Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

JENIS VEHIKULUM PADA OBAT TOPIKAL DARI KONVENSIONAL


SAMPAI TERBARU

1.1 Pendahuluan

Pengobatan untuk lesi pada kulit kini telah semakin berevolusi. Terapi untuk lesi kulit
yang sering dilakukan pada masa lalu berpaku pada preparat kombinasi steroid topikal,
tar, pasta, dan juga perban.1 Pada masa kini, semakin banyak faktor-faktor yang
menyebabkan tekanan dalam pemilihan terapi untuk pasien. Hal-hal tersebut diantaranya
adalah kualitas serta harga dari terapi tersebut, sehingga penelitian untuk
mengembangkan terapi-terapi, terutama terapi topikal dan sistemik juga semakin gencar
dilakukan.
Dermatoterapi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengobatan penyakit kulit.
Lesi kulit saat ini dapat diobat dengan berbagai macam pilihan dalam dermatoterapi,
diantaranya dengan terapi topikal, terapi sistemik, maupun terapi intralesi. Selain itu,
terdapat pula cara-cara lain seperti radioterapi, penggunaan sinar ultraviolet, laser,
krioterapi, bedah listrik, maupun bedah skalpel.2 Untuk pemilihan terapi topikal sendiri
tidak hanya bergantung pada agen terapi yang sesuai, namun juga perlu dipertimbangkan
area tubuh yang terkena, kondisi kulit yang terkena lesi, konsentrasi obat, tipe vehikulum,
cara pengaplikasian obat, serta durasi penggunaan yang akan memaksimalkan efikasi obat
serta meminimalisasi efek samping obat.3
Kulit sendiri memiliki kelebihan dimana telah dikondisikan untuk siap menerima
terapi topikal, bahkan dengan konsentrasi tinggi, dengan efikasi yang baik dan efek
samping yang minimal karena transfer obat yang terjadi secara langsung dan juga bersifat
lokal sehingga mengurangi risiko toksisitas sistemik. Komplikasi yang sering terjadi pada
penggunaan terapi topikal ini adalah iritasi lokal dan reaksi alergi.
Terapi topikal memiliki pengaruh fisik, yakni mengeringkan, membasahi (hidrasi),
melembutkan, lubrikasi, mendinginkan, memanaskan, dan melindungi (proteksi) terhadap
pengaruh eksternal. Semua mekanisme tersebut memiliki tujuan utama, yakni untuk
mengembalikan kulit dan jaringan yang sakit menuju ke keadaan fisiologik stabil
secepatnya.2 Prinsip obat-obatan topikal secara umum, terdiri dari 2 bagian, yakni
vehikulum (bahan dasar) dan bahan aktif. Pada bagian ini, akan dibahas lebih rinci
mengenai jenis jenis vehikulum obat-obatan topikal.

1.2 Definisi Vehikulum1,2

Vehikulum merupakan bagian inaktif dari preparat topikal yang memperantarai


kontak obat dengan kulit.1 Vehikulum disebut juga bahan dasar. Sebelum tahun 1970 an,
perusahaan-perusahaan obat melakukan uji terbatas pada jenis-jenis vehikulum untuk
menilai potensinya dala pengobatan, namun kurangnya analisa menyebabkan penggunaan
vehikulum menjadi tidak maksimal (contohnya pada preparat triamcinolone dengan
berbagai konsentrasi bahan aktif). Pada penelitian zaman modern, bertujuan untuk
memaksimalkan bioavailabilitas obat dengan cara mengoptimalisasi formulasi vehikulum.
Vehikulum akan berfungsi secara optimal dalam kondisi stabil secara kimia maupun fisik,
serta tidak menginaktifasi bahan aktif. Vehikulum juga sebaiknya bersifat tidak
mengiritasi kulit, tidak menyebabkan alergi, baik secara kosmetik, dan mudah digunakan.

1.3 Klasifikasi Vehikulum

Vehikulum dibagi menjadi 3 bahan utama, yakni cairan, bedak, dan salap. 2 Selain dari
bahan-bahan tersebut, terdapat pula campuran-campuran bahan, seperti bedak kocok
(lotion), krim, pasta, dan linimen (pasta pendingin). Bedak kocok merupakan campuran
cairan dan bedak, krim merupakan campuran cairan dan salap, pasta merupakan
campuran salap dan bedak, dan linimen merupakan campuran cairan, bedak, dan salap.

Bagan Vehikulum2
Tabel perbandingan vehikulum3

Beberapa contoh bahan aktif antara lain: aluminium asetat, asam asetat, asam benzoat,
asam borat, asam salisilat, asam undersilenat, asam retinoat, benzokain, nezil-benzoat,
camphora, menthol, podofilin, selenium disulfid, sulfur, ter, urea, zat antiseptik,
imunomodulator topikal, serta kortikosteroid topikal.

1.4 Absorpsi Terapi Topikal

Efikasi terapi obat-obatan topikal berhubungan dengan potensi dan kemampuan obat
tersebut untuk melakukan penetrasi pada kulit. Berbeda dengan terapi oral, terapi topikal
cenderung memiliki absorpsi total yang kurang baik dan waktu absorpsi yang cukup
lama. Sebagai contoh, kortikosteroid topikal dengan konsentrasi <2% diabsorpsi setelah
aplikasi pada kulit selama >1 hari. Faktor-faktor lain yang juga berperan dalam proses ini
antara lain:1

1. Stratum korneum

Merupakan barier yang terdiri dari seramid, asam lemak bebas, dan kolesterol dengan
rasio molar 1:1:1. Ketebalan stratum korneum bervariasi tergantung dari area tubuh.
Terdapat 2 rute utama untuk penetrasi stratum korneum, yakni transepidermal dan
trandappendageal (shount route). Rute transappendageal melibatkan kelenjar ekrin dan
folikel rambut melalui kelenjar sebasea. Pada rute transepidermal, molekul akan melewati
antara korneosit melalui micropathway intersel atau melalui sitoplasma dari keratinosit
yang telah mati dan lipid intersel (transcellular pathway). Jika stratum korneum
mengalami kerusakan akibat penyakit tertentu, dapat menyebabkan tingkat absorpsi
mengalami peningkatan.
2. Oklusi

Oklusi akan meningkatkan hidrasi dan temperatur stratum korneum, mengurangi


pengusapan obat, dan otomatis akan meningkatkan penetrasi obat. Teknik oklusi
bervariasi mulai dari aplikasi dressing kedap udara seperti vinyl gloves, plastic wrap, dan
hydrocolloid, hingga oklusi menggunakan cotton gloves. Sebelum dilakukan oklusi,
pasien harus melakukan hidrasi kulit 5 menit sebelum aplikasi obat dengan mencelupkan
bagian kulit ke dalam air. Oklusi akan meningkatkan transpor obat 10-100x lipat
dibandingkan tanpa oklusi. Namun, efek samping yang dilaporkan pun juga frekuensinya
lebih tinggi, sebagai contoh aplikasi kortikosteroid topikal menyebabkan atrofi lokal pada
area, oklusi pun dapat menyebabkan infeksi seperti folikulitis, maupun miliaria.

3. Frekuensi aplikasi

Frekuensi aplikasi obat tidak memiliki efek yang besar untuk efikasi obat secara
keseluruhan. Aplikasi 1x sehari biasanya cukup untuk kortikosteroid topikal, namun ada
pula beberapa obat yang dipengaruhi oleh frekuensi aplikasi.

4. Kuantitas aplikasi

Efek dari faktor kuantitas aplikasi dapat diabaikan pengaruhnya dalam absorpsi obat.
Kuantitas obat dapat mempengaruhi adherensi pasien terhadap pemakaian obat. Sebagai
contoh, pemakaian yang terlalu banyak dapat menyebabkan efek negatif pada seorang
individu, misalnya tidak atraktif secara kosmetik maupun perasaan berminyak, dan lain-
lain. Jumlah yang diresepkan sebaiknya adekuat dengan area badan yang ingin diterapi
sesuai waktu yang diinginkan untuk menghindari kelebihan maupun kekurangan obat.

5. Adherensi

Faktor adherensi menjadi faktor yang cukup krusial dalam efikasi terapi meskipun
seringkali diabaikan. Faktor ini dilaporkan berhubungan dengan jenis kelamin wanita,
telah menikah, dan biaya. Adherensi yang rendah seringkali ditemukan pada pasien
dengan penyakit yang luas dan penyakit pada area wajah.

6. Faktor lainnya

Sering memijat atau mengusap obat pada area kulit tidak hanya akan meningkatkan
area kulit yang tertutup obat, namun juga meningkatkan aliran darah lokal dan dapat
membantu penetrasi obat. Adanya folikel rambut juga dapat meningkatkan transpor obat.
Kulit dengan hidrasi yang buruk, folikel rambut yang sedikit, dapat menghalangi transpor
obat.
Kemampuan obat untuk melakukan penetrasi pada epidermis bergantung kepada
beberapa faktor, diantaranya:
- Ukuran molekul obat dan strukturnya, serta solubilitasnya terhadap air atau lemak
- Vehikulum yang digunakan dan cara pengaplikasian yang tepat
- Kulit pada bagian tubuh mana yang terkena, absorpsi terbaik melalui kelopak mata
dan genitalia
- Penyakit kulit yang mengenai

Untuk aplikasi seluruh tubuh, diperlukan 15-20 g salap. Rinciannya adalah sebagai
berikut, untuk area wajah dan leher membutuhkan 1 g, badan memeriukan 3 g untuk sisi
depan dan belakang, lengan membutuhkan 0.5 g, dan tangan 0.5 g. Sedangkan tungkai
memerlukan 3 g dan kaki 1 g.4
Panduan untuk pasien yang dapat diberikan adalah ‘fingertip unit’ (FTU). Panduan ini
menggunakan phalanx terminal dari jari telunjuk. Satu FTU setara dengan 0.5 g. Hal ini
cukup penting untuk diterapkan karena tenaga kesehatan seringkali kurang memerhatikan
kuantitas yang diperlukan sehingga jumlah pemberian menjadi tidak tepat.4

Ilusirasi fingertips unit4


Tabel jumlah aplikasi terapi topikal yang direkomendasikan sesuai area tubuh1

DAFTAR PUSTAKA:

1. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. 8th edition. New York: McGraw-Hill; 2012.

2. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.

3. Jones RM. ABC of dermatology. 6th edition. New Jersey: John-Wiley & Sons; 2014.

4. Gawkdroger DJ, Jones MRA. Dermatology: an illustrated colour text. 5th edition.
New York: Elsevier; 2012.

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. KAA

Umur : 10 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Adhi Karya RT 11/ RW 02 Kedoya Selatan, Jakarta

Tgl / Jam Masuk : 13 Februari 2020 / 10.30 WIB

Status Pekerjaan : Pelajar

Status Pernikahan : Belum Menikah

Agama : Islam

B. ANAMNESIS

Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien, dilakukan pada tanggal 13 Februari
2019 pukul 10.30 WIB

Keluhan Utama :

Gatal pada kedua lengan bawah dan kedua tungkai sejak 3 yang lalu

Keluhan Tambahan :

Perih pada daerah yang terdapat bintil-bintil.

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Pasien datang ke poli kulit RS Husada dengan keluhan adanya gatal pada kedua
lengan bawah dan kedua tungkai sejak 3 hari yang lalu.. Pasien mengatakan pertama timbul
bintil-bintil pada kedua lengan bawah dan terasa sangat gatal, terutama pada malam hari.
Lama-kelamaan bintil-bintil terasa gatal turut dirasakan pada bagian tungkai bawah. Orang
Tua Pasien mengatakan timbul rasa perih pada daerah yang terdapat bintil, hal ini
dikarenakan pasien terasa sangat gatal dan terkadang menggaruk sampai luka.

Orang tua pasien mengatakan bawah pasien tinggal di podok pesantren sejak 6 bulan
yang lalu. Pasien tidak mengalami demam, batuk, atau nyeri tenggorokan dan tidak pernah
mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Pasien mengatakan bahwa seorang temannya di
pondok pesantren juga mengeluhkan keluhan gatal yang serupa dengan dirinya. Orang tua
pasien mengatakan tidak ada minum obat dalam jangka waktu lama. Memiliki binatang
peliharaan disangkal. Orang tua pasien mengatakan belum pernah berobat untuk keluhan
anaknya.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat alergi makanan dan obat dan penyakit asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti ini.

Riwayat Kebiasaan:

Pasien memiliki riwayat susah untuk makan buah ataupun sayur sehari-harinya. Pasien
makan hidangan yang disiapkan di pondok pesantren sehari-harinya.

Riwayat Perinatal:
Selama ibu pasien mengandung, ibu menyangkal pernah sakit atau dirawat di RS. Ibu
mengaku sering memeriksakan kondisi kehamilannya ke dokter spesialis kebidanan. Ibu juga
mengatakan selama kehamilan hanya mengkonsumsi vitamin dan obat penambah darah.
Tidak ada penyulit sewaktu kehamilan dan proses persalinan.
Kesimpulan: Riwayat perinatal dalam batas normal

Riwayat Persalinan

Pasien lahir pada tanggal 03 Februari 2010. Pasien lahir secara normal spontan di bidan dekat
rumahnya. Saat lahir usia kandungan sudah cukup bulan (>37 minggu). Ibu mengatakan saat
lahir pasien langsung menangis dengan kencang, dengan BBL 2800 gram dan PBL 48 cm.

Riwayat Imunisasi:

Pasien melakukan imunisasi dasar lengkap sesuai usia di posyandu


Usia 0 bulan : HBO (+)
Usia 1 bulan : BCG, Polio 0 (+)
Usia 2 bulan : DPT+HiB+HB, Polio 1 (+)
Usia 3 bulan : DPT+HiB+HB, Polio 2 (+)
Usia 4 bulan : DPT+HiB+HB, Polio 3 (+)
Usia 9 bulan : Campak (+)
Kesimpulan : Riwayat imunisasi dasar lengkap
Riwayat Tumbuh Kembang:
Pasien saat ini berusia 10 tahun 10 hari. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien
sesuai anak seusianya.

Status Gizi:

BB: 29 kg ; TB: 138 cm

Menurut kurva CDC untuk anak laki-laki

29
BB/TB : Status Gizi Baik x 100 %=96 %
30
C. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)

Berat Badan : 29 kg

Tinggi Badan : 138 cm

Status gizi : Normal

Nadi : 89x / menit, reguler, isi cukup

Pernapasan : 20 x / menit, reguler, pernafasan abdomino-thorakal

Suhu : 36,1 oC

PEMERIKSAAN SISTEM

• Kepala
Normocephali, rambut hitam terdistribusi merata, rambut tidak mudah dicabut, tidak
teraba benjolan di kepala, nyeri tekan (-)

• Mata
Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), mata cekung(-/-), pupil bulat isokor,
diameter 3 mm, refleks cahaya +/+, kornea jernih

 Mulut
Mukosa bibir hiperemis (+), Lidah kotor (-), lidah kering (-) dinding faring posterior
hiperemis (-), Tonsil T1-T1 tidak hiperemis

• Telinga
Normotia, liang telinga lapang +/+, sekret -/-, serumen -/-, nyeri tekan tragus -/-, nyeri
tekan mastoid -/-, nyeri tarik aurikula-/-

• Hidung
Bentuk normal, deviasi septum (-), napas cuping hidung (-), sekret -/-, darah -/-,
mukosa hiperemis -/-
• Leher
Trakea letak di tengah, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, nyeri tekan (-). Tidak
ada pembesaran KGB submandibula, cervical, supra-infraclavicula, nyeri tekan (-)

Thoraks

Paru :I: Bentuk dada normal, pergerakan dada simetris

Retraksi dinding dada suprasternal (-), interkostal (-)

P: Stem fremitus kanan-kiri depan-belakang sama kuat

Tidak teraba benjolan

P: Sonor, batas paru hepar di ICS V MCL dextra

A: Suara napas vesikuler (+/+), rhonki(-/-), wheezing (-/-)

Jantung : I: Ictus cordis tidak tampak

P: Ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra

P: Batas jantung tidak melebar

Redup, batas jantung kanan misdternum

Redup, batas jantung kiri di ICS V MCL sinistra

Redup, batas jantung atas di ICS III PSL sinistra

A: Bunyi jantung I dan II normal, Murmur (-), Gallop (-)

 Abdomen
• Inspeksi : Datar, supel
• Auskultasi : Bising usus (+) 8x/menit normal
• Perkusi : Timpani di 4 Kuadran
• Palpasi :Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar, turgor
kulit baik

• Ekstremitas
Akral hangat, oedem (-), CRT<2 detik
• Tulang Belakang
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), opistotonus (-), gibbus (-)

D. STATUS DERMATOLOGI

Lokasi :lengan bawah dan kedua tungkai bawah

Distribusi :bilateral, regional

Susunan :diskret – konfluens

Batas :tegas

Ukuran :miliar

Efloresensi primer: tampak adanya papul dan vesikel.

Efloresensi sekunder: erosi dan ekskoriasi

E. PEMERIKSAAN

A. Pemeriksaan Penunjang :
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
B. Pemeriksaan Anjuran :
Pemeriksaan kerokan kulit untuk menemukan tungau
Pemeriksaan ink burrow test

F. RESUME

Seorang anak laki-laki, berusia 10 tahun datang dengan keluhan adanya gatal pada
kedua lengan bawah dan kedua tungkai.pertama timbul bintil-bintil pada kedua lengan
bawahdan terasa sangat gatal, terutama pada malam hari.bintil-bintil terasa gatal turut
dirasakan pada bagian tungkai bawah. Selain itu timbul rasa perih pada daerah yang terdapat
bintil, hal ini dikarenakan garukan pasien yang menimbulkan luka. Orang tua pasien
mengatakan bawah pasien tinggal di pondok pesantren sejak 6 bulan yang lalu dan pasien
mengatakan bahwa seorang temannya di pondok pesantren mengalami keluhan serupa
dengannya. Orang tua pasien mengatakan belum pernah berobat untuk keluhan anaknya
Pada pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Status dermatologikus
pasien:

Lokasi :lengan bawah dan kedua tungkai bawah

Distribusi :bilateral, regional

Susunan :diskret – konfluens

Batas :tegas

Ukuran :miliar

Efloresensi primer :tampak adanya papul,dan vesikel

Efloresensi sekunder: erosi dan ekskoriasi

G. DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja : Skabies

Diagnosis Banding :1. Pedikulosis

2. Prurigo hebra

3. Dermatitis

4. Gigitan serangga

H. PENATALAKSANAAN

Non-Medikamentosa

1. Edukasi kepada pasien bahwa penyakit ini disebabkan oleh infestasi parasit di
mana penyakit ini berhubungan dengan higienitas yang rendah. Diterangkan juga
bahwa penyakit ini sangat menular.
2. Edukasi kepada pasien dan keluarga untuk meningkatkan kebersihan per orangan
dan lingkungan, antara lain kebiasaan mandi 2 kali sehari dengan menggunakan
sabun dan menggosok anggota badan dengan baik serta keramas pada sore hari,
memotong kuku secara rutin 1 kali seminggu, membersihkan lantai rumah dengan
baik, tidak menggantung pakaian, dan membuka jendela rumah pada siang hari
sebagai pencahayaan dan ventilasi.
3. Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga serumah
4. Semua murid asrama di sekolah pasien dan anggota keluarga atau orang seisi
rumah yang berkontak dengan penderita harus diperiksa dan bila juga menderita
skabies diobati bersamaan agar tidak terjadi penularan kembali.
5. Rebus pakaian, handuk, sprei, yang telah pasien gunakandengan air panas,
menjemur tempat tidur yang digunakan pasien.
6. Pasien dianjurkan untuk tidak menggaruk-garuk daerah lesi.

Medikamentosa

Sistemik:

1. Antihistamin : Loratadine1 x 10mg, selama 4 hari

2. Antibiotik : Amoxicillin 2 x 500mg, selama 5 hari

3. Analgetik : PCT 3 x 500mg, selama 5 hari

Topikal:

 Permetrin cream 5%, dioleskan setelah mandi sore pada seluruh badan selama 10
jam, lalu dibilas dengan air, dan bila belum sembuh diulang 1 minggu kemudian
dengan cara yang sama.

I. PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam

Ad functionam : Bonam
Ad kosmetikam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Bonam

J. PEMERIKSAAN LANJUTAN

Melakukan kontrol kembali setelah 7 hari untuk evaluasi terapi.

Anda mungkin juga menyukai