Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

PERCOBAAN V
ABSORBSI PERKUTAN OBAT

Disusun oleh :
Galuh Nilam Pratiwi (1041511073)
Intan Nur Faizah (1041511084)
Khairunnisa (1041511092)
Latifatul Khoiriyah (1041511098)
Fithria Lathifatul B (1041611175)
Nur Aliya Fitri Ana (1041611184)

PRODI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI


YAYASAN PHARMASI SEMARANG
2017
PERCOBAAN V
ABSORBSI PERKUTAN OBAT

I. TUJUAN
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh absorbsi perkutan asam salisilat
dengan basis salep vaselin dan PEG.

II. DASAR TEORI


Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik
pengaruh fisik maupun pengaruh kimia. Kulit memiliki berbagai fungsi, termasuk perlindungan,
pengaturan suhu, penghantar sensasi, dan respon imun. Kulit terdiri atas epidermis dan dermis
serta jaringan lunak yang berada dibawah dermis. Lapisan kulit paling atas adalah epidermis,
yang terdiri dari keratinosit, melanosit (pigmen), sel langerhans (perwujudan antigen), dan sel
markel (sensori). Kreatinosit adalah bagian epidermis yang berproliferasi, mengandung keratin
yang memberikan struktur internal. Meskipun kulit relative permeabel terhadap senyawa
senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa obat atau
bahan berbahaya yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik baik yang bersifat
setempat maupun sistemik.
Absorbsi melalui kulit, yang secara fiiologis tidak mempunyai fungsi absorbsi, terjadi
terutama transdermal, disamping transfolikuker, tapi kemampuan absorbsi melalui kulit utuh
mungkin lebih rendah dibandingkan melalui mukosa. Stratum korneum yang tidak mengandung
kapiler dengan kandungan air yang sangat sedikit (sekitar 10%) merupakan sawar absorbsi dan
sekaligus tendon absorbsi. Perlintasan melalui lapisan terluar ini menandai tahap pembatas laju
untuk absorbsi perkutan. Tahan utama yang terlibat dalam absorbsi perkutan melalui penetapan
gradient konsentrasi, yang memberikan kekuatan pendorong untuk bergeraknya obat melintasi
kulit, pelepasan obat dari zat pembawa dalam kulit-koefisien partisi, dan difusi obat melintasi
lapisan kulit-koefisien difusi. Absorbsi tertinggi pada permukaan kulit dimiliki oleh zat yang
terutama larut dalam lemak, yang masih menunujukkan sedikit larut dalm air. Zat hidrofil serta
lemak dan minyak hanya sedikit diabsorbsi oleh kulit. Sejumlah factor dapat mempengaruhi
absorbsi kulit. Kenaikan suhu kulit menambah kemampuan penetrasi zat yang dipakai melalui
kerja panas dari luar. Demikian juga rangsang yang menyebabkan hiperemi atau beberapa zat
pelarut seperti dimetilsulfoksid, dapat memperbaiki absorbsi. Pada daerah kulit yang meradang,
jumlah absorbsi dipertinggi.
Meskipun kulit utuh berperan sebagai sawar yang sangat baik terhadap absorbsi perkutan,
kulit yang luka atau berpenyakit dapat meningkatkan atau menurunkan absorbsi secara
bermakna. Pengelupasan lapisan stratum korneum sangat meningkatkan absorbsi perkutan. Plak
psoriasis epidermis yang menebal dapat menghalangi absorbsi obat topical, sedangkan
permukaan kulit yang pecah pada eksim dapat menyebabkan absorbsi berlebih.
Banyak factor yang mempengaruhi laju absorbsi dan jumlah obat topical yang diabsorbsi.
Kebanyakan obat topical dimasukkan ke dalam basis atau pembawa yang membawa obat agar
kontak dengan kulit. Zat pembawa yang dipilih untuk obat topical akan sangat mempengaruhi
absorbsi obat. Suatu zat pembawa dapat digolongkan sebagai monofase, dwifase, trifase
tergantung pada komponennya. Zat pembawa monofase meliputi serbuk, gemuk dan cairan.
Serbuk seperti amilum, talk, menyerap lembab dan mengurangi gesekan, serta memiliki efek
melembutkan dan mendinginkan. Namun serbuk kurang melekat pada kulit dan sering
menggumpal sehingga membatasi penggunanya. Gemuk memberikan perlindungan, merupakan
sediaan anhidrat yang tidak larut air atau berlemak seperti petroletum, serta larut air PEG. Salep
berlemak lebih oklusif dari pada salep larut air. Perlu diingat bahwa salep tidak menghidrasi
dengan sendirinya, namun salep tidak menghilangkan air melalui epidermis sehingga
mempertahankan hidrasi stratum korneum. Cairan dapat digunakan sebagai pelarut obat, karena
menguap dengan cepat dan memberikan efek mendinginkan dan mengeringkan.
(Goodman,2008, hal1)
Absorpsi perkutan

Kulit yang utuh merupakan rintangan terhadap absorpsi obat melalui kulit. Penetrasi obat
menembus kulit dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :
Penetrasi transeluler (menyebrangi sel)
Penetrasi interseluler (antar sel)
Penetrasi transappendageal (melalui folikel rambut, kelenjar lemak, dan perlengkapan pilo
sebaceaus)
Faktor faktor yang mempengaruhi penyerapan perkutan ada 2 yaitu faktor fisiologik dan
faktor fisiko-kimia.
Faktor fisiologik meliputi :
1. Keadaan dan umur kulit
Pada keadaan patalogis yang ditandai dengan perubahan sel sel tanduk (stratum
korneum) : dermatosis dengan eksim, psiorasis,dermatosis seborheik, maka permeabilitas
kulit akan meningkat. Hal ini dibuktikan dengan kadar hidrokortison yang melintasi kulit
akan berkurang bila lapisan sel tanduk berjamur dan akan meningkat pada kulit yang
eritematosis. Selain itu permeabilitas kulit juga dipengaruhi oleh usia, kulit anak anak
lebih permeabilitas dibandingkan dengan kulit orang dewasa.
2. Aliran darah
Pada sebagian besar obat obatan, lapisan tanduk merupakan faktor penentu pada proses
penyerapan dandebit darah selalu cukup untuk menyebabkan senyawa menyetarakan diri
dalam perjalanannya. Namun bila kulit luka atau bila zat aktif digunakan secara ionoforesis
menjadi faktor yang menentukan.
3. Tempat pengolesan
Jumlah molekul yang sama akan berbeda tergantung pada tempat pengolesan . karena
adanya perbedaan ketebalan. Perbedaan ketebalan terutama disebabkan ketebalan lapisan
tanduk (stratum korneum) berbeda pada setiap bagian tubuh.
4. Kelembaban dan suhu
Kelembaban dapat mengembangkan lapisan tanduk dengan pengurangan bobot jenisnya
atau tahanan difusi. Secara in vivo , suhu kulit yang dipengaruhi
Faktor fisiko-kimia meliputi :
1. Tetapan difusi
Tetapan difusi suatu membran berkaitan dengan tahanan yang menunjukan keadaan
perpindahan. Senyawa dengan bobot molekul rendah akan berdifusi lebih cepat daripada
senyawa dengan bobot molekul yang tinggi, paling tidak karena membentuk ikatan
konstituen membran. Pada keadaan tersebut maka jumlah yang diserap berbanding terbalik
dengan bobt molekul.
2. Konsentrasi zat aktif
Umumnya, jumlah obat yang diabsorpsi secara perkutan per unit luas permukaan per
satuan waktu akan meningkat, bila kosentrasi obat pada sistem penghantaran obat
transdermal ditambah
3. Koefisien partisi
Harga koefisien partisi obat yang tergantung dari kelarutannya dalam air dan minyak.
Harga ini menentukan laju perpindahan melewati daerah absorbsi. Koefisien partisi dapat
diubah dengan memodifikasi gugus kimia dalam struktur obat dan variasi pembawa.
(Aiache, J.M, 1993 : 458-464).
Karena kecepatan difusi suatu obat menembus sawar kulit tergantung langsung pada kadar
obat dalam bahan pembawa, maka absorpsi obat perkutan dapat lebih mudah diubah dengan:
1. Memodifikasi kelarutan suatu obat dalam bahan pembawa
2. Mengubah komposisi bahan pembawa
3. Memodifikasi struktur kimia obat dibanding dengan mencoba menaikkan kelarutan obat di
dalam sawar kulit.

Dulu dipercaya bahwa factor utama yang berpengaruh terhadap penetrasi melalui kulit
adalah dasar salepnya sendiri, oleh karena itu klasifikasi salep menurut penetrasi lebih banyak
dikemukakan daripada komposisi tipe dasar salep.
Pengaruh komposisi bahan pembawa pada absorbsi perkutan kebanyakan berhubungan
dengan efek:
1. Kelarutan obat dalam bahan pembawa
2. Koefisien aktivitas obat
3. Koefisien partisi kulit atau bahan pembawa

Pengaruh ketiga efek tersebut lebih besar daripada pengaruh efek bahan pembawanya
sendiri terhadap kulit. (Moh. Anief, 2002)
Salep adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar. Dasar salep dikelompokkan
menjadi 4 kelompok besar, yaitu basis hidrokarbon, bais absorbsi, basis yang dapat dicuci
dengan air dan basis yang larut dalam air. Fungsi salep adalah sebagai bahan pembawa substansi
obat untuk pengobatan kulit, sebagai bahan pelumas dan sebagai pelindung kulityaitu mencegah
kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit.
Suatu dasar salep yang ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
Tidak mengahmbat proses penyembuhan luka / penyakit pada kulit tersebut.
Di dalam sediaan secara fisik cukup halus dan kental.
Tidak merangsang kulit.
Reaksi netral, pH mendekati ph kulit yaitu sekitar 6-7.
Stabil dalam penyimpanan.
Tercampur baik dengan bahan berkhasiat.
Mudah melepaskan bahan berkhasiat pada bagian yang diobati.
Mudah dicuci dengan air.
Komponen-komponen dasar salep sesedikit mungkin macamnya.
Mudah diformulasikan / diracik.
Dasar salep hidrokarbon bebas air, preparat yangberair mungkin dapat dicampurkan hanya
dalam jumlah sedikit. Dasar hidrokarbon terutama dipakai untuk efek emolien. Dasar salep
tersebut bertahan paada kulit dalam waktu yang lama dan tidak memungkinkan larinya lembab
ke udara dan sukar dicuci. Contohnya vaselin, paraffin, minyak mineral.
Dasar salep yang bias dibersihkan dengan air merupakan emulsi minyak dalam air yang
dapat dicuci dari kulit, misalnya salep hidrofil.
Dasar salep absorbsi berguna sebagai emollient walaupun tidak menyediakan derajat
penutupan seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak. Contoh lanolin, petrolatum hidrofilik,
cold cream.
Dasar salep larut dalam air hanya mengandung komponen yang larut dalam air. Contoh
PEG.
(Sulaiman. 2008)
Tinjauan Bahan
1. Acidum Salicylicum
Asam Salisilat

C7H6O3 BM 138,12
Pemerian : Hablur putih; biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur putih;
rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintesis warna putih
dan tidak berbau. Jika dibuat dari metal salisilat alami dapat berwarna
kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip mentol.
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam benzene; mudah larut dalam etanol dan
dalam eter; larut dalam air mendidih; agak sukar larut dalam kloroform.
Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0%
C7H6O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian hablur putih, biasanya
berbentuk jarum halus atau serbuk hablur putih halus, rasa agak manis, tajam dan stabil di
udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat darimetil salisilat alami
dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip etanol. Kelarutan
sukar larut dalam air dan dalam benzene, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut
dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform.
(Anonim, 1995 : 51)
Asam salisilat berkhasiat sebagai fungisid terhadap banyak fungi pada konsentrasi
3-6% dalam salep. Di samping itu, zat ini juga bekerja sebagai keratolitis, yaitu dapat
melarutkan lapisan tanduk kulit pada konsentrasi 5-10%. Selai itu juga dapat berkhasiat
sebagai bakteriostatik lemah. Asam salisilat banyak digunakan dalam sediaan obat luar
terhadap infeksi jamur yang ringan. Sering kali, asam ini dapat dikombiasikan dengan
asam bensoat (salep whitfield) dan belerang (sulfur praipitatum) yang keduanya memiliki
kerja fungistatis maupun bakteriostatis. Bila dikombinasikan dengan obat lain, misalnya
kortikosteroid, asam salisilat meningkatkan penetrasinya ke dalam kulit. Tidak dapat
dikombinasikan dengan oksida karena akan berbntuk garam seng salisilat yang tidak aktif.
(Tjay.2007. hal 101)
2. Acidum Trikloroacetat (TCA)
Asam trikloroasetat mengandung tidak kurang dari 98% C2HCl3O2.
Pemerian : hablur atau masa hablur, sangat rapuh, tidak berwarna, rasa lemah atau
getir dank has.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dalam ethanol (95%) P dan dalam eter
(Anonim,, 1979)

3. Heparin
Heparin adalah sediaan steril mengandung polisakaridosulfat seperti yang terdapat
dalam jaringan hewan yang menyusui, mempunyai sifat khas menghambat pembekuan
darah. Potensi tiap mg tidak kurang dari 110 UI dan tidak lebih dari 130 UI, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan dan tidak kurang dari 90 % dan tidak lebih dari 110
% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Pemerian : serbuk; putih atau putih kuning gading; agak higroskopik.
Kelarutan : larut dalam 2,5 bagian air. (Anonim, 1979)
4. Vaselin
Kelarutan: praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol ( 95 % ) P, larut dalam
kloroform P, dalam eter P, dan dalam eter minyak tanah P, larutan kadang-kadang
beropalesensi lemah. ( Anonim, 1979 : 633 )

III. ALAT DAN BAHAN


ALAT :
Scalpel Rak tabung reaksi
Alat pencukur bulu kelinci Pipet mikro
Alumunium foil Pipit volume 1 ml, 3 ml
Kain kasa Pipet tetes
Ependrop Labu takar
Tabung sentrifuge Corong kaca
Fortex Kuvet
Sentrifuge Beaker glass
Tabung reaksi Spetrofotometer

BAHAN :
Salep Asam Salisilat basis vaselin dan PEG
Heparin
TCA 10 %
Aquadest

HEWAN UJI :
Kelinci
IV. SKEMA KERJA
a. Pembuatan larutan Stock Asam Salisilat
250 mg serbuk Asam Salisilat dimasukkan labu takar 50 ml

Dilarutkan dengan aquadest ad 50 ml

Diperoleh kadar 5000 ppm

b. Pembuatan Kurva Baku Asam Salisilat

Darah yang mengandung heparin

Ditambah larutan stok Asam Salisilat

Didapat kadar 250g/ml, 500, 750, 1000, 1250 g/ml

Ditambah 2 ml TCA 10%, divortexing

Disentrifuge 10 menit, 2500 rpm

Diambil 1 ml beningan

Dibaca absorbansinya pada maksimum

Diperoleh nilai absorban masing-masing konsentrasi


c. Pengambilan sampel darah
di ambil 2ml darah dari vena telinga
kelinci

di tampung dalam tabung berisi heparin


di vortex
di ambil 1ml plasma
di tambah TCA
10%

di centrifuge 15'
di ambil 1ml beningan
di tambah 3ml air
di tentukan konsentrasi obat dengan
spektro

d. Perlakuan Pada Kelinci


kelinci di cukur bulu nya pada punggung seluas 20cm2
(panjang 5 cm dan lebar 4 cm )

di olesi 2gr salep asam salisilat

salep di tutup dengan aluminium foil dan di balut dengan kain kasa

pengambilan sampel darah dilakukan menit ke 0,10, 20, 30, 45, 60,
90, dan 120

darah di tampung dalam tabung reaksi berisi heparin


di vortex
di ambil 1ml plasma
di tambah TCA
10%
di centrifuge 15'
di ambil 1ml beningan
di tambah 3ml air
di tentukan konsentrasi asam salisilat dalam plasma
e. Analisa Data
Hasil percobaan dianalisa AUC, waktu vs konsentrasi

Koefisien permeabilitas dari percobaan

Dibandingkan tiap formula

V. PERHITUNGAN DAN DATA PENGAMATAN


Penimbangan Larutan stok asam salisilat
Kertas + zat = 0,7551 gram
kertas + sisa = 0,5054 gram _
zat = 0,2497 gram
= 249,7 mg
Konsentrasi larutan stok = 249,7 mg/0,05 L = 4994 ppm

Deret Baku
Kadar Koreksi kadar
V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 5000 g/ml = 500 l. 250 g/ml 25 l. 4994 g/ml = 500 l. C2
V1 = 25 l (stok) C2 = 249,7 g/ml
+ 475 l darah
V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 5000 g/ml = 500 l. 500 g/ml 50 l. 4994 g/ml = 500 l. C2
V1 = 50 l (stok) C2 = 499,4 g/ml
+ 450 l darah
V1. C1 = V2. C2 V1. C1 = V2. C2
V1. 5000 g/ml = 500 l. 750 g/ml 75 l. 4994 g/ml= 500 l. C2
V1 = 75 l (stok) C2 = 749,1 g/ml
+ 425 l darah
V1. C1 = V2. C2
V1. C1 = V2. C2
V1. 5000 g/ml = 500 l. 1000 g/ml
100 l. 4994 g/ml = 500 l. C2
V1 = 100 l (stok)
C2 = 998,8 g/ml
+ 400 l darah

V1. C1 = V2. C2
V1. C1 = V2. C2
V1. 5000 g/ml = 500 l. 1250 g/ml
125 l. 4994 g/ml = 500 l. C2
V1 = 125 l (stok)
C2 = 1248,5 g/ml
+ 375 l darah

Absorbansi baku Asam salisilat ( max 415,5)


Konsentrasi Absorbansi
(ppm)
0 0,000
249,7 0,301
499,4 0,477
749,1 0,556
998,8 0,778
1248,5 0,921

a = 0,0687
b = 6,9970 x 10-4
r = 0,9877
y = a + bx
y = 0,0687 + 6,9970.10-4x
a. Data Absorbansi Sampel Salep Asam Salisilat

Waktu Absorbansi Salep Basis Absorbansi Salep


(menit) PEG Basis Vaselin

0 0,156 0,000

10 0,298 0,129

20 0,148 0,123

30 0,115 0,126

45 0,145 0,118

60 0,153 0,158

90 0,180 0,135

120 0,184 0,147

b. Perhitungan Cp dan AUC


1) Kelompok 3 Salep Basis PEG
T Absorbansi Cp ( g/ml) Ln Cp Cp Ln Cp res
(menit)
0 0,156 124,7678 4,8265

10 0,298 327,7119 5,7921 96,6407 4,5710

20 0,148 113,3343 4,7303 101,8176 4,6232

30 0,115 66,1712 4,1922 107,2719 4,6754

45 0,145 109,0467 4,6918

60 0,153 120,4802 4,7915

90 0,180 159,0682 5,0693

120 0,184 164,7849 5,1046


Perhitungan Cp y = 0,0687 + 6,9970.10-4x
Regresi fase eliminasi t vs ln cp
a = 4,5188 Kel = -5,2183x10-3
b = 5,2183x10-3
r = 0,9129
0,693 0,693
Perhitungan t eliminasi = = 5,2183x103 = -132,80 menit

Perhitungan AUC

327,7119+124,7678/
010 = x (10-0) menit = 2262,40 g menit/ml
2

20 113,3343+327,7119/
10 = x (20-10) menit = 2205,23 g menit/ml
2

30 66,1712+113,3343/
20 = x (30-20) menit = 897,53 g menit/ml
2

45 109,0467+66,1712/
30 = x (45-30) menit = 1314,13 g menit/ml
2

60 120,4802+109,0467/
45 = x (60-45) menit = 1721,45 g menit/ml
2

90 159,0682+120,4802/
60 = x (90-60) menit = 4193,23 g menit/ml
2

120 164,7849+159,0682/
90 = x (120-90) menit = 4857,80 g menit/ml
2
120 4857,80
AUC = = 5,2183x103 = -930916,20 g menit/ml

AUC total = -913464,43 g menit/ml

Regresi fase absorbsi t vs ln cp res


a = 4,5188 Ka = -5,22x10-3
b = 5,22x10-3
r=1
Permeabilitas Membran (Kp)

= . (2 1)


=

Ka = Kp.S (C2-C1)

Kp = .(21)
5,22x103
Kp = = -5,22 x10-3
20.5%

2) Kelompok 6 Salep Basis Vaselin


T Absorbansi Cp ( g/ml) Ln Cp Cp Ln Cp res
(menit)
0 0,000 -98,1849 -

10 0,129 86,1798 4,4564 131,7931 4,8812

20 0,123 77,6047 4,3516 128,9382 4,8593

30 0,126 81,8922 4,4054 126,1452 4,8374

45 0,118 70,4588 4,2550

60 0,158 127,6261 4,8491

90 0,135 94,7549 4,5513

120 0,147 111,9051 4,7177

Perhitungan Cp y = 0,0687 + 6,9970.10-4x


Regresi fase eliminasi t vs ln cp
a = 4,9031 Kel = 2,1900x10-3
b = -2,1900x10-3
r = -0,4402
0,693 0,693
Perhitungan t eliminasi = = 2,1900x103 = 316,44 menit

Perhitungan AUC

86,1798+(98,1849)/
010 = x (10-0) menit = -60,03 g menit/ml
2

20 77,6047+86,1798/
10 = x (20-10) menit = 818,92 g menit/ml
2

30 81,8922+77,6047/
20 = x (30-20) menit = 797,48 g menit/ml
2
45 70,4588+81,8922/
30 = x (45-30) menit = 1142,63 g menit/ml
2

60 127,6261+70,4588/
45 = x (60-45) menit = 1485,64 g menit/ml
2

90 94,7549+127,6261/
60 = x (90-60) menit = 3335,72 g menit/ml
2

120 111,9051+94,7549/
90 = x (120-90) menit = 3099,9 g menit/ml
2
120 3099,9
AUC = = 2,1900x103 = 1415479,45g menit/ml

AUC total = 1426099,71 g menit/ml

Regresi fase absorbsi t vs ln cp res


a = 4,9031 Ka = 2,19x10-3
b = -2,19x10-3
r = -1

Permeabilitas Membran (Kp)



= . (2 1)


=

Ka = Kp.S (C2-C1)

Kp = .(21)
2,19x103
Kp = = 2,19 x10-3
20.5%
V. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini, bertujuan untuk mengetahui kemampuan absorbsi perkutan dari
salep asam salisilat dengan dua basis salep yang berbeda. Sediaan yang digunakan dalam
percobaaan ini adalah salep dengan basis vaselin dan PEG. Sediaan salep asam salisilat
ditujukan untuk pemakaian topical yang berfungsi sebagai keratolitik. Keratolitik berarti
bekerja dengan mengelupaskan sel-sel kulit mati atau sasaran terapinya hanya pada lapisan
tanduk yaitu dengan cara mengurangi ketebalan interseluler dalam selaput tanduk dengan
cara melarutkan semen interseluler dan menyebabkan disintegrasi dan pengelupasan kulit..
Keratolitik digunakan pada kulit, keratin, epitel tanduk dan akan menimbulkan dehidrasi
atau pelunakan, pengembangan dan deskwamasi. Deskwamasi adalah hilangnya atau
larutnya jaringan kulit tanduk dari epidermis. Arti keratolisis ialah larutnya selaput tanduk
(stratum korneum). Pengobatan pada lapisan tanduk bertujuan untuk meningkatkan
kelenturan kulit dan menstimulasi terjadinya keratosis.
Pada penggunaan basis atau zat pelembab dan keratolitik pada lapisan selaput tanduk
dapat menyebabkan proses absorbsi dalam 2 tahap, yaitu :
Pelepasan zat aktif dari dasar sediaan
Penetrasi ke dalam selaput tanduk yang sedikit permeable dan dijaga jangan sampai
obat masuk ke peredaran darah, tetapi berhenti pada bagian kulit yang hidup. Obat
yang sangat hidrofob tidak akan dapat menembus permukaan dalam dari bagian yang
hidup dari kulit.
Pada percobaan kali ini yaitu absorbsi perkutan obat bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh perbedaan formulasi asam salisilat dengan basis salep A (vaselin) dan
B (PEG). Serta untuk mengetahui bagaimana pengaruh perbedaan formulasi dengan basis
salep A dan B terhadap jumlah obat yang masuk dalam sirkulasi sistemik, mengetahui
bagaimana sifat dan pengaruh polaritas basis salep terhadap proses absorbsi perkutan,
dengan demikian dapat diketahui basis salep yang paling cepat dan optimal dalam
memberikan efek terapi.
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan hewan uji kelinci karena kelinci
mempunyai struktur kulit yang hampir sama dengan struktur kulit manusia dan mempunyai
luas permukaan yang besar dan juga kemudahannya dalam aplikasi sediaan salep. Dimana
dalam percobaan dioleskan salep asam salisilat pada kulit di bagian punggung sebelah
kanan bawah kelinci. Bulu kelinci dicukur terlebih dahulu dengan maksud agar tidak
menghalangi dalam pemberian salep pada kulit. Pencukuran ini harus dilakukan secara
hati-hati agar kulit tidak luka atau lecet. Karena jika kulit luka, maka akan meningkatkan
kemampuan bahan obat untuk penetrasi kedalam kulit, sehingga akan mengacaukan
analisis. Setiap kelinci dicukur dengan panjang 5 cm, lebar 4 cm dan banyaknya salep yang
dioleskan pada setiap kelinci adalah sama sebanyak 2 gram. Punggung kelinci yang sudah
diolesi salep ditutupi dengan alumunium foil dan kasa, supaya salep tidak bergeser atau
hilang.
Pada percobaan ini, konsentrasi obat dan luas permukaan yang dioles dikondisikan
sama karena absorbsi perkutan dipengaruhi oleh konsentrasi obat, komposisi sistem tempat
pemberian obat yang ditentukan dari permeabilitas stratum korneum yang disebabkan
hidrasi dan perubahan struktur lipida, dan luas permukaan tempat obat dioleskan. Fungsi
penutupan dengan alumunium foil dan dibalut dengan dengan kain kasa adalah untuk
meningkatkan permeabilitas stratum korneum dan keadaan hidrasi karena suhu permukaan
kulit meningkat yang mengakibatkan pori-pori akan melebar sehingga obat akan terserap
dengan lebih mudah
Setelah proses pengolesan, dilakukan pencuplikan darah melalui vena telinga kelinci
pada menit ke- 0,10, 20, 30, 45, 60, 90 dan 120. Dilakukan pengambilan cuplikan melalui
vena telinga, dikarenakan mudah dalam pengambilannya sebab pada telinga kelinci
terdapat banyak pembuluh darah vena. Darah yang diambil harus dipisahkan (disentrifuge)
sehingga didapatkan plasma. Kemudian plasma ditambah dengan TCA yang berfungsi
sebagai pengendap protein. Protein ini harus diendapkan agar asam salisilat terdapat dalam
bentuk bebas sehingga kadarnya dapat terukur dengan baik. Kemudian beningan yang
didapatkan diukur dengan menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang
uv yang dapat memberikan serapan terhadap asam salisilat. Dari hasil pengukuran tersebut
dapat diperoleh kadar obat (asam salisilat) dalam plasma yang kemudian dapat digunakan
untuk menghitung nilai AUC. Nilai AUC ini dapat memberikan suatu gambaran tentang
kemampuan basis dalam mencapai suatu efek dalam kombinasinya dengan bahan obat.
Salah satu faktor mendasar yang mempengaruhi absorbsi perkutan adalah sifat dari
basis yang digunakan dan sifat dari bahan obat (Asam salisilat). Basis yang bersifat hidrofil
berbeda dengan basis yang bersifat lipofil dalam hal absorbsi obat (asam salisilat).
Sehingga perbedaan sifat basis yang digunakan dalam kedua sediaan, akan mempengaruhi
efek yang dihasilkan. Pengobatan dengan tujuan keratolitik diharapkan hanya
menghasilkan efek lokal saja, sehingga basis yang digunakan harus mampu
mempertahankan obat (asam salisilat) untuk tetap berada pada dasar basis dan tidak masuk
ke peredaran darah. Asam salisilat sebagai zat aktif memiliki sifat nonpolar. Jika
digunakan Vaselin yang sifatnya lipofil atau nonpolar maka asam salisilat akan terikat kuat
pada basis. Hal ini dapat ditunjukkan dari nilai AUC yang sangat kecil.

Untuk Kelompok 3 menggunakan basis PEG yang merupakan basis hidrofilik


tersusun dari adanya gugus polar dan ikatan eter yang banyak yang mempunyai sifat larut
dalam air, dapat dicuci sehingga nyaman setelah pemakaian, dan tidak mengiritasi. Basis
salep yang larut dalam air memiliki kandungan air yang dapat menghidrasi kulit untuk
mempermudah penetrasi bahan obat.

Untuk Kelompok 6 digunakan basis vaselin. Vaselin merupakan basis salep


golongan hidrokarbon. Sifat minyak yang dominan pada basis hidrokarbon menyebabkan
basis ini sulit tercuci oleh air dan tidak terabsorbsi oleh kulit. Namun Sifat minyak yang
hampir anhidrat juga menguntungkan karena memberikan kestabilan optimum pada
beberapa zat aktif seperti antibiotik. Vaselin juga menyerap atau mengabsorbsi sedikit air
dari formulasi serta menghambat hilangnya kandungan air dari sel-sel kulit dengan
membentuk lapisan film yang waterproff. Vaselin juga mampu meningkatkan hidrasi pada
kulit. Sifat-sifat tersebut sangat menguntungkan karena mampu mempertahankan
kelembaban kulit sehingga basis ini juga memiliki sifat moisturizer dan emollient.
Kelembaban dapat mengembangkan lapisan tanduk. Sehingga asam salisilat akan lebih
mudah terpetrasi ke dalam lapisan epidermis, karena sebagian komponen membrane
merupakan lipid, asam salisilat yang bersifat non polar akan mudah larut dalam lipid dan
dapat berdifusi ke dalam lapisan epidermis dan masuk dalam sirkulasi sistemik.
Salah satu parameter farmakokinetik yang menggambarkan konsentrasi obat dalam
darah adalah nilai AUC. AUC menunjukan banyaknya obat yang mencapai sirkulasi
sistemik / darah. Dengan mengetahui nilai AUC, maka dapat diketahui pula banyaknya
obat yang berhasil melewati stratum korneum dan lapisan epidermis.
Pada deret baku dengan konsentrasi 249,7 ppm, 499,4 ppm, 749,1 ppm, 998,8 ppm
dan 1248,5 ppm diperoleh absorbansi masing masing konsentrasi adalah 0,301; 0,477;
0,556; 0,778; dan 0,921. Diperoleh nilai r =0,9877 yang hampir mendekati 1. Dari
percobaan di atas didapatkan persamaan kurva baku asam salisilat Y = (6,9970.10-4) x +
0,0687 .
Pada percobaan ini salep yang digunakan adalah Salep A dan Salep B. Nilai AUC
termasuk salah satu parameter farmakokinetik, sehingga dengan basis yang berbeda pada
sediaan akan mempengaruhi kadar obat dalam sirkulasi sistemik yang dapat dilihat dari
nilai AUC. AUC menunjukan banyaknya obat yang mencapai sirkulasi sistemik / darah.
Dengan mengetahui nilai AUC, maka dapat diketahui pula banyaknya obat yang berhasil
melewati strtum korneum dan lapisan epidermis. Semakin kecil nilai AUC menunjukkan
semakin baik sediaan tersebut untuk digunakan secara topikal dengan khasiat keratolitik.
Hal ini dikarenakan jumlah obat yang diabsorbsi ke sirkulasi sistemik kecil, karena yang
diinginkan adalah kerja keratolitik sebagai sediaan local. Keratolitik berarti bekerja dengan
mengelupaskan sel-sel kulit mati atau sasaran terapinya hanya pada lapisan tanduk yaitu
dengan cara mengurangi ketebalan interseluler dalam selaput tanduk dengan cara
melarutkan semen interseluler dan menyebabkan disintegrasi dan pengelupasan kulit.
Keratolitik digunakan pada kulit, keratin, epitel tanduk dan akan menimbulkan dehidrasi
atau pelunakan, pengembangan dan deskwamasi. Deskwamasi adalah hilangnya atau
larutnya jaringan kulit tanduk dari epidermis. Arti keratolisis ialah larutnya selaput tanduk
(stratum korneum). Pengobatan pada lapisan tanduk bertujuan untuk meningkatkan
kelenturan kulit dan menstimulasi terjadinya keratosis.
Dari hasil perhitungan nilai AUC mulai dari menit 0 120 pada Salep dengan basis
PEG memiliki nilai AUC -913464,43 g.menit/ml dan salep dengan basis vaselin memiliki
nilai AUC yaitu 1426099,71 g.menit/ml. Dimana AUC salep basis vaselin (A) lebih besar
dibanding AUC salep basis PEG (B).
Hal ini dapat terjadi karena beberapa factor antara lain
1. Adanya perbedaan konsentrasi asam salisilat yang terdapat dari sediaan,
2. Luas permukaan kontak berukuran 20 cm2 dimana dalam pencukuran bulu kelinci tidak
boleh menimbulkan luka atau lecet pada kulit kelinci tersebut karena akan
mempengaruhi perbedaan absorbsi obat perkutan. Mungkin saja saat melakukan
pencukuran tanpa sengaja menimbulkan lecet pada kulit kelinci sehingga absorbansi
pada Salep A lebih banyak dari B.
VI. KESIMPULAN
Absorbsi perkutan merupakan penembusan suatu senyawa dari lingkungan luar ke bagian
kulit sebelah dalam dan penyerapan dari struktur kulit ke dalam sirkulasi darah atau
bagian getah bening.
Faktor yang mempengaruhi absorbsi perkutan obat, antara lain luas permukaan kulit,
konsentrasi obat, bobot molekul obat, koefisien partisi obat, profil pelepasan obat dari
pembawanya, waktu kontak obat dengan kulit, dan faktor vasodilatasi pembuluh darah.
AUC total salep A (basis vaselin) sebesar 1426099,71 g mnt/ml sedangkan AUC total
salep B (basis PEG) sebesar -913464,43 .
Hasil AUC menentukan banyaknya asam salisilat yang masuk dalam peredaran darah.
Permeabilitas membran (Kp) salep basis PEG sebesar -5,22 x 10-3 sedangkan
permeabilitas membran (Kp) salep basis vaselin sebesar 2,19 x 10-3
DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J.M. Devissaguet, Guyot-Herman, A.M. 1993. Farmasetika 2 Biofarmasi. Surabaya :


Airlangga University Press
Anief, Moh. 2002. Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit. Yogyakarta:
Gajahmada University Press
Anief, M. 1997. Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit. Yogyakarta: UGM press
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Hoan, Tjay Tan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT. Gramedia
Sulaiman, T.N. Saifullah dan Rina Kuswahyuning. 2008. Teknologi dan Formulasi Sediaan Semi
Padat. Yogyakarta : Universitas Gajahmada
Raymond C Rowe, Paul J Sheskey and Marian E Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. America : The Pharmaceutical Press.
Semarang, 15 November 2017
Dosen Pengampu Praktikan

Dhimas Adhityasmara, S.Farm. Apt Galuh Nilam Pratiwi


(1041511073)

Intan Nur Faizah


(1041511084)

Khairunnisa
(1041511092)

Latifatul Khoiriyah
(1041511098)

Fithria Lathifatul B
(1041611175)

Nur Aliya Fitri Ana


(1041611184)

Anda mungkin juga menyukai