Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira
15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan
cerminan kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan
sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada
lokasi tubuh.

Kulit terletak dibagian superfisial tubuh. Oleh karena letaknya di superfisial


tubuh membuat kulit menjadi sangat mudah terinfeksi. Infeksi yang terjadi
biasanya disebabkan karena bakteri. Infeksi kulit karena bakteri terjadi apabila
flora normal terganggu oleh pengaruh faktor-faktor antara lain temperatur kulit,
kelembaban, higine buruk, kepadatan lingkungan, penyakit kulit yang ada, serta
terpai antmikroba sebelumnya yang dapat meyebabkan bakteri patogenik
menempel dan berkembang pada kulit.

Erisipelas merupakan salah satu penyakit yang menyerang kulit, penyakit ini
merupakan infeksi akut Streptococcus beta hemoliticus atau pyogenes pada kulit,
pembuluh limfe dermis superfisialis dan jaringan subkutis, yang ditandai oleh
kemerhan lokal, panas, pembengkakan serta tepi berindurasi yang meninggi.
Gejala dimulai dengan gejala prodromal malaise beberapa jam, disertai gejala
konstitusioanal seperti demam, menggigil, nyeri kepala, dan sebagainya.

Erisipelas lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dengan perbandingan
4:1. Sekitar 85 % Erisipelas terjadi di kaki dan wajah, sedangkan sebagian kecil
dapat terjadi di tangan, perut dan leher serta tempat lainnya.

1
Meski sekarang sudah jarang, penyakit ini masih dapat dijumpai di praktek
sehari-hari, terutama pada anak-anak yang sebelumnya ditemukan adanya koreng
atau luka di sekitar timbulnya Erisipelas.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah agar
mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang erisipelas
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Memahami definisi dari erisipelas
2. Memahami etiologi dari erisipelas
3. Memahami patogenesis dari erisipelas
4. Memahami tanda-tanda dan gejala dari erisipelas
5. Memahami diagnosa dari erisipelas
6. Memahami diagnosa banding erisipelas
7. Memahami penatalaksanaan erisipelas

1.3 Manfaat Penulisan


Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Bagi Penulis
Penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama melakukan
penyusunan karya tulis ilmiah ini.
2. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa tentang penyakit
erisipelas.
3. Bagi Institusi
a. Sebagai referensi, bacaan dan pengarah bagi penyusunan karya tulis
ilmiah lainnya
b. Dapat digunakan sebagai tambahan ilmu dan dasar untuk melakukan
penelitian lebih lanjut

2
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Kulit

2.1.1 Anatomi kulit

Gambar 2.1 Anatomi Kulit

Anatomi kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu

a. Lapisan epidermis
Lapisan ini terdiri dari stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum,
stratum spinosum dan stratum basale.

1. Stratum korneum
Sratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri
atas lapisan sel–sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah
berubah menjadi keratin (zat tanduk).

2. Stratum lusidum
Lapisan ini terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-
sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang
disebut eleidin. Lapisan ini tanpak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.

3
3. Stratum Spinosum
Stratum spinosum (stratum malphigi) atau disebut juga prickle cell layer (lapisan
akanta) terdiri atas beberapa lapisan sel yang berbentuk poligonal yang besarnya
berbeda–beda karen adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogendan intinya terletak di tengah–tengah. Sel–sel ini makin
dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Sel–sel stratum spinosum
mengandung banyak glikogen.

4. Stratum Basale
Stratum basale terdiri atas sel–sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun
vertikal pada perbatasan dermo–epidermal berbaris seperti pagar (palisade)
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel–sel basal ini
mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas 2 jenis sel
yaitu :
 Sel yang berbentuk kulumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong
dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain dengan jembatan antar sel.

 Sel pembentuk melanin (melanosit) merupakan sel–sel berwarna muda


dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap dan mengandung butir pigmen
(melanosomes).

b. Lapisan dermis
Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat dengan elemen-
elemen selular dan folikel rambut. Lapisan epidermis dibagi menjadi 2 lapisan:
1. Pars papilare
Yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serbut–serabut
saraf dan pembuluh darah.
2. Pars retikulare
Yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini
terdiri atas serbut–serabut penunjang misalnya serbut kolagen, elastin dan
retikulin. Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronatdan

4
kadroitin suflat, di bagian ini terdapat fibroblas. Serabut kolagen di bentuk
oleh fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan
hidriksisilin. Retikulun mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya
bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta elastic.

c. Lapisan subkutis

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longar berisi
sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti
terdesak ke pinggir sitoplasma lemak bertambah.

2.1.2 Fisiologi kulit

Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup, dan menjamin
kelangsungan hidup. Kulit pun menyokong penampilan dan kepribadian
seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia mempunyai peranan yang
sangat penting, selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup
juga mempunyai arti lain yaitu estetik, ras, indikator sistemik, dan sarana
komunikasi non verbal antara individu satu dengan yang lain.

Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan


suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin
D, dan keratinisasi. Fungsi kulit yaitu:

1. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya: tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya: zat-zat
kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya: lisol, karbol, asam, dan
alkali kuat lainnya; gangguan yang bersifat panas misalnya: radiasi,
sengatan ultraviolet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri
maupun jamur.

5
Hal di atas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan
kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperanan sebagai
pelindung terhadap gangguan fisis.

Melanosit turut berperanan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar


matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat
etrjadi karena sifat stratum korneum yang imepermeabel terhadap berbagai
zat kimia dan air, di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang
melindungi kontak zat-zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini
mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit
menyebabkan pH kulit berkisar pada pH kulit berkisar pada pH 5-6,5
sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri
maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperanan sebagai sawar (barrier)
mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.
2. Fungsi absorpsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut
lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan
kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi
kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan,
metabolisme, dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsunng
melalui celah antar sel, menembus sel-sel epidermis daripada yang melalui
muara kelanjar.

3. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau
sisa metabolisme dalm tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia.
Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormone androgen dari ibunya
memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amnion,
pada waktu lahir dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi
melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga
menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi

6
kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan
keasaman kulit pada pH 5-6,5.
4. Fungsi persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.


Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di
dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan
Krause yang terletak di dermis. Badan taktil Meissner terletak di papilla
dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier
yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh
badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak
jumlahnya di daerah erotic.

5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)

Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan


mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan
pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang
cukup baik. Tonus vascular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin).
Pada bayi biasanya dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna,
sehingga terjadi ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih
edematosa karena lebih banyak mengandung air dan Na.

6. Fungsi pembentuk pigmen

Sel pembengtuk pigmen (melanosit), terletakdi lapisan basal dan sel ini
berasl dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal:melanosit adalah 10:1.
Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen
(melanosomes) menentukan warna kulit ran maupun individu. Pada
pulasan H.E. sel ini jernih berbentuk bulat dan merupakan sel dendrite,
disebut pula sebagai clear cell. Melanosom dibentuk oleh alat golgi
dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap sinar
matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangakn ke lapisan kulit di
bawahnya dibawa oleh sel melanofag (melanofor). Warna kulit tidak

7
sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juagoleh tebal
tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb, dan karoten.

7. Fungsi keratinisasi

Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit,


sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan
pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah
bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi semakin
gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti
menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini
berlangsung terus-menerus seumur hidup, dan sampai sekarang belum
sepenuhnya dimengerti. Matoltsy berpendapat mungkin keratinosit melalui
proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk. Proses ini
berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari, dan memberi
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

8. Fungsi pembentukan Vitamin D


Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan
pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidaj
cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik
masih tetap di perlukan.
Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya
pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit.

2.2 Erisipelas

2.2.1 Definisi Erisipelas

Erisipelas adalah adalah infeksi akut pada kulit, pembuluh limfe dermis
superfisialis dan jaringan subkutis. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri
Streptococcus beta hemolyticus grup A. Pada bayi yang baru lahir, bakteri
Streptococcus b-hemolytic grup B bisa menyebabkan erisipelas. Faktor resiko
pada pasien dewasa antara lain limfaedema, vena stasis, dan pada seseorang
yang mengalami penurunan daya tahan tubuh.

8
Kata erisipelas berasal dari bahasa latin kuno, dan diperkirakan merupakan
gabungan dari dua kata, yaitu dari bahasa yunani erythros yang berarti
kemerahan dan dari bahasa latin pella yang berarti kulit. Erisipelas dapat
terjadi pada semua usia, bangsa dan ras, namun paling sering ditemukan pada
bayi, anak dan usia lanjut. Erisipelas biasanya terjadi pada wajah dan kaki.
Pada zaman dahulu, erisipelas dikenali dengan nama St. Antony’s fire dan
ignis sacer. Ia ditandai dengan eritema lokal, panas, bengkak dan memiliki
batas tepi yang sedikit meninggi dan berbatas tegas. Pada mulanya disertai
dengan gejala prodromal seperti malaise, menggigil, demam tinggi, sakit
kepala, muntah dan sakit sendi.

2.2.2 Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup


A. Pada bayi yang baru lahir, bakteri Streptococcus b-hemolytic grup B bisa
menyebabkan erisipelas. Erysipelas terjadi oleh penyebaran infeksi yang
diawali dengan berbagai kondisi yang berpotensi timbulnya kolonisasi
bekteri, misalnya: luka, koreng, infeksi penyakit kulit lain, luka operasi dan
sejenisnya, serta kurang bagusnya hygiene. Selain itu, Erysipelas dapat terjadi
pada seseorang yang mengalami penurunan daya tahan tubuh, misalnya:
diabetes millitus, malnutrisi (kurang gizi), dan lain-lain.

2.2.3 Patogenesis

Pada awalnya, erisepelas terjadi akibat inokulasi bakteri pada daerah


trauma pada kulit. Selain itu, faktor lokal seperti insufisiensi vena, ulkus,
peradangan pada kulit, infeksi dermatofita, gigitan serangga dan operasi bisa
menjadi port of the entry penyakit ini. Bakteri streptokokus beta hemolyticus
grup A merupakan penyebab umum terjadinya erisipelas. Bakteri ini
menghasilkan toksin sehingga menimbulkan reaksi inflamasi pada kulit yang
ditandai dengan bercak berwarna merah cerah, plak edematous dan bulla.
Erisipelas pada wajah berawal dari bercak merah unilateral dan kemudian
terus-menerus menyebar melewati hidung sampai ke sisi sebelahnya sehingga

9
menjadi simetris. Nasofaring mungkin menjadi port of the entry erisipelas
pada wajah bila disertai dengan riwayat streptokokal faringitis. Pada erisipelas
di daerah extremitas inferior, pasien mengeluh adanya pembesaran kelenjar
limfatik femoral dan disertai demam.

2.2.4 Gejala Klinis

Terdapat gejala-gejala konstitusi seperti: demam, malaise, flu, menggigil,


nyeri kepala, muntah dan nyeri sendi. Kelainan kulit yang utama adalah
eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas dan pinggirnya meninggi
dengan tanda radang akut. Dapat disertai edema, vesikel dan bulla dan
terdapat leukositosis.

Lesi pada kulit bervariasi dari permukaan yang bersisik halus sampai ke
inflamasi berat yang disertai vesikel dan bulla. Erupsi lesi berawal dari satu
titik dan dapat menyebar ke area sekitarnya. Pada tahap awal, kulit tampak
kemerahan, panas, terasa sakit dan bengkak. Kemudian kemerahan berbatas
tegas dengan bagian tepi meninggi yang dapat dirasakan saat di palpasi
dengan jari. Pada beberapa kasus, vesikel dan bulla berisi cairan seropurulen.
Pembengkakan nodus limfe di sekitar infeksi sering ditemukan. Bagian yang
paling sering terkena adalah kaki dan wajah. Pada kaki, sering ditemukan
edema dan lesi bulla. Biasanya inflamasi pada wajah bermula dari pipi dekat
hidung atau di depan cuping telinga dan kemudian menyebar ke kulit kepala.
Infeksi biasanya terjadi bilateral dan jarang disebabkan oleh trauma.

2.2.5 Diagnosa Erisipelas

Diagnosa penyakit erisipelas dapat ditegakkan melalui:

1. Anamnesa
- Keluhanan utama : bercak kemerah-merahan pada kulit wajah
dan/atau kaki disertai rasa nyeri.
- Keluhan lain : bercak eritem pada daerah wajah, awalnya
unilateral lama-kelamaan menjadi bilateral

10
atau diawali dengan bercak eritem di
tungkai bawah yang sebelumnya dirasakan
nyeri di area lipatan paha. Disertai gejala-
gejala konstritusi seperti demam, malaise,
flu, menggigil, sakit kepala, muntah dan
nyeri sendi.
- Riwayat penyakit : faringitis, ulkus kronis pada kaki, infeksi,
infeksi akibat penjepitan tali pusat yang
tidak steril pada bayi
- Riwayat pengobatan : pernah dioperasi
- Faktor resiko : penurunan daya tahan tubuh, obesitas,
limfaedema, vena stasis
2. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : bercak merah bilateral pada pada pipi dan
kaki, bekas garukan dan abrasi, bekas luka,
dan pembesaran kelenjar limfatik femoral.
- Effloresensi : eritema yang berwarna merah cerah,
berbatas tegas dan pinggirnya meninggi.
Sering disertai udem, vesikel dan bulla yang
berisi cairan seropurulen.

Gambar 2.2 Erisipelas pada tungkai bawah Gambar 2.3 Erisipelas pada wajah

11
3. Pemeriksaan Penunjang
Bakteri dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan biopsi
kulit dan kultur. Spesimen untuk kultur bisa diambil dari apusan
tenggorokan, darah dan cairan seropurulen pada lesi. Pada
pemeriksaan darah rutin menunjukkan adanya leukositosis, hitung
jenis menunjukkan polimorfonuklear 80-95%, meningkatnya laju
endap darah (LED) dan juga meningkatnya C-reaktif protein.

2.2.6 Diagnosa Banding

a. Selulitis
Selulitis terjadi pada lapisan dermis dan subkutan. Etiologi paling
sering disebabkan oleh S. pyogens, S.aureus dan GAS. Selain itu, bakteri
streptokokus grup B juga bisa menyerang bayi dan bakteri basil gram
negatif bisa menyerang orang dengan tingkat imun yang rendah. Tinea
pedis biasanya menjadi port of the entry infeksi penyakit ini. Selulitis
mempunyai gejala yang sama dengan erisipelas yaitu eritema dan sakit,
tetapi dapat dibedakan dengan batas lesi yang tidak tegas, terjadi di lapisan
yang lebih dalam, permukaan lebih keras dan ada krepitasi saat dipalpasi.
Selulitis dapat berkembang menjadi bulla dan nekrosis sehingga
mengakibatkan pengelupasan dan erosi lapisan epidermal yang luas.

Gambar 2.4 selulitis

12
b. Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis kontak alergi merupakan presentasi dari respon


hipersensitivitas type IV terhadap lebih 3700 jenis zat kimia eksogen.
Gejala–gejala klinis akan muncul segera setelah terekspos oleh alergen,
yaitu bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Fase akut ditandai dengan
eritema, permukaan menonjol dan plak bersisik. Penderita dermatitis
kontak alergi biasanya dalam keadaan normal dan tidak ditemukan tanda-
tanda patologis pada pemeriksaan lab.

Gambar 2.5 Dermatitis Kontak Alergi

c. Erysipeloid

Erisipeloid adalah infeksi lokal oleh Erysipelotrix rhusiopatiae


terjadi setelah kontak dengan daging yang terinfeksi, berupa perubahan
kulit lokal yang menyerupai erisepelas, lesi berbatas tegas, tidak beraturan,
pada bagian tengah berwarna merah keunguan, dan daerah tepi meninggi
yang berwarna merah terang. Keadaan umum tidak terganggu, tidak ada
peningkatan suhu tubuh.

13
Gambar 2.6 Erysipeloid

2.2.7 Penatalaksanaan

Pada erisipelas di daerah kaki, istirahatkan tungkai bawah dan kaki


yang diserang ditinggikan. Pengobatan sistemik ialah antibiotik, topikal
diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik.

a. Obat pilihan Utama (Drug of Choice)

- Procaine penicillin (penicillin G) 600,000 IU i.m 1-2x setiap


hari selama 10 hari

- Penicillin V 250 mg p.o 4-6x setiap hari selama 7-10 hari


- Amoxycilline 500 mg, p.o 3x1. Atau ampicilline 500 mg, p.o
nn 4x1 selama 7-10 hari. Dapat juga diberikan kombinasi
Amoxycilline dan Clavulanic acid selama 10 hari.
b. Obat-obat lain yang dapat digunakan, diantaranya:
- Erythromycin diminum 4 kali 250-500 mg sehari, selama 10
hari.
- Cloxacilline atau Dicloxacilline, diminum 4 kali 250-500 mg
sehari, selama 10 hari.
- Cephalosporine, misalnya cefadroxyl, diminum 3 kali 500 mg
selama 10 hari.Dan lain-lain.
c. Obat Topikal (obat luar):
- Kompres dengan Sodium Chloride 0,9 %.

14
- Salep atau krim antibiotika, misalnya: Natrium Fusidat,
Mupirocin, Garamycin, Gentamycin.

15
BAB 3
DISKUSI DAN PEMBAHASAN

3.1 Trigger

Pasien datang dengan keluhan perubahan warna kulit pada betis kirinya
menjadi merah sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan pertama kali setelah
3 minggu lalu pasien jatuh dari motor. Awalnya luka pada tungkai bawah pasien
hanya berupa luka lecet dan memar namun lama kelamaan timbul perubahan
warna kulit menjadi merah terang yang disertai rasa gatal dan bengkak. Menurut
pasien daerah yang gatal digaruk menjadi kemerahan dan lama kelamaan tebal
dibandingkan kulit sekitarnya. Pasien juga mengeluhkan ada pembengkakan pada
lipatan paha kirinya dan sempat mengalami demam dan sembuh dengan
meminum obat penurun panas yang dibeli sendiri di apotek

3.2 Pembahasan Trigger

a. Identitas Pasien

- Nama : Nn. R
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Umur : 23 th
- Kebangsaan : Indonesia
- Suku : Minangkabau
- Agama : Islam
- Pendidikan : SMA
- Pekerjaan : Pramuniaga
- Alamat : Lapai
b. Anamnesa

- Keluhan utama : kulit betis kiri berubah warna menjadi merah sejak 2
minggu yang lalu

16
- Keluhan tambahan : gatal dan bengkak, pasien juga sempat mengalami
demam 2 minggu yang lalu
- Riwayat penyakit sekarang : tungkai bawah kiri berwarna merah terang,
terasa gatal dan bengkak, daerah yang gatal digaruk menjadi kemerahan
dan lama kelamaan tebal dibandingkan kulit sekitarnya
- Riwayat penyakit dahulu :
o Tidak ada riwayat alergi
o Tidak ada riwayat penyakit kulit
o Tidak ada riwayat penyakit diabetes melitus
- Riwayat penyakit keluarga : tidak ada keluarga yang menderita penyakit
dengan keluhan yang sama seperti pasien

c. Hasil Pemeriksaan Fisik


1. Tanda – tanda vital
Tinggi badan : 163 cm
Berat badan : 45 kg
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Denyut nadi : 78 kali/menit
Pernafasan : 19 kali/menit
Suhu tubuh : 36,0 0C
2. Status generalisata
- Kesadaran umum : baik
- Kesadaran : compos mentis
- Kepala : normochepal, rambut hitam
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : Lubang hidung bersih, secret tidak berlebihan,
tidak ada polip
- Mulut : mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
- Thorax : simetris, retraksi (-)
Jantung: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

17
Paru : bunyi nafas ventikuler, ronki (-), wheezing
(-)
- Abdomen : supel, datar, bising usus normal
- Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran
- Ekstremitas superior : akral hangat, edema (-/-)
- Ekstremitas inferior :
a. Inspeksi: edema (-/+), eritema (-/+)
b. Palpasi : pitting edema (-/-), krepitasi (-/-), permukaan hangat
(-/+)
3. Status Dermatologikus
Lokasi : Ekstremitas Inferior sinistra
Distribusi : Lokalisata
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Tidak khas
Batas : Tegas
Ukuran : Plakat
Effloresensi :Makula eritema yang berwarna merah cerah,
edematosa, bagian tepi meninggi

d. Diagnosa Kerja

Erisipelas

e. Diagnosa Banding

1. Selulitis
2. Dermatitis Kontak Alergi

f. Penatalaksanaan

Istirahat, tungkai bawah dan kaki kiri ditinggikan (elevasi), tingginya


sedikit lebih tinggi dari pada Cor. Pengobatan sistemik adalah:

- Penicillin V 250 mg p.o 4-6x setiap hari selama 10 hari

18
- Kompres dengan Sodium Chloride 0,9 %

g. Pemeriksaan Anjuran

Pemeriksaan darah rutin

3.3 Analisa Trigger

Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan adanya perubahan warna


kulit pada betis kiri menjadi merah sejak 2 minggu. Seminggu sebelumya pasien
mengaku pernah terjatuh dari motor dan mengalami lecet dan memar pada betis
kirinya. Selama dua minggu memar tidak hilang, malah makin meluas disertai
rasa gatal dan pasien pun tidak dapat menahan rasa gatal sehingga menggaruknya.

Trauma pada tungkai bawah akibat terjatuh dari motor merupakan pintu
masuk dari infeksi streptokokus, bakteri dapat masuk melalui lesi/mikrolesi.
Garukan pada area trauma dapat memperburuk infeksi. Keluhan yang menyertai
merupakan tanda-tanda peradangan akibat infeksi, yaitu demam, pelebaran
pembuluh darah yang menyebabkan perubahan warna kulit menjadi merah, terasa
panas pada perabaan akibat aliran darah ke daerah yang terkena lebih banyak, dan
timbul edema akibat lepasnya plasma ke jaringan intertisial.

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, pasalnya,


penyakit ini sangat mudah dikenali secara kasat mata. kalaupun dilakukan
pemeriksaan lab, hasilnya menunjukkan peningkatan lekosit hingga 20.000 atau
lebih.

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah istirahat, tungkai bawah dan kaki


kiri ditinggikan (elevasi), tingginya sedikit lebih tinggi dari pada Cor. Pengobatan
sistemik adalah antibiotik, topikal diberikan kompres terbuka dengan larutan
antiseptic.

19
BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Erisipelas adalah suatu jenis selulitis kutaneus superfisial yang


ditandai dengan keterlibatan pembuluh limfatik pada kulit. Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A. Erisipelas
terjadi akibat inokulasi bakteri pada daerah trauma pada kulit seperti luka,
koreng, luka operasi dan sejenisnya. Selain itu, faktor lokal seperti
insufisiensi vena, ulkus, peradangan pada kulit, infeksi dermatofita, dan
gigitan serangga bisa menjadi port of the entry penyakit ini. Adapun
kelainan kulit dari penyakit ini adalah eritema yang berwarna merah cerah,
berbatas tegas dan pinggirnya meninggi dengan tanda radang akut. Dapat
disertai edema, vesikel dan bulla dan terdapat leukositosis.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan pengobatan sistemik yaitu
antibiotik, topikal diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik.
4.2 Saran
Untuk menghindari penyakit Erysipelas sebaiknya :
1. Selalu menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan kita.
2. Mengurangi faktor resiko yaitu dengan meningkatkan imunitas
tubuh.
3. Menghindari kontak langsung dengan penderita.
4. Mengusahakan tidak terjadinya kerusakan kulit atau bila telah
terjadi kerusakan kulit berupa luka kecil maka segera
dirawat/diobati

20
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Petrus. Sukardi. E. 1989. Kapita Selekta Dermatovenerologi. Jakarta:


EGC

Annonymus. 2008. Penyakit Erysipelas. Diakses dari:


http://medicastore.com/penyakit/344/Erisipelas.html. [18 Januari 2015]

Annonymous. 2014. Sekilas Erisipelas. Diakses dari:


http://doktersehat.com/sekilas-erysipelas/#ixzz3P9kND3Xw. [18 Januari
2015]

Davis L. 2012. Medscape Drugs, Diseases & Procedures Reference : Erysipelas.


Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/1052445-overview.
[18 Januari 2015].

Djuanda A. 1993. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Kedua.Jakarta :Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Eaglestein WH. Androphy E. 1982. Erisipelas. In Current Dermatology Therapy


Stuard Maddin (ed). Philadelphia: WB Saunders Co.

Gan VHS. Setiabudy R. 1987. Antimikroba Pengantar dalam: Farmakologi dan


Terapi edisi ke 3. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI.

Graham-Brown, Robin. Bourke, Johnny.2011. Dermatologi Dasar untuk Praktek


Klinik. Jakarta: EGC

Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates

Harun, ES. Sukanto H, dkk.1982. 1982. Erisipelas. Dalam: Pedoman Diagnosis


dan Terapi RSUD Dr. Soetomo. Surabaya: LabIUPF Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo

Rassner, Gernot. Kahn, Guinter. 1983. Atlas Dermatologi dengan Diagnosis


Banding Edisi 2. Jakarta: EGC

Siregar, R.S.2003. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC

Wolff, Klauss. 2009. pioderma. In: Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of
Clinical Dermatology 6th Edition. New York: McGraw Hill Medical

21

Anda mungkin juga menyukai