Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak cara untuk menyampaikan informasi. Selain berita, ada bentuk informasi lain
yang berusaha menggabungkan pelaporan fakta dengan gaya bercerita atau bertutur yang
khas. Inilah yang kita kenal sebagai dokumenter, atau dalam beberapa literatur disebut
Feature. Dokumenter berasal dari bahasa Prancis Documentaire. Feature merupakan
karya jurnalistik yang menggabungkan cara pelaporan fakta dengan pendekatan sastrawi
(Kurnia, 2004).
Dalam praktiknya, ada yang membedakan feature dengan dokumenter. Masduki
(2001:65) menuturkan, dokumenter mengandung lebih banyak fakta, yang dituturkan
secara objektif. Dokumenter tidak bertujuan untuk mempromosikan suatu barang,
mengajak pendengar menangis, atau sekadar menyajikan objektivitas sebuah peristiwa
(Wibowo, dalam Masduki, 2001:65). Dokumenter berbeda dengan feature, yang
menggunakan teknik-teknik atau pendekatan sastrawi untuk mengunggah dan menyentuh
emosi pendengar. Dan faktor inilah yang membedakan dokumenter dan feature yang
masih menoleransi imajinasi dan dramatisasi. Dalam pembahasan ini feature dan
dokumenter dibahas bersama-bersama. Bukan untuk menyatukan konsep kedua program
tersebut. Tetapi lebih pada kepraktisan saja, karena alur atau tahapan pembuatan kedua
jenis program tesebut pada dasarnya serupa. Hanya pendekatan dan pengemasannya saja
yang kelak berbeda.

BAB II
1

PEMBAHASAN

2.1 JENIS-JENIS FEATURE/DOKUMENTER


1. News Features, Berita yang peristiwanya berkembang dari waktu ke waktu kemudian
fakta yang dikumpulkan dari berita tersebut sudah cukup memadai untuk menjelaskan
perkara isu yang ada dalam peristiwa tersebut.
2. Sidebar, Features yang menyoroti satu detail atau sebuah aspek dari berita besar.
Contohnya berita breaking news mengenai semburan lumpur lapindo dimana di
dalamnya diangkat sejumlah aspek seperti penyebab dari lumpur lapindo serta
kerugian akibat lumpur lapindo.
3. Special Event Features, Special Event Features sama dengan Sidebar tetapi berita
hanya berfokus pada satu momen bukan aspek dari rangkaian peristiwa. Misalnya
peringatan Bandung lautan api yang diangkat disini yaitu berupa persiapan dan
penjabaran program Pemda untuk menyambut hari istimewa tersebut.
4. News Backgrounders, Latar belakang dari sebuah berita yang bertujuan untuk
membuat khalayak pendengar memahami awal peristiwa hingga situasinya
berkembang.
5. Historical Features, Berita yang mengangkat peristiwa-peristiwa bersejarah yang
bertujuan bukan hanya sebagai kenangan tetapi memperlihatkan betapa pentingnya
peristiwa yang telah terjadi di masa lalu bagi generasi sekarang. Contohnya Tsunami
Aceh tahun 2006.
6. Human Interest Stories, Peristiwa-peristiwa yang unik, ganjil, lucu, menyangkut
orang atau lingkungannya, yang menyegarkan hidup. Contohnya human interest
mengenai kehidupan dai cilik yang diundang berceramah kemana-mana, termasuk
berceramah di depan majelis taklim orang dewasa dengan topik rumah tangga.
7. Personality Sketches/Profiles, Jenis Feature semacam ini mengangkat profil sosoksosok tertentu. Feature berusaha merekonstruksi kepribadiannya dengan
menggambarkan aktivitas, opini orang lain di sekitarnya tentang tokoh tersebut,
motivasinya, dan sebagainya.
8. Descriptive Features, Kadang-kadang feature ini disebut travelogue atau catatan
perjalanan. Isinya menceritakan kondisi lokasi tertentu, laporannya berpusat pada
(deskripsi) tempat yang dikunjungi oleh reporter. Travelogue atau descriptive feature
sering dikaitkan dengan tujuan-tujuan pariwisata.
9. Seasonal Features, Feature jenis ini menyoroti rangkaian event tertentu. Inilah yang
membedakan seasonal features (makro, peristiwa utama) dengan special event
features (mikro, bagian dari main event). Contoh : Liputan mudik lebaran, liputan
2

program-program menyambut hari Kebangkitan Nasional, dan lain-lain. Sebagian


besar penulis atau penyusun feature adalah tokoh-tokoh yang sudah kawakan dalam
bidang jurnalistik.
Mayeux (1996) sebagai sensitivitas untuk mengendus berita atau informasi yang
bisa diangkat sebagai feature/dokumenter. Mayeux mengungkapkan bagaimana cara
meningkatkan kepekaan untuk mengendus bakal feature :
1. Jangan pernah berhenti mencari kisah-kisah feature yang bagus.
2. Tanamkan minat pada beragam subjek.
3. Amati hal-hal yang tidak kasat mata.
4. Simak dengan cermat apa yang dikatakan orang, dan apa yang tidak mereka
katakan dalam rekaman wawancara maupun dalam percakapan sehari-hari.
5. Cermati dengan intens apa yang dilakukan orang lain, bagaimana mereka bereaksi
dengan mata dan postur tubuhnya.
6. Amati dengan berlandaskan pada tujuan tertentu.
Sensitivitas berkaitan dengan kreativitas . sensitif memilih topik, diiringi dengan
kreativitas melacak sumber maupun mengemas fakta, akan menghasilkan kisah
feature/dokumenter yang bagus. Kalau doktrin berita radio mengharuskan segala
sesuatu ditulis to the point, kronologis, pola piramida utuh, pendek kata, ringkas,
padat, akurat, terstruktur secara kronologis, tidak demikian halnya dengan
feature/dokumenter.
2.2 MEMPRODUKSI FEATURE/DOKUMENTER
1. Persiapan Produksi Feature/Dokumenter
Pada tahap ini hal yang perlu dilakukan adalah menetapkan isu apa yang akan
diangkat menjadi feature/dokumenter. Lakukan riset produser atau penulis feature
perlu memahami subjeknya secara menyeluruh. Riset ini hendaknya memberi output
tentang bagaimana feature/dokumenter akan disusun dan dilengkapi dengan detil-detil
yang diperlukan. Dalam riset, perlu disertakan pula mapping data, sumber data, dan
subtema yang menjadi fokus tiap-tiap sekuens.
2. Memproduksi Feature/Dokumenter
Berbekal mapping dan struktur plot/skenario, masing-masing anggota tim lantas
mengawali proses produksi dengan memburu fakta/data. Data yang ada kemudian
dimasukkan dalam plot yang sudah direncanakan. Proses menyusun
feature/dokumenter berlangsung di studio, tepatnya di ruang editing. Suara narator
direkam, kemudian disambung-sambung dengan kutipan wawancara, nat sound,
musik, dan lain-lain.
3. Evaluasi Produksi Feature/Dokumenter
3

Evaluasi berlangsung dalam dua tahap. Pertama, sesudah feature/dokumenter selesai


produksi, anggota tim bersama-sama menyimak dan mengevaluasi apakah struktur
penceritaannya pas, apakah insert wawancara tidak berlebihan, apakah durasinya
tidak bikin capek, apakah pemotongan di tiap sekuens tidak mengganggu jalannya
cerita. Evaluasi kedua dilakukan setelah feature/dokumenter diudarakan. Lacak
bagaimana respons pendengar terhadap feature/dokumnter tersebut.ini bisa dilakukan
dengan memanfaatkan kelompok pendengar setia yang dihubungi melalui telepon,
atau dengan mengundang mereka membahas feature/dokumenter.
2.3 UNSUR-UNSUR FEATURE/DOKUMENTER
1. Narator (Pencerita)
Narator berfungsi menghubungkan informasi disetiap sekuens, memaparkan benang
merah feature, membingkai kisah. Tidak sembarang penyiar mampu menjadi narator.
Yang dicari produser biasanya adalah narator yang smart, punya wawasan, dan warna
suaranya kebetulan sesuai dengan mood yang dikehendaki dari feature/dokumenter.
2. Naskah
Naskah memperlihatkan dengan tepat dimana posisi narator dan kutipan-kutipan
lainnya. Format naskah bisa beda-beda. Tapi yang jelas, naskah betul-betul
merefleksikan pokok-pokok yang ingin disampaikan produser feature pada
pendengarnya.
3. Plot
Plot memperlihatkan sekuens atau rangkaian fakta akan disusun. Plot tidak boleh
diabaikan, dan perlu dipertimbangkan baik-baik, karena dramatisasi dan sensasi yang
diinginkan dari feature/dokumenter bermula dari sini. Dalam setiap plot, tak peduli
bagaimana strukturnya, perlu ada klimaks (dan antiklimaks).
4. Detail Pelengkap
Walupun tidak ada ketentuan bahwa feature/dokumenter harus selalu mengandung
unsur insert wawancara, nat sound, musik dan bebunyian lain, namun faktor-faktor
yang disebutkan tadi merupakan unsur penting dalam feature/dokumenter. Fungsinya,
selain memperjelas, juga untuk menghadirkan kesan dan mendramatisasi fakta.
5. Durasi dan penempatan
Betapapun bagusnya sebuah feature/dokumenter, kalau penempatannya salah, ya
percuma saja. Siapa yang akan mendengarkan? Karena itu faktor penempatan perlu
diperhitungkan dengan saksama, mengacu pada faktor audiens, lifestyle dan agenda
harian mereka. Aspinall (1971:103) menyebutkan bahwa rata-rata feature/
dokumenter panjangnya 30-60 menit.

Segala segi untuk menyusun feature/dokumenter telah diketahui. Di antara semua


tahap penyusunan feature, biasanya langkah pertama yang paling sulit, yaitu
mengembangkan ide menjadi gagasan, atau membreakdown gagasan menjadi plot
feature/dokumenter. Nasihat berikut ini diberikan oleh mayeux (1996:347).
1. Ciptakan outline atau struktur kisah tentatif
2. Teruskan membentuk dan mengepaskan outline ini ketika fakta-fakta dan komentarkomentar dikumpulkan (lazimnya, untuk feature, diperlukan lebih banyak detail
daripada berita hard news).
3. Susunlah rekaman komentar dan catatan-catatan menjadi draf sekuens (atau sekuens
kasar) dan perbaiki awal.
4. Tuliskan draf feature/dokumenter pertama, gabungkan kata-kata, bunyi, dan musik
kedalamnya.
5. Baca, renungkan, murnikan, dan poles naskah. Sunting kembali sampai betul-betul
terasa oke.
Bagaimana menerjemahkan langkah-langkah ini dalam praktek? Richard Aspinall
(1971:105) membagi pengalamannya pada kita. Feature nya biasanya bermula dari
sebuah pernyataan yag menarik perhatian dari koran setempat, misalnya perubahan
kerangka sosial di desa kita akan menjadi langkah awal untuk memerbaiki pertanian.
Kemudian, pernyataan ini diekstraksinya menjadi judul yang relevan. Misalnya Gagasan
Baru, Panen sukses, Perubahan Demi Masa Depan, Tak Seperti Zaman Kakek!, dan
sebagainya. Judul inilah yang menggerakkan Aspinall untuk menyusun (draf) sekuens.
Pada dasarnya, draf sekuens adalah ekspansi atau perluasan dari kalimat pendek yang
sederhana.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Selain berita ada banyak cara untuk menyampaikan informasi. Ada bentuk
informasi lain yang berusaha menggabungkan pelaporan fakta dengan gaya bercerita
atau bertutur yang khas yang dikenal sebagai dokumenter atau dalam beberapa
literatur yang disebut sebagai feature. Dokumenter adalah salah satu mahzab
pembuatan film yang tidak sepenuhnya faktual, karena mengandung unsur-unsur
dramatisasi. Tapi juga sepenuhnya fiksi, karena berlandaskan fakta-fakta yang bisa
diferivikasi secara objektif. Pengertian yang sama juga berlaku pada feature. Feature
merupakan karya jurnalistik yang menggabungkan cara pelaporan fakta dengan
pendekatan sastrawi. Dalam praktiknya, ada yang membedakan feature dengan
dokumenter. Dokumenter mengandung lebih banyak fakta yang dituturkan secara
objektif. Sedangkan feature menggunakan taknik-teknik atau pendekatan sastrawi
untuk menggugah dan menyentuh emosi pendengar. Hal inilah yang membedakan
dokumenter dan feature. Tetapi sebenarnya alur atau tahapan pembuatan kedua jenis
program tersebut pada dasarnya sama hanya saja pendekatan dan pengemasannya
yang kelak berbeda.

Anda mungkin juga menyukai