Anda di halaman 1dari 14

MODUL AJAR

SISTEM PENGHANTARAN OBAT (FFC324)

Disusun oleh:

M. Fatchur Rochman, M.Farm.


apt. Malinda Prihantini, M.Si.

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
2020
BAB III
SISTEM PENGHANTARAN TRANSDERMAL

1. Pendahuluan

Gambar 1. Skema anatomi kulit (Martini, 2012).

Kulit terdiri dari tiga lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan atau hipodermis
serta komponen asesori lainnya seperti yang terpampang dalam Gambar 1. Setiap lapisan kulit
memiliki karakteristik dan fungsi yang spesifik. Epidermis merupakan lapisan terluar pada kulit yang
berfungsi sebagai proteksi fisik, mekanik dan mikroorganisme dari luar tubuh dan berfungsi
memberikan kelembaban, tekstur kulit serta berkontribusi terhadap warna kulit. Lapisan terluar
epidermis adalah stratum korneum. Stratum korneum (SK) merupakan penghalang utama dalam
penetrasi perkutan. Fungsi tersebut dihasilkan dari komposisi dan strukturnya yang unik karena
hanya mengandung sekitar 15% dibandingkan dengan karakteristik lapisan epidermis di bawahnya
yang mengandung hampir 70% air, sehingga membuat lapisan ini lebih bersifat lipofilik.

Lapisan di bawah stratum korneum disebut lapisan viable epidermis. Viable epidermis tersusun atas
stratum korneum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum germinativum atau basal.
Lapisan ini bertanggung jawab terhadap regenerasi stratum korneum. Lapisan dermis merupakan
lapisan yang berada tepat di bawah lapisan epidermis yang terdiri dari matriks jaringan ikat yang
berperan menjaga elastisitas dan resistensi bentuk kulit. Pembuluh darah yang berada di lapisan
dermis memberikan nutrisi dan oksigen bagi lapisan ini. Lapisan hipodermis atau jaringan lemak
subkutan merupakan lapisan kulit paling bawah yang berfungsi menyokong lapisan dermis dan
epidermis dan menjaga suhu dan fungsi mekanis tubuh.

Permasalahan utama dalam sistem penghantaran dermal dan transdermal adalah kemampuan
penetrasi yang rendah dalam menembus SK. Sistem penghantaran dermal ditujukan untuk aplikasi
topikal pada pengobatan lokal untuk penyakit kulit. Sistem ini membutuhkan permeasi obat
menembus lapisan terluar kulit untuk mencapai ke situs aksinya di dalam kulit tanpa adanya absorpsi
sistemik sedangkan untuk aplikasi obat melalui kulit dengan tujuan sistemik disebut dengan sistem
penghantaran transdermal. Dalam sistem penghantaran ini, senyawa aktif farmakologis harus
mampu mencapai lapisan dermis dan masuk ke dalam sirkulasi darah.

2. Rute Penetrasi Menembus Stratum Korneum


Secara umum terdapat dua rute utama penetrasi menembus kulit yaitu rute transapendageal dan
rute transepidermal. Rute transapendageal melibatkan transpor melalui kelenjar keringat dan unit
filosebaseus (folikel rambut dan saluran kelenjar keringat). Rute ini dianggap kurang berperan dalam
penghantaran obat diabandingkan dengan rute transepidermal karena luas area yang relatif kecil
hanya sekitar 0,1% dari total luas permukaan kulit. Namun demikian, dalam beberapa penelitian
terbukti bahwa rute ini mampu digunakan dalam sistem penghantaran bertarget. Keberhasilannya
terutama bergantung pada struktur dan lipofilisitas dari pembawa. Rute ini berperan penting dalam
penggunaan peningkat penetrasi elektrik seperti iontoforesis.

Senyawa yang berpenetrasi melewati SK melalui rute transepidermal mengalami transpor secara
interselular dan intraselular/transselular seperti yang ditampilkan pada Gambar 2. Rute interselular
adalah transport zat melalui lipida diantara korneosit pada SK, sedangkan rute transselular dengan
cara menembus korneosit pada SK. Rute interselular merupakan rute penetrasi yang paling dominan
untuk sebagian besar. Hal ini dibuktikan oleh beberapa studi mikroskopik yang memvisualisasikan
daerah interselular dari SK. Pengetahuan mengenai struktur dan karakteristik fisik dari lipida
interselular menjadi hal yang krusial untuk memperluas wawasan dan pemahaman kita mengenai
fungsi kulit sebagai pelindung atau barrier.
Gambar 2 Rute penetrasi melalui kulit (Wu dkk., 2011)

3. Peningkat Penetrasi
Beberapa dekade belakangan, peneliti mulai menyadari bahwa permukaan kulit cukup menjanjikan
untuk pemanfaatan sistem penghantaran obat baik untuk tujuan lokal maupun sistemik. Hal tersebut
merujuk pada kemudahan akses, dapat menghindarkan dari degradasi di saluran cerna dan inaktivasi
oleh hati (first pass effect), mudah dimonitor dan berpotensi untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
Namun, kemampuan untuk menghantarkan jumlah senyawa aktif yang mencukupi menuju ke dalam
kulit sangat bergantung pada sifat fisikakimia dari obat dan seberapa besar penghalang obat menuju
jaringan target. Pada dasarnya fungsi utama kulit adalah sebagai penghalang fisik dan imunologi bagi
benda asing dari luar tubuh. Sistem penghantaran transdermal konvensional menggunakan strategi
formulasi untuk meningkatkan transpor molekul obat berukuran kecil menembus SK. Namun, saat ini
berbagai teknik penghantaran mulai dikembangkan dengan tujuan untuk membuat jalan pintas atau
merusak penghalang kulit secara reversibel. Beberapa strategi tersebut diantaranya dengan
menggunakan senyawa kimia maupun peralatan mekanik untuk meningkatkan penetrasi.

a. Kimiawi
Diantara berbagai strategi untuk meningkatkan efektivitas sistem penghantaran melalui kulit,
penggunaan peningkat penetrasi kimiawi merupakan yang paling banyak digunakan. Senyawa
peningkat penetrasi kimiawi dapat meningkatkan fluks obat melewati berbagai membran tubuh,
mulai dari epitel lambung hingga membran hidung. Saat ini, hampir 400 senyawa kimia diklaim dapat
meningkatkan permeabilitas dalam sistem penghantaran menembus SK, tetapi masalah efektivitas
dan keamanannya perlu dikaji lebih lanjut. Karakteristik senyawa kimia yang sesuai untuk peningkat
penetrasi yaitu,
- Secara farmakologis tidak mempengaruhi mekanisme tubuh baik lokal maupun sistemik,
misalnya mengakibatkan pelepasan materi endogen dari dalam tubuh
- Tidak mengiritasi kulit, menginduksi reaksi alergi atau merusak lapisan viable epidermis
- Reversibel, perubahan karakteristik SK hanya berubah sementara pada saat peningkat penetrasi
diaplikasikan dan ketika dihilangkan SK harus kembali pada kondisi semula dengan cepat
- Peningkat penetrasi harus mampu berkerja cepat dengan onset aksi yang dapat diprediksi
- Mekanisme kerja dan durasi peningkatan dapat diprediksi dan reprodusibel
- Peningkat penetrasi kompatibel dengan formulasi yang digunakan baik topikal maupun
transdermal
- Dapat diterima secara karakteristik kosmetik yaitu tidak berwarna mencolok, berbau atau tidak
nyaman di kulit.

Senyawa kimia peningkat penetrasi bekerja mempengaruhi permeabilitas SK melalui beberapa


mekanisme diantaranya dengan mengubah daerah interselular dari lapisan membran sel dengan cara
(1) meningkatkan fluiditas membran sel, (2) mengubah polaritas SK, (3) ekstraksi lipid inter dan
intraselular, (4) membentuk vakuola di dalam korneosit, (5) mendenaturasi keratin atau dengan (6)
memisahkan squamosal seperti yang digambarkan pada Gambar 3. Beberapa contoh senyawa kimia
peningkat penetrasi di bawah ini menggambarkan beberapa mekanisme tersebut.

1. Air
Kandungan air pada SK manusia berkisar antara 15-20% dari total bobot jaringan kulit, meskipun hal
ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban eksternal dari lingkungan.
Meningkatkan kelembaban kulit akan meningkatkan kandungan air di dalam SK hingga mampu
mencapai kesetimbangan dengan lapisan epidermis di bawahnya. Kondisi ini terbukti mampu
meningkatkan permeasi obat ke dalam kulit pada sediaan salep dan patch. Mekanisme yang terjadi
pada kedua bentuk sediaan tersebut diduga karena lapisan salep dan patch membentuk oklusif yang
mencegah terjadinya transepidermal waterloss sehingga membuat SK lebih terhidrasi. Hal ini juga
didukung oleh humektan alami yang terdiri dari asam amino dan turunannya yang disebut natural
moisturizing factor (NMF) yang dapat menjaga kelembaban kulit. Selain itu korneosit yang berisi
keratin memiliki gugus fungsi –OH dan –COOH yang mampu mengikat molekul air. Kondisi ini diduga
mampu meningkatkan solubilitas molekul obat yang bersifat hidrofilik di dalam SK sehingga
meningkatkan partisinya terhadap SK dibandingkan dengan pembawanya. Namun, hal ini tidak
berlaku untuk molekul yang bersifat lipofilik seperti golongan steroid. Selain melalui mekanisme di
atas, peningkatan hidrasi SK dapat merusak packing lipid bilayer sehingga lebih mudah dilewati
molekul obat. Hidrasi yang berlebih juga dapat mendegradasi korneodesmosom di dalam lipid bilayer
yang berkembang menjadi jalur pori yang kontinyu sebagai jalur masuknya obat.

Gambar 3. Mekanisme peningkatan penetrasi melalui aksi pada (a) lipid interselular, (b)
desmosome dan struktur protein, dan (c) di dalam koreneosit.
2. Sulfoksida dan Senyawa Kimia Sejenis
Golongan senyawa sulfoksida dan turunannya merupakan pelarut aprotik yang bersifat universal dan
mampu melarutkan baik senyawa hidrofilik maupun lipofilik. Beberapa golongan sulfoksida yang
sering digunakan sebagai peningkat penetrasi ditampilkan pada Gambar 4. Mekanisme kerja
golongan sulfoksida dan turunannya adalah dengan mendenaturasi protein dan mengubah
konformasi keratin interselular dari bentuk α-heliks menjadi bentuk β-sheet yang lebih mudah
dilewati. Selain itu bagian polar pada gugus –S=O akan berinteraksi dengan bagian kepala (polar) dari
lipid bilayer kemudian merusak packing geometrinya dan bagian nonpolarnya akan mengekstraksi

Gambar 4. Pelarut aprotik golongan senyawa sulfoksida dan turunannya

3. Alkohol, Lemak Alkohol dan Glikol


Etanol merupakan golongan alkohol yang paling banyak dimanfaatkan sebagai peningkat penetrasi
pada sediaan transdermal. Mekanismenya pertama adalah dengan perannya sebagai pelarut maka
etanol akan meningkatkan kelarutan obat di dalam pembawanya sehingga dapat meningkatkan flux
obat menembus kulit. Selain itu penetrasi etanol ke dalam horny layer dapat mengubah karakteristik
kelarutan dari membrane sehingga dapat meningkatkan partisi obat ke dalam membran. Hal ini
didukung juga oleh kemampuan etanol dalam melarutkan fraksi lipid di dalam SK, sehingga
meningkatkan flux obat menembus kulit.

Lemak alkohol biasanya digunakan sebagai kosolven yang dikombinasikan dengan etanol atau glikol.
Diantara lemak alkohol yang telah terbukti dapat meningkatkan penetrasi obat adalah 1-propanol
dan 1-butanol. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengaruh struktur molekul terhadap
aktivitas peningkat penetrasi dari golongan lemak alkohol adalah berbentuk parabola, yaitu semakin
panjang gugul alkil maka aktivitas peningkat penetrasinya semakin meningkat hingga mencapai titik
optimumnya kemudian penambahan gugus alkil justru memberikan aktivitas sebaliknya. Aktivitas
peningkat penetrasi juga meningkat ketika dua ikatan rangkap takjenuh ditambahkan kepada gugus
alkohol, tetapi sebaliknya aktivitas menurun ketika tiga ikatan rangkap yang ditambahkan kepada
gugus alkohol.

Golongan glikol yang umum digunakan sebagai peningkat penetrasi salah satunya adalah propilen
glikol (PG). PG dapat digunakan tunggal maupun sebagai kombinasi dengan peningkat penetrasi
lainnya. PG diketahui memiliki efek sinergis ketika dikombinasikan dengan peningkat penetrasi
seperti asam oleat atau azon. Dalam penggunaan tunggal PG juga memiliki efek peningkat penetrasi
yang cukup baik seperti pada penghantaran untuk estradiol dan 5-fluorourasil. Mekanisme kerja PG
sebagai peningkat penetrasi adalah melalui cara yang sama seperti etanol.

4. Surfaktan
Pemanfaatan surfaktan dalam bidang farmasi sudah dikenal luas baik sebagai emulgator dalam
emulsi, suspending agent dalam suspensi maupun sebagai peningkat kelarutan dalam bentuk misel.
Strukturnya yang terdiri dari gugus polar (head) dan nonpolar (tail) tersebutlah yang membuatnya
mampu berperan dalam fungsi-fungsi tersebut di atas. Atas dasar ini pula akhirnya surfaktan
digunakan sebagai peningkat penetrasi obat menembus kulit. Meskipun begitu, aktivitas surfaktan
berbeda-beda bergantung pada karakteristiknya. Surfaktan ionik (anionik dan kationik) diketahui
memiliki aktivitas peningkat penetrasi lebih baik dibandingkan surfaktan nonionik seperti Tween atau
Span. Namun, surfaktan ionik diketahui memiliki sifat iritatif yang lebih tinggi daripada golongan
nonionik. Contohnya adalah SLS yang merupakan surfaktan kationik yang paling banyak digunakan
dalam sediaan kulit saat ini, dilaporkan memberikan efek iritasi pada kulit sensitif maupun setelah
pemakaian jangka panjang pada kulit normal.

b. Pembawa Vesikular (Vesicular Carrier)


Strategi peningkatan penetrasi kulit lainnya yang dapat digunakan adalah dengan menghantarkan
obat melalui sebuah vesikel atau kendaraan yang memiliki karakteristik yang menyerupai
karakteristik membran sel. Dengan cara ini selain mampu meningkatkan penetrasi obat menembus
lapisan kulit juga sekaligus mampu meningkatkan stabilitas obat dengan cara melindungi obat dari
pengaruh enzim maupun senyawa endogen lain yang dapat merusak obat. Selain itu vesikel juga
mampu digunakan untuk tujuan pemberian bertarget. Beberapa contoh penghantaran vesikular
yang dimanfaatkan dalam penghantaran transdermal adalah liposom, niosom, transfersom, dan
etosom.

c. Devices
Strategi peningkatan penetrasi menggunakan alat adalah dengan memanfaatkan energi eksternal
sebagai gaya pendorong pada proses transfer obat menembus kulit dan atau dengan membantu
mengurangi penghalang alami dari SK sehingga dapat meningkatkan permeasi obat ke dalam kulit.
Terdapat beberapa peralatan yang dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi dalam
penghantaran transdermal, tetapi hanya tiga contoh yang akan dijelaskan pada modul ini. Peralatan
lainnya diantaranya adalah penggunaan radiasi laser dan gelombang fotomekanik, frekuensi radio,
magnetoforesis, termoforesis, microneedle, skin abrasion, dan lainnya.

1. Elektroporasi
Metode ini pertama kali diperkenalkan hampir 100 tahun yang lalu dengan melibatkan pemanfaatan
pulsa bervoltase tinggi untuk menginduksi perubahan karakteristik kulit sehingga mudah dilewati
oleh obat. Tujuan tersebut mampu dicapai hanya dengan mengaplikasikan voltase diatas 100 V
selama beberapa milidetik. Peningkatan permeasi kulit diduga karena selama pengaplikasian
elektroporasi akan terbentuk pori yang menembus lapisan kulit sebagai jalan bagi obat. Metode ini
dapat dimanfaatkan untuk obat dengan berbagai ukuran baik yang bersifat hidrofilik maupun
lipofilik.
2. Iontoforesis
Metode ini melibatkan arus listrik berkekuatan rendah yang dapat diaplikasikan langsung ke kulit
maupun secara tidak langsung melalui bentuk sediaan tertentu untuk meningkatkan permeasi obat
di dalam kulit. Meningkatnya permeasi obat di dalam kulit dapat terjadi karena beberapa mekanisme
ini, yaitu (1) elektrorepulsi untuk molekul obat bermuatan, (2) elektroosmosis untuk molekul obat
tidak bermuatan, dan (3) elektropertubasi untuk molekul obat bermuatan maupun tidak bermuatan.
PhoresorTM device (Iomed Inc.) merupakan sistem iontoforesis pertama yang disetujui oleh FDA di
akhir tahun 1970-an sebagai peralatan medis fisik yang memiliki efek terapeutik. Beberapa tahun
berikutnya peralatan sejenis berkembang dengan lebih baik guna meningkatkan kepatuhan pasien
karena lebih mudah dalam penggunaan dan dapat dibawa ke mana-mana (portable). Peralatan
tersebut diberi nama iontoforesis Vyteris dan E-TRANS.

Selain kelebihan yang telah disebutkan sebelumnya, iontoforesis memiliki beberapa keterbatasan
diantaranya sistem ini ternyata lebih efektif jika digunakan dalam kombinasi dengan elektroforasi
dibandingkan dengan penggunaan tunggal sebagai iontoforesis saja salah satu contohnya adalah
sistem iontoforesis tunggal tidak mampu meningkatkan penghantaran transdermal dari
makromolekul berukuran diatas 7000 Dalton. Keterbatasan lain adalah mengenai regulasi batasan
arus listrik yang diperbolehkan oleh badan regulasi untuk diaplikasikan ke dalam tubuh manusia
karena arus yang terlalu besar dapat mengakibatkan kerusakan kulit yang ireversibel. Saat ini batasan
arus listrik yang diizinkan adalah berkisar pada 0,5 mA per cm2.

3. Gelombang ultrasonik (Sonoforesis & Fonoforesis)


Metode ini melibatkan aplikasi dari energi gelombang suara ultrasonik untuk meningkatkan
penghantaran transdermal dari obat. Mekanisme kerjanya dengan meningkatkan permeabilitas kulit
akibat pembentukan lubang kecil pada lipid interselular sehingga mengakibatkan perubahan struktur
SK menjadi lebih mudah dilewati oleh molekul ohat. Frekuensi di bawah 100kHz dengan batas
terendah 20kHz dilaporkan memberikan efek yang signifikan dalam meningkatkan penghantaran
makromolekul obat hingga ukuran 48kDa secara transdermal. Teknologi ini menjadi dasar
pengembangan alat SonoPrep® dari Sontra Medical Corporation untuk penghantaran anastesi lokal.
Dengan memanfaatkan gelombang ultrasonik pada frekuensi 55kHz selama 15 detik untuk
meningkatkan permeabilitas kulit, sistem ini terbukti memberikan efek anastesi lokal yang lebih baik
dibandingkan dengan pemberian krim anastesi lokal tanpa perlakuan induksi gelombang ultrasonik.

Absorbsi perkutan obat merupakan hal yang penting dalam penghantaran obat secara transdermal
karena obat harus diabsobsi dalam jumlah yang cukup untuk memperpanjang durasi kerja dan
meningkatkan laju obat serta untuk menjaga keseragaman sistemikdan efek terapetik selama
periode pemakaian. Secara umum molekul obat menembus stratum korneum menuju ke lapisan
terdalam dari lapisan dermal hingga menuju sistemik yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat
dan mudah.

Faktor yang Mempengaruhi Penetrasi Kulit


Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi perkutan yaitu fisiologi, fisikokimia bahan obat,
dan faktor dari bahan pembawa.
1. Fisiologi kulit
a. Umur kulit
Semakin bertambah umur, permeabilitas kulit akan berkurang karena aliran darahnya
semakin menurun sehingga pengiriman obat pada tempat target berkurang dan hilangnya air
dari epidermis.
b. Kondisi kulit
Kulit yang mengalami kerusakan karena iritasi, kekeringan, reaksi alergi, abrasi,
radang dapat melukai sel pelindung sehingga penetrasi melalui kulit akan meningkat.
c. Anatomi kulit
Anatomi kulit berada seperti ketebalan kulit, struktur kulit akan menyebabkan
perbedaan penetrasi. Hal ini dikarenakan penetrasi bergantung dari anatomi dan tebalnya
lapisan membran.
d. Hidrasi kulit
Hidrasi dapat mempengaruhi jaringan kulit secara fisik dan akan mengubah koefisien
difusi dari bahan
e. Aliran darah
Apabila aliran darah meningkat maka bahan obat yang menuju sistemik sistemik akan
meningkat. Apabila terjadi penyempitan pembuluh darah yang yang menuju dermis maka
kecepatan penetrasi kulit akan menurun.
f. Temperatur kulit
Kecepatan penetrasi obat melalui kulit dapat berubah apabila tubuh mengalami peningkatan
temperatur. Temperatur akan meningkat pada keadaan oklusif. Pada keadaan oklusif, air
pada kulit tidak dapat menguap dan mengakibatkan hidrasi sehingga aliran darah pada
lapisan dermal akan meningkat.

2. Sifat fisikokimia bahan aktif


a. Koefisien partisi
Koefisien partisi merupakan perbandingan antara konsentrasi obat dalam stratum
korneum dengan kadar obat dalam pembawa. Apabila koefisien partisi besar, maka obat
akan lebih larut dalam pembawa. Apabila koefisien partisi kecil, maka obat akan lebih larut di
dalam stratum korneum daripada di dalam pembawa obat sehingga kadar obat di dalam
stratum korneum besar. Koefisien partisi berpengaruh terhadap kecepatan transport.
b. Kelarutan obat
Kelarutan bahan obat di dalam air akan menentukan konsentrasi yang terabsorbsi.
Semakin banyak bahan obat dalam keadaan terlarut maka semakin besar pula kemampuan
obat menembus membran.
c. Koefisien difusi
Koefisien difusi menunjukkan kemampuan obat berpenetrasi ke dalam stratum
korneum. Biasanya koefisien difusi obat dalam stratum korneum sangat rendah karena
pergerakan molekul obat yang sangat lambat. Apabila kondisi kulit dalam keadaan sakit atau
difusi obat dalam pembawa sangat lambat, maka kecepatan penetrasi perkutan ditentukan
melalui pelepasan bahan obat dari pembawanya.
d. Bentuk dan ukuran partikel
Ukuran partikel kecil dan berbentuk sferis akan menyebabkan struktur antar partikel
menjadi rapat sehingga menyebabkan peningkatan oklusifitas yaitu air tertahan di stratum
korneum yang menyebabkan hidrasi dan swelling sehingga bahan obat mudah masuk.
3. Pengaruh pembawa
Pembawa juga dapat mempengaruhi penetrasi obat ke dalam kulit karena sebagian
besar bahan dalam satu formulasi merupakan bahan pembawa. Adanya interaksi antara obat
dengan bahan pembawa dapat mempengaruhi penetrasi karena afinitas yang kuat antara
bahan obat dengan pembawa menyebabkan bahan obat sulit dilepaskan dari basisnya
sehingga jumlah bahan obat dalam dalam stratum korneum menurun. Ada beberapa faktor
yang berasal dari pembawa yang keluar berpengaruh terhadap penetrasi :
a. Sifat lipofilisitas
Pembawa dapat mempengaruhi kondisi fisik dan permeabilitas kulit terhadap obat.
Komposisi pembawa diharapkan dapat memperbaiki kecepatan dan jumlah difusi obat.
Pembawa yang bersifat lipofilik akan menghalangi air sehingga air tidak dapat keluar dan
tertahan dalam stratum korneum sehingga menyebabkan hidrasi kulit. Hidrasi pada stratum
korneum dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam. Obat yang dicampurkan dengan
pembawa harus dapat menyatu dengan permukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup
sehingga penetrasi dapat dimaksimalkan.
b. Viskositas
Absorbsi obat akan meningkat apabila pembawa dapat dengan mudah menyebar ke
permukaan kulit sehingga penetrasi akan meningkat. Hal tersebut dapat terjadi karena pada
saat digunakan obat dapat menyebar ke permukaan yang lebih luas sehingga mengakibatkan
absorbsi pada kulit meningkat.

4. Enhancer
Peningkatan penetrasi obat topikal dapat dicapai dengan penambahan beberapa
senyawa yang mampu meningkatkan absorbsi di kulit. Salah satu mekanisme enhancer yaitu
dengan membuat interaksi dari enhancer dengan gugus kepala polar dari lipid. Interaksi
gugus kepala lipid-lipid dan urutan dari lipid akan terganggu sehingga akan memfasilitasi
difusi obat hidrofilik. Peningkatan aliran molekul air bebas antara bilayer, yang mengarah ke
pembesaran dari penampang untuk difusi obat polar. Hidrasi sederhana dapat digunakan
dalam modifikasi struktur yang menghasilkan perubahan penetrasi obat. Air adalah salah satu
peningkat penetrasi yang paling efektif dan paling aman. Oleh hidrasi stratum korneum,
penetrasi kebanyakan obat dapat ditingkatkan. Biasanya dalam stratum korneum kadar air 5-
10%. Kadar air dapat meningkat hingga 50% dalam kondisi oklusi (misalnya dengan
menggunakan foil kedap atau oleh aplikasi kendaraan oklusif).
Gangguan gugus kepala lipid oleh zat enhancer polar juga dapat mempengaruhi
bagian-bagian hidrofobik dari lipid dan menyebabkan penyusunan ulang di daerah bilayer
tersebut. Hal ini juga menjelaskan peningkatan penetrasi obat lipofilik dengan menggunakan
gugus kepala lipid mempengaruhi penetrasi zat enhancer hidrofilik
Kemungkinan lain adalah interaksi peningkat penetrasi lipofilik dengan rantai
hidrokarbon dari lipid bilayer. Penetrasi obat lipofilik difasilitasi dengan cara ini dengan
gangguan rangka akibat peningkatan fluidisasi oleh rantai hidrokarbon. Perubahan ini juga
mempengaruhi urutan kelompok kepala polar, yang menjelaskan peningkatan penetrasi obat
hidrofilik dengan menggunakan zat enhancer lipofilik.

Gambar 5. Mekanisme penetrasi obat hidrofil dan lipofil dan model aksi penetration enhancers .

Anda mungkin juga menyukai