Anda di halaman 1dari 7

FAKTOR FISIOLOGI DAN PATOLOGI

SEDIAAN PERKUTAN

ANATOMI FISIOLOGI KULIT


Kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu: lapisan epidermis,
dermis, dan subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkannya, ditandai dengan adanya
jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.
1). Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit, yang mempunyai fungsi sebagai sawar
pelindung terhadap bakteri, iritasi kimia, alergi, dan lain-lain. Lapisan ini mempunyai tebal
0,16 mm pada pelupuk mata, dan 0,8 mm pada telapak tangan dan kaki. Lapisan epidermis
terdiri atas stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan
stratum basale. Stratum korneum adalah lapisan paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel
gepeng yang mati. Lapisan ini merupakan membran yang 5% bagiannya merupakan elemen
pelindung yang paling efektif. Sel ini mampu menahan air yang berasal dari keringat dan
lingkungan luar (Aiache, 1982). Stratum lucidum terdapat langsung dibawah lapisan
korneum. Lapisan tersebut tampak lebih jelas ditelapak tangan dan kaki (Djuanda dkk, 1999).
Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas
keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga
tampak jelas di telapak tangan dan kaki (Djuanda dkk, 1999). Stratum spinosum (lapisan
malphigi) atau lapisan akanta. Lapisan ini merupakan pusat kegiatan metabolik yang
mengendalikan pembelahan sel dan pembentukan sel subjunction lainnya. Stratum basale
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah, sel ini mengadakan mitosis dan berfungsi
reproduktif.
2). Dermis
Lapisan dermis jauh lebih tebal dari epidermis. Tersusun atas pembuluh darah dan
pembuluh getah bening. Peranan utamanya adalah pemberi nutrisi pada epidermis. Pembuluh
darah (pars papilare) yaitu bagian yang menonjol ke epidermis berisi ujung serabut dan
pembuluh darah. Pars retikulare bagian dibawahnya yang menonjol ke subkutan terdiri atas
serabut-serabut penunjang seperti kolagen, elastin dan retikulin (Djuanda dkk, 1999).
3). Jaringan subkutan lemak

Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak yang berfungsi sebagai cadangan
makanan juga sebagai pemberi perlindungan terhadap dingin. Kulit mempunyai organ-organ
pelengkap yaitu kelenjar lemak, kelenjar keringat, kelenjar bau, rambut dan kuku (Djuanda
dkk, 1999).

PERKUTAN
Absorbsi

perkutan

didefinisikan

sebagai

absorbsi

menembus

stratum korneum (lapisan tanduk) dan berlanjut menembus lapisan


dibawahnya dan akhirnya masuk ke sirkulasi darah. Kulit merupakan
perintang yang efektif terhadap penetrasi perkutan obat (Lachman dkk,
1994).
Absorbsi Perkutan (melalui kulit) tujuan umum penggunaan obat
pada terapi dermatologi adalah untuk menghasilkan efek terapetik pada
tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis.
Faktor yang berperan dalam keberhasilan terapi topikal di samping faktor lain seperti
konsentrasi zat aktif obat, efek fisika dan kimia, cara pakai, lama penggunaan obat agar
diperoleh efikasi maksimal dengan efek samping minimal.
Absorpsi perkutan adalah absorpsi bahan dari luar kulit ke posisi
dibawah kulit tercakup masuk ke dalam aliran darah (Ansel, 1989).
Absorpsi perkutan meliputi:
(a) Disolusi obat dalam pembawanya
(b) Difusi obat terlarut dari pembawa ke permukaan kulit
(c) Penetrasi obat melalui lapisan-lapisan kulit, terutama lapisan stratum
corneum.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi penetrasi dari suatu obat
ke dalam kulit adalah:
(1) Konsentrasi obat terlarut karena laju penetrasi sebanding dengan
konsentrasi
(2) Koefisien partisi antara kulit dan pembawa yang merupakan ukuran
afinitas relatif dari obat tersebut untuk kulit dan pembawa;

(3) Koefisien difusi yang menggambarkan tahanan pergerakan obat


melalui molekul obat melalui barier pembawa dan pembatas kulit (Martin,
dkk, 1993).
MEKANISME KERJA
Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan
bahan aktif dalam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian diserap ke
lapisan kulit, selanjutnya didistribusikan secara sistemik. Mekanisme ini penting dipahami
untuk membantu memilih sediaan topikal yang akan digunakan dalam terapi. Secara umum
perjalanan sediaan topikal setelah

diaplikasikan melewati tiga kompartemen yaitu:

permukaan kulit, stratum korneum, dan jaringan sehat. Stratum korneum dapat berperan
sebagai reservoir bagi vehikulum tempat sejumlah unsur pada obat masih kontak dengan
permukaan kulit.

Saat sediaan topikal diaplikasikan pada kulit terjadi 3 interaksi:

1. Solute vehicle interaction


Interaksi bahan aktif terlarut dalam vehikulum. Idealnya zat aktif terlarut dalam
vehikulum tetap stabil dan mudah dilepaskan. Interaksi ini telah ada dalam sediaan.
2. Vehicle skin interaction: merupakan interaksi vehikulum dengan kulit. Saat awal
aplikasi fungsi reservoir kulit terhadap vehikulum.
3. Solute Skin interaction: interaksi bahan aktif terlarut dengan kulit (lag phase, rising
phase, falling phase).
Pada kulit utuh, cara utama penetrasi sediaan melalui lapisan epidermis, lebih baik
daripada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan folikel dan
kelenjar keringat lebih kecil dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak mengandung
elemen anatomi ini. Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran
semi permeabel, dan molekul obat berpenetrasi dengan cara difusi pasif.
FAKTOR FISIOLOGI DAN PATOLOGI
Faktor Fisiologi
a. Konsentrasi zat aktif obat
Konsentrasi bahan aktif merupakan faktor penting, jumlah obat yang diabsorpsi
secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu, bertambah sebanding dengan
bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu pembawa.
b.Kondisi Keadaan dan Lapisan kulit
Absorpsi perkutan akan lebih besar bila sediaan topikal dipakai pada kulit yang
lapisan tanduknya tipis. Kondisi kulit meliputi keadaan dan umur kulit, aliran darah, tempat
pengolesan, kelembaban dan suhu kulit.
c. Luas permukaan
Penggunaan bahan obat pada permukaan yang lebih luas akan menambah jumlah obat
yang diabsorpsi. Absorpsi bahan aktif akan meningkat jika pembawa mudah menyebar ke
permukaan kulit.
d. Keadaan dan umur kulit
Kulit utuh merupakan suatu sawar (barrier) difusi yang efektif dan efektivitasnya
berkurang bila terjadi perubahan dan kerusakan pada sel-sel tanduk.
e. Aliran darah
Perubahan debit darah ke dalam kulit akan mengubah kecepatan penembusan molekul
dan semakin banyak aliran darah maka kecepatan penembusan molekul akan semakin baik
terutama saat kulit luka atau zat aktif secara ionoforesis.

f. Tempat pengolesan
Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama akan berbeda dan tergantung
pada susunan anatomi dari tempat pengolesan tergantung ketebalan kulit. Permeabilitas
meningkat contoh telapak kaki dan telapak tangan, lengan lalu kulit rambut.
g. Kelembaban dan suhu tubuh
Keadaan normal suhu tubuh yaitu 5-15%. Suhu tubuh yang lembab memiliki afinitas
yang sama terhadap senyawa yang larut air atau lipid. Kelembaban mengurangi BJ dan
tahanan difusi. Secara in vivo, suhu kulit yang diukur pada kedaan normal relative tetap dan
tidak berpengaruh pada peristiwa penyerapa

dan semakin tinggi suhu maka akan

meningkatkan permeabilitas kulit.

Faktor patologi
a. Gangguan kulit
Gangguan pada kulit yang berupa alergi dan iritasi kulit. Alergi kulit adalah gangguan
pada system imunitas sehingga tidak memberikan perlindungan maksimal terhadap benda
asing di luar tubuh dan tubuh bereaksi ketika kontak dengan bahan kimia yang biasanya
ditandai dengan gatal gatal dan kemerahan pada kulit, sedangkan iritasi kulit dapat
disebabkan karena kelembaban udara atau kulit kontak langsung dengan bahan kimia yang
ditandai dengan kulit kemerahan, sensasi terbakar, bersisik dan ruam.
SEDIAAN PERKUTAN
Pada umumnya, absorpsi perkutan dari bahan obat terdapat pada
preparat dermatologi seperti salep, krim, pasta, atau gel (Ansel, 1989).
Salep adalah sediaan setengah padat yang yang digunakan sebagai obat
luar dan bahan obat harus terdispersi homogen dalam dasar yang cocok
(DepKes, 1979). Krim didefenisikan sebagai cairan kental atau emulsi
setengah padat baik bertipe a/m atau m/a yang mengandung satu atau
lebih bahan obat yang terdispersi merata dalam bahan dasar yang sesuai.
Pasta adalah dispersi bahanbahan serbuk yang tidak larut dengan
konsentrasi tinggi (20 sampai 50%) dalam suatu basis lemak atau basis
yang mengandung air. Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari

suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
Sediaan transdermal atau sediaan yang digunakan perkutan yang diperuntukkan untuk
memberikan efek sistemik, dalam formulasinya sering ditambahkan enhancer (pembawa
sorpsion). Enhancer diperlukan untuk meningkatkan absorpsi obat perkutan.
Sistem trandermal biasanya hanya berupa potongan kecil yang dapat melepaskan obat
secara terkendali pada periode tertentu. Jadi yang mengatur sistem penyampaian obat adalah
membran bukan kulit.
Rancangan dan tujuan utama pengaturan sistem pelepasan obat adalah:
1. Memberikan obat dalam laju yang terkendali untuk diabsorpsi
2. Memiliki sifat fisika-kimia yang tepat agar bahan obat mudah terlepas dan membantu
absorpsi obat menembus stratum corneum
3. Sistem harus menutup kulit untuk menjamin arus searah dan bahan obat
4. Zat perekat, pembawa dan zat aktif harus tidak mengiritasi kulit
5. Sistem harus tidak memungkinkan pengembangbiakan bakteri kulit di dalam keadaan
tertutup.

DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., Popovich, N.G. and Allen Jr., L.V., 1995, Pharmaceutical Dosage Forms and
Drug Delivery System, William & Wilkins, Parkway PA. 3.
Banker, G.S. and Rhodes, C.T., 1996, Modern Pharmaceutics, 3rd Ed., Marcel Dekker Inc.,
New York.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 1979. Farmakope

ndonesia Edisi III.

Jakarta
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Semi padat. Dalam: Suyatmi S, Kawira J, Aisyah HS,
eds. Teori dan praktek farmasi industri II. Edisi ke-3. Jakarta: UI Press, 1994: 1091-9.
Yanhendri, Satya Wydya Yenny. 2012. Jurnal Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Berbagai Bentuk Sediaan Topikal dalam
Dermatologi. 39 (6): 423-430
www.farmasi.unud.ac.id diakses 15 Desember 2015
www.repository.usu.ac.id diakses 15 Desember 2015

Anda mungkin juga menyukai