Herpes Zoster
Pembimbing:
dr. Putu Artana, M.Biomed, Sp.KK
Disusun oleh:
Kurniawan hidayat
015.06.0012
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya laporan Case Base Discussion ini dapat diselesaikan dengan sebagaimana
mestinya. Di dalam laporan ini penulis memaparkan materi melalui daring (online)
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan
serta bantuan hingga terselesaikannya laporan ini. Penulis mohon maaf jika dalam laporan
ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal
yang berhubungan dengan laporan kasus ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun sehingga dapat membantu penulis untuk dapat
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Penulisan makalah laporan kasus dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dokter
muda mengenai herpes zoster dalam hal anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang,
penegakkan diagnosa, penatalaksanaan dan monitoring.
BAB I
LAPORAN KASUS
Riwayat Keluarga
- Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama dengan
pasien.
Riwayat Sosial
- Pasien mengatakan di tempat kerja tidak ada yang mengelukan hal yang sama engan
pasien.
Riwayat Atopi
a. Keadaan Umum:
BB : 50 kg
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 38.0⁰C
b. Status Generalis
Kepala : Normocephal
Thorak :
Paru:
Perkusi : Sonor
Jantung:
Ekstermitas
Edukas
i
1. Memulai pengobatan sesegera mungkin
2. Istirahat
3. Tidak menggaruk lesi
4. Tidak ada pantangan makanan
5. Tetap mandi
6. Mengurangi kecemasan dan ketidakpahaman pasien.
1.9 PROGNOSIS
- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : bonam
- Ad sanationam : bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus Varicella
zoster yang laten endogen di ganglion sensoris radiks dorsalis setelah infeksi primer. 6
Herpes zoster (HZ) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Varisela-zoster yang
bersifat terlokalisir, terutama menyerang orang dewasa dengan ciri berupa nyeri
radikuler, unilateral, dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang
diinervasi oleh satu ganglion saraf sensoris.7
3.2 Epidemiologi
Herpes Zoster merupakan penyakit neurokutan yang disebabkan karena infeksi Vaericella
Zoster Virus. Di Amerika Utara dan Eropa, insiden herpes zoster sekitar 1,5-3 per 1000
orang penduduk di semua kelompok umur. Insiden herpes zoster pada usia lebih dari 60
tahun menjadi 7-11 per 1000 orang penduduk tiap tahun. Insidensi herpers zoster terjadi
pada 20 % populasi dunia dan 10 % diantaranya adalah herpes zoster oftalmikus. Di
negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34%
setahun sedangkan di Indonesia kurang lebih 1% setahun.28
Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua. Insiden terjadinya herpeszoster
1,5sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam segala usia dan 7 sampai 11 per 1000
orang per tahun pada usia lebih dari 60 tahun pada penelitian di Eropa dan Amerika Utara.
Diperkirakan bahwa ada lebih dari satu juta kasus baru herpes zoster di Amerika setiap
tahun, lebih dari setengahnya terjadi pada orang dengan usia 60 tahun atau lebih. Ada
peningkatan insidens dari zoster pada anak – anak normal yang terkena chicken pox ketika
berusia kurang dari 2 tahun.2.8
3.3 Etiologi
Varicella-•zoster virus (VZV) adalah herpesvirus yang merupakan penyebab dari 2
penyakit berbeda yaitu varicella (juga dikenal cacar air) dan herpes zoster (juga dikenal
sebagai shingles/cacar ular/cacar api/dompo). VZV merupakan anggota dari keluarga
Herpesviridae, seperti herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan 2, cytomegalovirus (CMV),
Epstein-•Barr virus (EBV), human herpesvirus 6 (HHV-•6), human herpesvirus 7 (HHV-
• 7), dan human herpesvirus 8 (HHV-•8). Virus varicella adalah virus DNA,
alphaherpesvirus dengan besar genom 125.000 bp, berselubung/berenvelop, dan
berdiameter 80-•120 nm. Virus mengkode kurang lebih 70-•80 protein, salah satunya ensim
thymidine kinase yang rentan terhadap obat antivirus karena memfosforilasi acyclovir
sehingga dapat menghambat replikasi DNA virus.9
3.4 Patofisiologi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisella zoster (virus
DNA). Setelah seseorang terkena infeksi primer dari virus varisella zoster atau setelah
seseorang terkena penyakit cacar air. Virus varisella zoster akan menetap dalam kondisi
dorman pada ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis orang tersebut.
Apabila sistem imun orang tersebut rendah atau menurun misalnya karena pertambahan
usia pada pasien usia lanjut atau karena penyakit imunosupresif contohnya penyakit AIDS,
penyakit leukimia, dan penyakit limfoma maka virus varisella zoster tersebut dapat aktif
kembali dan menyebar melalui saraf tepi ke kulit sehingga menimbulkan penyakit herpes
zoster9.
Sebelum timbul gejala kulit terdapat, gejala predormal baik sistemik
(demam,pusing,malese), maupun gejala predormal lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal dan
sebagainya). Setelah itu virus varisella zoster akan memperbanyak diri (multipikasi) dan
membentuk eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan
dasar kulit eritematosa dan edema, gejala ini akan terjadi selama 3-5 hari. Vesikel ini berisi
cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat menjadi pustul dan
krusta. Penyebaran vesikel bersifat dermatomal mengikuti tempat persarafan yang
dilaluivirus varisella zoster. Biasanya hanya satu saraf yang terlibat, namun di beberapa
kasus bisa jadi lebih dari satu saraf ikut terlibat. Vesikel akan pecah dan berair, kemudian
daerah sekitarnya akan mengeras dan mulai sembuh, gejala ini akan terjadi 3-4 minggu.
Pada sebagian kecil kasus, eritema tidak muncul tetapi ada rasa sakit8,9.
Infeksi Laten Varicella Zoster Virus
Selama penyembuhan varisela, Varicella zoster virus menjadi laten di nervus kranialis
seperti nervus trigeminal, fasialis dan di serabut ganglion posterior medula spinalis. Pada
sebagian besar individu virus ini menjadi laten seumur hidup. Perjalanan virus ke ganglion
sensoris diduga dengan cara hematogenik, transport neuronal retrograde atau keduanya.
Selama infeksi laten di serabut ganglion posterior ini tidak menimbulkan apoptosis sel
saraf, karena pada infeksi laten tidak terjadi inflamasi sehingga tidak merusak sel-sel
neuron 8,9.
Pada fase laten ini VZV tidak infeksius dan sebagian besar ekspresi gen VZV tidak
ditemukan pada sel neuron dari ganglion dorsalis yang merupakan tempat infeksi laten
VZV. Sehingga virus tidak bisa dideteksi dan dibersihkan oleh sistim imun. Sistim imun
yang berperan dalam mempertahankan keadaan laten ini adalah sistim imun seluler. Hal ini
terbukti dengan tingginya insiden herpes zoster pada pasien HIV dengan jumlah CD4
menurun dibandingkan insiden pada individu dengan status imun yang baik. Hanya
beberapa material genetik VZV yang diekspresikan di ganglion posteriror. Gen-gen yang
biasa ditemukan pada fase ini adalah gen 21, 29, 62, dan 63. Gen-gen tersebut umumnya
ditemukan dalam sitoplasma neuron ganglion dorsalis. Kadang- kadang juga ditemukan di
sel-sel satelit ganglion seperti sel Schwann dan astrosit. Berbeda pada fase reaktivasi, gen-
gen tersebut terdapat di dalam nukleus sel neuron yang terinfeksi VZV. Gen 63 berfungsi
sebagai protein yang menekan apoptosis neuron selama fase laten. Gen 62 berfungsi
sebagai regulator transkripsi ketika gen tersebut berada di dalam nukleus pada fase
reaktivasi. Tidak adanya gen-gen regulator transkripsi lainnya menyebabkan tidak terjadi
replikasi VZV selama fase laten8,10.
Reaktivasi VZV bisa terjadi secara spontan atau mengikuti berbagai faktor pencetus,
seperti infeksi, imunosupresi, trauma, radiasi dan keganasan. Selama fase klinis aktivasi
terjadi berbagai perubahan patologik pada serabut ganglion. Perubahan utama adalah
nekrosis dari sel-sel neuron baik sebagian maupun keseluruhan ganglion. Perubahan lain
adalah infiltrasi limfosit dan hemoragik pada sel-sel neuron 9.
Gambar Varisela, fase laten, dan reaktivasinya.
Proses patologik tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya neuralgia. VZV
kemudian menyebar secara sentrifugal ke saraf sensorik dan menyebabkan neuritis. Virus
yang terdapat pada ujung saraf sensorik menyebar di kulit menimbulkan kelompok-kelompok
vesikel herpes zoster. Biasanya keadaan ini berada pada satu unilateral dermatom 7.
Pada keadaan reaktivasi didahului dengan keberadaan komponen genetik virus yang
sebelumnya berada di sitoplasma neuron selama fase laten, mencapai nukleus dan
mengaktifkan proses replikasi virus, kemudian memproduksi virus yang infeksius. Virus
tersebut kemudian keluar dari sel neuron ganglion posterior ke saraf sensorik, dan mencapai
kulit menginfeksi sel- sel epitel kulit dan menimbulkan lesi herpes zoster. Pada keadaan
reaktivasi ini, VZV menstimulasi respon imun yang mampu mencegah reaktivasi pada
ganglion lainnya dan reaktivasi klinis berikutnya. Sehingga herpes zoster hanya menyerang
satu dermatom dan muncul hanya sekali seumur hidup8.
Reaktivasi bisa menghasilkan klinis herpes zoster yang generalisata hal ini disebabkan
karena gagalnya sistem imun menghamabat perkembangan lesi herpes yang terjadi. Keadaan
ini biasanya ditemui pada pasien-pasien imunokompromais seperti penderita HIV, pasien
yang mendapat pengobatan dengan imunosupresan atau sitostatik. Hal ini bertolak belakang
dengan variasi klinis herpes zoster lainnya seperti pada zoster sine herpete dimana klinis
hanya berupa rasa nyeri pada dermatom yang terkena tanpa disertai munculnya erupsi kulit.
Pada keadaan tersebut sistim imun dapat mencegah penyebaran virus ke kulit saat reaktivasi
sehingga lesi kulit tidak muncul. Herpes zoster abortif dimana klinis yang muncul sangat
ringan dan berlangsung sebentar disebabkan sistim imun dapat menekan perkembangan lebih
lanjut virus sehingga tidak menimbulkan lesi yang lebih berat7.
Pada kasus ini lesi keluhan pasien terdapat pada punggung kiri dan
lengan kiri dan keluhan sesuai dengan peta dermatom yang
dijelaskan pada teori diatas.
3.5 Gejala Klinis
Menurut PERDOSKI 2017 adapaun gejala klinis yang terdapat pada herpes zoster yaitu :
Masa tunas 7-12 hari, lesi baru tetap timbul selama 1-4 hari dan kadangkadang
selama ±1 minggu11
Gejala prodromal berupa nyeri dan parestesi di dermatom yang terkait biasanya
mendahului erupsi kulit dan bervariasi mulai dari rasa gatal, parestesi, panas, pedih,
nyeri tekan, hiperestesi, hingga rasa ditusuk-tusuk. Dapat pula disertai dengan gejala
konstitusi seperti malaise, sefalgia, dan flu like symptoms yang akan menghilang
setelah erupsi kulit muncul.11
Kelainan diawali dengan lesi makulopapular eritematosa yang dalam 12-48 jam
menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan edema. Vesikel
berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta dalam
7-10 hari. Krusta biasanya bertahan hingga 2-3 minggu.11
Lokasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat persarafan. 11
Bentuk khusus:
- Herpes zoster oftalmikus (HZO): timbul kelainan pada mata dan kulit di daerah
persarafan cabang pertama nervus trigeminus2
- Sindrom Ramsay-Hunt: timbul gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea,
juga gangguan pengecapan
Pada kasus ini keluahan timbul bintik berisi cairan yang muncul di punggung sampai
dibagian lengan bintik berair muncul didaerah punggung dan menyebar di daerah
lengan. sebelum muncul bintik berair muncul dulu bintik padat lalu dengan cepat
berubah menjadi bintik berisi cairan. Bintik yang muncul awalnya sedikit kemudian
bintik bertambah banyak. Bintik yang muncul hanya dibagian punggung kiri dan
lengan kiri. Pasien mengatakan awalnya demam sejak 6 hari yang lalu. Keluhan
dirasakan diserati dengan rasa panas seperti terbakar dan nyeri seperti rasa tertusuk.
Keluhan pasien pada kasus ini sesuai dengan gejala klinis yang dijelaskna oleh
PERDOSKI tahun 2017.
Variasi klinis
1. Herpes zoster abortif : bila perjalanan penyakit berlangsung singkat dan kelainan
kulit hanya berupa vesikel dan eritema.12
2. Herpes zoster oftalmikus : Herpes zoster yang menyerang cabang pertama nervus
trigeminus. Erupsi kulit sebatas matasampai ke verteks, tetapi tidak melalui garis
tengah dahi. Bila mengenai anak cabang nasosilaris (adanya vesikel pada puncak
hidung yang dikenal sebagai tanda Hutchinson, sampai dengan kantus medialis)
harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi pada mata.12
3. Sindrom Ramsay-•Hunt : Herpes zoster di liang telinga luar atau membrana timpani,
disertai paresis fasialis yang nyeri, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3
bagian depan lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Kelainan tersebut sebagai akibat virus
menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius.12
4. Herpes zoster aberans : Herpes zoster disertai vesikel minimal 10 buah yang
melewati garis tengah.12
5. Herpes zoster pada ibu hamil : ringan, kemungkinan terjadi komplikasi sangat jarang.
Risiko infeksi pada janin dan neonatus dari ibu hamil dengan Herpes zoster juga
sangat kecil. Karena alasan tersebut, Herpes zoster pada kehamilan tidak diterapi
dengan antiviral.12
6. Herpes zoster pada neonatus : jarang ditemukan. Penyakit biasanya ringan, sembuh
tanpa gejala sisa. Herpes zoster pada neonatus tidak membutuhkan terapi antiviral.12
7.
Herpes zoster pada anak : ringan, banyak menyerang di daerah servikal bawah.
Juga tidak membutuhkan pengobatan dengan antiviral.12
Menurut panduan buku PERDOSKI tahun 2017 Terdapat beberapa obat yang
dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
1. Sistemik11
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada :
Usia >50 tahun
Dengan risiko terjadinya NPH
HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sakral
Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi
Anak-anak, usia <50 tahun dan ibu hamil diberikan terapi anti-virus bila
disertai NPH, sindrom Ramsay Hunt (HZO), imunokompromais,
diseminata/generalisata, dengan komplikasi
Pilihan antivirus
Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.
Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12
tahun 60 mg/kgBB/hari selama 7 hari.
Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari.
Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari.
Catatan khusus:
Bila lesi luas atau ada keterlibatan organ dalam, atau pada
imunokompromais diberikan asiklovir intravena 10 mg/kgBB/hari 3 kali
sehari selama 5-10 hari. Asiklovir dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0.9%
dan diberikan dalam waktu 1 jam.
Obat pilihan untuk ibu hamil ialah asiklovir berdasarkan pertimbangan
risiko dan manfaat.
Simptomatik
Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.
Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan.
Pada pasien dengan kemungkinan terjadinya neuralgia pasca herpes
zoster selain diberi asiklovir pada fase akut, dapat diberikan:
a. Antidepresan trisiklik (amitriptilin dosis awal 10 mg/hari ditingkatkan
20 mg setiap 7 hari hingga 150 mg. Pemberian hingga 3 bulan,
diberikan setiap malam sebelum tidur
b. Gabapentin 300 mg/hari 4-6 minggu
c. Pregabalin 2x75 mg/hari 2-4 minggu.
2. Topikal
KESIMPULAN
Pasien laki laki usia 20 tahun wirastas, berdasarkan hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan
dengan regio thorakalis posterior sinistra tampak lesi eritematous dengan papul dan vesikel
dengan ukuran miliar – lentikuler herpetiformis unilateral, sebagian terdapat krusta kehitaman
tidak mudah di lepas dari dasar, daerah sekitar tidak ada kelainan dicurgai mengalami herpes
zoster. Herpes zoster (hz) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus varicella
zoster yang laten endogen di ganglion sensoris radiks dorsalis setelah infeksi primer. Pada kasus
ini terapi yang diberikan asiklovir 4x800 mg selama 7 hari (mengatasi infeksi virus akut) asam
mefenamat 3x500 mg bila nyeri untuk mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes
zoster kompres pada vesikel bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan kompres terbuka
dengan larutan antiseptik dan krim antiseptik/antibiotik bedak salisil 2%. Untuk mencegah
vesikel pecah atau bedak kocok kalamin untuk mengurangi nyeri dan gatal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Paller AS, Mancini AJ. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology(5th ed). Canada:
Elsevier Saunders, 2016.
2. Mancini AJ, Wargon O. Viral infections. In: Schachner LA, Hansen RC. Pediatric
Dermatology (4th ed). Philadelphia: Elsevier, 2011; p. 1425-69.
3. Schmader KE, Oxman MN. Varicella and herpes zoster. In: Goldsmith A, Katz SI,
Gilchnest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Derma-tology in
General Medicine (8th ed). New York: Mc Graw-Hill, 2012; p. 2383-401.
4. Malik LM, Azfar NA, Khan AR, Hussain I, Jahangir M. Herpes zoster in children.
JPAD. 2013;23(3):2267-71.
5. Mendoza N, Madkan V, Sia K, Willison B, Morrilo LK, Tyring SK. Human Herpes
viruses. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV. Dermatology(3rd ed). Philadelphia:
Elsevier, 2012; p. 1321-44
6. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in general medicine. Edisi ke-7. New York: Mc
Graw-Hill, 2012;2383.
7. Oxman MN, Schmader KE. Varicella and herpes zoster. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's dermatology in
general medicine. 8th ed. New York: McGraw Hill Companies. 2012. p. 2383-400.
8. Arenas R & Estrada R. 2001. Tropical dermatology. Georgetown: Lande
Bioscience
9. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. 2013. Fitzpatrick’s color atlas &
synopsis of clinical dermatology. Edisi ke-7. Singapura: Elsevier Saunders.
10. Gnann JW & Whitley RJ. 2002. Herpes Zooster. N Engl J Med 347: 340
11. PERDOSKI.2017. Buku Panduan Klinis Praktik : Herpes Zoster. Jakatra :
PERDOSKI
12. PERDOSKI.2014. BUKU HERPES ZOSTER. Jakarta.FKUI