Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada
membrane pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Dengan adanya
kemajuan-kemajuan dalam bidang farmasi, maka pengobatan penyakit kulit juga berkembang
pesat. Yang menarik perhatian adalah kemajuan dalam bidang pengobatan topikal yang
berupa perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan empirik menjadi pengobatan spseifik
dengan yang rasional. Tujuannya adalah untuk mengadakan hemostasis yaitu mengembalikan
kulit yang sakit dan jaringan sekitarnya ke keadaan fisiologik stabil secepat-cepatnya.
Disamping itu untuk menghilangkan gejala-gejala yang menganggu, misalnya rasa gatal dan
panas.
Pada masa kini pengobatan topikal untuk penyakit kulit bukanlah merupakan masalah
lagi dengan tersedianya berbagai macam obat paten berbentuk krim, salep, losio dan
sebagainya. Seperti halnya barang dagang lainya obat obatan paten tersebut cukup mahal
harganya dan sering tidak terjangkau oleh golongan masyarakat ekonomi lemah. Secara ideal
maka pemberian obat topikal harus berkhasiat fisis maupun kimiawi. Kalau obat topikal
digunakan secara rasional, maka hasilnya akan optimal, sebaliknya kalau di gunakan secara
salah obat topikal menjadi tidak efektif dan menyebabkan penyakit iatrogenik.
Bahan penyusun obat topikal untuk penyakit kulit ada 2 macam, yaitu bahan aktif dan
bahan dasar atau vehikulum atau basis. Pada dasarnya keberhasilan pengobatan topikal
penyakit kulit tergantung pada beberapa hal, yaitu penentuan basis yang tepat bagi jenis
erupsi atau radang yang terjadi, pemilihan bahan aktif yang sesuai dengan etiologi penyakit
tersebut, serta penetrasi obat kedalam kulit. Prinsip terapi topikal adalah pemilihan basis yang
sesuai dengan kondisi dematosis, yaitu keringkan bila basah, dan basahkan bila kering (if it
dry, wet it and if it wet, dry it) . Tidak jarang pemakain basis obat saja telah dapat
memberikan hasil yang memuaskan.
Dalam penulisan ini akan dibicarakan macam macam bahan dasar, bahan aktif, prinsip
prinsip pemilihan jenis basis obat, juga sedikit disinggung mengenai pemilihan bahan aktif,
serta penetrasi obat topikal. Sehingga dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan kita
dalam pengobatan penyakit kulit khususnya pengobatan topikal serta memperkenalkan
bentuk dan cara pengobatan topikal yang disesuaikan dengan keadaan penyakit kulit. Juga
1

diharapkan pengetahuan ini akan dapat diterapkan dalam hal mengobati dan menyembuhkan
penyakit kulit yang di diagnosis.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa Mampu Mengetahui Anatomi Fisiologi Kulit
2. Mahasiswa Mampu Mengetahui Definisi Obat Topikal
3. Mahasiswa Mampu Mengetahui Tujuan Obat Topikal
4. Mahasiswa Mampu Mengetahui Bahan Dasar Obat Topikal
5. Mahasiswa Mampu Mengetahui Prinsip-Prinsip Pemilihan Basis Obat
6. Mahasiswa Mampu Mengetahui Bahan-Bahan Aktif Untuk Pengobatan Topikal
7. Mahasiswa Mampu Mengetahui Pemilihan Zat Aktif
8. Mahasiswa Mampu Mengetahui Sedian Obat Topical
9. Mahasiswa Mampu Mengetahui Beberapa Obat Topikal Untuk Penyakit Kulit
10. Mahasiswa Mampu Mengetahui Farmakokinetik Obat Topikal

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Antomi dan Fisiologi Kulit Manusia
1. Anatomi
Kulit merupakan bagian tubuh yang paling utama yang perlu diperhatikan dalam
tata kecantikan kulit. Pemahaman tentang anatomi dan fisiologi kulit akan membantu
mempermudah perawatan kulit untuk mendapatkan kulit wajah yang segar, lembab,
halus, lentur dan bersih. Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi
seluruh bagian tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya.
Luas kulit pada manusia rata-rata + 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang
dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak atau beratnya sekitar 16 % dari berat badan
seseorang.
Kulit merupakan suatu kelenjar holokrin yang cukup besar dan seperti jaringan
tubuh lainnya, kulit juga bernafas (respirasi), menyerap oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Kulit menyerap oksigen yang diambil lebih banyak dari aliran darah,
begitu pula dalam pengeluaran karbondioksida yang lebih banyak dikeluarkan melalui
aliran darah. Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran
karbondioksida dari kulit tergantung pada banyak faktor di dalam maupun di luar kulit,
seperti temperatur udara atau suhu, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara,
kecepatan aliran darah ke kulit, tekanan gas di dalam darah kulit, penyakit-penyakit
kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon di kulit, perubahan dalam metabolisme sel kulit
dan pemakaian bahan kimia pada kulit. Sifat-sifat anatomis dan fisiologis kulit di
berbagai daerah tubuh sangat berbeda. Sifat-sifat anatomis yang khas, berhubungan erat
dengan tuntutan-tuntutan faali yang berbeda di masing-masing daerah tubuh, seperti
halnya kulit di telapak tangan, telapak kaki, kelopak mata, ketiak dan bagian lainnya
merupakan pencerminan penyesuaiannya kepada
Sifat-sifat anatomis dan fisiologis kulit di berbagai daerah tubuh sangat berbeda.
Sifat-sifat anatomis yang khas, berhubungan erat dengan tuntutan-tuntutan faali yang
berbeda di masing-masing daerah tubuh, seperti halnya kulit di telapak tangan, telapak
kaki, kelopak mata, ketiak dan bagian lainnya merupakan pencerminan penyesuaiannya
kepada fungsinya masing - masing. Kulit di daerah daerah tersebut berbeda
ketebalannya, keeratan hubungannya dengan lapisan bagian dalam, dan berbeda pula
dalam jenis serta banyaknya andeksa yang ada di dalam lapisan kulitnya. Pada
3

permukaan kulit terlihat adanya alur-alur atau garis-garis halus yang membentuk pola
yang berbeda di berbagai daerah tubuh serta bersifat khas bagi setiap orang, seperti
yang ada pada jari-jari tangan, telapak tangan dan telapak kaki atau dikenal dengan pola
sidik jari (dermatoglifi).
Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu : kulit ari (epidermis), sebagai lapisan
yang paling luar, kulit jangat (dermis, korium atau kutis) dan jaringan penyambung di
bawah kulit (tela subkutanea,hipodermis atau subkutis) Sebagai gambaran, penampang
lintang dan visualisasi struktur lapisan kulit tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling menarik untuk
diperhatikan dalam perawatan kulit, karena kosmetik dipakai pada bagian epidermis.
Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal
berukuran 1 milimeter misalnya pada telapak tangan dan telapak kaki, dan yang paling
tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel
epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat erat pada dermis karena secara
fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma
yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Pada
epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :
Lapisan tanduk (stratum corneum), merupakan lapisan epidermis yang paling atas,
dan menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas
beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak
berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Pada telapak tangan dan telapak kaki
4

jumlah baris keratinosit jauh lebih banyak, karena di bagian ini lapisan tanduk jauh
lebih tebal. Lapisan tanduk ini sebagian besar terdiri atas keratin yaitu sejenis protein
yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Lapisan ini
dikenal dengan lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan
digantikan oleh sel yang baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya hanya 28
hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit akan terasa sedikit kasar sampai muncul lapisan
baru. Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup, menjadikan
kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan memperbaiki diri.
Bertambahnya usia dapat menyebabkan proses keratinisasi berjalan lebih lambat.
Ketika usia mencapai sekitar 60 tahunan, proses keratinisasi, membutuhkan waktu
sekitar 45 - 50 hari, akibatnya lapisan tanduk yang sudah menjadi lebih kasar, lebih
kering, lebih tebal, timbul bercak-bercak putih karena melanosit lambat bekerja dan
penyebaran melanin tidak lagi merata serta tidak lagi cepat digantikan oleh lapisan
tanduk baru. Daya elastisitas kulit pada lapisan ini sangat kecil, dan lapisan ini sangat
efektif untuk mencegah terjadinya penguapan air dari lapislapis kulit lebih dalam
sehingga mampu memelihara tonus dan turgor kulit, tetapi lapisan tanduk memiliki
daya serap air yang cukup besar.
Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di
bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk dengan
lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil,
tipis dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini
sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses keratinisasi bermula
dari lapisan bening.
Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk
kumparan yang mengandung butir-butir di dalam protoplasmanya, berbutir kasa dan
berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan telapak
kaki.
Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi terdiri atas selsel yang saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma
berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya
bertaju. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel
pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris. Bentuk sel berkisar antara
bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke arah permukaan kulit makin besar
ukurannya. Di antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang berguna untuk
5

peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di


bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap mitosis.
Kesatuankesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang khas; intiinti sel
dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol, asam amino dan glutation.
Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale) merupakan lapisan
terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan kedudukan
tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu
dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang
membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap
pengaturan metabolisme demo-epidermal dan fungsi-fungsi vital kulit. Di dalam lapisan
ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke
lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat
pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen melanin
kulit.

Penampang Lapisan Kulit Ari (Epidermis)

Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan
kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak,
pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus
arektor pili). Sel-sel umbi rambut yang berada di dasar kandung rambut, terus-menerus
membelah dalam membentuk batang rambut. Kelenjar palit yang menempel di saluran
kandung rambut, menghasilkan minyak yang mencapai permukaan kulit melalui muara
kandung rambut. Kulit jangat sering disebut kulit sebenarnya dan 95 % kulit jangat
membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-rata kulit jangat diperkirakan antara 1 - 2
mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak mata serta yang paling tebal terdapat di
telapak tangan dan telapak kaki. Susunan dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-serat,
matriks interfibrilar yang menyerupai selai dan sel-sel. Keberadaan ujung-ujung saraf
perasa dalam kulit jangat, memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar.
Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi
mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin. Saraf perasa juga
memungkinkan segera bereaksi terhadap hal-hal yang dapat merugikan diri kita. Jika
kita mendadak menjadi sangat takut atau sangat tegang, otot penegak rambut yang
menempel di kandung rambut, akan mengerut dan menjadikan bulu roma atau bulu
kuduk berdiri. Kelenjar palit yan menempel di kandung rambut memproduksi minyak
untuk melumasi permukaan kulit dan batang rambut. Sekresi minyaknya dikeluarkan
melalui muara kandung rambut. Kelenjar keringat menghasilkan cairan keringat yang
dikeluarkan ke permukaan kulit melalui pori-pori kulit. Di permukaan kulit, minyak dan
keringat membentuk lapisan pelindung yang disebut acid mantel atau sawar asam
dengan nilai pH sekitar 5,5. sawar asam merupakan penghalang alami yang efektif
dalam menangkal berkembang biaknya jamur, bakteri dan berbagai jasad renik lainnya
di permukaan kulit. Keberadaan dan keseimbangan nilai pH, perlu terus-menerus
dipertahankan dan dijaga agar jangan sampai menghilang oleh pemakaian kosmetika.
Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis yang dapat membuat
kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein ini yang disebut
kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena fungsinya
7

dalam membentuk jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan


kulit.
Berkurangnya protein akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis dan mudah
mengendur hingga timbul kerutan. Faktor lain yang menyebabkan kulit berkerut yaitu
faktor usia atau kekurangan gizi. Dari fungsi ini tampak bahwa kolagen mempunyai
peran penting bagi kesehatan dan kecantikan kulit. Perlu diperhatikan bahwa luka yang
terjadi di kulit jangat dapat menimbulkan cacat permanen, hal ini disebabkan kulit
jangat tidak memiliki kemampuan memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit
ari. Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu kelenjar keringat
dan kelenjar palit.
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet yaitu
saluran macam pipa yang bermuara pada permukaan kulit membentuk pori-pori
keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih banyak
terdapat dipermukaan
telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak. Kelenjar keringat
mengatur

suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh.

Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat
tertentu. Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu :
a. Kelenjar keringat ekrin, kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu
keringat yang mengandung 95 97 persen air dan mengandung beberapa
mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak, glusida dan
sampingan dari metabolisma seluler. kelenjar keringat ini terdapat di seluruh
kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit kepala.
Jumlahnya di seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14 liter
keringat dalam waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar keringat
ekrin langsing, bergulung-gulung dan salurannya bermuara langsung pada
permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.
b. Kelenjar keringat apokrin, yang hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu,
pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital) menghasilkan
cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan serta berbau khas pada
setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya alkali sehingga dapat
menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar sebasea pada
saluran folikel rambut. Kelenjar keringat apokrin jumlahnya tidak terlalu
banyak dan hanya sedikit cairan yang disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar
8

apokrin mulai aktif setelah usia akil baligh dan aktivitas kelenjar ini
dipengaruhi oleh hormon.
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan kandung
rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam kandung
rambut (folikel). Folikel rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan
menjaga kelunakan rambut. Kelenjar palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali
pada telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh
terutama pada bagian muka. Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu
kelenjar palit atau kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel rambut. Pada
kulit kepala, kelenjar palit atau kelenjar sebasea menghasilkan minyak untuk melumasi
rambut dan kulit kepala. Pada kebotakan orang dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit
atau kelenjar sebasea membesar sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan
termasuk pada bagian wajah, jika produksi minyak dari kelenjar palit atau kelenjar
sebasea berlebihan, maka kulit akan lebih berminyak sehingga memudahkan timbulnya
jerawat.

Penampang Kulit Jangat (Dermis)

Kemudian jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis) Lapisan


ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-saraf yang
berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan
saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai
bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk
kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak
bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat
di kelopak mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit
juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya
berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.
2. Fungsi kulit
Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut :
a. Pelindung atau proteksi Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk
menutupi jaringan-jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari
pengaruh-pengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari
kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air.
Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan
bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar
ultraviolet dari matahari.
b. Penerima rangsang Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang
berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran.
Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi.
c. Pengatur panas atau thermoregulasi Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi
dan konstruksi pembuluh kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi
saraf otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit
atau sekitar 36,50C. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar
keringat kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masingmasing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh
dan lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat.
d. Pengeluaran (ekskresi) Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari
kelenjar-kelenjar keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan
membawa garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit
10

tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan air
transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari.
e. Penyimpanan. Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak.
f. Penyerapan terbatas Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang
larut dalam lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada krim
muka dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan
yang sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui muara kandung rambut dan masuk ke
dalam saluran kelenjar palit, merembes melalui dinding pembuluh darah ke dalam
peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya.
g. Penunjang penampilan Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit
yang tampak halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan Fungsi lain
dari kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit memerah,
pucat maupun konstraksi otot penegak rambut.
2.2 Definisi Obat Topikal
Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada
membran pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Dengan adanya
kemajuan-kemajuan dalam bidang farmasi, maka pengobatan penyakit kulit juga berkembang
pesat. Yang menarik perhatian adalah kemajuan dalam bidang pengobatan topikal yang
berupa perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan empirik menjadi pengobatan spseifik
dengan yang rasional.
2.3 Tujuan Obat Topikal
Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal di dapatkan dari pengaruh fisik dan
kimiawi obat-obatan yang diaplikasikan di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara lain
mengeringkan, membasahi (hidrasi), melembutkan, lubrikasi, mendinginkan, memanaskan,
dan melindungi dari pengaruh buruk dari luar. Semua hal itu bermaksud untuk mengadakan
hemostasis yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan sekitarnya ke keadaan
fisiologik stabil secepat-cepatnya. Disamping itu untuk menghilangkan gejala-gejala yang
menganggu, misalnya rasa gatal dan panas.
2.4 Bahan Dasar Obat Topikal

11

Bahan dasar untuk pembuatan obat topikal dikenal ada 3 macam : (1) bahan padat
berbentuk serbuk atau bedak, (2) lemak atau minyak, (3) bahan cair. Dari ketiga macam
macam bahan dasar ini dapat dibuat berbagai macam kombinasi komposisi dari basis atau
bahan dasr suatu obat topikal sesuai dengan jenis dermatosis. Bahan dasar ini selain bersifat
inert yaitu hanya berfungsi membawa bahan aktif pada tempat bekerjanya, juga sering
mempunyai sifat tertentu yang dapat mempengharui kondisi radang misalnya sebagai
pendingin/penenang, pengering, antipruritus. Perlu diperhatikan bahwa beberapa bahan dasar
juga sering mempengharui berbagai efektifitas bahan aktif, misalnya pengenceran krim
kortikosteroid dengan basis yang tidak tepat bahkan menginaktivasi kortikosteroid tersebut.
Selain itu dalam basis suatu obat sering ditambahkan bahan bahan tertentu sebagai emulgator,
pengawet agar basis tersebut stabil dan tidak mudah rusak oleh mikroorganisme. Hanya tidak
jarang bahan pengawet tersebut merupakan pemeka (sensitizer) yang dapat menimbulkan
reaksi alergi. .
Bahan-bahan yang dapat digolongkan sebagai serbuk antara lain amilum (kanji), seng
oksida, seng strearat, bentonium, talkum venetum. Sedangkan bahan-bahan yang termasuk
lemak antara lain oleum kokos, oleum olivarium, oleum sesami, oleum arakidis, vaselin
album, parafin liquidum, parafin solidum. Yang termasuk bahan cair selain air, air suling,
juga alkohol, propilen glikol, gliserin, solusio kalsii hidroksida (air kapur), eter, kolodium
(campuran alkohol, eter dan larutan selulose nitrat).
Suatu obat yang dibuat dengan bahan dasar bedak disebut bedak, misal bedak salisil.
Sedangkan bila bahan dasarnya lemak disebut salep, misal salep 2-4. Dan bila bahan
dasarnya cair maka disebut losio, solusio, tingtura.
Dalam berbagai kondisi penyakit kulit sering diperlukan bahan dasar yang merupakan
campuran dariketiga macam bahan dasar tersebut. Kombinasi antara bahan dasar serbuk dan
lemak akan membentuk suatu pasta berlemak (pasta zinsi oleosa), misal abos. Kombinasi
antara bahan dasar serbuk dan air disebut bedak kocok (shake lotion), dan bila liniment.
Campuran antara air dan lemak akan menghasilkan bentuk krim dan tergantung dari fasenya
dikenal krim W/O (water in oil) atau krim O/W (oil in water). Kombinasi bahan-bahan dasar
dapat ini dibuatsesuai dengan kondisi lesi kulit (lihat prinsip pemilihan basis obat). Sehingga
jelaslah dengan berbekal pengetahuan mengenai bahan dasar suatu obat topikal kita dapat
membuat suatu basis obat yang paling sesuai dengan kondisi lesi penyakit kulit.
SERBUK
12

Pasta zinc oleosa

bedak kocok

Pasta zinc

LEMAK

pasta

CAIR

2.5 Prinsip-prinsip Pemilihan Basis Obat atau Vehikulum


1.

Basis obat untuk radang akut


Radang akut di tandai dengan eritem berat, edema, vesikel, bula, intertriginasi, krusta.
Basis obat yang dibutuhkan adalah berbentuk cair atau air yaang dipergunakan
sebagai kompres, rendam, mandi, atau di oleskan. Kompres bekerja pada radang akut
antara lain dengan cara:
a. Penguapan air akan menarik kalor lesi sehingga terjadi vasokontriksi, yang
mengakibatkan eritem berkurang.
b. Vasokontriksi memperbaiki permebealitas vaskuler, sehingga pengeluaran serum
dan edema akan berkurang.
c. Air melunakkan dan melarutkan krusta pada permukaan kulit, sehingga mudah
terangkat bersama kain kasa. Pembersihan krusta ini akan mengurangi sarang
makanan untuk bakteri dari cairan yang terperangkap di bawah krusta.
Kompres dingin, selain berguna untuk membersihkan, mengeringkan dan
mengurangi peradangan juga berfungsi memacu granulasi ulkus. Cara
pengompresan adalah sebagai berikut : kain kasa berlapis atau kain bekas berserat
katun yang bersih (jangan gunakan kapas!) dibasahi dengan air bersih dingin.
Dalam air ini dapat dilarutkan zat aktif sesuai derngan kebutuhan. Kain yang
sudah basah tersebut, ditempelkan di atas lesi kulit selama beberapa menit,
kemudian kain diangkat dan dibasahi lagi dan ditempelkan kembali pada lesi yang
dikompres, demikian beberapa kali. Hati hati kain jangan dibiarkan menempel
pada lesi kulit sampai kering, sebab dapat mengakibatkan lesi menjadi berdarah
13

bila kain kasa yang kering dan lengket diangkat. Kompres berlanjut sesudah lesi
basah mengering dan menjadi subakut akan menyebabkan lesi terlalu kering,
pecah (overdrying). Sehingga timbul masalah baru. Selain itu pengompresan yang
terlalu lama (lebih dari 15 menit) akan menyebabkan maserasi kulit sekitarnya.
Untuk menghindari hal ini pengompresan dilakukan secara periodik, yaitu
kompres basah 3 kali sehari selama 5-15 menit. Pada anak anak tiap kali
pengompresan jangan lebih dari sepertiga luas tubuh untuk menghindari
pengacauan regulasi panas tubuh.
Selain kompres, basis air juga sering dipergunakan untuk berendam apabila
kelainan kulit cukup luas dan untuk lesi basah di ujung-ujung ekstremitas.
Perendaman ini dapat melunakan dan membersihkan skuama atau debris yang
melekat. Hanya untuk menghindari maserasi, perendaman jangan dilakukan lebih
dari 30 menit
2.

Basis obat untuk radang subakut


Radang sub akut ditandai dengan eritem ringan, erosi, dan krusta, kadangkadang mulai tampak hiperpigmentasi. Kompres basah akan menyebabkan lesi disini
menjadi terlalu kering, dan pecah-pecah, sebaliknya basis minyak dikuatirkan
menimbulkan efek oklusif yang memperberat inflamasi. Basis yang aman untuk
kondisi sub akut ini adalah basis krim, karena krim tersusun dari campuran minyak
dan air. Jika lesi sub akut tersebut lebih ke arah akut, diguanakn krim minyak dalam
air (O/W), sebaliknya jika lesi sub akut lebih ke arah kronis, digunakan krim air
dalam minyak (W/O). Contoh krim minyak dalam air misal Krim Canesten, krim
Hidrokortison, sedangkan krim air dalam minyak misalnya cold cream/vanishing
cream.

3.

Basis obat untuk radang kronis.


Radang kronis ditandai dengan lesi kering dapat berupa hiperkeratosis,
likenifikasi, fisura, skuama, dan hiperpigmentasi. Lesi kering seperti ini akan
bertambah kering bila diobati dengan basis air. Apabila ada debris diatas lesi kering
dapat dibersihkan dengan mengompresnya terlebih dahulu sehingga debris menjadi
lunak dan mudah diangkat. Pemberian basis minyak akan mencegah penguapan,
sehingga air yang menguap dari stratum korneum dapat dihambat, terjadi hidrasi
startum korneum.

14

2.6 Bahan-bahan Aktif untuk Pengobatan Topikal


Bahan aktif adalah komponen dalam suatu obat topikal yang berfunsi spesifik untuk
etiologi penyakit kulit tertentu. Dalam pengobatan penyakit kulit kita kenal obat-obat topikal
dengan bahan aktif kortikosteroid, antibiotik, antiseptik, antifungi, antivirus, tir dan lain-lain.
Dibawah ini akan dibahas beberapa bahan aktif yang sering dipergunakan dalam pengobatan
topikal penyakit kulit terutama apabila dikehendaki menyusun sendiri atau meracik
komposisi obat topikal tersebut.
1. Asam benzoat (acidum benzoicum), berupa kristal tak berwarna, sukar larut dalam air
dan mudah larut dalam alkohol dan lemak. Bersifat antifungal dan antiseptik.
2. Asam borat (acidum borcium) , dipergunakan sebagai antiseptik ringan dan
astringensia ringan dalam konsentrasi 1-3%. Pernah dilaporkan mempunyai aktivitas
antiveral sehingga dipergunakan sebagai salep untuk lesi herpes. Pada absorbsi
sistemik bahan ini bersifat toksik pada dosis 5-10 g anak-anak dan 10-20 g pada
dewasa. Keracunan akut dari asam borat dapat menimbulkan gejala mual, muntah,
sakit perut, diare, nyeri kepala dan gangguan penglihatan. Sedang keracunan kronik
dapat menyebabkan kerontokan rambut dan kerusakan ginjal. Jangan gunakan bahan
ini untuk bayi, dan jangan gunakan pada luka terbuka yang luas karena dapat
diabsorbsi secara sistematik.
3. Asam salisilat (acidum salicylicum) , mempunyai daya keratoplastik pada konsentrasi
1-2 (3%), berdaya antipruritus pada konsentrasi 0,5-3%, berdaya keratolitik pada
konsentrasi lebih dari 3%, juga mempunyai daya antiseptik.efek keratolitik inilah
dapat menyebabkan asam salisilat juga berfungsi sebagai antifungal pada infeksi
jamur superfisial. Asam salsilat berupa hablur putih yang sukar larut dalam air,
mudah larut dalm alkohol (1/4) dan dalam minyak misalnya oleum ricini (1/10).
Asam salsilatr dapat diapsorbsi secara sistematim menyebabkan salisilema dengan
gejala nausea, vomitus, dispnea dan halusinasi. Kemungkinan terjadinya absorpsi
sistemik ini dapat diperkecil bila luas daerah yang diobati terbatas, dengan
konsentrasi kurang dari 7% dan pengolesan dua kali sehari. Hati-hati pada
penggunaan untuk bayi karena bersifat iritatif, dan jangan dipakai lpada lesi terbuka
(denuded skin). Pada umur kurang dari 2 tahun dapat diberikan pada konsentrasi
0,5%, tetapi jangan diberikan dalam basis bedak.\
4. Dermatol (bismuthi subgallas), merupakan serbuk kuning yang tidak larut dalam air,
bersifat antiseptik dan astringentia. Jangan diberikan pada lesi terbuka yang luas
karena dapat menimbulkan intoksikasi.
15

5.

Derivat fenol, mempunyai daya antiseptik, antipruritus,. Jangan dipergunakan lesi


yang luas, karena pengaruh sistematiknya dapat menimbulkan konvulsi serta
kerusakan ginjal. Pada konsentrasi tinggi bersifat kaustik. Derivat fenol yang banyak
digunakan dalam dermatologi antara lain fenol (acidum carbolicum) yang
dipergunakan dalam konsentrasi 0,05% dan resorsinol yang pada konsentrasi 0,5-1%
mempunyai daya keratoplastik dan astringensia dan pada konsentrasi 8-10% berdaya
keratolitik dan fungisidal.

6. Ikatan perak (Ag), yang banyak dipakai dalam dermatologi adalah perak nitrat
(argentinitras atau AgNO3) yang berupa kristal putih yang larut dalam air. Bahan ini
dipergunakan dalamkonsentrasi 0,5-1% untuk daya antiseptiknya, astringentia dan
juga dapat merangsang granulasi dan epitelialisasi. Sedang pada konsentrasi lebih
dari 3% bersifat kaustik. Hati-hati karena mewarnai kulit.
7. Ikatan halogen, yang banyak dipakai dermatologi adalah iod. Berupa kristal
lembayung tua yang larut dalam larutan iodida. Dipakai pada konsentrasi 1-3%
sebagai tingtur bersifat antiseptik kuat, antifungal serta mempunyai pengaruh
hemostatik karena mengkoagulasi protein. Bahan ini dapat menimbulkan iritasi.
8. Ikatan yang mengoksidasi yaitu hidrogen peroksida dan kalium permanganat.
Larutan hidrogen peroksida dipergunakan dalam konsentrasi 1-3% sebagai antiseptik,
dan pada konsentrasi tinggi sebagai pemutih (bleaching agent). Kalium permanganat
(PK) berupa kristal berwarna ungu tua yang larut dalam air. PK dipergunakan sebagai
larutan dalam konsentrasi 1/5000-1/10.000, mempunyai daya antiseptik dan
astringensia. Larutan PK ini dapat menodai pakaian terutama bila dipergunakan
dalam konsentrasi tinggi. Hati-hati kristal PK bersifat kaustik.
9. Alkohol dan derivatnya, selain sebagai bahan dasar juga mempunyai sifat aktif. Misal
Etil Alkohol 70% dipergunakan sebagai antiseptik, formaldehid (formalin) bersifat
antiseptik dan astringensia, dan propilen glikol berfungsi sebagai pengikat air,
sehingga pada konsentrasi 30-40%dalam air dipergunakan sebagai perlembab.
10. Mentol (mentobolum) berupa kristal tak berwarna larut dalam alkohol, parafin dan
lemak. Dipergunakan dalam konsentrasi 0,5-1% sebagai antipruritus, antiseptik, juga
dapat menimbulkan vasokonstriksi.
11. Gentian violet (metbylrosanilinii), berupa serbuk berwarna ungu tua yang larut dalam
air (1/40) dan alkohol (1/10). Dipergunakan dalam konsentrasi 0,5-1% sebagai
antiseptik ringan, antikandida, dan astringensia. Obat ini sekarang jarang
dipergunakan karena menodai pakaian sehingga sehingga tidak disukai penderita.
16

12. Vioform (hydroxyquinoline) adalah serbuk berwarna kuning kecoklatan yang sukar
larut dalam air. Dipergunakan dalam konsenterasi 1-3% sebagai antiseptik, antifungal
dan antiprotosa. Bahan ini juga dapat menodai pakaian.
13. Seng oksida (zinc oxidum) selain dipakai sebagai bahan dasar juga mempunyai sifat
astrigensia dan antiseptik. Berupa serbuk yang berwarna putih dan tidak larut dalam
air.
14. Sulfur presipitatum merupakan serbuk kuning yang tidak larut dalam air
dipergunakan dengan konsentrasi 2-10%. Selain bersifat antiseptik,antimikotik dan
antiparasit juga diduga bersifat antisebore, antipruritus dan pada konsentrasi tinggi
mempunyai efek keratolitik (>2%). Efek keratoplastik didapat pada konsentrasi
rendah (<1%). Diperkirakan 1% dari sulfur yang dipakai secara topikal ternyata di
absorpsi secara sistemik, juga pernah dilaporkan mengenai efek samping pemakaian
sulfur seperti dermatitis kontak alergi, sedangkan adanya efek komedogenik masih
diperdebatkan. Akan tetapi sampai saat ini sulfur masih dinyatakan, hanya bau yang
ditimbulkannya sering tidak disukai penderita.
15. Iktiol (ichtammol), merupakan tir batubara yang larut dalam alkohol dan gliserin
serta dapat bercampur dengan lemak dan vaselin. Dipergunakan dalam konsentrasi 110%, mempunyai daya antiseptik dan antiradang.
16. Derivat tir lainnya seperti oleum kadini, liquor carbonis detergens (tir batubara), tir
olie, selain bersifat antiradang juga bersifat antimitotik, antiparasit, dan antipruritus.

2.7 Pemilihan Zat Aktif


Dalam pemilihan zat aktif, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
1. Zat akitf harus sesuai dengan diagnosis, misal skabies di obati dengan sulfur (salep24), tinea glabrosa dengan mikonazol, dan sebagainya.
2. Zat aktif harus larut dalam basis obat yang terpilih. Ada perbedaan pandangan antara
ahli faramasi dan ahli kulit. Ahli farmasi lebih menekankan pada pemilihan basisi
terbaik untuk kestabilan dan kelarutan obat, sedangkan ahli kulit menekankan pada
pemilihan basis obat untuk jenis lesi, baru kemudian mempertimbangkan kestabilan
dan kelarutan zat aktif. Sehingga sering terjadi obat-obat yang secara teoritis
farmakologik sesuai untuk suatu penyakit kulit, kurang disukai oleh ahli kuliut.
Misalnya Tetrasiklin sangat mudah larut dalam minyak, dan efektif untuk bakteri
Strptokokus dan Stapilokokus. Akan tetapi pemakaian salep Tetrasiklin untuk kasus
17

ektima (yang disebabkan oleh salah satu bakteri di atas) tidak di sukai oleh ahli kulit
karena basisnya bersifat oklusif, menghambat drainasi pus dari ektima.
3. Zat aktif harus tidak merusak komposisi basis obat. Misalnya berdasarkan lesi kulit
yang dibutuhkan krimhidrokortison, tetapi juga di perlukan juga asa, salisilat sebagai
keratolitik. Pada kasus ini, penambahan asam salisilat akan merusak komposisi krim,
sehingga harus ditambahkan emulgator lagi.
4. Banyak penyakit kulit yang dapat disembuhkan hanya dengan efek fisikokimia dari
basis obat, tanpa zat aktif di dalamnya. Atau zat aktif diberikan secara oral jika
memungkinkan. Misalnya sering kita gunakan larutan kalium permanganas (PK)
untuk lesi eksudatif/membasah/eksematus. Pengunaan larutan PK ini tidak keliru, jika
kita gunakan dalam konsentrasi yang benar. Akan tetapi prakteknya pada penderita
sering diberikan kristal PK dan penderita diminta melarutkan sendiri. Jika larutan
yang dibuat penderita terlalu kental (lebih dari 1/8000) akan menimbulkan iritasi,
padahal lesi eksudatif tersebut dapat diatasi hanya dengan air dingin yang bersih. Juga
pernah terjadi penderita meminum kristal PK yang diberikan tersebut. Sehingga
banyak dokter merasa lebih aman memberikan kompres larutan air garam, yang
dibuat dengan melarutkan 1 sendok teh garam dalam 500 cc air matang. Seperti juga
larutan PK, larutan air garam tersebut juga mempunyai efek astringensia. Untuk
menghindari kecelakaan sebaiknya menulis resep obat kompres dalam bentuk jadi
(misal : larutan PK 1/10.000 1 liter), jangan dalambentuk bubuk.
2.8 Sedian Obat Topical
1) Cairan
Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan pelarutnya
murni air disebut sebagai solusio. Jika bahan pelarutnya alkohol, eter, atau
kloroform disebut tingtura. Cairan digunakan sebagai kompres dan antiseptik.
Bahan aktif yang dipakai dalam kompres biasanya bersifat astringen dan
antimikroba.
Indikasi cairan
Penggunaan kompres terutama kompres terbuka dilakukan pada:
a) Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut atau kronik yang mengalami
eksaserbasi.
b) Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres terbuka
ditujukan untuk vasokontriksi yang berarti mengurangi eritema seperti
18

eritema pada erisipelas. Ulkus yang kotor: ditujukan untuk mengangkat pus
atau krusta sehingga ulkus menjadi bersih.
2) Bedak
Merupakan

sediaan

topikal

berbentuk

padat

terdiri

atas talcum

venetum dan oxydum zincicum dalam komposisi yang sama. Bedak memberikan
efek sangat superfi sial karena tidak melekat erat sehingga hampir tidak
mempunyai daya penetrasi. Oxydum zincicum merupakan suatu bubuk halus
berwarna putih bersifat hidrofob. Talcum venetum merupakan suatu magnesium
polisilikat murni, sangat ringan. Dua bahan ini dipakai sebagai komponen
bedak, bedak kocok dan pasta.
Indikasi bedak
Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan.
3) Salep
Salep merupakan sediaan semisolid berbahan dasar lemak ditujukan untuk
kulit dan mukosa. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4
kelompok yaitu: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep
yang bisa dicuci dengan air dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan
salep menggunakan salah satu dasar salep tersebut.
Dasar salep hidrokarbon. Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak
seperti vaselin album (petrolatum), parafi n liquidum. Vaselin album adalah
golongan lemak mineral diperoleh dari minyak bumi. titik cair sekitar 1050C, mengikat 30% air, tidak berbau, transparan, konsistensi lunak. Hanya
sejumlah kecil komponen air dapat dicampurkan ke dalamnya. Sifat dasar
salep hidrokarbon sukar dicuci, tidak mongering dan tidak berubah dalam
waktu lama. Salep ini ditujukan untuk memperpanjang kontak bahan obat
dengan kulit dan bertindak sebagai penutup. Dasar salep hidrokarbon terutama
digunakan sebagai bahan emolien.
Dasar salep serap. Dasar salep serap dibagi dalam 2 tipe, yaitu bentuk anhidrat
(parafi n hidrofi lik dan lanolin anhidrat [adeps lanae]) dan bentuk emulsi
(lanolin dan cold cream) yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan
tambahan. Adeps lanae ialah lemak murni dari lemak bulu domba, keras dan
melekat sehingga sukar dioleskan, mudah mengikat air. Adeps lanae hydrosue
19

atau lanolin ialah adeps lanae dengan akua 25-27%. Salep ini dapat dicuci
namun kemungkinan bahan sediaan yang tersisa masih ada walaupun telah
dicuci dengan air, sehingga tidak cocok untuk sediaan kosmetik. Dasar salep
serap juga bermanfaat sebagai emolien.
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air. Dasar salep ini adalah emulsi
minyak dalam air misalnya salep hidrofi lik. Dasar ini dinyatakan dapat
dicuci dengan air karena mudah dicuci dari kulit, sehingga lebih dapat
diterima untuk dasar kosmetik. Dasar salep ini tampilannya menyerupai krim
karena fase terluarnya adalah air. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah
dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada
kelainan dermatologi.
Dasar salep larut dalam air. Kelompok ini disebut juga dasar salep tak
berlemak terdiri dari komponen cair. Dasar salep jenis ini memberikan
banyak keuntungan seperti halnya dasar salep yang dapat dicuci dengan air
karena tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti parafi n, lanolin
anhidrat. Contoh dasar salep ini ialah polietilen glikol. Pemilihan dasar salep
untuk dipakai dalam formulasi salep bergantung pada beberapa faktor, seperti
kecepatan pelepasan bahan obat dari dasar salep, absorpsi obat, kemampuan
mempertahankan kelembaban kulit oleh dasar salep, waktu obat stabil dalam
dasar salep, pengaruh obat terhadap dasar salep. Pada dasarnya tidak ada dasar
salep yang ideal. Namun, dengan pertimbangan faktor di atas diharapkan dapat
diperoleh bentuk sediaan yang paling baik.
Indikasi salep
a) Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses kronik),
termasuk likenifi kasi, hiperkeratosis.
b) Dermatosis dengan skuama berlapis, pada ulkus yang telah bersih.
Kontraindikasi salep
Salep tidak dipakai pada radang akut, terutama dermatosis eksudatif karena
tidak dapat melekat, juga pada daerah berambut dan lipatan karena
menyebabkan perlekatan.
4) Krim

20

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Formulasi krim ada dua, yaitu sebagai emulsi air dalam minyak (W/O),
misalnya cold cream, dan minyak dalam air (O/W), misalnya vanishing cream.
Contoh krim W/O:

R/ Cerae alba

Cetacei

10

Olei olivarum

60

Aquae ad

100

Contoh krim O/W:

R/ Cerae lanett N

Olei sesami aa

15

Aquae ad

100

Dalam praktik, umumnya apotek tidak bersedia membuat krim karena tidak
tersedia emulgator dan pembuatannya lebih sulit dari salep. Jadi, jika hendak
menulis resep krim dan dibubuhi bahan aktif, dapat dipakai krim yang sudah
jadi, misalnya biocream. Krim ini bersifat ambifi lik artinya berkhasiat sebagai
W/O atau O/W. Krim dipakai pada kelainan yang kering, superfi sial. Krim
memiliki kelebihan dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai di daerah
lipatan dan kulit berambut.
Contoh emulsi O/W:

R/ Acid salicyl

5%

Liq carb deterg

5%

Biocream

20

Aqua

40

Contoh emulsi W/O16:

R/ Acid salicyl

5%

Liq carb deterg

5%

Biocream

20

Ol. Oliv

20

Indikasi krim:
Krim dipakai pada lesi kering dan superfi sial, lesi pada rambut, daerah
intertriginosa.
21

5) Pasta
Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta terdiri dari
bahan untuk salep misalnya vaselin dan bahan bedak seperti talcum, oxydum
zincicum. Pasta merupakan salep padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu
tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi. Efek
pasta lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan daya
maserasi lebih rendah dari salep.
Indikasi pasta :
Pasta digunakan untuk lesi akut dan superfi sial.
6) Bedak kocok
Bedak kocok adalah suatu campuran air yang di dalamnya ditambahkan
komponen bedak dengan bahan perekat seperti gliserin. Bedak kocok ini
ditujukan agar zat aktif dapat diaplikasikan secara luas di atas permukaan kulit
dan berkontak lebih lama dari pada bentuk sediaan bedak serta berpenetrasi
kelapisan kulit.
Indikasi bedak kocok
Bedak kocok dipakai pada lesi yang kering, luas dan superfi sial seperti miliaria.
Beberapa contoh komposisi bedak kocok:

R/ Oxidi zincici

Talci aa

20

Glycerini

15

Aguae ad

100

R/ Oxidi zincici

Talci aa

20

Gliserini

15

Aquae

Spirit dil. Aa ad

100

Keuntungan penambahan spritus dilitus ialah memberikan efek pendingin


karena akan menguap, dapat melarutkan bahan aktif yang tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam alkohol, misalnya mentholium dan camphora. Kedua zat
tersebut bersifat antipruritik. Jika hendak menambahkan bahan padat berupa
bubuk hendaknya diperhitungkan sehingga berat bahan padat tetap 40%.
22

Misalnya, jika ditambahkan sulfur precipitatum 20 gram, maka berat oxydum


zincicum dan talcum harus dikurangi.

R/ Sulfuris precipitatum

20

Oxidi zincici

Talci aa

10

Glycerini

15

Aquae

Spiritus dil aa ad

100

7) Gel
Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel organik dan anorganik. Gel dikelompokkan ke dalam gel
fase tunggal dan fase ganda.9 Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul
organic yang tersebar dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat
adanya ikatan antara molekul besar yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal
dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau dari gom
alam (seperti tragakan). Karbomer membuat gel menjadi sangat jernih dan
halus. Gel fase ganda yaitu gel yang terdiri dari jaringan partikel yang terpisah
misalnya gel alumunium hidroksida. Gel ini merupakan suatu suspensi yang
terdiri dari alumunium hidroksida yang tidak larut dan alumunium oksida hidrat.
Sediaan ini berbentuk kental, berwarna putih, yang efektif untuk menetralkan
asam klorida dalam lambung. Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit
dan membentuk satu lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik daripada krim. Gel
juga baik dipakai pada lesi di kulit yang berambut.
8) Jelly
Jelly merupakan dasar sediaan yang larut dalam air, terbuat dari getah alami
seperti tragakan, pektin, alginate, borak gliserin.
9) Losion
Losion merupakan sediaan yang terdiri dari komponen obat tidak dapat
larut terdispersi dalam cairan dengan konsentrasi mencapai 20%. Komponen
yang tidak tergabung ini menyebabkan dalam pemakaian losion dikocok terlebih
dahulu. Pemakaian losion meninggalkan rasa dingin oleh karena evaporasi
23

komponen air. Beberapa keistimewaan losion, yaitu mudah diaplikasikan,


tersebar rata, favorit pada anak. Contoh losion yang tersedia seperti losion
calamin, losion steroid, losion faberi.
10) Foam aerosol
Aerosol merupakan sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung
zat aktif yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini
digunakan untuk pemakaian lokal pada kulit, hidung, mulut, paru. Komponen
dasar aerosol adalah wadah, propelen, konsentrat zat aktif, katup dan
penyemprot. Foam aerosol merupakan emulsi yang mengandung satu atau lebih
zat aktif menggunakan propelen untuk mengeluarkan sediaan obat dari wadah.
Foam aerosol merupakan sediaan baru obat topikal. Foam dapat berisi zat aktif
dalam formulasi emulsi dan surfaktan serta pelarut. Sediaan foam yang pernah
dilaporkan antara lain ketokonazol foam dan betametasone foam.

2.9 Beberapa Obat Topikal untuk Penyakit Kulit


2.9.1 Kortikosteroid dalam Dermatologi
Perkembangan dermatoterapi terjadi dengan pesatnya setelah ditemukannya
kortikosteroid. Pada masa kini kortikosteroid merupakan obat yang paling banyak
dipergunakan dalam dermatoterapi baik secara topikal maupun sistemik. Cukup
seriusnya efek samping yang dapat terjadi pada pemakaian kortikosteroid,
mengharuskan seorang dokter mempertimbangkan secara matang dan teliti antara
keuntungan dan kerugiannya. Untuk ini dibutuhkan pemahaman yang mendalam
mengenai indikasi, kontraindikasi, jenis-jenis kortikosteroid, cara pemberian, serta
efek samping yang dapat terjadi.
KORTIKOSTEROID TOPIKAL
Pada masa kini kortikosteroid topikal merupakan sediaan yang paling banyak
dipakai dalam dermatologi, disamping obat-obat antijamur topikal, dan pada saat ini
di pasaran dapat dijumpai tidak kurang dari 70 sediaan kortikosteroid topikal dengan
bermacam-macam nama dagang. Banyaknya sediaan kortikosteroid topikal di pasaran
selain memang karena perbedaan turunan steroidnya, pada umumnya hanya
didasarkan atas perbedaan basis, ada tidaknya kombinasi dengan antimikroba atau
24

kombinasi dengan bahan-bahan peningkat penetrasi steroid. Beberapa perusahaan


juga memproduksi steroid yang sama tetapi dalam berbagai konsentrasi dan dengan
variasi untuk lokasi lokasi tertentu, seperti untuk kepala atau muka dan sebagainya.
A.

Indikasi kortikosteroid topikal


Penyakit-penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid topikal dapat

digolongkan menjadi:
1. Penyakit-penyakit yang pada umumnya sangat responsif terhadap pengobatan
steroid topikal seperti dermatisis atopik, dermatisis seboroik, dermatisis
numuler, dermatisis kontak alergi dan iritan, psoriasis pada muka dan genital,
liken simpleks, pruritus ani dan dermatisis stasis
2. Penyakit-penyakit yang kurang responsif terhadap steroid topikal seperti lupus
eritematosus diskoid, liken planum, nekrobiosis lipoidika, granuloma anulare,
sarkoidosis dan psoriasis palmo-plantar

B.

Pemilihan kortikosteroid topikal


Selain

indikasi

penyakit,

pemilihan

kortikosteroid

topikal

perlu

memperhatikan jenis steroid, basis, lokalisasi, umur penderita dan pemilihan


sediaan kombinasi atau murni.
Menurut potensinya kortikosteroid topikal dapat digolongkan menjadi 4 jenis,
yaitu golongan I (potensi lemah), golongan II (potensi sedang), golongan III
(potensi kuat) dan golongan IV (potensi sangat kuat). Potensi tersebut didasarkan
atas sifat anti-inflamasi dan sifat antimitosisnya. Kortikosteroid golongan I ada
umumnya mempunyai sifat anti-inflamasi saja, sedangkan golongan IV
mempunyai baik sifat antiinflamasi maupun antimitosis yang sangat kuat.
Golongan II dan III berada diantaranya.
Perbedaan Sifat Berbagai Golongan Steroid Topikal
Golongan

Potensi
antiinflamasi
antimitosis
I
lemah
+
II
sedang
++
+
III
kuat
+++
++
IV
Sangat kuat
++++
+++
Kortikosteroid topikal tersedia dalam berbagai basis, seperti salep, krim, losio,
jeli, aerosol dan tingtura. Untuk pemilihan basis perlu dipertimbangkan faktor

25

akseptibilitas penderita, kosmetika serta harus diingat prinsip-prinsip dasar


pemakaian topikal.
C.

Dosis dan cara pemberian


Pada umumnya kortikosteroid topikal sudah cukup di oleskan 1-2 kali sehari.
Pengolessan beberapa kali sehari ternyata tidak jauh berbeda dengan pengolesan
1-2 kali sehari, bahkan akan mempercepat timbulnya takifilaksis, yaitu
berkurangnya efek terapeutik setelah dipakai beberapa kali. Pengolesannya juga
cukup dilakukan tipis karena selain karena efek terapeutiknya sudah cukup
maksimal, juga ekonomis dan tidak mengotori kulit dengan adanya kerak salep
atau krim yang tebal.
Untuk lesi yang berat dapat diberikan steroid kuat untuk terapi inisial,
kemudian di ganti dengan steroid sedang atau lemah untuk terapi pemeliharaan.
Pada beberapa dermatosis yang kurag responsif terhadap steroid, penetrasi
steroid dapat di tingkatkan selain dengan penambahan bahan-bahan seperti
propilen glikol atau urea, dapat juga dilakukan dengan cara okusi, yaitu menutup
lesi yang telah di olesi kortikosteroid dengan bahan impermeabel (polietilen atau
plastik) sehingga udara akan keluar dan stratum korneum menjadi lembab yang
akan meningkatkan permeabilitas stratum korneum tersebut. Dengan cara oklusi
dikatakan potensi steroid dapat di tingkatkan sampai 10 kali (Malibach, 1976).
Oklusi sebaiknya dilakukan pada malam hari, tetapi di hindari cara oklusi ini
untuk lesi yang luas.

D.

Efek samping penggunaan kortikosteroid topikal


Ternyata semakin poten sediaan kortikosteroid topikal, semakin besar pula
kemungkinan efek samping yang terjadi. Pemakaian yang terlalu lama akan
meningkatkan risiko timbulnya efek samping ini. Sehingga pemakainan steroid
yang poten seyogyanya tidak lebih dari 2-3 minggu. Efek samping ini berisfat
lokal maupun sistemik.
Efek Lokal
1. Kerusakan kulit berupa atropi kulit, telangiektasis, purpura atau striae.
Efek samping pada kulit inilah yang dipakai sebai evaluasi apakah suatu
steroid topikal dianggap aman atau tidak.

26

2. Infeksi atau infestasi dapat terjadi setelah pemakaian kortikosteroid jangka


lama, terutama kalau digunakan secara oklusi, dapat berupa kandida,
bakteria, atau meluasnya impetigo. Tinea inkognito dapat terjadi karena
kesalahan terapi tinea dengan kortikosteroid.
3. Efek lain yang dapat terjadi misalnya akne steroid, dermatitis perioral,
gangguan pigmentasi baik hipo maupun hiperpigmentasi dan granulomata
pada kulit. Reaksi alergi juga pernah dilaporkan pada pemakaian
kortikosteroid topikal.
4. Pada individu tertentu pada pemakaian kortikosteroid jangka lama dapat
menyebabkan rambut pada muka tumbuh subur.
a. Efek sistemik
Kortikosteroid topikal, khususnya yang mempunyai potensi kuat dan
dipakai untuk jangka panjang dengan konsentrasi yang tinggi atau oklusi
dapat menimbulkan efek sistemik seperti kortikosteroid sistemik.
2.9.2 Antijamur dalam Dermatologi
Penyakit jamur superfisialis adalah penyakit kulit yang sering dijumpai di
pusat-pusat pelayanan kesehatan di Indonesia.

1,3

Dan pada masa kini cukup

banyak obat-obat antijamur untuk jamur superfisial baik yang di pakai secara
topikal maupun sistemik. Membanjirnya jenis-jenis obat antijamur tersebut
dipasaran mengharuskan seorang dokter dapat memilih dengan tepat obat-obat
anti jamur yang diperlukan.
Obat antijamur topikal yang lama pada umumnya mempunyai aktivitas
antijamur yang lemah, spektrumnya sempit dan kadang-kadang menyebabkan
iritasi, tetapi harganya murah. Sebaliknya obat-obat antijamur topikal yang baru
umumnya mempunyai anktivitas jamur yang kuat, spektrumnya luas, tersedia
dalam sediaan yang menyenangkan, tetapi harganya mahal. Untuk itu pemilihan
obat antijamur harus didasarkan atas diagnosis yang tepat, anatomi atau lokasi
lesi, derajat dan luasnya lesi, dan pertimbangan harga.
Ada bermacam-macam obat antijamur topikal, dengan variasi potensi dan efek
sampingnya. Kebanyakan sediaan topikal yang lama, seperti asam benzoat dan
asam undesilenat mempunyai aktivitas jamur rendah yang hanya mengantungkan
efek keratolitiknya saja. Selain itu obat-obat ini kebanyakan bersifat iritatif,
27

sehingga dianjurkan pengunaannya terbatas pada lesi-lesi noninflamai dan tidak


aktif.
Secara garis besar obat-obat antijamur topikal dapat di golongkan menjadi 11
golongan:
1. Golongan asam-asam organik
2. Golongan asam undesilenat
3. Golongan sulfur
4. Golongan zat warna trifenilmetan
5. Golongan hidroksikuinolon
6. Golongan tiokarbonat
7. Golongan antbiotik polien
8. Golongan haloprogin
9. Golongan imidazol
10. Golongan siklopiroksolamin
11. Golongan alilamin
1) Golongan asam organik
Yang termasuk golongan ini adalah asam salisilat dan asam benzoat. Kedua
obat ini biasanya terdapat dalam sediaan kombinasi salep Whietfield, yang terdiri
atas 3% asam salisilat dan 6% asam benzoat (USP). Sediaan ini bersifat
keratolitik, sehingga pengaruhnya terhadap infeksi jamur mungkin melalui proses
deskuamasi (Smith, 1982). Pengunaannya cukup dioleskan dua kali sehari, selama
2-4 minggu. Efek samping yang tersering adalah iritasi jika dipergunakan pada
lesi yang terbuka atau pada daerah lipatan, walaupun jarang, jika di gunakan pada
lesi yang luas atau pada penderita dengan kegagalan ginjal, dapat menimbulkan
gejala salisilismus berupa nyeri abdominal, muntah, tinitus, takipnu, dan asidosis
(Lesher & Smith, 1987). Walaupun demikian sediaan ini masih banyak dipakai
dalam praktek-praktek sehari-hari karena harganya murah.
2) Golongan asam undesilenat
Juga merupakan obat lama namun kurang iritatif dibandingkan salep
whietfield. Biasanya terdapat dalam camputran dengan bentuk garamnya. Cukup
efektif untuk golongan dermatofit tetapi tidak untuk kandida. Mekanisme
kerjanya tidak diketahui secara pasti. Biasanya dipergunakan dua kali sehari, ratarata selama 4 minggu.
3) Golongan sulfur
28

Golongan ini terutama dipergunakan untuk mengobati tinea versikolor (panu).


Biasanya diberikan dalam bentuk solutio natrium tiosulfat 20-25% dan suspensi
selenium sulfida 2,5% (saat ini dipasaran hanya tersedia suspensi selenium sulfida
1,8% dalam bentuk sampo)
4) Golongan zat warna trifenilmetan
Termasuk golongan ini adalah gentian violet dan magenta (basic fuchsin).
Efek terapeutiknya agak lambat dan biasanya dipergunakan untuk lesi-lesi basah
dengan infeksi sekunder. Dalam praktek gentian violet dipergunakan dalam
larutan 1-2% untuk kandidiasis, sedangkan magenta dalam campuran dengan
resorsinol dalam cat Castellani. Efek samping yang kurang di sukai selain karena
iritasinya, golongan ini mewarnai kulit dan pakaian.
5) Golongan hidrosikuinolon
Kliokuinol (iodohidroksikuinolon) dan iodokuinol (chinoform) merupakan
sediaan yang sering dipergunakan secara topikal. Biasanya di kombinasi dengan
antiradang hidrokortison. Selain sifat antijamur golongan ini juga memiliki sifat
antibakteri ringan. Jarang terjadi sensitisasi atau iritasi. Pengunaan sistemik
dilaporkan dapat menyebabkan neuropati mielooptik subakt walaupun secara
topikal masih dipertanyakan.
6) Golongan tiokarbonat
Termasuk golongan ini adalah tolnaftat dan toksilat. Tolnaftat merupakan
antijamur yang sangat efektif terhadap dermatofitosis dan infeksi Pityrosporum
orbiculare tetapi tidak pada kandida. Mekanisme kerjanya adalah dengan
menghambat epoksidasi skuelen pada membran sel jamur, jarang menyebabkan
iritasi. Biasanya dipergunakan 2 kali sehari selama 2-4 minggu dan dilanjutkan 2
minggu setelah gejala klinis menghilang. Tersedia dalam bentuk salep, krim,
solutio 1%. Tolsiklat merupakan turunan baru dari tiokarbonat yang lebih efektif
daripada tolnaftat, karena larut dalam lemak., di indonesia tersedia dalam bentuk
krim, losio dan bedak dengan konsentrasi 1%.
7) Golongan antibiotik polen
Yang termsuk golongan ini adalah nistatin dan amfoterisin B. Kerjanya
melalui ikatan sterol membran sel, yang akan menyebabkan gangguan
permeabilitas sehingga kebocoran dan kematian sel jamur. Nistastin merupakan
obat antijamur spesifik pertama, sangat efektif secara topikal terhadap infeksi
29

kandida pada kulit dan mukosa. Jarang menyebabkan iritasi . tersedia dalam
bentuk krim dan supositoria vagina.
Ampoterisin B juga efektif terhadap kandidiasis kulit dan mukokutan, namun
biasanya tersedia dalam campuran dengan antiradang dan antibakteri. Selain
dipergunakan secara topikal juga golongan antibiotik polen juga sering
dipergunakan secara sistemik maupun peroral.
8) Golongan Haloprogin
Golongan haloprogin (triklorofenoliodin) merupakan antijamur topikal sintetik
pertama dengan spektrum yang luas. Obat ini efektif baik terhadap dermatofita
maupun ragi sehingga dapat dipakai untuk semua jenis jamur superfisial.
Mekanisme kerjanya tidak diketahui dengan pasti, mungkin melalui gangguan
pada sel. Sedikit lebih baik daripada tolnaftat, tetapi kurang efektif di bandingkan
golongan imidazol. Efek sampingnya dapat berupa iritasi dan rasa terbakar. Di
pasaran tersedia hanya dalam bentuk salep.
9) Golongan imidazol
Penemuan obat antijamur golongan imidazol di anggap merupakan revolusi
baru dalam bidang pengobatan penyakit jamur, karena hampir semua persyaratan
obat antijamur yang sekaideal terpenuhi. Selain kemanfaatannya tinggi,
spektrumnya luas dan hampir tanpa efek samping, sehingga tidak aneh kalau
banyak pabrik obat sekarang berlomba-lomba memproduksi obat ini.
Mekanisme kerjanya dengan menghambat sintesis ergosterol, suatu unsur
yang penting untuk intergritas membran sel. Dalam konsentrasi rendah bersifat
fungistatik dan dalam konsentrasi tinggi bersifat fungisid.
Beberapa turunan imidazol yang saat ini telah beredar di pasaran antara lain:
klotrimoxazol, mikonaziol, ekonazol, tionazol, bifonazol, ketokonazol. Bifonazol
dan ketokonazol merupakan derivat imidazol yang mempunyai kelebihan yaitu
cukup dioleskan sekali dengan efektifitas yang sama. Preparat- preparat tersebut
dalam bentuk krim, losio, atau bedak.
10) Golongan siklopiroksolamin
Obat golongan ini merupakan obat antijamur topikal yang tidak ada
hubungannya dengan golongan imidazol dan menunjukkan aktivitas yang luas
tidak hanya terhadap dermatofita tetapi juga terhadap bakteri gram positif dan
negatif. Obat ini bekerja secara fungisid melalui penimbunan dalam sel dan
melalui perubahan ion transport transmembran dari ion-ion dan asam amino yang
30

menyebabkan hilangnya integritas membran sel. Obat ini tampaknya juga


mengadakan penetrasi dengan baik terhadap keratin, sehingga dapat dipergunakan
untuk infeksi jamur pada kuku. Tersedia dalam bentuk krim dan losio dengan
konsentrasi 1%.
11) Golongan alilamin
Yang termasuk golongan ini adala naftitin. Kerjanya melalui epoksidase skualen
dan menghambat sintesis ergosterol, lanosterol dan kolesterol pada membran sel.
Obat ini dikatakan sangat baik terhadap dermatofita dan hanya berefek sedang
pada kandida.
2.10 Farmakokinetik Obat Topikal
Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan bahan
aktif dalam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian diserap ke
lapisan kulit, selanjutnya didistribusikan secara sistemik. Mekanisme ini penting
dipahami untuk membantu memilih sediaan topikal yang akan digunakan dalam terapi.
Secara umum perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan melewati tiga
kompartemen yaitu: permukaan kulit, stratum korneum, dan jaringan sehat. Stratum
korneum dapat berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat sejumlah unsur pada
obat masih berkontak dengan permukaan kulit namun belum berpenetrasi tetapi tidak
dapat dihilangkan dengan cara digosok atau terhapus oleh pakaian.
Unsur vehikulum sediaan topikal dapat mengalami evaporasi, selanjutnya zat aktif
berikatan pada lapisan yang dilewati seperti pada epidermis, dermis. Pada kondisi
tertentu sediaan obat dapat membawa bahan aktif menembus hipodermis. Sementara itu,
zat aktif pada sediaan topikal akan diserap oleh vaskular kulit pada dermis dan
hipodermis.
Saat sediaan topikal diaplikasikan pada kulit, terjadi 3 interaksi:
a) Solute vehicle interaction: interaksi bahan aktif terlarut dalam vehikulum.
Idealnya zat aktif terlarut dalam vehikulum tetap stabil dan mudah dilepaskan.
Interaksi ini telah ada dalam sediaan.
b) Vehicle skin interaction: merupakan interaksi vehikulum dengan kulit. Saat awal
aplikasi fungsi reservoir kulit terhadap vehikulum.
c) Solute Skin interaction: interaksi bahan aktif terlarut dengan kulit (lag phase,
rising phase, falling phase).
31

1) Penetrasi secara transepidermal


Penetrasi transepidermal dapat secara interseluler dan intraseluler. Penetrasi
interseluler merupakan jalur yang dominan, obat akan menembus stratum korneum
melalui ruang antar sel pada lapisan lipid yang mengelilingi sel korneosit. Difusi
dapat berlangsung pada matriks lipid protein dari stratum korneum. Setelah berhasil
menembus stratum korneum obat akan menembus lapisan epidermis sehat di
bawahnya, hingga akhirnya berdifusi ke pembuluh kapiler.
Penetrasi secara intraseluler terjadi melalui difusi obat menembus dinding stratum
korneum sel korneosit yang mati dan juga melintasi matriks lipid protein startum
korneum, kemudian melewatinya menuju sel yang berada di lapisan bawah sampai
pada kapiler di bawah stratum basal epidermis dan berdifusi ke kapiler.
2) Penetrasi secara transfolikular
Analisis penetrasi secara folikular muncul setelah percobaan in vivo. Percobaan
tersebut memperlihatkan bahwa molekul kecil seperti kafein dapat berpenetrasi tidak
hanya melewati sel-sel korneum, tetapi juga melalui rute folikular. Obat berdifusi
melalui celah folikel rambut dan juga kelenjar sebasea untuk kemudian berdifusi ke
kapiler.
3) Absorpsi sediaan topikal secara umum
Saat suatu sediaan dioleskan ke kulit, absorpsinya akan melalui beberapa fase:
a) Lag phase
Periode ini merupakan saat sediaan dioleskan dan belum melewati stratum korneum,
sehingga pada saat ini belum ditemukan bahan aktif obat dalam pembuluh darah.
b) Rising phase
Fase ini dimulai saat sebagian sediaan menembus stratum korneum, kemudian
memasuki kapiler dermis, sehingga dapat ditemukan dalam pembuluh darah.
c) Falling phase
Fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari permukaan kulit dan dapat
dibawa ke kapiler dermis.
Penyerapan sediaan topikal secara umum dipengaruhi oleh berbagai faktor :
1) Bahan aktif yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus menyatu pada
permukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup.

32

2) Konsentrasi bahan aktif merupakan factor penting, jumlah obat yang diabsorpsi secara
perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu, bertambah sebanding dengan
bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu pembawa.
3) Penggunaan bahan obat pada permukaan yang lebih luas akan menambah jumlah obat
yang diabsorpsi.
4) Absorpsi bahan aktif akan meningkat jika pembawa mudah menyebar ke permukaan
kulit.
5) Ada tidaknya pembungkus dan sejenisnya saat sediaan diaplikasikan.
6) Pada umumnya, menggosokkan sediaan akan meningkatkan jumlah bahan aktif yang
diabsorpsi.
7) Absorpsi perkutan akan lebih besar bila sediaan topikal dipakai pada kulit yang
lapisan tanduknya tipis.
8) Pada umumnya, makin lama sediaan menempel pada kulit, makin banyak
kemungkinan diabsorpsi. Pada kulit utuh, cara utama penetrasi sediaan melalui lapisan
epidermis, lebih baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena
luas permukaan folikel dan kelenjar keringat lebih kecil dibandingkan dengan daerah
kulit yang tidak mengandung elemen anatomi ini. Stratum korneum sebagai jaringan
keratin akan berlaku sebagai membrane semi permeabel, dan molekul obat
berpenetrasi dengan cara difusi pasif.

33

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada
membran pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum Tujuannya
adalah untuk mengadakan hemostasis yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan
jaringan sekitarnya ke keadaan fisiologik stabil secepat-cepatnya. Adapun prinsipprinsip pemilihan obat antara lain basis obat untuk radang akut, basis obat untuk
radang subakut, basis obat untuk radang kronis.
Pemilihan bahan aktif ada beberapa yang harus diperhatikan yaitu a). Zat akitf
harus sesuai dengan diagnosis, misal skabies di obati dengan sulfur (salep2-4), tinea
glabrosa dengan mikonazol, dan sebagainya, b). Zat aktif harus larut dalam basis obat
yang terpilih. Ada perbedaan pandangan antara ahli faramasi dan ahli kulit. c). Zat
aktif harus tidak merusak komposisi basis obat. d). Banyak penyakit kulit yang dapat
disembuhkan hanya dengan efek fisikokimia dari basis obat, tanpa zat aktif di
dalamnya. Atau zat aktif diberikan secara oral jika memungkinkan. Misalnya sering
kita gunakan larutan kalium permanganas (PK). Penetrasi Obat Topikal dan difusi
suatu obat topikal ke dalam kulit bergantung kepada faktor obat, serta faktor keadaan
kulit sendiri. Faktor obat antara lain struktur kimiawi, besar molekul, konsentrasi
obat, jenis basis, pelepasan bahan aktif dari basis dan cara penggunaannya. Sedang
faktor keadaan kulit antara lain stratum korneum, sirkulasi darah dalam dermis,
kepadatan folikel rambut dan kelenjar keringat, serta PH kulit
34

DAFTAR PUSTAKA
Asmara A. Daili SF. Noegrohowati. Zubaedah I. Vehikulum dalam Dermatoterapi Topikal.
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Departemen Ilmu Farmasi FKUIRSCM.
Berbagai Bentuk Sediaan Topikal dalam Dermatologi. Yanhendri, Satya Wydya Yenny.
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Darwin R. Dasar-dasar pengobatan penyakit kulit. In: Harahap M, ed. Ilmu Penyakit Kulit.
Edisi-1. Jakarta: Penerbit Hippocrates, 2000:311-7.
Darma IGN, Pohan PSS. Terapi topikal pada dermatitis atopik. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin. 2007;2:144-51
Kanitakis, J. 2002. Anatomy, histology and immunohistochemistry of normal human skin.
European Journal of Dermatology. Volume 12, Number 4, 390-401
Sayuti I, Martina A, Sukma GE. Kepekaan jamur Trichopyton terhadap obat salep, krim, dan
obat tingtur. Jurnal Biogenesis 2006;2:51-4.

35

Anda mungkin juga menyukai