Anda di halaman 1dari 16

BIOFARMASETIKA SEDIAAN YANG

DIBERIKAN MELALUI KULIT

KELOMPOK A-6
AGHNIA ITMI FADHILAH (K 100160039)
MONICIA ATTASIH (K
100160041)
RISDIANA CANDRA DEWI (K 100160042)
LUTHFI NUR WIDYAN (K
100160043)
ANNISA QONITAH (K
100160044)
AULIA AYU F W (K
100160045)
M. RESKI FAUZI (K
PENDAHULUAN

BIOFARMASETIKA

ANATOMI DAN ABSORBSI OBAT


FISIOLOGI KULIT MELALUI KULIT

FAKTOR FISIOLOGIS

FAKSTOR
FAKTOR FORMULASI
FISIKOKIMIA
ANATOMI KULIT
Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta
bersambun dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga
dan lubang-lubang masuk. Kulit yang didalamnya terdapat
ujung syaraf peraba mempunyai banyak fungsi, antara lain
membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air
dari tubuh dan mempunyai sedikit kemampuan
ekskretori,sekretori,dan absorpsi.
(Evelyn, 2000)
FISIOLOGIS KULIT
1. Kulit sebagai organ pengatur panas
2. Kulit sebagai indra peraba
3. Memiliki kemampuan melindungi kulit
ABSORPSI OBAT MELALUI KULIT
Rintangan utama pemberian obat melalui kulit sesuai dengan
fungsinya sebagai pelindung organ dalam tubuh adalah lapisan
stratum corneum yang mempunyai struktur kompak dan sulit
ditembus. Kemampuan pelepasan obat dari polimer merupakan
salah satu hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan
sediaan. Partikel obat pertama-tama harus terlarut sehingga
terbentuk molekul yang dapat berdifusi melewati polimer,
kemudian obat akan berpenetrasi melewati barier kulit.
(Purnama & Mita, 2010)
Agar zat aktif dari sediaan transdermal dapat masuk ke
dalam kulit dan mencapai target kerjanya dengan maksimal,
maka penetrasi zat aktif melalui kulit perlu ditingkatkan. Salah
satu cara meningkatkan penetrasi obat melalui kulit yang umum
digunakan adalah dengan menambahkan zat peningkat
penetrasi pada sediaan transdermal.
Peningkat penetrasi bekerja meningkatkan
permeasi zat aktif pada sediaan transdermal
dengan beberapa mekanisme diantaranya :
1. Meningkatkan kelarutan atau fluidisitas dari
stratum korneum sehingga dapat menurunkan
fungsi kulit sebagai barrier penghalang.
2. Meningkatkan aktivitas termodinamik dari obat
dan kulit.
3. Mempengaruhi koefisien partisi dari obat
sehingga meningkatkan pelepasanobat pada kulit.
4. Mengganggu korneosit pada kulit dengan
berinteraksi dengan filamen keratin.
Peningkat penetrasi yang ideal dalam sediaan
transdermal harus memiliki beberapa sifat,
diantaranya :
1. Tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi.
2. Tidak memberikan efek farmakologis bagi
tubuh.
3. Bekerja pada kulit secara reversibel.
4. Kompatibel dan stabil dengan banyak zat aktif.
5. Dapat diterima baik oleh kulit.
Faktor Fisiologis yang Mempengaruhi Absorbsi
Obat Melalui Kulit

Absorpsi sistemik dari suatu obat salah satunya bergantung pada


anatomi dan fisiologi site absorpsi obat.

Pemilihan produk obat yang tepat memerlukan pemahaman menyeluruh


dari faktor fisiologis dan patologis yang mempengaruhi absorpsi obat
untuk menjamin efek terapeutik dan menghindari interaksi obat-obat
dan obat-nutrien.
Berikut dipaparkan faktor-faktor fisiologi yang mempengaruhi
absorpsi obat melalui kulit :

1. Kondisi kulit
2. Usia kulit
3. Aliran darah
4. Perbedaan spesies
5. Lokasi aplikasi
6. Metabolisme kutanos
7. Hidrasi kulit
8. Pemilihan obat
9. Peningkatan permeasi impermeabilitas
10. Adhesif sediaan transdermal
11. Model fisik
12. Permasalahan imunologi sediaan transdermal
Contoh faktor fisiologi yang mempengaruhi absorbsi obat
melalui kulit

Usia Kulit

Kulit yang mempunyai usia muda lebih permeabel dibandingkan


kulit dengan usia yang lebih tua. Kulit Anak- anak lebih sensitif pada
penyerapan racun. Dengan demikian, usia kulit adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi penetrasi obat.
Faktor Fisikokimia yang
Mempengaruhi Absorbsi Obat
Melalui Kulit
Hal-hal yang termasuk ke dalam faktor fisikokimia yang dapat
mempengaruhi penyampaian obat melalui kulit, yaitu:
1. Hidrasi kulit
2. Temperatur secara klinis
3. Bobot molekul dan polaritasnya
4. Konsentrasi zat aktif berdasarkan hukum fick
5. Koefisien partisi
6. Lipofilisitas
7. Formulasi
8. Tempat pengolesan
Faktor Formulasi dan Bentuk Sediaan

Sediaan farmasi yang digunakan pada kulit adalah untuk


memberi aksi lokal. Aksinya dapat lama pada tempat yang sakit dan
sedikit mungkin diabsorbsi. Oleh karena itu sediaan untuk kulit
biasanya digunakan sebagai antiseptik, antifungi, antiinflamasi,
anestesi lokal, pelindung terhadap sinar matahari, udara, dan iritasi
zat kimia.
KESIMPULAN
Kulit memiliki beberapa fungsi, yaitu organ pengatur panas, dan
indra peraba. Faktor fisiologis sangat dipengaruhi oleh kondisi tubuh
pasien. Faktor fisikokimia obat dipengaruhi dari faktor kondisi pasien
dan interaksi obat, contohnya seperti koefisien partisi, dan bobot
molekul zat aktif. Faktor formulasi obat juga berperan terhadap
kecepatan absorbsi obat, tergantung pada sediaan yang digunakan
seperti salep, liniment, serbuk dll. Bentuk sediaan dapat mempengaruhi
absorbsi obat dikarenakan basis yang digunakan bermacam-macam
dan mempunyai sifat yang bermacam-macam seperti hidrofil (suka air)
atau hidrofob ( tidak suka air).
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. 2008. Seri farmasi industri 3 : Sistem penghantaran obat pelepasan
terkendali.Bandung: Penerbit ITB
Aiache, J.M. 1993. Farmasetika 2 Biofarmasi Edisi ke-2. Penerjemah: Dr. Widji
Soeratri. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press.
Anief, M. 2007. Farmasetika. Yogyakarta : UGM Press. 49-50
Barry. 1983. Dermatological Formulations, Percutaneous Absorbtion. New York
: Marcel Dekker Inc. Benson. 2005.
Benson, A.E.H. (2005). Transdermal Drug Delivery: Penetration Enhancement
Tecniques. Bentham Science Publisher Ltd Current Drug Deliver. (2): 23-
33
Evelyn, 2000. Anatomi dan Fisiologicc untuk Paramedic. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Ermawati, D. 2017. TRANSFERSOME: SISTEM PENGHANTARAN OBAT
TOPIKAL DAN TRANSDERMAL. Research report umm :180- 186.
Kesarwani, A., Yadav, A. K., Singh, S., Gautam, H., Singh, H. N., Sharma,
A., & Yadav, C.2013. An Official Publication of Association of Pharmacy
Professionals THEORETICAL ASPECTS OF TRANSDERMAL DRUG
DELIVERY SYSTEM . Bulletin of Pharmaceutical Research, 3(2),78–89.
Purnama, H & Mita, S, R. 2010. STUDI IN-VITRO KETOPROFEN MELALUI
RUTE TRANSDERMAL. Farmaka volume 14 (1) :70- 80.
Regnier, M., et al. 1998. Cellular Engeenering : Bioengeenering of the Skin,
Reconstructed Human Epidermis Composed of Keratinocytes,
Melanocytes, and Langerhans Cell. Medical & Biological Engeenering &
Computing. 36 : 821-824.
Shargel L, dan Andrew B.C. Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan . Surabaya : Airlangga University Press.
Sung, et al. 2003.Sung, D.Y., F. Kaplan, K.J. LEE, and C.L.Guy.
2003.Acquired tolerance to temperature extremes.Trends In Plant
Science. 8(4) : 179-187
Suweli, E, R., & Mita, S, R. 2011. TERPEN SEBAGAI PENINGKAT
PENETRASI PADA SEDIAAN TRANSDERMAL. Farmaka volume 15
(3). 102- 110.
Yanhendri, Yenny, S.W. 2012. Berbagai Bentuk Sediaan Topikal dalam
Dermatologi, Jurnal Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 39(6): 423-429

Anda mungkin juga menyukai