peran Trombin selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin juga mengaktifkan

faktor XIII untuk menstabilkan jala fibrin yang terbentuk. Melalui mekanisme umpan

balik positif untuk mempermudah pembentukan bekuan dan meningkatkan agregasi

trombosit yang penting bagi proses pembekuan darah.

Trombin berada dalam plasma dalam bentuk prekursor inaktif yang dinamai

prothrombin. Prothrombin diubah menjadi trombin ketika dibutuhkan pembekuan

darah, Perubahan ini melibatkan kaskade pembekuan.

(Janosik 2005)
Gambar 2.5
Pembekuan darah

Kaskade pembekuan darah faktor X mengubah protrombin menjadi thrombin.

Faktor X itu sendiri dalam keadaan normal terdapat dalam bentuk inaktif di dalam
21

darah dan harus diubah menjadi bentuk aktifnya oleh faktor teraktivasi lainnya,

demikian seterusnya, Kaskade pembekuan dapat dipicu oleh jalur intrinsik atau jalur

ekstrinsik.

Jalur intrinsik memicu pembekuan di dalam pembuluh yang rusak serta pembekuan

sampel darah di dalam tabung reaksi. Semua unsur yang diperlukan untuk

menghasilkan pembekuan melalui jalur intrinsik terdapat di darah. Jalur ini yang

melibatkan tujuh langkah berbeda teraktifkan jika faktor XII diaktifkan oleh kontak

dengan kolagen yang terpajan di pembuluh yang cedera atau permukaan benda asing

misalnya kaca tabung reaksi. Ingat bahwa kolagen yang terpajan juga memicu agregasi

trombosit, maka pembentukan sumbat trombosit dan reaksi berantai yang

menyebabkan pembentukan bekuan secara bersamaan diaktifkan jika terjadi kerusakan

pembuluh darah. Selain itu mekanisme-mekanisme hemostatik komplementer ini

saling memperkuat. Agregasi trombosit mensekresikan PF3 yang esensial bagi kaskade

pembekuan yang pada gilirannya meningkatkan agregasi trombosit lebih lanjut.

Jalur ekstrinsik mengambil jalan pintas dan hanya memerlukan empat Langkah.

Jalur ini yang memerlukan kontak dengan faktor-faktor jaringan yang eksternal

terhadap darah akan memicu pembekuan darah yang telah keluar dari jaringan. Ketika

mengalami trauma jaringan mengeluarkan suatu kompleks protein yang dikenal

sebagai tromboplastin jaringan. Tromboplastin jaringan secara langsung mengaktifkan

faktor X sehingga melewatkan semua tahap sebelumnya di jalur intrinsik (Lawrence,

2002).
22

(Lawrence 2002)
Gambar 2.6
Jalur intriksi dan jalur ekstrinsik

2.2.2.5 Reaksi inflamasi

Reaksi inflamasi adalah respon fisiologis normal tubuh dalam mengatasi luka.

Inflamasi ditandai dengan rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), calor (hangat),

dan dolor (nyeri). Tujuan dari reaksi inflamasi ini adalah untuk membunuh bakteri yang

mengkontaminasi luka (Leong M, 2012).

Pada awal terjadinya luka terjadi vasokonstriksi lokal pada arteri dan kapiler untuk

membantu menghentikan pendarahan. Proses ini dimediasi oleh epinephrin,

norepinephrin dan prostaglandin yang dikeluarkan oleh sel yang cedera. Setelah 10-15

menit pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi yang dimediasi oleh serotonin,

histamin, kinin, prostaglandin, leukotriene, dan produk endotel. Hal ini yang

menyebabkan lokasi luka tampak merah dan hangat (Eslami A, Gallant-Behm, 2009).

Sel mast yang terdapat pada permukaan endotel mengeluarkan histamin dan

serotonin yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler. Hal

ini mengakibatkan plasma keluar dari intravaskuler ke ekstravaskuler. Leukosit


23

berpindah ke jaringan yang luka melalui proses aktif yaitu diapedesis. Proses ini

dimulai dengan leukosit menempel pada sel endotel yang melapisi kapiler dimediasi

oleh selectins. Kemudian leukosit semakin melekat akibat integrin yang terdapat pada

permukaan leukosit dengan intercellular adhesion moleculer (ICAM) pada sel endotel.

Leukosit kemudian berpindah secara aktif dari sel endotel ke jaringan yang luka

(Lawrence, 2002).

Agen kemotaktik seperti produk bakteri, complement factor, histamin, PGE2,

leukotriene, dan platelet derived growth factor (PDGF) menstimulasi leukosit untuk

berpindah dari sel endotel. Leukosit yang terdapat pada luka di dua hari pertama adalah

neutrofil. Sel ini membuang jaringan mati dan bakteri dengan fagositosis. Netrofil juga

mengeluarkan protease untuk mendegradasi matriks ekstraseluler yang tersisa. Setelah

melaksanakan fungsi fagositosis, neutrofil akan difagositosis oleh makrofag atau mati.

Meskipun neutrofil memiliki peran dalam mencegah infeksi, keberadaan neutrofil yang

persisten pada luka dapat menyebabkan luka sulit untuk mengalami proses

penyembuhan. Hal ini bisa menyebabkan luka akut berprogresi menjadi luka kronis

(Webster J, Scuffham P, Sherriff KL, 2012).

Pada hari kedua sampai ketiga luka, monosit atau makrofag masuk ke dalam luka

melalui mediasi monocyte chemoattractant protein 1 (MCP-1). Makrofag sebagai sel

yang sangat penting dalam penyembuhan luka memiliki fungsi fagositosis bakteri dan

jaringan mati. Makrofag mensekresi protease untuk mendegradasi Extraceluller Matrix

(ECM) dan penting untuk membuang material asing, merangsang pergerakan sel, dan

mengatur pergantian ECM. Makrofag merupakan penghasil sitokin dan growth factor

yang menstimulasi proliferasi fibroblast, produksi kolagen, pembentukan pembuluh


24

darah baru, dan proses penyembuhan lainnya. Limfosit T muncul secara signifikan

pada hari kelima luka sampai hari ketujuh. Limfosit mempengaruhi fibroblast dengan

menghasilkan sitokin, seperti interleukin-2 (IL-2) dan fibroblast activating factor.

Limfosit T juga menghasilkan interferon-γ (IFN-γ), yang menstimulasi makrofag untuk

mengeluarkan sitokin seperti IL-1 dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α). Sel T

memiliki peran dalam penyembuhan luka kronis (Gurtner, 2007).

2.2.2.6 Fase intermediate

Pada fase ini terjadi penurunan jumlah sel-sel inflamasi. Tanda-tanda radang

berkurang dengan munculnya sel fibroblast yang berproliferasi, fibroblast muncul

pada hari 3 dan puncaknya pada hari ke 7. Pembentukan pembuluh darah baru,

epitelialisasi, dan kontraksi luka. Matriks fibrin yang dipenuhi platelet dan makrofag

mengeluarkan growth factor yang mengaktivasi fibroblast. Fibroblast bermigrasi ke

daerah luka dan mulai berproliferasi hingga jumlahnya lebih dominan dibandingkan

sel radang pada daerah tersebut. Fase ini terjadi pada hari ketiga sampai hari kelima

(Lawrence, 2002).

Dalam melakukan migrasi fibroblast mengeluarkan matriks mettalloproteinase

(MMP) untuk memecah matriks yang menghalangi migrasi. Fungsi utama dari

fibroblast adalah sintesis kolagen sebagai komponen utama ECM. Kolagen tipe I dan

III adalah kolagen utama pembentuk ECM dan normalnya ada pada dermis manusia.

Kolagen tipe III dan fibronectin dihasilkan fibroblast pada minggu pertama dan

kemudian kolagen tipe III digantikan dengan tipe I. Kolagen tersebut akan bertambah

banyak dan menggantikan fibrin sebagai penyusun matriks utama pada luka (Schultz,

2007).
25

Pembentukan pembuluh darah baru atau angiogenesis adalah proses yang

dirangsang oleh kebutuhan energi yang tinggi untuk proliferasi sel. Selain itu

angiogenesis juga diperlukan untuk mengatur vaskularisasi yang rusak akibat luka dan

distimulasi kondisi asam laktat yang tinggi, kadar pH yang asam, dan penurunan

tekanan oksigen di jaringan (Webster J, Scuffham P, Sherriff KL, 2012).

Setelah trauma sel endotel yang aktif karena terekspos berbagai substansi akan

mendegradasi membran basal dari vena post kapiler sehingga migrasi sel dapat terjadi

antara celah tersebut. Migrasi sel endotel ke dalam luka diatur oleh fibroblast growth

factor (FGF), platelet-derived growth factor (PDGF), dan transforming growth factor-

β (TGF-β). Pembelahan dari sel endotel ini akan membentuk lumen. Kemudian

deposisi dari membran basal akan menghasilkan maturasi kapiler (Leong M, 2012).

Angiogenesis distimulasi dan diatur oleh berbagai sitokin yang kebanyakan

dihasilkan oleh makrofag dan platelet. Tumor necrosis factor-α (TNF-α) yang

dihasilkan makrofag merangsang angiogenesis dimulai dari akhir fase inflamasi.

Heparin yang bisa menstimulasi migrasi sel endotel kapiler berikatan dengan berbagai

faktor angiogenik lainnya. vascular endothelial growth factor (VEGF) sebagai faktor

angiogenik yang dihasilkan oleh keratinosit, makrofag, dan fibroblast selama proses

penyembuhan (Lawrence, 2002).

Pada fase ini terjadi pula epitelialisasi yaitu proses pembentukan kembali lapisan

kulit yang rusak. Pada tepi luka keratinosit akan berproliferasi setelah kontak dengan

ECM dan kemudian bermigrasi dari membran basal ke permukaan yang baru terbentuk.

Ketika bermigrasi keratinosis akan menjadi pipih dan panjang dan juga membentuk

tonjolan sitoplasma yang panjang. Pada ECM mereka akan berikatan dengan kolagen
26

tipe I dan bermigrasi menggunakan reseptor spesifik integrin. Kolagenase yang

dikeluarkan keratinosit akan mendisosiasi sel dari matriks dermis dan membantu

pergerakan dari matriks awal. Keratinosit juga mensintesis dan mensekresi MMP

lainnya ketika bermigrasi (Schultz, 2007).

Matriks fibrin awal akan digantikan oleh jaringan granulasi. Jaringan granulasi

akan berperan sebagai perantara sel-sel untuk melakukan migrasi. Jaringan ini terdiri

dari tiga sel yang berperan penting yaitu: fibroblast, makrofag, dan sel endotel. Sel-sel

ini akan menghasilkan ECM dan pembuluh darah baru sebagai sumber energi jaringan

granulasi. Jaringan ini muncul pada hari keempat setelah luka. Fibroblast akan bekerja

menghasilkan ECM untuk mengisi celah yang terjadi akibat luka dan sebagai perantara

migrasi keratinosit. Matriks ini akan tampak jelas pada luka. Makrofag akan

menghasilkan growth factor yang merangsang fibroblast berproliferasi. Makrofag juga

akan merangsang sel endotel untuk membentuk pembuluh darah baru (Gurtner, 2007).

Kontraksi luka adalah gerakan centripetal dari tepi luka menuju arah tengah luka.

Kontraksi luka maksimal berlanjut sampai hari ke-12 atau ke-15 tapi juga bisa berlanjut

apabila luka tetap terbuka. Luka bergerak ke arah tengah dengan rata -rata 0,6 sampai

0,75 mm/hari. Kontraksi juga tergantung dari jaringan kulit sekitar yang longgar. Sel

yang banyak ditemukan pada kontraksi luka adalah myofibroblast. Sel ini berasal dari

fibroblast normal tapi mengandung mikrofilamen di sitoplasmanya (Lawrence, 2002).

Sel-sel fibroblast terlihat sebagai sel gepeng dengan juluran sitoplasma, inti lonjong

dengan sedikit kromatin, dan satu atau dua nukleus. Fibrosit adalah sel bentuk

kumparan kecil yang lebih matang tanpa juluran sitoplasma dan intinya lebih kecil dari

fibroblast. Serat kolagen adalah protein fibrosa tebal kuat untuk membentuk matriks
27

eksrtaseluler. Serat kolagen dalam sediaan berwarna merah muda (serat eosinofilik),

paling tebal, dan paling besar. Sel-sel fibroblast bisa dihitung jumlahnya dengan

menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x (Mescher, 2013).

(Mescher, 2013)
Gambar 2.7
Fibroblast dan Serat Kolagen
Gambar a. Nukleus fibroblast (panah) dan serat kolagen
sedangkan pada gambar b. fibroblast, fibrosit (panah),
dan leukosit.

2.2.2.7 Fase akhir

Fase akhir jaringan parut adalah fase terlama dari proses penyembuhan Proses ini

dimulai sekitar hari ke-21 hingga satu tahun. Pembentukan kolagen akan mulai

menurun dan stabil. Meskipun jumlah kolagen sudah maksimal, kekuatan tahanan luka

hanya 15% dari kulit normal. Proses remodelling akan meningkatkan kekuatan tahanan

luka secara drastis. Proses ini didasari pergantian dari kolagen tipe III menjadi kolagen

tipe I. Peningkatan kekuatan terjadi secara signifikan pada minggu ketiga hingga

minggu keenam setelah luka. Kekuatan tahanan luka maksimal akan mencapai 90%

dari kekuatan kulit normal (Lawrence, 2002).


28

2.3 Melati Gambir

2.3.1 Klasifikasi melati gambir

Nama umum : Melati gambir

Kingdom : Plantae

Subdivision : Viridiplantae

Class : Magnoliopsida

Order : Lamiales

Family : Oleacelae

Genus : Jasminum

Species : Jasminum officinale

(Weaver & Anderson, 2012)


Gambar 2.8
Melati Gambir (Jasminum officinale)
29

2.3.2 Morfologi melati gambir

Semak dapat merambat sejauh 0,4-5 m. Cabang-cabang bersudut atau beralur dan

tersebar. Daun bersilangan berhadapan, bentuk menyirip, panjang 5-12,5cm, dengan

tangkai daun. Masing-masing struktur mirip daun bersama-sama membentuk daun

majemuk berjumlah 7-11. Bunga berdiameter 3-3,8 cm, putih, bergaris-garis dengan

bagian luar merah jambu, pada daun longgar, ketiak dan terminal lebih panjang dari

daun; tangkai bunga 1,3-2,5 cm; mahkota berbentuk bulat telur sampai spathulate

lonjong, berdaun-daun, kecil atas, linier. Calyx 5-10 mm. panjang, putik berambut

halus, benang sari bentuk tabung panjang 2.5 mm atau kurang; lobus 5, subulate 2-8

kali panjang tabung. Corolla tabung sepanjang 1,8-2,5 cm; lobus 5; elips atau lonjong

(Al-Snafi, 2008).

2.3.3 Kandungan daun melati gambir

Tabel 2.2 Kandungan Daun Melati Gambir


Total Phenolic Content Total Flavonoid Content Total Flavonols content
(mg/g gallic acid (mg/g quercetin (mg/g quercetin equivalent)
equivalent) equivalent)
104.02 ± 1.28 10.76 ± 0.83 5.65 ± 0.45
(Dubey, et al., 2016)

Kandungan fenol total diperkirakan secara spektrofotometri menggunakan reagen

Folin-Ciocalteu, Total kandungan flavonoid diperkirakan dengan menggunakan

metode Ordon et.al, Total kandungan flavonol diperkirakan dengan metode Oyaizu

yang dilaporkan (Dubey, 2016).


30

Daun melati gambir secara spesifik disebutkan memiliki kandungan phenol sebesar

(57,7 mg/100 g) dan selain itu memiliki kandungan flavonoid yaitu sebesar 10,76

mg/100 mg quercetin.

2.4 Flavonoid

Flavonoid adalah kumpulan dari senyawa tumbuhan yang memiliki struktur

polifenol dan termasuk ke dalam kelas metabolit sekunder tumbuhan. Flavonoid

memiliki efek peningkatan kesehatan dan diperlukan dalam aplikasi farmasi,

pengobatan, dan kosmetik karena memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi,

antimutagenik, dan antikarsinogenik (Panche, 2016).

(Panche, 2016)
Gambar 2.9
Struktur Kerangka Dasar Flavonoid dan Kelasnya

2.4.1 Pengaruh flavonoid terhadap penyembuhan luka


31

Salah satu kandungan tertinggi pada melati gambir adalah flavonoid. Pada beberapa

penelitian sebelumnya, flavonoid terbukti dapat mempercepat penyembuhan luka.

flavonoid telah terbukti mempengaruhi ekspresi beberapa faktor pertumbuhan dan

sitokin yang berhubungan dengan peroses penyembuhan luka. Ekspresi VEGF

(Vascular endothelial growth factor) dan TGF-β1 (Transforming Growth Factor Betha

1) meningkat signifikan pada kelompok tikus yang diberi perlakuan menggunakan

flavonoid. Total flavonoid dapat menstimulasi sintesis kolagen dan mempercepat

pertumbuhan jaringan granulasi. VEGF dapat mendorong proliferasi dan pembentukan

sel endotel pembuluh darah. Sedangkan TGF-β1 dapat menginduksi sel-sel inflamasi

untuk berkumpul di daerah kulit yang terluka. Hal-hal tersebut dapat membantu dan

mempercepat penyembuhan luka (Gopalakrishnan, A., Ram, M., & Kumar, 2016).

VEGF adalah agen angiogenik mayor yang menstimulasi migrasi, proliferasi, dan

diferensiasi sel endotel. Level mRNA dan protein VEGF meningkat signifikan pada

kelompok tikus yang diberi perlakuan flavonoid pada hari ke-3 dan hari ke-7,

menunjukkan efek penyembuhan luka dan potensi angiogenik dari flavonoid pada kulit

(Gopalakrishnan, A., Ram, M., Kumawat ,2016).

TGF-β1 memiliki beberapa fungsi pada proses penyembuhan luka yaitu modulator

pertumbuhan, diferensiasi sel, dan mengingkatkan angiogenik bersama dengan VEGF.

Pada penelitian Gopalakhrisnan et al (2015) level TGF-β1 menunjukkan bahwa

flavonoid dapat meningkatkan ekspresi TGF-β1 pada awal fase proliferasi, sehingga

mendukung aktivitas fibroblast, deposisi matriks ekstraseluler dan pembentukan

jaringan granulasi yang lebih baik. Akan tetapi, ekspresi TGF-β1 pada kelompok tikus

yang diberi perlakuan flavonoid pada hari ke-11 dan seterusnya mengalami penurunan.
32

Hal tersebut mungkin karena terjadi keseimbangan antara deposisi dan degradasi

matriks ekstraseluler sehingga flavonoid mungkin bisa mengurangi pembentukan

jaringan parut (Gopalakrishnan, A., Ram, M., Kumawat, 2016).

Christian Khoswanto menunjukkan bahwa pada hari ketiga terjadi peningkatan

jumlah sel fibroblast karena adanya zat aktif seperti flavonoid yang terkandung dalam

daun alpukat.

(Khoswanto, Juliastuti, and Adla, 2018)


Gambar 2.10
Fibroblast Kelompok Kontrol pada Hari ke 3

(Khoswanto, Juliastuti, and Adla, 2018)


Gambar 2.11
Fibroblast Setalah Diberikan Flavanoid pada Hari ke 3
33

Pada pemeriksaan histopatologi, kelompok tikus yang diberi perlakuan flavonoid

menunjukkan lebih sedikit sel-sel inflamasi, lebih banyak proliferasi fibroblast,

meningkatnya kepadatan pembuluh darah mikro, reepitelialisasi yang lebih baik, dan

endapan kolagen yang lebih teratur. Dari beberapa data diatas dapat disimpulkan

bahwa flavanoid memiliki manfaat dalam proses penyembuhan luka dengan

mempengaruhi beberapa fase dalam penyembuhan luka (Khoswanto, Juliastuti, and

Adla, 2018).

2.5 Sediaan Gel

Gel merupakan formulasi semipadat terdiri dari suspensi yang terbuat dari partikel

anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar. Gel bersifat hidrofobik atau

hidrofilik dan memiliki struktur jaringan tiga dimensi. Berdasarkan sifat fase cair, gel

dapat dibedakan menjadi dua jenis berbeda yaitu organogel yang mengandung pelarut

organik dan hidrogel yang mengandung air. Senyawa basis gel adalah bahan

pembentuk gel dalam sediaan. Keuntungan sediaan gel adalah mampu menghantarkan

bahan obat dengan baik, mudah merata saat dioleskan pada kulit, memberikan sensasi

dingin, dan tidak berbekas di kulit (Hanum P., A. & Mimiek, 2015).

Untuk membuat suatu gel diperlukan gelling agent sebagai bahan pembentuk gel

dalam sediaan. Terdapat berbagai macam jenis gelling agent diantaranya tragakan, Na

CMC, karbopol, HPMC, dan MC (Wong Yi, S. & Imam Adi, 2018).

Hidroksipropil metilselulosa (HPMC) merupakan suatu polimer gelling agent yang

larut dalam air. HPMC diproduksi dari selulosa yang berasal dari pohon dan kapas.

Kelebihan HPMC yaitu inert terhadap banyak zat, ph 3 hingga 11, gel yang dihasilkan
34

jernih, bersifat netral, viskositas stabil, tidak mengiritasi kulit, dan tidak dimetabolisme

oleh tubuh. Selain digunakan pada produk komestika dan produk farmasi, gelling agent

ini juga digunakan dalam produk perawatan pribadi (misalnya sampo, kondisioner

rambut, dan pasta gigi) dan produk makanan (Christine C, D. & Nyi M, 2016).

Anda mungkin juga menyukai