Anda di halaman 1dari 14

RESUME JURNAL

Struktur Kulit dan Sistem Pengiriman Obat Transdermal

KELOMPOK 9:

1. AHMAD RIDHA
2. MARIA YOHANA MERIKA KEDANG
3. SITI HIDAYATI MUKHLIS
4. NURUL SAMSUL HIDAYATI
5. NUR HUDA SETIYAWAN

1. HASIL DISKUSI

Sistem penghantaran obat transdermal (TDDS) didefinisikan sebagai bentuk sediaan terpisah
dan mandiri yang, apabila diterapkan pada kulit utuh, mengirimkan obat melalui kulit, dengan
kecepatan terkontrol ke sirkulasi sistemik. Dimana Sistem pengiriman obat transdermal
(TDDS) memberikan berbagai manfaat dibandingkan sistem pemberian obat konvensional
seperti pemberian dan suntikan oral termasuk menghindari metabolisme lintasan pertama di
hati, pengurangan nyeri, dan kemungkinan pelepasan obat yang berkelanjutan.

Kulit sering disebut sebagai organ tubuh terbesar: rata-rata kulit orang dewasa memiliki
luas permukaan sekitar 2m2. Kemudahan beberapa obat dapat melewati sawar kulit ke dalam
darah yang bersirkulasi berarti jalur pengobatan transdermal adalah kemungkinan pengganti
jalur oral. Namun, jumlah obat yang tersedia sebagai produk obat transdermal yang dipasarkan
terbatas pada obat yang menunjukkan sifat fisikokimia dan farmakokinetik yang benar yang
memfasilitasi pengiriman efektifnya ke seluruh kulit.

KLASIFIKASI TAKSONOMI

Secara taksonomi kulit dibagi menjadi tiga skala, yaitu :

a. Skala mikro : merupakan komponen sel dan lapisan kulit, karena hanya dapat dilihat
di bawah mikroskop dan tidak dapat dibedakan atau dikenali dengan mata manusia.
b. Skala meso : terdiri dari ciri-ciri kulit, rambut, bintik-bintik, tahi lalat, sisik yang terdiri
dari ciri-ciri kulit, rambut, bintik-bintik, pori-pori tahi lalat, permukaan kulit dan
kerutan seperti yang dapat dilihat dengan mata telanjang dan lebih jelas di bawah skala
mikro jika perlu.
c. Skala makro : terdiri dari daerah tubuh dan bagian tubuh. Morfologi dan penampilan
kulit tampak berbeda di berbagai bagian tubuh.

KLASIFIKASI HISTOLOGI

Kulit secara histologis terbagi menjadi epidermis, dermis, dan hipodermis; yang secara
kolektif membentuk penutup terhadap agen eksternal dan hilangnya air dari tubuh.

a. Epidermis
Epidermis yang tidak dapat hidup dan epidermis yang dapat hidup bersama-sama
membentuk epidermis . Stratum korneum dikenal sebagai epidermis yang tidak dapat
hidup sedangkan lapisan di bawah stratum korneum disebut epidermis yang dapat
hidup. Epidermis yang hidup terbuat dari berbagai lapisan epidermis yang secara
kolektif memiliki ketebalan 50-100 µm dan sel-sel di lapisan ini disatukan oleh
tonofibril . Kapiler darah dan serabut saraf mencapai epidermis dengan melewati
dermis dan lapisan lemak subkutan . Sel utama epidermis adalah keratinosit yang
membentuk 95% dari total sel yang ada di epidermis. Sel-sel ini naik dari membran
basal epidermal menuju permukaan kulit, membentuk beberapa lapisan tertentu selama
transitnya. Lapisan terpisah dari epidermis dibentuk oleh tahapan pematangan keratin
yang berbeda . Epidermis memiliki sub-lapisan berikut:
- Stratum basale (lapisan sel basal) : lapisan terdalam dari epidermis dan terdiri
dari satu lapisan sel basal. Dengan bertambahnya usia, stratum basale menjadi lebih
tipis dan kehilangan kemampuan untuk menahan air. Melanosit juga terletak di
lapisan ini.
- Stratum spinosum (lapisan sel prickle) : terletak di atas lapisan sel basal. Sel
basal, melalui proses pergantian, membuat bentuknya agak datar dan membentuk
lapisan ini.
- Stratum granulosum (lapisan sel granular): Ini terdiri dari 2 hingga 4 lapisan
sel granular. Ketebalan lapisan ini adalah 3 µm. Pada sub-lapisan ini, cornifikasi
atau keratinisasi keratinosit dimulai. Dalam proses ini, organel seperti nuklei dan
mitokondria mulai pulih. Sel menjadi semakin terisi dengan serat keratin dan
mengandung lebih sedikit kelembaban dibandingkan dengan lapisan sel basal dan
duri. Bentuk sel-sel ini menjadi lebih datar selama proses ini.
- Stratum lucidum (lapisan bening) : Itu hanya dapat ditemukan di telapak kaki
dan telapak tangan. Sel-selnya menjadi lebih rata dan lebih padat selama pergantian
- Stratum corneum (lapisan tanduk) : Lapisan kulit terluar, stratum korneum,
bertanggung jawab atas fungsi pelindung kulit. Ia juga dikenal sebagai epidermis
yang tidak dapat hidup. Stratum korneum memiliki ketebalan 10-15 µm dan terdiri
dari corneocytes pipih mati yang dikelilingi oleh matriks ekstraseluler lipid.
Corneocytes adalah produk akhir dari diferensiasi mortal dari keratinosit epidermal,
dan terus diperbarui . Ini adalah antarmuka antara tubuh dan lingkungan luar. Ini
menyembunyikan berbagai enzim yang membantu dalam pemeliharaan kesehatan,
mengatur pertukaran kelembaban dan oksigen dengan lingkungan luar. Rute utama
permeasi adalah di sekitar corneocytes. Oleh karena itu, semakin besar ukuran
corneocytes akan semakin panjang jalur perembesannya. Ukuran korneosit
bergantung pada tempat di tubuh misalnya ukuran korneosit lebih kecil di kulit
wajah dibandingkan dengan di lengan.
Stratum korneum terdiri dari sekitar 40% protein, sebagian besar keratin, dan 40%
air, dengan keseimbangan komponen lipid. Pada permukaan kulit terdapat lapisan
bahan yang diemulsi yang terdiri dari campuran kompleks dari keringat, sebum, dan
sel-sel epidermis deskuamasi. Namun, lapisan ini menawarkan sedikit halangan
agar obat meresap. Kelas lipid utama dalam stratum korneum manusia melibatkan
ceramide, kolesterol dan asam lemak rantai panjang jenuh. Komponen penting
lainnya dari stratum korneum adalah air yang bertindak sebagai plasticizer dan
mencegah retak serta memberikan fleksibilitas.
b. Dermis
Setelah molekul obat melewati stratum korneum, ia dapat melewati jaringan epidermis
yang lebih dalam dan masuk ke dalam dermis. Ini terutama terbuat dari jaringan fibrosa
dan tebal 1-2 mm. Dermis memiliki suplai pembuluh darah yang kaya dari mana obat
diserap ke dalam sirkulasi umum (Samantha Andrews et al., 2012). Kelenjar sebaceous,
kelenjar keringat, dan folikel rambut naik ke permukaan kulit dari dermis dan lapisan
subkutan tempat asalnya. Permukaan kulit manusia diketahui mengandung rata-rata 10-
70 folikel rambut dan 200-250 kelenjar keringat. Dermis memiliki sub-lapisan berikut
:
- Lapisam Papiler : lapisan atas dari dermis yang memisahkan dengan jelas dari
epidermis. Lapisan papiler adalah jaringan yang terhubung secara longgar dan
mencakup sejumlah besar serabut saraf, kapiler, air, dan sel (misalnya fibroblas).
Dalam sub-lapisan ini, serat kolagen membentuk jaringan yang lebih halus
dibandingkan dengan lapisan retikuler.
- Lapisan retikuler : bagian bawah dermis dan merupakan transisi terus menerus ke
subkutis atau hipodermis. Lapisan retikuler memiliki jaringan yang lebih padat dan
lebih tebal dibandingkan dengan lapisan papiler dan mencakup lebih sedikit serabut
saraf dan kapiler. Pada sub-lapisan ini, serat kolagen dikumpulkan menjadi bundel
tebal yang sebagian besar sejajar dengan permukaan kulit.
c. Hipodermis
Hipodermis Subkutis, atau hipodermis dalam histologi, adalah lapisan ketiga di bawah
dermis. Subkutis adalah lapisan elastis dan mengandung sejumlah besar sel lemak yang
bekerja sebagai peredam kejut untuk pembuluh darah dan ujung saraf. Ketebalan
lapisan ini rata-rata 4 hingga 9 mm. Namun, ketebalan sebenarnya berbeda dari orang
ke orang dan juga tergantung pada wilayah tubuh.
1. Metode modifikasi sifat penghalang dari stratum corneum
Metode yang digunakan untuk memodifikasi sifat penghalang pada stratum corneum
Untuk meningkatkan penetrasi obat melalui kulit yaitu :
- Peningkatan secara kimiawi
- Peningkatan secara fisika
- Peningkatan secara biokimia
- Peningkatan secara supersaturasi
- Prodrug bioconvertable
2. Keuntungan TDDS
- Menyediakan formulasi matriks baru untuk pengawetan konsentrasi obat yang
dapat berdifusi secara moderat dala formulasi sehingga menghindari pembentukan
daerah yang habis obat dalam formulasi topikal dan membantu laju pelepasan obat
yang relatif konstan.
- Oklusi kulit oleh backing film yang kedap air membantu kemanjuran sistemik
dengan meningkatkan hidrasi dan suhu kulit dengan peningkatan laju dan luasnya
permeasi kulit.
- Pemberian secara transdermal lebih non invasif dibandingkan dengan rute lain dan
menghindari terapi parenteral yang kurang nyaman.
- Menghindari efek first –pass
- Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat
- Terapi obat dapat dihentikan dengan cepat.
- Efek terapeutik lebih cepat
3. Kekurangan TDDS
- Patch yang menempel pada permukaan kulit dapat menyebabkan peningkatan
insiden maserasi kulit reaksi kulit yang merugikan
- Permeasi kulit yang efektif terbatas pada molekul yang mempunyai lipofilik yang
relatif kecil (<1 kD).
- Peningkatan waktu tinggal patch dapat meningkatkan kemungkinan populasi
bakteri lokal.
- Tidak cocok untuk obat dengan dosis tinggi
- Pada beberapa pasien Bisa menyebabkan reaksi alergi pada kulit karena tambalan
transdermal
- Obat dengan struktur hidrofilik lebih lambat meresap kedalam kulit untuk
mendaptkan manfaat terapeutik
4. Penetration enhancer dikenal juga sebagai akselerant, promotor sorpsi atau penambah
permeasi. Barrier pada kulit berfungsi sebagai penghalang untuk melindungi stratum
korneum, namun pada saat yang sama juga dapat menghambat pengiriman obat
transdermal melaluinya. Karena jalur utama obat yaitu melalui saluran intraseluler
sehingga bagian lipid merupakan penentu apakah obat tersebut dapat diabsorpsi.
5. Mekanisme aksi
Mekanisme kerja peningkat permeasi secara kimiawi yaitu :
- Relaksasi struktur lipid pada stratum korneum secara teratur
- Berinteraksi dengan domain air dari lapisan ganda lipid
- Peningkatan partisi obat dengan penambahan co-enhancer/pelarut kedalam stratum
korneum.

Peningkat permeasi kimiawi akan melakukan modifikasi dengan cara diatas pada
struktur kulit. Berbagai peningkat permeasi kimia berinteraksi dengan gugus kepala
kutub melalui ikatan hidrogen dan interaksi ionik. Gangguan tersebut akan
mengakibatkan relaksasi pada bagian kepala sehingga menurunkan resistensi domain
yang diperkaya lipid ini untuk molekul polar. Dapat juga berupa peningkatan volume
lapisan air yang menghasilkan lebih banyak aliran ke jaringan dan pembengkakan
pelarut yang menyebabkan peningkatan luas penampang untuk difusi molekul polar.
Penabahan co-enhancer dan pelarut dapat menunjukkan peningkatan permeabilitas
obat. Dengan meningkatnya konsentrasi dari pelarut seperti dimethylsulfoxide
(DMSO), dimethylacetamide (DMA), dietyltoluamide (DEET), dan propylene glycol
(PG), efek lansungnya dapat berupa perubahan temporal dalam komposisi kimia
massal.

6. Fluidisasi bilayer lipid


Dimetil sulfoksida (DMSO), alkohol dan asam lemak telah dibuktikan dapat
memodifikasi sifat penahan dengan cara melebutkan atau melonggarkan struktur
lapisan ganda stratum korneum yang sangat teratur sehingga meningkatkan
permeabilitasnya. Peningkat ini juga dapat memodifikasi bahan protein dalam struktur
bilayer untuk meningkatkan permeabilitas.
7. Gangguan lipid
Peningkat penetrasi meningkatkan permeabilitas dengan cara menembus dan
bercampur bersama lipid. Mereka mengacaukan lipid antar sel sehingga membentuk
saluran berair di dalam stratum korneum.
8. Interaksi dengan keratin
Peningkat penetrasi seperti DMSO, urea dan surfaktan dapat meningkatkan koefisien
difusi dan permeabilitas dengan cara berinteraksi dengan filamen keratin yang ada di
corneacites dan akan menyebabkan gangguan di dalam sel.
9. Etanol dan polietilon glicol (PG) meningkatkan kelarutan dengan cara menggeser
parameter kelarutan kulit lebih dekat ke parameter kelarutannya dengan mengganggu
stratum korneum.
10. Sifat ideal penetration enhancer
- Inert farmakologis
- Tidak beracun, tidak menimbulkan iritasi, tidak menyebabkan alergi pada kulit
- Menghasilkan onset yang cepat dan durasi kerja yang sesuai
- Setelah pengangkatan enhancer lapisan korneum harus dapat segera pulih dan
memulihkan penghalang normalnya
- Fungsi penghalan kulit menurun ke satu arah saja dan mengizinkan agen terapeutik
masuk ke dalam tubuh dan pengeluaran bahan endogen tidak boleh terjadi
- Baik secara fisik dan kimiawi harus kompatibel dengan sistem pengirimannya
- Tidak merusak sel yang hidup
- Penetrasi penambah yang digunakan harus ekonomis dan murah.
-
Kesimpulan :

kulit terdiri dari 3 lapisan .

Contoh penetration enhancer yaitu Dmso, dma, deet, pg.

Penetration enhancer pada produk transdermal berfungsi untuk membuat zat aktif pada dapat
menembus atau melewati stratum korneum dengan berapa cara yaitu ( ambil di bagian
mekanisme aksi)
RESUME JURNAL

JURNAL : PENETRATION ENCHANCER

KELOMPOK 9:

1. AHMAD RIDHA
2. MARIA YOHANA MERIKA KEDANG
3. SITI HIDAYATI MUKHLIS
4. NURUL SAMSUL HIDAYATI
5. NUR HUDA SETIYAWAN

Hasil diskusi kelompok

Kulit manusia yang memiliki 2 lapisam utama berdasarkan fungsi ketebalan dan
kekuatan yaitu epidermis dan dermis kemudian dibawhnya ada lagi lapisan hypodermis
sehingga sangat efektif menjadi penghalang yang efesien , dirancang untukk menjaga “bagian
dalam dan luar”. Sifat penghalang ini menyebabkan sulitnya pengiriman transdermal agen
terapeutik. Sehingga diperlukan peningkatan jangkauan obat yang data diberikan secara efektif
melalui kulit dengan menggunakan peningkat penetrasi dan bahan kimia yang berinteraksi
dengan kulit untuk mendukung kerja obat.

Beberapa sifat yang lebih diiginkan untuk peningkat penetresi adalah :

1. Tidak beracun, tidak menyebabkan iritasi dan non-alergi.

2. bekerja dengan cepat, aktivitas serta durasi efek harus data di prediksi dan direproduksi

3. tidak memiliki aktivitas farmakologis dalam tubuh yaitu tidak boleh mengikat ke situs
reseptor

4. peningkatan penetresi harus sesuai untuk formulasi ke dalam sediaan topical yang beragam
sehingga harus kompaibbel dengan eksipien obat.

Peningkat penetrasi yang efektif dapat meningkatkan koefisien difusi obat di stratum
korneum (yaitu mengganggu sifat penghalang stratum korneum), dapat bertindak untuk
meningkatkan konsentrasi obat yang efektif di dalam pengangkutan (misalnya bertindak
sebagai anti-pelarut), dapat meningkatkan partisi antara formulasi dan stratum korneum
(mungkin dengan mengubah sifat pelarut membran kulit untuk meningkatkan partisi ke dalam
jaringan) atau, lebih kecil kemungkinannya, dengan mengurangi ketebalan kulit .
Literatur berisi laporan yang menjelaskan berbagai formulasi elegan yang mungkin
mengandung bahan yang memiliki aktivitas penambah penetrasi. Misalnya, vesikel sering
dibuat dari fosfolipid; fosfolipid sendiri memiliki beberapa aktivitas peningkat penetrasi.
Beberapa bahan yang meningkatkan aktivitas penetresi adalah :

1. Air
Salah satu untuk meningkatkan pengiriman obat transdermal dan topikal adalah
dengan menggunakan air. Kadar air stratum korneum manusia biasanya sekitar 15 -
20% dari berat kering jaringan. Memaparkan membran ke kelembapan tinggi , menutup
jaringan sehingga mencegah kehilanggan air dalam kesetimbangan denrgan sel kulit
epidermis yang mendasarinya. Sehingga pada oklusi , kadar air pada membran luar bisa
mendekati 400 % dari berat kering jaringan.
Banyak sediaan dan produk yang efektif secara klinis seperti salep bersifat
oklusif, yang menyediakan satu mekanisme untuk meningkatkan pemberian obat.
Secara umum, peningkatan hidrasi jaringan tampaknya meningkatkan pengiriman
transdermal dari permeant hidroffilik dan lipofilik. Namun, oklusi dapat menyebabkan
iritasi kulit local dengan implikasi yang jelas untuk desain dan pembuatan sediaan
transdermal dan topical.

2. Sulfokisida dan bahan kimia serupa


Dimethylsulphoxide (DMSO) adalah salah satu peningkat penetrasi yang paling
awal dan paling banyak dipelajari. Ini adalah pelarut aprotik kuat yang ikatan hidrogen
dengan dirinya sendiri daripada dengan air; tidak berwarna, tidak berbau dan bersifat
higroskopis dan sering digunakan di banyak bidang ilmu farmasi sebagai “ pelarut
universal ". DMSO digunakan sebagai pelarut bersama dalam pengangkutan untuk
sediaan komersial idoxuridine, digunakan untuk mengobati infeksi herpes parah pada
kulit, terutama yang disebabkan oleh herpes simpleks.
DMSO sendiri juga telah diterapkan secara topikal untuk mengobati sistemik fl
ammation, meski saat ini hanya digunakan untuk mengobati hewan. Aktivitas
peningkatan penetresi DMSO menunjukan bahwa hal itu eektif dalam mendukung
permeant hidrofilik dan lipofilik. Dengan demikian, , telah terbukti meningkatkan
perembesan, misalnya, agen antivirus, steroid dan antibiotik. DMSO bekerja dengan
cepat sebagai penambah penetrasi - tumpahan bahan ke kulit bisa terasa di mulut dalam
hitungan detik.
Namun, pada konsentrasi yang relatif tinggi ini, DMSO dapat menyebabkan
eritema dan bintik pada stratum korneum dan dapat mengubah sifat beberapa protein.
Studi yang dilakukan lebih dari 40 tahun yang lalu pada relawan sehat yang dicat
dengan 90% DMSO dua kali sehari selama 3 minggu menghasilkan eritema,
penskalaan, kontak utikaria, sensasi menyengat dan terbakar, dan beberapa relawan
mengalami gejala sistemik, metabolit dimetilsulfida yang dihasilkan dari pelarut;
dimetilsulfida menghasilkan bau yang tidak sedap pada nafas. Jadi, tindakan pelarut
aprotik yang kuat ini pada jaringan hewan mungkin jauh lebih besar daripada efek yang
terlihat pada selaput kulit manusia.
Karena DMSO bermasalah untuk digunakan sebagai peningkat penetrasi, para
peneliti telah menyelidiki bahan kimia terkait yang serupa sebagai akselerant.
Dimethylacetamide (DMAC) dan dimethylformamide (DMF) adalah pelarut aprotik
yang sama kuatnya dengan struktur yang mirip dengan DMSO. Juga sama dengan
DMSO, kedua pelarut memiliki berbagai aktivitas peningkat penetrasi, misalnya,
meningkatkan fl aliran hidrokortison, lidokain dan nalokson melalui membran kulit.
Peningkat penetrasi ini telah digunakan secara in vivo dan meningkatkan
ketersediaan hayati betametason-17-benzoat sebagaimana dinilai dengan uji
vasokonstriktor. . Namun, Southwell dan Barry, menunjukkan peningkatan 12 kali lipat
di fl Banyaknya kafein yang meresap ke seluruh kulit manusia yang dirawat DMF,
disimpulkan bahwa penambah tersebut menyebabkan kerusakan membran yang tidak
dapat diperbaiki .
Analog struktural lebih lanjut telah disiapkan termasuk alkilmetilsulfoksida
seperti desilmetilsulfoksida (DCMS). Analog ini telah terbukti bekerja secara reversibel
pada kulit manusia dan, seperti induknya DMSO, juga memiliki efek yang bergantung
pada konsentrasi. Mayoritas literatur yang tersedia menunjukkan bahwa DCMS adalah
peningkat kuat untuk permeant hidrofilik tetapi kurang efektif dalam mempromosikan
pengiriman agen lipofilik transdermal.
3. Azone
Azone (1-dodecylazacycloheptan-2-one atau laurocapram) adalah menjadi
spesi molekul pertama menjadi dirancang khusus sebagai penambah penetrasi kulit.
Azone adalah cairan tidak berwarna dan tidak berbau dengan titik leleh - 7 ° C dan
memiliki rasa yang halus, berminyak, tetapi tidak berminyak. Seperti yang diharapkan
dari struktur kimianya, Azone adalah bahan yang sangat lipofilik. Azone meningkatkan
pengangkutan kulit dari berbagai macam obat termasuk steroid, antibiotik, dan agen
antivirus. Azone mungkin memberikan efek peningkat penetrasi melalui interaksi
dengan domain lipid dari stratum korneum. Azone paling efektif pada konsentrasi
rendah, biasanya digunakan antara 0,1% dan 5%, seringkali antara 1% dan 3%.

4. Pyrrolidones
Serangkaian pirolidon dan senyawa yang terkait secara struktural telah diteliti
sebagai peningkat penetrasi potensial pada kulit manusia. Memiliki efek yang lebih
besar pada permeant hidrofilik daripada bahan lipofilik.. N- methyl-2-pyrrolidone
(NMP) dan 2-pyrrolidone (2P) adalah penguat yang paling banyak dipelajari dari
kelompok ini. NMP adalah pelarut aprotik polar dan digunakan untuk mengekstraksi
bagian aromatik dari minyak, ole menjadi ns dan pakan ternak. Ini adalah cairan bening
suhu kamar dan dapat larut dengan pelarut yang paling umum termasuk air dan alcohol.
NMP digunakan dengan keberhasilan terbatas sebagai penambah penetrasi kaptopril
ketika diformulasikan ke dalam patch transdermal tipe matriks.
Dalam hal mekanisme kerja, pirolidon terbagi dengan baik ke dalam lapisan
korneum manusia. Di dalam jaringan mereka dapat bertindak dengan mengubah sifat
pelarut dari membran dan pirolidon telah digunakan untuk menghasilkannya ' wadah '
di dalam selaput kulit. Efek reservoir seperti itu menawarkan potensi untuk pelepasan
permeant dari stratum korneum secara berkelanjutan selama periode waktu yang lama.
Sebuah studi ketersediaan hayati vasokonstriktor in vivo menunjukkan bahwa pirolidon
menyebabkan eritema pada beberapa sukarelawan, meskipun efek ini berumur relatif
pendek.

5. Asam lemak
Penyerapan obat perkutan telah ditingkatkan dengan berbagai macam asam
lemak rantai panjang, yang paling populer adalah asam oleat. Asam lemak telah
digunakan untuk meningkatkan pengiriman transdermal, antara lain estradiol,
progesteron, asiklovir, 5- fluorourasil dan asam salisilat, yang menunjukkan bahwa
penguat ini dapat digunakan untuk meningkatkan pengiriman permeant lipofilik dan
hidrofilik. Efek asam lemak pada pengiriman obat melalui kulit manusia dapat
bervariasi. Misalnya, menggunakan asam oleat tak jenuh tunggal, asam tak jenuh
ganda, linoleat dan linolenat dan peningkat asam laurat jenuh. Asam oleat telah terbukti
efektif untuk banyak obat, misalnya meningkatkan kekuatan asam salisilat 28 kali lipat
dan 5- flourouracil kekuatan 56 kali lipat melalui membran kulit manusia secara in
vitro.

6. Alkohol, alkohol berlemak, dan glikol


Etanol umumnya digunakan dalam banyak formulasi transdermal dan seringkali
merupakan pelarut pilihan. Etanol juga biasa digunakan sebagai pelarut bersama
dengan air. Seperti halnya air, etanol meresap dengan cepat melalui kulit manusia
dengan kondisi stabil sekitar 1 mg cm 2 / h. Alkohol berlemak (atau alkanol) mungkin
juga memiliki aktivitas peningkat penetrasi. Molekul-molekul ini biasanya dioleskan
ke kulit dalam pelarut bersama pada konsentrasi antara 1% dan 10%.

7. Surfaktan
Surfaktan ditemukan di banyak sediaan terapeutik, kosmetik dan agrokimia
yang ada. Surfaktan ditambahkan ke formulasi untuk melarutkan bahan aktif lipofilik,
untuk melarutkan lipid dalam stratum korneum. Surfaktan anionik dan kationik
berpotensi merusak kulit manusia, Surfaktan non-ionik cenderung dianggap aman
secara luas.

8. Urea
Urea adalah zat pelembab (hydrotrope) yang digunakan dalam pengobatan
seperti psoriasis, ichthyosis dan kondisi kulit hiperkeratotik lainnya. Urea memiliki
sifat keratolitik, biasanya digunakan dalam kombinasi dengan asam salisilat untuk
keratolisis. Serangkaian analogi alkil dan aril urea cukup efektif sebagai peningkat
untuk 5- flourouracil bila diaplikasikan di PG pada kulit manusia secara in vitro,
meskipun urea sendiri tidak efektif.

9. Minyak atsiri, terpene dan terpenoid

Terpen ditemukan dalam minyak esensial, dan merupakan senyawa yang


hanya terdiri dari atom karbon, hidrogen dan oksigen, namun tidak bersifat aromatik.
Banyak terpene telah lama digunakan sebagai obat, perasa dan agen pewangi. Minyak
esensial yang paling kuat, eucalyptus, meningkatkan koefisien permeabilitas menjadi
efisiensi obat 34 kali lipat. Beberapa hubungan aktivitas struktur terlihat dari data
bahwa terpene hidrokarbon merupakan peningkat yang kurang kuat untuk obat
hidrofilik ini daripada alkohol atau keton yang mengandung terpene, dan aktivitas
peningkatan terbesar ditunjukkan oleh terpene oksida dan terpenoid. Terpen terus
menjadi pilihan peningkat yang populer untuk mengirimkan bahan ke seluruh
membran kulit. Penggunaannya yang berlebihan menawarkan potensi perembesan
senyawa berbahaya dari formulasi yang sama ke dalam kulit, beberapa terpene juga
memiliki aktivitas farmakologis. Terpene yang lebih kecil cenderung menjadi
peningkat permeasi yang lebih aktif daripada sequiterpen yang lebih besar.

10. Fosfolipid

Banyak penelitian telah menggunakan fosfolipid sebagai vesikel (liposom)


untuk membawa obat ke dalam dan melalui kulit manusia. Namun, beberapa
penelitian telah menggunakan fosfolipid dalam bentuk non-vesikuler sebagai
peningkat penetrasi. Tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa fosfolipid
berinteraksi langsung dengan kemasan stratum korneum. Namun, fosfolipid dapat
menyumbat permukaan kulit sehingga dapat meningkatkan hidrasi jaringan dapat
meningkatkan perembesan obat. Saat diaplikasikan pada stratum korneum.

11. Pelarut pada konsentrasi tinggi

Pelarut dapat merusak desmosom dan jembatan seperti protein, yang


mengarah ke menjadi mengamankan lipid interseluler dan pemisahan squames
stratum korneum. Pelarut dapat masuk ke korneosit, secara drastis mengganggu
keratin dan bahkan membentuk vakuola.

12. Intervensi metabolic

Pendekatan yang lebih intervensionis untuk peningkatan penetrasi diusulkan


oleh Elias et al. Strategi yang mengganggu salah satu atau semua proses sintesis,
perakitan, sekresi, aktivasi, pemrosesan, atau perakitan / pembongkaran membran
lamellar ekstraseluler, dapat meningkatkan permeasi karena homeostasis penghalang
diubah. pendekatan seperti itu akan menjadi signifikan menjadi masalah peraturan
yang tidak bisa, paling tidak akan menjadi masalah yang terkait dengan peningkatan
akses xenobiotik atau mikroba. Konsep mengganggu homeostasis penghalang dalam
skala waktu yang relatif lama menimbulkan banyak sekali pertimbangan klinis.
KESIMPULAN

Kulit manusia yang memiliki 2 lapisam utama berdasarkan fungsi ketebalan dan
kekuatan yaitu epidermis dan dermis kemudian dibawhnya ada lagi lapisan
hypodermis sehingga sangat efektif menjadi penghalang yang efesien , dirancang
untukk menjaga “bagian dalam dan luar”. Beberapa sifat yang lebih diiginkan untuk
peningkat penetresi adalah :Tidak beracun, bekerja dengan cepat, tidak memiliki
aktivitas farmakologis dalam tubuh yaitu tidak boleh mengikat ke situs reseptor,
peningkatan penetresi harus sesuai untuk formulasi ke dalam sediaan topical yang
beragam sehingga harus kompatibel dengan eksipien obat.

Fosfolipid sendiri memiliki beberapa aktivitas peningkat penetrasi. Beberapa


bahan yang meningkatkan aktivitas penetresi adalah : Air, Sulfokisida dan bahan
kimia serupa, Azone, Pyrrolidones, Asam lemak, Alkohol, alkohol berlemak, dan
glikol, Surfaktan, Urea, Minyak atsiri, terpene dan terpenoid, Fosfolipid, Pelarut pada
konsentrasi tinggi, Intervensi metabolic

Anda mungkin juga menyukai