PENDAHULUAN
Hipoglikemia adalah keadaan kadar gula darah di bawah nilai normal ( <
45 – 50 mg / dL). Hipoglikemia perlu dicegah pada pasien diabetes yang
mendapatkan terapi pengendalian kadar glukosa darah karena dapat menyebabkan
kematian apabila kadar gula darah tidak segera ditingkatkan.1
Hipoglikemia adalah salah satu komplikasi yang dihadapi oleh penderita
diabetes melitus. Tidak seperti nefropati diabetik ataupun retinopati diabetik yang
berlangsung secara kronis, hipoglikemia dapat terjadi secara akut dan tiba – tiba
dan dapat mengancam nyawa. Hal tersebut disebabkan karena glukosa adalah satu
– satunya sumber energi otak dan hanya dapat diperoleh dari sirkulasi darah
karena jaringan otak tidak memiliki cadangan glukosa. Kadar gula darah yang
rendah pada kondisi hipoglikemia dapat menyebabkan kerusakan sel – sel otak.
Kondisi inilah yang menyebabkan hipoglikemia memiliki efek yang fatal bagi
penyandang diabetes melitus, di mana 2% – 4% kematian penderita diabetes
melitus disebabkan oleh hipoglikemia.1
Gejala yang muncul saat terjadi hipoglikemia dapat dikategorikan sebagai
gejala neuroglikopenik dan neurogenik (otonom). Gejala neuroglikopenik
merupakan dampak langsung dari defisit glukosa pada sel – sel neuron sistem
saraf pusat, meliputi perubahan perilaku, pusing, lemas, kejang, kehilangan
kesadaran, dan apabila hipoglikemia berlangsung lebih lama dapat mengakibatkan
terjadinya kematian. Gejala neurogenik (otonom) meliputi berdebar – debar,
tremor, dan anxietas (gejala adrenergik) dan berkeringat, rasa lapar, dan
paresthesia (gejala kolinergik).1
Jumlah penderita hipoglikemia pada diabetes di Indonesia senada dengan
prevalensi diabetes di Indonesia yaitu 1,1% secara nasional dan 5,7% pada
penduduk perkotaan di Indonesia. Prevalensi diabetes tersebut berbeda – beda di
berbagai provinsi dan prevalensi diabetes di daerah perkotaan di Jawa Tengah
sebesar 7,8%.1
1
BAB II
ISI
2
d. Konsumsi alkohol
e. Pasca melahirkan
f. Post gastrectomy
g. Penggunaan obat-obatan dalam jumlah besar (contoh: salisilat,
sulfonamide)
3
efek yang paling banyak terjadi adalah naiknya nafsu makan dan stimulasi masif
dari saraf simpatik yang menyebabkan takikardia, berkeringat, dan tremor
(Silbernagl dan Lang, 2010).4
Ketika terjadi hipoglikemia sebenarnya akan terjadi mekanisme
homeostasis dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon yang berfungsi
untuk menghambat penyerapan, penyimpanan, dan peningkatan glukosa yang ada
di dalam darah. Glukagon akan membuat glukosa tersedia bagi tubuh dan dapat
meningkatkan proses glikogen dan glukoneogenesis. Akan tetapi, glukagon tidak
memengaruhi penyerapan dan metabolisme glukosa di dalam sel (Carrol, 2007).4
Selain itu, mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan
meningkatkan epinefrin, sehingga prekursor glukoneogenik dapat dimobilisasi
dari sel otot dan sel lemak untuk produksi glukosa tambahan. Tubuh melakukan
pertahanan terhadap turunnya glukosa darah dengan menaikkan asupan
karbohidrat secara besar-besaran. Mekanisme pertahanan ini akan menimbulkan
gejala neurogenik seperti palpitasi, tremor, adrenergik, kolinergik dan berkeringat.
Ketika hipoglikemia menjadi semakin parah maka mungkin juga dapat terjadi
kebingungan, kejang dan hilang kesadaran (Cryer, 2011).4
4
Jenis Hipoglikemi Sign & Symptoms
Ringan Dapat diatasi sendiri dan tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari
Penurunan glukosa (stresor) merangsang
saraf simpatis sekresi adrenalin ke
pembuluh darah: tremor, takikardia,
palpitasi, gelisah
Penurunan glukosa (stresor) merangsang
saraf parasimpatis lapar, mual, tekanan
darah turun
Sedang Dapat diatasi sendiri, mengganggu aktivitas
sehari-hari
Otak mulai kurang mendapat glukosa
sebagai sumber energi timbul gangguan
pada SSP: headache, vertigo, gangguan
konsentrasi, penurunan daya ingat,
perubahan emosi, perilaku irasional,
penurunan fungsi rasa, gangguan koordinasi
gerak, double vision
Berat Membutuhkan orang lain dan terapi glukosa
Fungsi SSP mengalami gangguan berat:
disorientasi, kejang, penurunan kesadaran
5
Asymptomatic hypoglycemia Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl
tanpa disertai gejala klinis hipoglikemia
Probable symptomatic Gejala klinis hipoglikemia tanpa disertai
hypoglycemia pengukuran kadar gula darah plasma
Relative hypoglycemia Gejala klinis hipoglikemia dengan
pengukuran kadar gula darah plasma ≥
70 mg/dl dan terjadi penurunan kadar
gula darah
6
Bila klien dalam keadaan tidak sadar jangan
memberikan makanan atau minuman aspirasi
Terapi hipoglikemia:
Glukosa oral
Sesudah diagnosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa
darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam
bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml minuman yang mengandung glukosa
seperti jus buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya coklat manis tidak
diberikan karena lemak dalam coklat dapat menghambat absorbsi glukosa.
Bila belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-
20 g karbohidrat kompleks. Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan
keadaan tidak terlalu gawat, pemberian madu atau gel glukosa lewat
mukosa rongga mulut (buccal) mungkin dapat dicoba.5
Glukosa intravena
Glukosa intravena harus diberikan dengan berhati-hati. Pemberian glukosa
dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100 ml
glukosa 20% atau 150-200 ml glukosa 10% dianggap lebih aman.
Ekstravasasi glukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan
amputasi.5
Glukagon 1 mg (SC/IM)
Glukagon 1 mg intramuskular dapat diberikan oleh tenaga nonprofesional
yang terlatih dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Kecepatan kerja
glukagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien
sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa
oral 20 g dan dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbohidrat dalam
bentuk tepung untuk mempertahankan pemulihan.5
Thiamine 100 mg (SC/IM) pada pasien alkoholisme
Monitoring
7
Kadar glukosa Terapi hipoglikemi
< 30 mg/dl Injeksi IV Dex. 40% (25 cc) bolus 3 flakon
30-60 mg/dl Injeksi IV Dex. 40% (25cc) bolus 2 flakon
60-100 mg/dl Injeksi IV Dex. 40% (25 cc) bolus 1 flakon
Follow up:
1. Periksa kadar gula darah lagi, 30 menit setelah injeksi IV
2. Setelah bolus 3 atau 2 atau1 flakon setelah 30 menit dapat
diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar
kurang lebih 120 mg/dl
8
BAB III
KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
10