Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Obat topikal merupakan salah satu bentuk obat yang sering dipakai dalam terapi
dermatologi. Obat ini terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. Kecermatan
memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai dengan kondisi kelainan kulit merupakan
salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan terapi topikal, di samping faktor lain
seperti: konsentrasi zat aktif obat, efek fisika dan kimia, cara pakai, lama penggunaan obat
agar diperoleh hasil yang maksimal dan efek samping minimal.

Terapi topikal merupakan penggunaan obat dengan formulasi tertentu untuk


mengobati penyakit kulit maupun penyakit sistemik yang bermanifestasi pada kulit.
Prinsipnya obat topikal harus mampu melakukan penetrasi ke dalam kulit. Banyak faktor
yang memengaruhi penetrasi obat antara lain konsentrasi obat (makin tinggi konsentrasi
makin kuat penetrasi ke dalam kulit), koefesien partisi (menunjukkan kemampuan zat aktif
terlepas dari vehikulum. Makin mudah terlepas, makin gampang penetrasi), ukuran molekul
obat (makin kecil zat aktif mudah menembus sawar kulit), penetration enhancer (bahan
yang memiliki kemampuan meningkatkan penetrasi zat aktif. Cara kerjanya dengan
merusak/mengubah fisikokimiawi st. korneum), oklusi (meningkatkan hidrasi), lokasi aplikasi
obat (perbedaan ketebalan st. korneum). Prinsip pengobatan topikal: Vehikulum Vehikulum
merupakan zat inaktif/inert yang digunakan sebagai pembawa zat aktif agar dapat berkontak
dengan kulit. Vehikulum memiliki beberapa fungsi yaitu proteksi, mendinginkan, hidrasi,
mengeringkan, mengangkat eksudat, dan lubrikasi. Prinsip pemilihan vehikulum: (1) Basah
dengan basah (2) kering dengan kering. Pada dermatosis basah atau eksudatif diobati
dengan kompres. Jika dermatosis kering diobati misalnya dengan salap.

Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada
membrane pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rektum.

1
Dengan adanyakemajuan-kemajuan dalam bidang farmasi, maka pengobatan
penyakit kulit juga berkembang pesat. Yang menarik perhatian adalah kemajuan dalam
bidang pengobatan topikal yang berupa perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan
empirik menjadi pengobatan spseifik dengan yang rasional.

Tujuannya adalah untuk mengadakan hemostasis yaitu mengembalikan kulit yang


sakit dan jaringan sekitarnya ke keadaan fisiologik stabil secepat-cepatnya. Disamping itu
untuk menghilangkan gejala-gejala yang menganggu, misalnya rasagatal dan panas.

Pada masa kini pengobatan topikal untuk penyakit kulit bukanlah merupakan
masalahlagi dengan tersedianya berbagai macam obat paten berbentuk krim, salep, losio
dansebagainya. Seperti halnya barang dagang lainya obat obatan paten tersebut cukup
mahalharganya dan sering tidak terjangkau oleh golongan masyarakat ekonomi lemah.

Secara ideal maka pemberian obat topikal harus berkhasiat fisis maupun kimiawi.
Kalau obat topikaldigunakan secara rasional, maka hasilnya akan optimal, sebaliknya kalau di
gunakan secarasalah obat topikal menjadi tidak efektif dan menyebabkan penyakit
iatrogenik.

Bahan penyusun obat topikal untuk penyakit kulit ada 2 macam, yaitu bahan aktif
dan bahan dasar atau vehikulum atau basis. Pada dasarnya keberhasilan pengobatan topikal
penyakit kulit tergantung pada beberapa hal, yaitu penentuan basis yang tepat bagi
jeniserupsi atau radang yang terjadi, pemilihan bahan aktif yang sesuai dengan etiologi
penyakittersebut, serta penetrasi obat kedalam kulit. Prinsip terapi topikal adalah pemilihan
basis yang sesuai dengan kondisi dematosis, yaitu keringkan bila basah, dan basahkan bila
kering (if it dry, wet it and if it wet, dry it). Tidak jarang pemakain basis obat saja telah
dapatmemberikan hasil yang memuaskan.

Dalam penulisan ini akan dibicarakan macam macam bahan dasar, bahan aktif,
prinsip prinsip pemilihan jenis basis obat, juga sedikit disinggung mengenai pemilihan
bahanaktif, serta penetrasi obat topikal. Sehingga dapat bermanfaat dalam menambah
pengetahuankita dalam pengobatan penyakit kulit khususnya pengobatan topikal serta

2
memperkenalkan bentuk dan cara pengobatan topikal yang disesuaikan dengan keadaan
penyakit kulit. Juga diharapkan pengetahuan ini akan dapat diterapkan dalam hal mengobati
dan menyembuhkan penyakit kulit yang di diagnosis.

3
BAB II

PEMBAHASAN

I. Definisi

Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada

membran pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Dengan adanya

kemajuan-kemajuan dalam bidang farmasi, maka pengobatan penyakit kulit juga berkembang

pesat. Yang menarik perhatian adalah kemajuan dalam bidang pengobatan topikal yang

berupa perubahan dari cara pengobatan non-spesifik dan empirik menjadi pengobatan

spesifik dengan yang rasional.

II. Tujuan

Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal di dapatkan dari pengaruh fisik dan

kimiawi obat-obatan yang diaplikasikan di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara lain

mengeringkan, membasahi (hidrasi), melembutkan, lubrikasi, mendinginkan, memanaskan,

dan melindungi dari pengaruh buruk dari luar. Semua hal itu bermaksud untuk mengadakan

hemostasis yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan sekitarnya ke keadaan

fisiologik stabil secepat-cepatnya. Disamping itu untuk menghilangkan gejala-gejala yang

menganggu, misalnya rasa gatal dan panas.

III. Bahan Dasar Obat Topikal

Bahan dasar untuk pembuatan obat topikal dikenal ada 3 macam : (1) bahan padat

berbentuk serbuk atau bedak, (2) lemak atau minyak, (3) bahan cair. Dari ketiga macam

macam bahan dasar ini dapat dibuat berbagai macam kombinasi komposisi dari basis atau

bahan dasar suatu obat topikal sesuai dengan jenis dermatosis. Bahan dasar ini selain bersifat

4
inert yaitu hanya berfungsi membawa bahan aktif pada tempat bekerjanya, juga sering

mempunyai sifat tertentu yang dapat mempengharui kondisi radang misalnya sebagai

pendingin/penenang, pengering, antipruritus. Perlu diperhatikan bahwa beberapa bahan dasar

juga sering mempengharui berbagai efektifitas bahan aktif, misalnya pengenceran krim

kortikosteroid dengan basis yang tidak tepat bahkan menginaktivasi kortikosteroid tersebut.

Selain itu dalam basis suatu obat sering ditambahkan bahan bahan tertentu sebagai emulgator,

pengawet agar basis tersebut stabil dan tidak mudah rusak oleh mikroorganisme. Hanya tidak

jarang bahan pengawet tersebut merupakan pemeka (sensitizer) yang dapat menimbulkan

reaksi alergi.

Bahan-bahan yang dapat digolongkan sebagai serbuk antara lain amilum (kanji), seng

oksida, seng strearat, bentonium, talkum venetum. Sedangkan bahan-bahan yang termasuk

lemak antara lain oleum kokos, oleum olivarium, oleum sesami, oleum arakidis, vaselin

album, parafin liquidum, parafin solidum. Yang termasuk bahan cair selain air, air suling,

juga alkohol, propilen glikol, gliserin, solusio kalsii hidroksida (air kapur), eter, kolodium

(campuran alkohol, eter dan larutan selulose nitrat).

Suatu obat yang dibuat dengan bahan dasar bedak disebut bedak, misal bedak salisil.

Sedangkan bila bahan dasarnya lemak disebut salep, misal salep 2-4. Dan bila bahan

dasarnya cair maka disebut losio, solusio, tingtura.

Dalam berbagai kondisi penyakit kulit sering diperlukan bahan dasar yang merupakan

campuran dari ketiga macam bahan dasar tersebut. Kombinasi antara bahan dasar serbuk dan

lemak akan membentuk suatu pasta berlemak (pasta zinsi oleosa), misal abos. Kombinasi

antara bahan dasar serbuk dan air disebut bedak kocok (shake lotion), dan bila liniment.

Campuran antara air dan lemak akan menghasilkan bentuk krim dan tergantung dari fasenya

dikenal krim W/O (water in oil) atau krim O/W (oil in water). Kombinasi bahan-bahan dasar

dapat ini dibuat sesuai dengan kondisi lesi kulit (lihat prinsip pemilihan basis obat). Sehingga

5
jelaslah dengan berbekal pengetahuan mengenai bahan dasar suatu obat topikal kita dapat

membuat suatu basis obat yang paling sesuai dengan kondisi lesi penyakit kulit.

SERBUK

Pasta zinc oleosa bedak kocok

Pasta zinc pasta

LEMAK CAIR

IV. Prinsip-prinsip Pemilihan Basis Obat atau Vehikulum

6
1. Basis obat untuk radang akut

Radang akut di tandai dengan eritem berat, edema, vesikel, bula, intertriginasi, krusta.

Basis obat yang dibutuhkan adalah berbentuk cair atau air yaang dipergunakan

sebagai kompres, rendam, mandi, atau di oleskan. Kompres bekerja pada radang akut

antara lain dengan cara:

a. Penguapan air akan menarik kalor lesi sehingga terjadi vasokontriksi, yang

mengakibatkan eritem berkurang.

b. Vasokontriksi memperbaiki permebealitas vaskuler, sehingga pengeluaran serum

dan edema akan berkurang.

c. Air melunakkan dan melarutkan krusta pada permukaan kulit, sehingga mudah

terangkat bersama kain kasa. Pembersihan krusta ini akan mengurangi sarang

makanan untuk bakteri dari cairan yang terperangkap di bawah krusta.

Kompres dingin, selain berguna untuk membersihkan, mengeringkan dan

mengurangi peradangan juga berfungsi memacu granulasi ulkus. Cara

pengompresan adalah sebagai berikut : kain kasa berlapis atau kain bekas berserat

katun yang bersih dibasahi dengan air bersih dingin. Dalam air ini dapat

dilarutkan zat aktif sesuai derngan kebutuhan. Kain yang sudah basah tersebut,

ditempelkan di atas lesi kulit selama beberapa menit, kemudian kain diangkat dan

dibasahi lagi dan ditempelkan kembali pada lesi yang dikompres, demikian

beberapa kali. Perhatikan kain agar tidak dibiarkan menempel pada lesi kulit

sampai kering, sebab dapat mengakibatkan lesi menjadi berdarah bila kain kasa

yang kering dan lengket diangkat. Kompres berlanjut sesudah lesi basah

mengering dan menjadi subakut akan menyebabkan lesi terlalu kering, pecah

7
(overdrying). Sehingga timbul masalah baru. Selain itu pengompresan yang terlalu

lama (lebih dari 15 menit) akan menyebabkan maserasi kulit sekitarnya. Untuk

menghindari hal ini pengompresan dilakukan secara periodik, yaitu kompres

basah 3 kali sehari selama 5-15 menit. Pada anak anak tiap kali pengompresan

jangan lebih dari sepertiga luas tubuh untuk menghindari pengacauan regulasi

panas tubuh.

Selain kompres, basis air juga sering dipergunakan untuk berendam apabila

kelainan kulit cukup luas dan untuk lesi basah di ujung-ujung ekstremitas.

Perendaman ini dapat melunakan dan membersihkan skuama atau debris yang

melekat. Hanya untuk menghindari maserasi, perendaman jangan dilakukan lebih

dari 30 menit.

2. Basis obat untuk radang subakut

Radang sub akut ditandai dengan eritem ringan, erosi, dan krusta, kadang-

kadang mulai tampak hiperpigmentasi. Kompres basah akan menyebabkan lesi

disini menjadi terlalu kering, dan pecah-pecah, sebaliknya basis minyak

dikuatirkan menimbulkan efek oklusif yang memperberat inflamasi. Basis yang

aman untuk kondisi sub akut ini adalah basis krim, karena krim tersusun dari

campuran minyak dan air. Jika lesi sub akut tersebut lebih ke arah akut,

diguanakn krim minyak dalam air (O/W), sebaliknya jika lesi sub akut lebih ke

arah kronis, digunakan krim air dalam minyak (W/O). Contoh krim minyak

dalam air misal Krim Canesten, krim Hidrokortison, sedangkan krim air dalam

minyak misalnya cold cream/vanishing cream.

3. Basis obat untuk radang kronis.

8
Radang kronis ditandai dengan lesi kering dapat berupa hiperkeratosis,

likenifikasi, fisura, skuama, dan hiperpigmentasi. Lesi kering seperti ini akan

bertambah kering bila diobati dengan basis air. Apabila ada debris diatas lesi

kering dapat dibersihkan dengan mengompresnya terlebih dahulu sehingga

debris menjadi lunak dan mudah diangkat. Pemberian basis minyak akan

mencegah penguapan, sehingga air yang menguap dari stratum korneum dapat

dihambat, terjadi hidrasi startum korneum.

V. Bahan-bahan Aktif untuk Pengobatan Topikal

Bahan aktif adalah komponen dalam suatu obat topikal yang berfunsi spesifik untuk

etiologi penyakit kulit tertentu. Dalam pengobatan penyakit kulit kita kenal obat-obat topikal

dengan bahan aktif kortikosteroid, antibiotik, antiseptik, antifungi, antivirus, tir dan lain-lain.

Dibawah ini akan dibahas beberapa bahan aktif yang sering dipergunakan dalam pengobatan

topikal penyakit kulit terutama apabila dikehendaki menyusun sendiri atau meracik

komposisi obat topikal tersebut.

1. Aluminium Asetat

Contohnya ialah larutan Burowi yang mengandung aluminium asetat 5%.

Efek-nya ialah astringen dan antiseptik ringan. Jika hendak digunakan sebagai

kompres diencerkan 1:10.

2. Asam Asetat

Dipakai sebagai larutan 5% untuk kompres, bersifat antiseptik untuk infeksi

Pseudomonas.

3. Asam benzoat (acidum benzoicum)

9
Mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal. Digunakan dalam salap,

contohnya dalam salap Whitfield dengan konsentrasi 5%. Menurut British

Pharmaceutical Codex susunannya demikian:

R/ Acidi benzoici 5

Acidi salicylici 3

Petrolati 28

Olei cocos 64

Modifikasi salap tersebut ialah A.A.V. II yang di bagian kami digunakan untuk

penyakit jamur superfisial. Salap tersebut berisi asam salisilat 6% dan asam benzoat

12%. Sedangkan salap lain ialah A.A.V. I berisi asam salisilat 3% dan asam benzoat 6%,

jadi konsentrasi bahan aktif hanya separuhnya.

Asam Bensoat berupa kristal tak berwarna, sukar larut dalam air dan mudah

larut dalam alkohol dan lemak. Bersifat antifungal dan antiseptik. C7H6O2 (atau

C6H5COOH), merupakan asam karboksilat aromatik yang paling sederhana. Nama asam

ini berasal dari gum benzoin (getah kemenyan), yang dahulu merupakan satu-satunya

sumber asam benzoat. Asam lemah ini beserta garam turunannya digunakan sebagai

pengawet makanan. Asam benzoat adalah prekursor yang penting dalam sintesis banyak

bahan-bahan kimia lainnya.

- Mekanisme Kerja

Asam benzoat sebagai antibakteri dan antifungi. Champora dan menthol sebagai

anti iritan.

- Indikasi

Infeksi jamur ringan, terutama tinea pedis (kutu air) dan tinea korporis (kurap).

Dosis : Krim atau salep 6%+3%

- Efek Samping

10
Biasanya reaksi lokal dengan peradangan ringan. Sangat jarang terjadi perlukaan

di kulit, lecet, atau terjadi keracunan salisilat karena diserap oleh kulit. Meskipun

jarang namun pernah terjadi keracunan salisilat topical terutama pada bayi dan

anak yang dioleskan berlebihan atau kulit yang dioleskan ditutup rapat.

Gejala keracunan salisilat meliputi pusing, gelisah, sakit kepala, nafas cepat,

telinga berdengung, bahkan kematian. Asam salisilat dan asam benzoate adalah

iritan lemah, dapat menimbulkan iritasi dan dermatitis.

Perhatian : Hindari kontak dengan mata dan selaput lendir lainnya, wajah,

kelamin. Hindari penggunaan dalam jangka waktu lama untuk daerah yang luas.

- Kontraindikasi:

Kontraindikasinya adalah dermatitis madidans. Jika kelainan kulit terdapat

pada bagian badan yang berambut, penggunaan salep whitfield tidak dianjurkan

dan salep whitefield jangan dipakai di seluruh tubuh, Hindari kandungan ini jika

Anda memiliki kulit kering, sensitif atau alergi terhadap aspirin.

4. Asam borat (acidum borcium)

Konsentrasinya 3%, tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai bedak, kompres

atau dalam salap berhubung efek antiseptiknya sangat sedikit dan dapat bersifat

toksik, terutama pada kelainan yang luas dan erosif terlebih-lebih pada bayi. Asam

Borat, juga disebut hidrogen borat, asam borakat, asam ortoborat dan acidum

boricum, adalah suatu asam lemah dari boron sering digunakan sebagai antiseptik,

insektisida, flame retardant, penyerap netron (neutron absorber), atau prekursor bagi

senyawa kimia lain. Asam borat memiliki rumus kimia H3BO3 (terkadang ditulis

11
B(OH)3), dan terdapat dalam bentuk kristal tak berbawarna atau serbuk putih yang

larut dalam air.

Asam borat dapat digunakan sebagai antiseptik untuk luka bakar ringan atau

luka dan kadang-kadang digunakan sebagai dressingatau salep. Asam borat

digunakan dalam larutan yang sangat encer sebagai pencuci mata. Asam borat encer

dapat digunakan sebagai douche vagina untuk mengobati vaginosis bakteri karena

alkalinitas berlebihan.

Sebagai senyawa anti-bakteri, asam borat dapat juga digunakan untuk

mengobati jerawat. Asam ini juga digunakan sebagai pencegahan kaki atlet, dengan

memasukkan bubuk dalam kaus kaki atau stoking, dan sebagai larutan dapat

digunakan untuk mengobati beberapa jenis otitis eksterna (infeksi telinga) pada

manusia dan hewan. Pengawet dalam botol sampel urin (tutupi merah) di Inggris

adalah asam borat.

Larutan asam borat yang digunakan sebagai pencuci mata atau pada kulit

terkelupas diketahui terutama beracun untuk bayi, khususnya setelah penggunaan

berulang karena laju eliminasi yang lambat.

Tentang Asam Borat

Golongan Antiseptik
Kategori Obat bebas
Meredakan iritasi mata

Mengurangi tingkat keasaman pada vagina

Mengatasi jerawat
Manfaat

12
Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak
Bentuk Obat tetes mata, obat gel
Asam borat tersedia dalam berbagai merek dan bisa dibeli secara bebas di apotek.

- Dosis Asam Borat

Dosis asam borat tergantung kepada tujuan pemakaian dan kosentrasi merek

obat yang digunakan. Baca kemasan untuk mengetahui dosis dan cara pemakaian

asam borat. Jika ragu, konsultasikan kepada dokter.

- Kenali Efek Samping dan Bahaya Asam Borat

Sama seperti obat-obatan lainnya, asam borat berpotensi menyebabkan efek

samping. Tapi seiring dengan penyesuaian tubuh dengan obat, efek samping

umumnya akan mereda. Berikut ini adalah beberapa efek samping yang umum terjadi.

Mata merah dan berair

Rasa perih

5. Asam salisilat (acidum salicylicum)

Merupakan zat keratolitik yang tertua yang dikenal dalam pengobatan topikal.

Efeknya ialah mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi keratinisasi yang

terganggu. Pada konsentrasi rendah (1 - 2%) mempunyai efek keratoplastik, yaitu

menu njang pembentukan keratin yang baru. Pada konsentrasi tinggi (3 - 20%)

bersifat keratolitik dan dipakai untuk keadaan dermatosis yang hiperkeratotik. Pada

konsentrasi sangat tinggi (40%) dipakai untuk kelainan-kelainan yang dalam,

misalnya kalus dan veruka plantaris. Asam salisil dalam konsentrasi 1 %o dipakai

sebagai kompres, bersifat antiseptik. Penggunaannya, misalnya untuk dermatitis

eksudatif. Asam salisil 3% - 5% juga bersifat mempertinggi absorbsi per kutan zat-zat

aktif.

13
Asam salisilat telah digunakan sebagai bahan terapitopikal sejak lebih dari

2000 tahun yang lalu. Dalam bidang dermatologi, asam salisilat telah lama dikenal

dengan khasiat utama sebagai bahan keratolitik. Hingga saat ini asam salisilat masih

digunakan dalam terapi veruka, kalus, psoriasis, dermatitis seboroik pada kulit kepala,

dan iktiosis. Semakin berkembang sebagai bahan peeling dalam terapi penuaan kulit,

melasma, hiperpigmentasi pascainflamasi, dan akne.

Di Amerika Serikat, berbagai sediaan mengandung preparat asam salisilat

dalam konsentrasi 1-40%. Penggunaan asam salisilat topikal relatif aman. Efek

samping lokal yang sering dijumpai pada penggunaan asam salisilat adalah dermatitis

kontak. Beberapa kepustakaan melaporkan adanya toksisitas sistemik akibat absorpsi

perkutan. Toksisitas asam salisilat, meskipun jarang, dapat menimbulkan komplikasi

yang serius.

- Manfaat dan Mekanisme Kerja Asam Salisilat Topikal

a) Efek Keratolitik dan Desmolitik

Asam salisilat telah digunakan secara luas dalam terapi topikal sebagai bahan

keratolitik. Zat ini merupakan bahan keratolitik tertua yang digunakan sejak 1874.

Berbagai penelitian menyimpulkan terdapat tiga faktor yang berperan penting pada

mekanisme keratolitik asam salisilat, yaitu menurunkan ikatan korneosit, melarutkan

semen interselular, dan melonggarkan serta mendisintegrasi korneosit.

Asam salisilat bekerja sebagai pelarut organik dan menghilangkan ikatan

kovalen lipid interselular yang berikatan dengan cornified envelope di sekitar

keratinosit. Mekanisme kerja zat ini adalah pemecahan struktur desmosom yang

menyebabkan disintegrasi ikatan antar sel korneosit. Terminologi desmolitik lebih

menggambarkan mekanisme kerja asam salisilat topikal. Efek desmolitik asam salisilat

meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi. Asam salisilat topikal dalam

14
konsentrasi yang lebih besar (20-60%), menimbulkan destruksi pada jaringan sehingga

kerap digunakan pada terapi veruka dan kalus.

Pengelupasan secara mekanik dapat meningkatkan efektivitas kerja asam

salisilat topikal. Pasien dapat diedukasi untuk mengusap kulit dengan spon halus atau

handuk basah saat mandi. Pada terapi kalus, pengelupasan dapat pula dilakukan dengan

bantuan sikat. Bantuan mekanik ini akan menyebabkan pengelupasan yang adekuat

setelah kulit diberikan asam salisilat topikal selama beberapa hari.

b) Efek Keratoplastik

Pada konsentrasi 0,5-2%, asam salisilat memiliki stabilisasi stratum korneum

yang menyebabkan efek keratoplastik. Mekanisme belum diketahui secara pasti, namun

hal tersebut diduga merupakan fenomena adaptasi homeopatik, yaitu asam salisilat

menyebabkan rangsangan keratolitik lemah yang menyebabkan peningkatan

keratinisasi.

c) Efek Anti-Pruritus

Asam salisilat memiliki efek anti-pruritus ringan. Efek ini dapat diamati pada

konsentrasi 1-2%. Mekanisme kerja asam salisilat sebagai antipruritus belum diketahui

secara pasti.

d) Efek Anti-Inflamasi

Sediaan asam salisilat telah lama diketahui memiliki khasiat anti-inflamasi.

Sebagaimana diketahui, aspirin (asam asetil salisilat) telah digunakan secara luas

sebagai analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi sistemik. Asam salisilat menghambat

biosistesis prostaglandin dan memiliki efek anti-inflamasi pada sediaan topikal dengan

konsentrasi 0,5-5%.

e) Efek Analgetik

15
Asam salisilat digunakan pula sebagai bahan analgesia. Metil salisilat topikal

(sebagai contoh: minyak gandapura) memiliki sifat sebagai counter irritant ringan. Zat

ini kerap dikombinasikan dengan mentol sebagai sediaan topikal yang digunakan dalam

pengobatan nyeri pada otot dan persendian.

f) Efek Bakteriostatik dan Disinfektan

Efek bakteriostatik lemah asam salisilat tampak terutama terhadap golongan

Streptococcus spp., Staphylococcus spp., Escherechia coli, dan Pseudomonas

aeruginosa.Solusio asam salisilat 1:1000 dapat digunakan sebagai kompres pada luka.

Solusio asam salisilat 1:1000 lebih nyaman digunakan dari solusio permanganas

kalikus maupun rivanol, karena tidak mengotori pakaian atau mewarnai kulit.

g) Efek Fungistatik

Kepustakaan menyebutkan efek fungistatik ringan asam salisilat topikal dapat

diamati terhadap Trichophyton spp. dan Candida spp. Efek ini diamati pada konsentrasi

rendah 2-3g/l (<1%). Akan tetapi, beberapa referensi menyebutkan kemungkinan efek

desmolitik asam salisilat yang membantu penyembuhan infeksi jamur superfisial,

bukan efek fungistatik langsung.

h) Efek Tabir Surya

Asam salisilat dan turunannya dapat bekerja sebagai tabir surya. Mekanisme

efek tabir surya kimiawi tersebut melalui transformasi cincin benzen aromatik pada

pajaran ultraviolet (UV). Selain itu, asam salisilat juga memiliki efek absorpsi sinar

ultraviolet B (UVB) terutama pada gelombang 300-310 nm. Pada psoriasis,

penggunaan asam salisilat topikal yang tidak dibersihkan sebelum fototerapi dapat

mempengaruhi hasil terapi. Sebagai tabir surya kimiawi, asam salisilat diklasifikasikan

dalam golongan non-PABA (para amino benzoic acid). Daya proteksi asam salisilat

sebagai tabir surya lebih rendah 40% bila dibandingkan golongan PABA.

16
- Penggunaan Klinis Asam Salisilat Topikal

a) Psoriasis

Asam salisilat merupakan bahan tradisional yang digunakan pada terapi

psoriasis. Zat tersebut kerap dikombinasikan dengan ter maupun sulfur dalam

vehikulum vaselin. Asam salisilat sering dikombinasikan dengan sediaan antralin untuk

mencegah oksidasi.10 Efek desmolitik asam salisilat terbukti meningkatkan penetrasi

kortikosteroid topikal. Pengobatan bertahap dilakukan menggunakan mometason furoat

0,1% dan asam salisilat 5% selama 7 hari, dilanjutkan dengan mometason furoat 0,1%

saja selama 14 hari. Pendekatan pertama lebih efektif mengeliminasi lesi psoriasi

dibandingkan dengan aplikasi mometason furoat 0,1% saja. Penggunaan kombinasi

asam salisilat dan betametason dipropionat sama efektif dengan salap kalsipotriol

dalam mengobati psoriasis kuku selama 3 bulan terapi.

b) Dermatitis Seboroik dan Psoriasis pada Skalp

Gatal dan skuama pada kepala dapat ditemukan sebagai manifestasi klinis pada

pasien dermatitis seboroik dan psoriasis. Berbagai sampo terapeutik mengandung asam

salisilat 2- 3%, serta kombinasi sulfur dan ter. Sampo tersebut cukup efektif dalam

mengatasi psoriasis pada skalp dan dermatitis seboroik yang bermanifestasi sebagai

seborrhea capitis sicca dan cradle cap.

c) Iktiosis

Iktiosis merupakan penyakit gangguan keratinisasi akibat kelainan genetik yang

bermanifestasi kulit kering dengan skuama yang berlebihan. Tata laksana iktiosis kerap

kali kurang memuaskan. Terapi bertujuan mengurangi manifestasi klinis penyakit ini

melalui efek hidrasi, lubrikasi, dan keratolitik. Preparat asam salisilat 3-6% dalam

17
vehikulum salap bermanfaat untuk mengeliminasi skuama tebal pada iktiosis vulgaris,

x-linked ichthyosis, iktiosis lamelar, dan hiperkeratosis epidermolitik. Oklusi

meningkatkan efektivitas terapi. Kerusakan sawar yang terjadi pada iktiosis

menyebabkan klinisi harus berhati-hati dalam memberikan asam salisilat pada area

yang luas, terutama pada anak. Pemberian asam salisilat sebaiknya diprioritaskan pada

area yang tebal untuk mencegah kejadian absorpsi dan toksisitas sistemik.

d) Hiperkeratosis Lokalisata dan Kalus

Asam salisilat 50% dalam sediaan plester maupun salap (10-50%) dengan

oklusi dapat digunakan untuk terapi kalus. Asam salisilat 6% dalam sediaan gel (1x/hari

selama 2 minggu) terbukti cukup efektif mengatasi hiperkeratosis lokalisata pada tumit,

jari tangan, dan siku.

e) Veruka

Asam salisilat merupakan bahan terapi veruka yang terbukti efektif dan relatif

aman. Asam salisilat topikal merupakan terapi lini pertama pada veruka. Efektivitas

asam salisilat dalam terapi veruka berkaitan erat dengan efek desmolitiknya. Selain itu,

asam salisilat menyebabkan iritasi ringan pada kulit, sehingga mampu menginduksi

respons imun yang membantu mengeliminasi virus. Sediaan asam salisilat topikal untuk

terapi veruka bervariasi antara 10-60%. Terdapat pula sediaan kombinasi dengan asam

laktat maupun podofilin. Masa terapi bervariasi sekitar 6-12 minggu. Bruggink

melakukan uji klinis efektivitas bedah beku N2 dibandingkan dengan preparat asam

salisilat topikal 40% dalam gel dan mendapatkan hasil terapi yang sama efektif antar

keduanya. Uji klinis terapi veruka vulgaris antara kombinasi asam salisilat/ asam laktat

(setiap hari selama 3 minggu) dengan bedah beku (1x/minggu, selama 3 minggu),

memberikan hasil yang tidak berbeda secara bermakna dalam efektifitas pengobatan.

18
Uji kinis lainnya memperlihatkan kombinasi terapi bedah beku ditambah terapi topikal

asam salisilat dan asam laktat lebih baik daripada bedah beku saja.

f) Moluskum Kontagiosum

Leslie32 meneliti penggunaan asam salisilat gel 12% (2x/ minggu) sebagai

terapi moluskum kontagiosum pada anak dan mendapatkan bahwa sediaan ini cukup

efektif dibandingkan plasebo (alkohol 70%). Ohkuma33 meneliti penggunaan povidon

iodine 10% dilanjutkan dengan plester asam salisilat 50% (1x/hari) untuk terapi

moluskum kontagiosum. Kesembuhan total lesi dicapai dalam rata-rata 26 hari.

g) Dermatomikosis Superfisialis

Salap Whitfield yang mengandung asam salisilat 6% dan asam benzoat 12%

telah lama digunakan sebagai preparat terapi tinea. Konsentrasi asam salisilat dan asam

benzoate dapat diturunkan menjadi 3% dan 6% untuk mengurangi kejadian iritasi,

namun kini penggunaannya sudah digantikan oleh preparat yang lebih efektif.

h) Akne Vulgaris

Asam salisilat memiliki efek komedolitik ringan. Zat ini telah digunakan sejak

tahun 1950 dalam berbagai preparat terapi akne yang meliputi krim, pembersih wajah,

astringen, medicated pads, dan sabun. Di Amerika Serikat, konsentrasi maksimal yang

diperbolehkan dalam obat bebas adalah 2% dan digunakan paling banyak pada

pembersih wajah. Penggunaan asam salisilat topikal 30% sebagai bahan peeling dalam

terapi akne vulgaris semakin berkembang di Asia. Zat yang bersifat lipofilik ini mampu

19
berpenetrasi ke dalam unit pilosebaseus dan memberikan efek komedolitik, meskipun

tidak sekuat retinoid. Asam salisilat topikal dianggap cukup aman dan efektif dalam

terapi akne. Zat ini kerap digunakan sebagai terapi topikal alternatif pada pasien yang

tidak dapat menggunakan retinoid maupun benzoil peroksida, atau sebagai terapi

tambahan terhadap modalitas terapi lain yang lebih efektif.

i) Photoaging

Asam salisilat 14% merupakan salah satu bahan aktif dalam solusio Jessner yang

digunakan sebagai bahan peeling untuk mengatasi melasma, akne, hiperpigmentasi, dan

kerusakan kulit akibat sinar UV. Mekanisme asam salisilat sebagai agen peeling

kimiawi berkaitan dengan trauma pada epidermis yang selanjutnya akan mengaktivasi

sel basal epidermis dan fibroblas. Hal tersebut menyebabkan efek regenerasi pada kulit

yang rusak akibat sinar UV. Pada konsentrasi yang lebih rendah, asam salisilat

digunakan sebagai bahan eksfoliatif untuk meningkatkan deskuamasi dan memperbaiki

tampilan kulit menua.

- Kontraindikasi

Penggunaan asam salisilat topikal relatif aman. Zat ini digunakan sebagai obat

bebas di Amerika Serikat dalam konsentrasi 1-40%. Konsentrasi yang lebih tinggi dapat

diberikan dengan kewaspadaan dan edukasi penggunaan yang tepat. Pasien dengan

riwayat sensitivitas atau alergi kontak terhadap asam salisilat topikal sebaiknya tidak

diberikan preparat ini.

Tidak terdapat penelitian penggunaan asam salisilat topikal pada ibu hamil

maupun ibu menyusui. Asam salisilat diekskresi pada ASI dan berpotensi menimbulkan

abnormalitas trombosit dan perdarahan pada bayi. Penggunaan aspirin pada ibu hamil

dan menyusui tidak dianjurkan. Asam salisilat masuk dalam kategori C oleh FDA.

20
Terdapat laporan kasus kejadian sindrom Reye pada penggunaan aspirin peroral pasien

dengan varisela sehingga salisilat dan turunannya tidak direkomendasikan pada pasien

yang menderita varisela, enam minggu pasca- varisela, dan pasien yang baru mendapat

vaksinasi varisela.

- Produk dan Peresepan Dalam Racikan

Asam salisilat telah menjadi bahan aktif utama dalam berbagai produk terapi

topikal. Sediaan asam salisilat dapat berupa salap, krim, solusio, gel, plester, maupun

sampo. Saat ini dikenal pula berbagai vehikulum baru yaitu liposom yang mampu

membawa asam salisilat dalam konsentrasi tinggi ke sel target dengan efek iritatif yang

minimal.

Sediaan asam salisilat bervariasi dengan konsentrasi 0,5%-60%. Selain itu asam

salisilat juga kerap menjadi bahan kombinasi dengan zat aktif lain untuk meningkatkan

penetrasi dan aktivitas zat aktif tersebut (efek sinergistik).

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya dalam sifat kimia, asam salisilat

sukar larut dalam air dan lebih mudah larut dalam lemak. Kelarutan dalam air dapat

ditingkatkan dengan menambahkan amonium sitrat, kalium sitrat, dan natrium fosfat.

Pemberian asam salisilat dengan oxydum zincicum akan membentuk senyawa

salicylicum zincicum yang tidak aktif. Asam salisilat tidak dapat dicampurkan ke dalam

vanishing cream, sebab cincin aromatiknya akan menghancurkan komponen sabun

yang diperlukan dalam pembentukan emulsi. Pencampuran asam salisilat dengan

kalsipotrien tidak dianjurkan karena membuat senyawa yang tidak stabil.

Kombinasi asam salisilat dengan kortikosteroid topikal, misalnya pada terapi

psoriasis, sebaiknya memperhatikan faktor kestabilan jenis kortikosteroid dalam asam.

Jenis kortikosteroid yang stabil dalam kondisi asam adalah flusinolon. Kombinasi asam

21
salisilat dengan sulfur memiliki efek sinergistik yaitu meningkatkan aktivitas keduanya

sebagai bahan keratolitik dan antipruritus. Demikian pula penambahan asam salisilat

pada preparat antralin memiliki efek menguntungkan, yaitu mencegah oksidasi antralin.

Untuk bekerja dengan optimal, pembuatan produk yang mengandung asam

salisilat harus memerhatikan pKa, yaitu pH optimal yang menyebabkan konsentrasi

bentuk senyawa terionisasi dan tidak terionisasi berada dalam keadaan seimbang.

Formulasi sediaan asam salisilat yang efektif ialah yang memiliki pH mendekati 2,97,

sehingga memiliki efek deskuamasi yang optimal.

6. Asam Undersilenat

Bersifat antimikotik dengan konsentrasi 5% dalam salap atau krim. Dicampur

dengan garam seng (Zn undecylenic) 20%.

7. Asam Retinoat atau Tretinoin


Efek:
- Memperbaiki keratinisasi menjadi normal, jika terjadi gangguan
- Meningkatkan sintesis D.N.A. dalam epitelium germinatif
- Meningkatkan laju mitosis
- Menebalkan stratum granulosum
- Menormalkan parakeratosis.
Indikasi
- Penyakit dengan sumbatan folikular
- Penyakit dengan hyperkeratosis
- Pada prosis menua kulit akibat sinar matahari.

Asam Retinoat atau Tretinoin adalah bentuk asam dari vitamin A. Fungsi vitamin

A asam ini atau disebut dengan Asam Retinoat adalah berperan pada proses metabolisme

umum. Menurut Menaldi (2003), Asam Retinoat merupakan zat peremajaan non peeling

karena merupakan iritan yang menginduksi aktivitas mitosis sehingga terbentuk stratum

korneum yang kompak dan halus, meningkatkan kolagen dan glikosaminoglikan dalam

dermis sehingga kulit menebal dan padat serta meningkatkan vaskularisasi kulit sehingga

menyebabkan kulit memerah dan segar.

22
- Kegunaan

Asam Retinoat mampu mengatur pembentukan dan penghancuran sel-sel kulit.

Kemampuannya mengatur siklus hidup sel ini juga dimanfaatkan oleh kosmetik anti

aging atau efek-efek penuaan. Penggunaan tretinoin yang sebagai obat keras, hanya

boleh dengan resep dokter, namun kenyataannya ditemukan dijual bebas kosmetik yang

mengandung tretinoin. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara,

produk krim pemutih yang dilarang penggunaannya dan mengandung Asam Retinoat,

antara lain RDL Hydroquinon Tretinoin Baby Face Solution 3 dan Maxi-Peel Papaya

Whitening Soap.

- Efek Samping

Asam Retinoat atau Tretinoin juga mempunyai efek samping bagi kulit yang

sensitif, seperti kulit menjadi gatal, memerah dan terasa panas serta jika pemakaian yang

berlebihan khususnya pada wanita yang sedang hamil dapat menyebabkan cacat pada

janin yang dikandungnya.

- Dosis

Sediaan topikal dalam bentuk krim, salep, dan gel yang mengandung Asam

Retinoat dosis yang digunakan dalam konsentrasi 0,001-0,4%, umumnya 0,1%.

8. Benzokain

Bersifat anestesia. Konsentrasinya 1/2 - 5%, tidak larut dalam air, lebih larut

dalam minyak (1 : 35), dan lebih larut lagi dalam alkohol. Dapat digunakan dalam

vehikulum yang lain. Sering menyebabkan sensitisasi.

9. Benzil Benzoat
Cairan berkhasiat sebagai skabisid dan pedikulosid. Digunakan sebagai emulsi

dengan konsentrasi 20% atau 25%.

23
10. Comphora

Konsentrasinya 1 - 2%. Bersifat antiprutitus berdasarkan penguapan zat

tersebut sehingga terjadi pendinginan. Dapat dimasukkan ke dalam bedak atau bedak

kocok yang mengandung alkohol agar dapat larut. Juga dapat dipakai dalam salap dan

krim.

11. Kortikosteroid Topikal


Pada tahun 1952 SULZBERGER dan WITTEN memperkenalkan

hidrokortison dan hidrokortison asetat sebagai obat topikal pertama dan golongan

kortikosteroid. Hal ini merupakan kemajuan yang sangat besar dalam pengobatan

penyakit kulit karena kortikosteroid mempunyai khasiat yang sangat luas yaitu anti

inflamasi, anti alergi, anti pruritus, anti mitotik, dan vasokontriksi. Pada penyelidikan

ternyata bahwa kortison dan adreno cortico trophic hormone (ACTH) tidak efektif

sebagai obat topikal.


Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1960 diperkenalkan

kortikosteroid yang lebih poten dari pada hidrokortison, yaitu kortikosteroid yang

bersenyawa halogen yang dikenal sebagai fluorinated corticosteroid. Penambahan 1

atom F pada posisi 6 dan 9 dan satu rantai samping pada posisi 16 dan 17,

menghasilkan bentuk yang mempunyai potensi tinggi. Zat-zat ini pada konsentrasi

0,025% sampai 0,1% memberikan pengaruh anti inflamasi yang kuat, yang termasuk

golongan ini ialah, antara lain ; betametason, betametason valerat, betametason

benzoat, fluosinolon asetonid dan triamsinolon asetonid.


- Penggolongan
Kortikosteroid topikal bagi menjadi 7 golongan besar, diantaranya berdasarkan
anti inflamasi dan anti mitotik, Golongan 1 yang paling kuat daya anti inflamasi dan
anti mitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi
lemah).

Penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi kilnis:


24
Kiasifikasi Nama Dagang Nama Generik
Golongan 1: (super poten) Diprolene ointment 0,05% betamethason dipropionate
Diprolene AF cream
Psorcon ointment 0,05% diflorasone diacetate
Temovate ointment 0,05% clobetasol propionate
Temovate cream
Olux foam
Ultravate ointment 0,05% halobetasol propionate
Ultravate cream
Cyclocort ointment 0,1% ameinonide
Golongan II: (potensi tmggi)
Diprosone ointment 0,05% betamethasoiie dipropionate
Elocon ointment 0,01% mometasone fuorate
Florone ointment 0,05% diflorasone diacetate
Halog ointment 0,01% halcinonide
Halog cream
Halog solution
Lidex ointment 0,05% fluocinonide
Lidex cream
Lidex gel
Lidex solution
Maxiflor ointment 0,05% diflorasone diacetate
Maxivate ointment 0,05% betamethasone dipropionate
Maxivate cream
Topicort ointment 0,25% desoximetasone
Topicort cream
Topicort gel 0,05% desoximetasone
Aristocort A ointment 0,1% triamcinolone acetonide
Golongan III: (potensi finggi)
Cultivate ointment 0,005% fluticasone propionate
Cyclocort cream 0,1 amcinonide
Cyclocort lotion
Diprosone cream 0,05% betamethasone dipropionate
Flurone cream 0,05% diflorosone diacetate
Lidex E cream 0,05% fluocmomde
Maxiflor cream 0,05% diflorosone diacetate

25
Maxivate lotion 0,05% betamethasone dipropionate
Topicort LP cream 0,05% desoxitnetasone
Valisone ointment 0,01% betamethasone valerate

Golongan IV: (potensi medium) Aristocort omtment 0,1% traamcinolone acetomde


Cordran ointment 0,05% flurandrenolide
Elocon cream 0,1% mometasone furoate
Elocon lotion
Kenalog ointment 0,1% triamcinolone acetonide
Kenalog cream
Synalar ointment 0,025% fluocinolone acetonide
Westcort ointment 0,2% hydrocortisone valerate
Golongan V: (potensi medium) Cordran cream 0,05% flurandrenolide
Cutivate cream 0,05% fluticasone propionate
Dermatop cream 0,1% prednicarbate
Diprosone lotion 0,05% betamethasone dipropionate
Kenalog lotion 0,1% triamcinolone acetonide
Locoid ointment 0,1% hydrocortisone butyrate
Locoid cream
Synalar cream 0,025% fluocinolone acetonide
Tridesilon ointment 0,05% desonide
Valisone cream 0,1% betamethasone valerate
Westcort cream 0,2% hydrocortisone valerate
Golongan VI: (potensi medium) Aclovate ointment 0,05% aclometasone
Aclovate cream
Aristocort cream 0,1% triamcinolone acetonide
Desowen cream 0,05% desonide
Kenalog cream 0,025% triamcinolone acetonide
Kenalog lotion
Locoid solution 0,1% hydrocortisone butyrate
Synalar cream 0,01% fluocinolone acetonide
Synalar solution
Tridesilon cream 0,05% desonide
Valisone lotion 0,1% betamethasone valerate

26
Golongan VII: Potensi lemah) Obat topical dengan
hidrokortison,
dekametason,
glumetalone,
prednisolone, dan
metilprednisolone

- Indikasi
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat

pilihan untuk suatu penyakit kulit (MARKS 1985). Harus selalu diingat bahwa

kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan

merupakan pengobatan kausal.


Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid topikal ialah psoriasis,

dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis

sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis stasis, dermatitis venenata, dermatitis

intertriginosa dan dermatitis solaris (fotodermatitis).


Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus eritematosus diskoid, psoriasis

ditelapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipoidika diabetikorum, vitiligo, granuloma

anulare, sarkoidosis. liken planus, pemfigoid, eksantema fikstum.


Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid intralesi ialah keloid,

jaringan parut hipertrofik, alopesia areata, akne berkista, prurigo nodularis, morfea,

dermatitis dengan likenifikasi, liken amiloidosis, dan vitiligo (sebagian responsif).

- Pemilihan Jenis Kortikosteroid Topikal


Pada saat memilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek samping

sedikit dan harga murah, disamping itu ada beberapa faktor yang perlu

dipertimbangkan yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu

stadium penyakit, luas atau tidaknya lesi, dalam atau dangkalnya lesi, dan lokalisasi

lesi. Perlu juga dipertimbangkan umur penderita.


Steroid topikal terdiri dan berbagai macam vehikulum dan bentuk dosis. Salep

(ointments) ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar

27
berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula

lanolin atau minyak. Jenis ini merupakan yang terbaik untuk pengobatan kulit yang

kering karena banyak mengandung pelembab. Selain itu juga baik untuk pengobatan

pada kulit yang tebal contoh telapak tangan dan kaki. Salep mampu melembabkan

stratum komeum sehingga meningkatkan penyerapan dan potensi obat. Krim adalah

suspensi minyak dalam air. Krim meniiliki komposisi yang bervaniasi dan biasanya

lebih berminyak dibandingkan ointments tetapi berbeda pada daya hidrasi terhadap

kulit. Banyak pasien lebih mudah menemukan krim untuk kulit dan secara kosmetik

lebih baik dibandingkan ointments. Meskipun itu, krim terdiri dari emulsi dan bahan

pengawet yang mempermudah terjadi reaksi alergi pada beberapa pasien. Lotion

(bedak kocok) tediri atas campuran air dan bedak, yang biasanya ditambah dengan

gliserin sebagai bahan perekat, lotion mirip dengan krim. Lotion terdiri dan agents

yang membantu melarutkan kortikosteroid dan lebih mudah menyebar ke kulit.

Solution tidak mengandung minyak tetapi kandungannya terdini dan air, alkohol dan

propylene glycol. Gel komponen solid pada suhu kamar tetapi mencair pada saat

kontak dengan kulit. Lotion, solution, dan gel memiliki daya penyerapan yang lebih

rendah dibandingkan ointment tetapi berguna pada pengobatan area rambut contoh

pada daerah scalp dimana lebih berminyak dan secara kosmerik lebih tidak nyaman

pada pasien.
- Aplikasi KIinis
a. Cara aplikasi
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3x/hari sampai penyakit

tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis ialah

menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang

berulang-ulang berupa toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya akan

menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek vasokonstriksi akan timbul

kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan.

28
b. Lama pemakaian steroid topikal
Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dan 4-6 minggu

untuk steroid potensi lemah dan tidak lebih dan 2 minggu untuk potensi kuat.
- Efek Samping
Efek samping terjadi bila:
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan
2. Penggunaan kortikosteroid topilcal dengan potensi kuat atau sangat kuat

atau penggunaan secara okiusif


Harus diingat bahwa makin tinggi potensi kortikosteroid topikal, makin cepat

terjadinya efek samping. Gejala efek samping:


1. Atrofi
2. Strie atrofise
3. Telengiektasis
4. Purpura
5. Dermatosis akneiformis
6. Hipertrikosis setempat
7. Hipopigmentasi
8. Dermatitis perioral
9. Menghambat penyembuhan ulkus
10. Infeksi mudah terjadi dan meluas
11. Gambaran kilnis penyakit infeksi menjadi kabur

Dermatofitosis yang diobati dengan kortikosteroid topikal gambaran klinisnya

menjadi tidak khas karena efek anti inflamasinya. Pinggir yang eritematosa dan

berbatas tegas menjadi kabur dan meluas dikenal sebagai tinea incognito.
- Pencegahan Efek Samping
Efek sampmg sistemik jarang sekali terjadi, agar aman dosis yang dianjurkan

ialah jangan melebihi 30 gram sehari .


Pada bayi kulit masih tipis, hendaknya dipakai kortikosteroid topikal yang

lemah. Pada kelainan akut dipakai pula kortikosteroid topikal yang lemah. Pada

kelainan subakut digunakan kortikosteroid topikal sedang. Jika kelainan kronis dan

tebal dipakai kortikosteroid topikal kuat. Bila telah membaik pengolesan dikurangi,

yang semula dua kali sehari menjadi sehari sekali atau diganti dengan kortikosteroid

topikal sedang/lemah untuk mencegah efek samping.


Jika hendak menggunakan cara oklusi jangan melebihi 12 jam sehari dan

pemakaiannya terbatas pada lesi yang resisten. Pada daerah lipatan (inguinal, ketiak)

29
dan wajah digunakan kortikosteroid topikal lemah / sedang. kortikosteroid topikal

jangan digunakan untuk infeksi bakterial, infeksi mikotik, infeksi virus, dan skabies.
Di sekitar mata hendaknya berhati-bati untuk menghindari timbulnya

glaukoma dan katarak. Terapi intralesi dibatasi 1 mg pada satu tempat, sedangkan

dosis maksimum perkali 10 mg.

12. Mentol (mentobolum)

Bersifat antipruritik seperti camphora. Pemakaiannya seperti pada camphora,

konsentrasinya 1/4 - 2%.Berupa kristal tak berwarna larut dalam alkohol, parafin dan

lemak. Dipergunakan sebagai antipruritus, antiseptik, juga dapat menimbulkan

vasokonstriksi.

13. Podofilin

Damar podofilin digunakan dengan konsentrasi 25% sebagai tingtur untuk

kondiloma akuminatum. Setelah 4-6 jam hendaknya dicuci.

14. Selenium Disulfida

Bahan ini secara komersial disebut selenium disulfida yang dijual sebagai zat

anti-jamur dalam shampo untuk mengobati ketombe dan dermatitis seboroik dikaitkan

dengan kulit kepala dengan jamur genus Malassezia. Di Amerika Serikat, kekuatan

1% tersedia di setiap toko obat, dan kekuatan 2,5% juga tersedia tapi dengan resep

dokter. Pada kekuatan 2,5%, selenium disulfida juga digunakan pada tubuh untuk

mengobati panu, jenis infeksi jamur pada kulit yang disebabkan oleh spesies yang

berbeda dari Malassezia.

Anti fungi
Sebagian besar anti jamur menyerang Malassezia yang berkaitan dengan

dermatitis seboroik. Dosis satu kali sehari gel ketokonazol (Nizoral) dalam dua

minggu, satu kali sehari regimen desonide (Desowan) dapat berguna untuk dermatitis

30
seboroik pada wajah. Shampo yang mengandung selenium sulfide (Selsun) atau azole

dapat dipakai. Shampo tersebut dapat diberikan dua sampai tiga kali seminggu.

Ketokonazole (krim atau gel foaming) dan terbinfin (Lamisil) oral dapat berguna. Anti

jamur topikal lainnya seperti ciclopirox (Loprox) dan flukonazole (Diflucan)

mempunyai efek anti inflamasi juga.


Anti jamur (selenium sulfide, pytrithion zinc, azola, sodium sulfasetamid dan

topical terbinafin) dapat menurunkan kolonisasi oleh ragi lipopilik.


Penatalaksanaan dermatitis seboroik pada kulit kepala dan daerah jenggot,

banyak kasus dermatitis seboroik di kulit kepala dapat diterapi secara efektif dengan

memakai shampo tiap hari atau berselang satu hari dengan shampo anti ketombe yang

mengandung 2,5 persen selenium sulfide atau 1-2 persen pyrithione zinc. Alternatif

lain shampo ketoconazole dapat dipakai. Shampo sebaiknya mengenai kulit kepala

dan daerah jenggot selama 5 sampai 10 menit sebelum dibilas. Shampo moisturizing

dapat dipakai setelah itu untuk mencegah kerontokan rambut. Setelah penyakit dapat

dikendalikan frekuensi memakan shampo dapat dikurangi menjadi dua kali seminggu

atau seperlunya. Solusio topical terbinafin 1 % efektif untuk terapi dermatitis seboroik

pada kulit kepala.


Jika kulit kepala tertutupi oleh skuama difus dan tebal, skuama dapat

dihilangkan dengan memberikan minyak mineral hangat atau minyak zaitun pada

kulit kepala dan dibersihkan dengan deterjen seperti dishwashing liquid atau shampoo

tar beberapa jam setelahnya.


Skuama ekstensif dengan peradangan dapat diterapi dengan moistening kulit

kepala dan kemudian memberikan fluocinolone asetonid 0,01% dalam minyak pada

malam hari diikuti dengan shampo pada pagi harinya. Terapi ini dilakukan sampai

dengan peradangan bersih, kemudian frekuensinya diturunkan menjadi satu sampai

tiga kali seminggu. Solusio kortikostreroid, losion atau ointment dipakai satu atau dua

kali sehari di tempat fluocinolon acetonid dan dihentikan pada saat gatal dan eritema

31
hilang. Pemberian kortikosteroid dapat diulang satu sampai tiga minggu sampai gatal

dan eritemanya hilang dan kemudian dipakai lagi jika diperlukan. Pemeliharaan

dengan shampo anti ketombe dapat secara adekuat. Pasien dianjurkan agar memakai

steroid topikal poten dengan hemat sebab pemakaian yang berlebihan dapat

menyebabkan atrofi dan telangiectasi pada kulit.


Bayi sering terkena dermatitis seboroik, disebut cradle cap. Dapat mengenai

kulit kepala, wajah dan intertrigo. Daerah yang terkena dapat luas tetapi kelainan ini

dapat sembuh secara spontan 6-12 bulan dan tidak kambuh sampai dengan pubertas.

Terapinya dapat dengan memakai shampo antiketombe. Jika skuama mencakup

daerah luas pada kepala, skuama dapat dilembutkan dengan minyak yang disikan ke

sikat rambut bayi kemudian dibilas

15. Sulfur presipitatum

Merupakan unsur yang telah digunakan selama berabad-abad dalam

dermatologi. Bersifat antiseboroik, anti-akne, anti-skabies, antibakteri positif. Gram

dan anti-jamur Yang digunakan ialah sulfur dengan tingkat terhalus, yaitu sulfur

presipitatum (belerang endap) berupa bubuk kuning kehijauan. Biasanya dipakai

dalam konsentrasi 4-20%. Dapat digunakan dalam pasta, krim, salap, dan bedak

kocok. Contoh dalam salap ialah salap 2-4 yang mengandung asam salisilat 2% dan

sulfur presipitatum 4%. Sedangkan contoh dalam bedak kocok ialah losio

Kummerfeldi dipakai untuk akne. Susunannya ialah sebagai berikut:

R/ Camphorae 3

Sulfuris praecipitati 20

Mucilaginis gummi arabici 10

Solutionis hydratis calcici 134

32
Aquae rosarum 133

Sulfur praecipitatum merupakan sulfur yang diendapkan. Dengan mekanisme

kerja, belerang (sulfur) memiliki khasiat bakretisid (membunuh bakteri) dan fungisid

lemah berdasarkan dioksidasinya. Dapat menjadi asam pentahiorat (H2S5O6) oleh

kuman tertentu. Zat ini juga bersifat keratolitik (melarutkan kulit tanduk) untuk

pengobatan jerawat dan kudis. Selain bersifat antiseptik,antimikotik dan antiparasit

juga diduga bersifat antisebore, antipruritus dan pada konsentrasi tinggi mempunyai

efek keratolitik (>2%). Efek keratoplastik didapat pada konsentrasi rendah (<1%).

Diperkirakan 1% dari sulfur yang dipakai secara topikal ternyata di absorpsi

secara sistemik, juga pernah dilaporkan mengenai efek samping pemakaian sulfur

seperti dermatitis kontak alergi, sedangkan adanya efek komedogenik masih

diperdebatkan. Akan tetapi sampai saat ini sulfur masih dinyatakan, hanya bau yang

ditimbulkannya sering tidak disukai penderita.

Umumnya digunakan sebagai sediaan dermatologi topikal dan kosmetik.

Sediaan yang dibuat pada percobaan ini adalah sediaan. Bersifat lemak, digunakan

sbg emolien. Sifatnya yang tidak mudah tercuci air, tidak mengering dalam waktu

lama. Pada praktikum kali ini dibuat sediaan salep dengan bahan aktif Sulfur

praecipitatum sebanyak 8%.

Sulfur bekerja sebagai keratolitik agent yaitu suatu zat yang dapat

menghilangkan sisik-sisik kulit yang kasar atau melunakkan/menipiskan lapisan

keratin, disamping itu juga memiliki aktivitas antifungi dan antibakteri lemah. Sulfur

sering dikombinasikan dengan asam salisilat menghasilkan efek keratolitik yang

sinergis. Sulfur dipakai sebesar 10% adalah dosis yang optimal sebagai keratolotik

33
agent dan merupakan dosis maksimum untuk terapi scabies/kudis sehingga akan

mendapatkan hasil yang efektif.

16. Ter

Preparat golongan ini didapat sebagai hasil destilasi kering dari batubara,

kayu dan fosil. Yang berasal dari batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis

detergens. Yang berasal dari kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski. Contoh

yang berasal dari fosil ialah iktiol.

Preparat ter yang kami sering guna-kan ialah likuor karbonis detergens

karena tidak berwarna hitam seperti yang lain dan tidak begitu berbau. Konsentrasi

2-5%. Efeknya antipruritus, antiradang, antiek-zem, antiakantosis keratoplastik,

dapat digunakan untuk proriasis dan dermatitis kronik dalam salap. Jika terdapat lesi

yang universal, misalnya pada psoriasis, tidak boleh dioleskan di seluruh lesi karena

akan diabsorbsi dan memberi efek toksik terhadap ginjal. Cara pengolesan digilir,

tubuh dibagi 3, hari I: kepala dan ekstremitas atas, hari II: batang tubuh dan hari III

ekstremitas bawah.

Efek sampingnya pada pemakaian ter perlu diperhatikan adanya reaksi

fototoksik, pada ter yang berasal dari batubara dapat juga terjadi folikulitis dan ter

akne. Efek karsinogen ter batubara dapat terjadi pada pemakaian yang lama. Pada

pemakaian . dalam waktu yang singkat efek samping ini tidak pernah terjadi.

17. Urea

34
Dengan konsentrasi 10% dalam krim mempunyai efek sebagai emolien, dapat

dipakai untuk iktiosis atau xerosis kutis. Pada konsentrasi 40% melarutkan protein.

18. Zat Antiseptik

Zat ini bersifat antiseptik dan/ atau bakteriostatik. Zat-zat antiseptik lebih disukai

dalam bidang dermatologi dari pada zat antibiotik, sebab dengan memakai zat antiseptik

persoalan resistensi terhadap antibiotik dapat dihindarkan.


Golongan Antiseptik:

a. Golongan Alkohol

Etanol 70% mempunyai potensi antiseptik yang optimal. Efek sampingnya

menyebabkan kulit menjadi kering.

b. Fenol

- Fenol: pada konsentrasi tinggi, misalnya fenol likuifaktum yang

berkonsentrasi jenuh mempunyai efek kaustik, sedangkan pada konsentrasi

rendah bersifat bekteriostatik dan antipruritic

- Timol: bersifat desinfektan pada konsentrasi 0,5% dalam bentuk tingtur

- Resorsinol: efeknya ialah antibacterial, antimikotik, keratolitik,

antiseboroik, konsentrasi 2-3%.

- Heksaklorofen: senyawa ini mengandung klor. Bersifat bakteriostatik.

Larutan heksaklorofen 3% berkhasiat terhadap kuman gram positif.

c. Halogen

Yodium. Bersifat bakteriostatik, misalnya pada tingtur dan lugol. Tingtur

yodium berwarna coklat, dapat menyebabkan iritasi, vesikulasi kulit, dan

deskuamasi. Khasiat antibacterial dan antimikotik dengan konsentrasi 1%.

Dalam klinik yodium dipakai untuk desinfeksi kulit pada pembedahan.

Segera sesudah itu kulit harus dibersihkan dengan alcohol 70%.

d. Zat-zat pengoksidasi

35
Zat pengoksidasi dipakai sebagai desinfektan pada dermato-terapi topical.

1. Pemanganas kalikus

Zat ini mempunyai efek antiseptik lemah dalam larutan encer dalam air.

Pada konsentrasi tinggi bersifat astringen dan kaustik. Dipakai sebagai

kompres terbuka (1:10.000) untuk dermatosis yang akut dan eksudatif

Untuk ulkus yang eksudatif dapat dipakai konsentrasi 1 : 5000. Larutan

harus dibuat segar karena cepat mengadakan dekomposisi (warna coklat).

2. Benzoil - peroksid Zat ini merupakan zat pengoksidasi kuat pada

konsentrasi 2,5 - 10%. Bersifat antiseptik, merangsang jaringan granulasi

dan bersifat keratoplastik. Efek samping: kadang-kadang terjadi alergi

dan memutihkan pakaian.

e. Senyawa logam berat

1. Merkuri

Zat ini dulu banyak dipakai dalam dermatologi. Sekarang tidak dipakai

lagi karena sensitisasi garam-garam merkuri.

2. Perak

a) Larutan perak nitrat

Perak nitrat berbentuk kristal putih, mudah larut dalam air, wama perak

nitrat berubah menjadi hitam bila terkena sinar matahari, karena itu harus

di-simpan dalam botol berwarna gelap. Larutan perak nitrat kami pakai

untuk ulkus yang disertai pus yang disebabkan oleh kuman negatif-Gram.

Konsentrasinya 0,5% atau 0,25% bersifat antiseptik dan astringen. Kompres

ini mewarnai kulit, tetapi akan hilang sendiri perlahan-lahan. Jika terkena

lantai akan menjadi hitam dan tidak dapat hilang. Dapat pula dipakai dengan

konsentrasi 1 %o untuk dermatitis eksudatif yang ku-rang atau tidak

memberi perbaikan dengan kompres lain. Larutan dengan konsentrasi 20%

36
bersifat kaustik dipakai pada ulkus dengan hiper-granulasi. Caranya ditutul

dengan lidi dan kapas sehari sekali. Kulit di sekitamya tidak boleh terkena

karena akan rusak.

b) Sulfadiazin perak

Sulfadiazin perak dipakai untuk pengobatan luka bakar. Di bagian

kami juga dipakai untuk nekrolisis epidermal toksik. Kerjanya sebagai

antiseptik berdasarkan gugus sulfa dan gugus peraknya. Sulfa berkhasiat

untuk kuman positif-Gram, sedangkan perak bersifat astringen dan untuk

kuman negatif-Gram. Konsentrasi 1% dalam krim.

f. Zat warna

Zat warna masih sering dipakai dalam pengobatan topikal. Efeknya

ialah astringen dan antiseptik. Misalnya: Zat warna akridin, umpamanya

akridin laktat (rivanol) dipakai untuk kompres dengan konsentrasi 1%, juga

bersifat deodoran. Metil rosanilin klorida atau gentian violet, dipakai dalam

konsentrasi 0,1-1% dalam air. Zat ini juga mempunyai efek antimikroba

terhadap Candida albicans, di daerah intertrigo atau anogenital

19. Obat Imunomodulator

Telah banyak kemajuan yang dicapai dalam riset obat yang bersifat imunomodulator

yaitu yang tercakup dalam terapi imun. Salah satu obat imunomodulator adalah takrolimus

(TKL) suatu calcinerin inhibitors (CnLs) yaitu suatu makrolactam yang pertama-tama

diisolasi dari streptomyces.


TKL dapat diberikan secara oral, topikal, dan intravena. TKL di metabolisasi di hati

dan mempunyai bioavailabilitas lebih tinggi. Formulasi topikal mempunyai konsentrasi

0,03% dan 0,1% dalam bentuk salap.


TKL terutama diindikasikan untuk dermatitis atopik dan mencegah sel T, dengan

demikian mencegah sintesis IL2- IL3-IL4, IL5 dan sitokin yang lain misalnya CSF, TNFa

37
dan TFNy. TKL tidak menyebabkan atrofi kulit dan tidak berpengaruh pada sintesis kolagen

kulit.
Pimekrolimus juga dikenal sebagai ASM981 adalah derivat gugusan asli ascomycin

yang semula diisolasi dari hasil fermentasi S.Higroscopicus ascomyticus. Pimekrolimus

mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan CnLs yang lain. Pimekrolimus diformulasi

dalam bentuk krim 0,1%, 0,6%, dan 1,0%.

20. Dermatol (bismuthi subgallas)

Merupakan serbuk kuning yang tidak larut dalam air, bersifat antiseptik dan

astringentia. Jangan diberikan pada lesi terbuka yang luas karena dapat menimbulkan

intoksikasi.

21. Derivat fenol

Mempunyai daya antiseptik, antipruritus,. Jangan dipergunakan lesi yang luas,

karena pengaruh sistematiknya dapat menimbulkan konvulsi serta kerusakan ginjal.

Pada konsentrasi tinggi bersifat kaustik. Derivat fenol yang banyak digunakan dalam

dermatologi antara lain fenol (acidum carbolicum) yang dipergunakan dalam

konsentrasi 0,05% dan resorsinol yang pada konsentrasi 0,5-1% mempunyai daya

keratoplastik dan astringensia dan pada konsentrasi 8-10% berdaya keratolitik dan

fungisidal.

22. Benzoil peroksida

Larutan hidrogen peroksida dipergunakan dalam konsentrasi 1-3% sebagai antiseptik,

dan pada konsentrasi tinggi sebagai pemutih (bleaching agent). Benzoil peroksida efektif

untuk mengatasi jerawat ringan sampai sedang. Komedo dan luka yang meradang

memberikan respon yang baik terhadap benzoil peroksida. Efektifitas salep dengan kadar

rendah sama dengan salep kadar tinggi untuk mengurangi radang. Biasanya dimulai dengan

kekuatan yang rendah dan dinaikkan secara bertahap.

38
Benzoil peroksida mengiritasi kulit terutama pada awal terapi, sisik dan kemerahan

sering kali menghilang perlahan dengan diteruskannya pengobatan. Jika jerawat tidak

membaik setelah 2 bulan, penggunaan antibakteri topikal harus dipertimbangkan.

23. Kalium Permanganat

Kalium permanganat (PK) berupa kristal berwarna ungu tua yang larut dalam

air. PK dipergunakan sebagai larutan dalam konsentrasi 1/5000-1/10.000, mempunyai

daya antiseptik dan astringensia. Larutan PK ini dapat menodai pakaian terutama bila

dipergunakan dalam konsentrasi tinggi. Hati-hati kristal PK bersifat kaustik.

- Cara Kerja Obat:

Kalium Permanganat termasuk golongan peroksidan yang dapat melepaskan

oksigen (proses oksidasi) sehingga dapat membunuh kuman (bakterisid). Kalium

permanganat berupa kristal ungu, mudah larut dalam air. Dalam larutan encer

merupakan peroksidan. Pelepasan Oksigen terjadi bila zat ini bersentuhan dengan zat

organik. Inaktivasi menyebabkan perubahan warna larutan dari ungu menjadi biru.

Zat ini bekerja sebagai iritan, deodoran dan astringen.

- Indikasi:

Membantu penyembuhan luka yang tidak dalam, ulkus tropikum, jamur kaki (kutu

air), pemphigus dan impetigo.

Dalam klinik zat ini digunakan untuk :

A. Kompres luka dan segala macam infeksi kulit

B. Sebagai antidotum pada intoksikasi bahan bahan yang mudah teroksidasi

misalnya alkaloid, kloralhidrat dan barbiturate

C. Irigasi kandung kemih yang terinfeksi

39
D. Pencuci perineum pasca persalinan

- Kontraindikasi:

Hindari penutupan rapat pada penggunaannya.

- Cara Pemberian:

Untuk ulkus tropikum:

Kompres larutan 1 : 10.000, diganti 2-3 kali sehari. Ulkus tropikum memerlukan

waktu 2-4 minggu diikuti dengan terapi prokain benzylpenisilin.

Untuk jamur kulit kaki (tinea pedis/kutu air):

Rendam kaki dengan luka berat yang basah dengan larutan PK setiap 8 jam.

Untuk Impetigo dan keropeng yang tidak dalam:

Lap luka dan bersihkan dengan lembut dengan larutan PK.

Cuci Luka:

- Kompres 1g/4000ml

- Mandi (aqua 10-20 ltr) 1g/5000ml 1g/4000ml

- Rendam Duduk 1g/5000ml 1g/4000ml (aqua 2 ltr)

- Interaksi Obat:

Tidak ditemukan adanya interaksi obat, namun demikian hindari penggunaan

bersama obat topikal lain.

24. Gentian violet (metbylrosanilinii)

Berupa serbuk berwarna ungu tua yang larut dalam air (1/40) dan alkohol

(1/10). Dipergunakan dalam konsentrasi 0,5-1% sebagai antiseptik ringan,

antikandida, dan astringensia. Obat ini sekarang jarang dipergunakan karena menodai

pakaian sehingga sehingga tidak disukai penderita.

40
25. Vioform (hydroxyquinoline)

Adalah serbuk berwarna kuning kecoklatan yang sukar larut dalam air.

Dipergunakan dalam konsenterasi 1-3% sebagai antiseptik, antifungal dan

antiprotozoa. Bahan ini juga dapat menodai pakaian.

26. Seng oksida (zinc) oxidum

Seng oksida (zinc) oxidum selain dipakai sebagai bahan dasar juga mempunyai

sifat astrigensia dan antiseptik. Berupa serbuk yang berwarna putih dan tidak larut

dalam air.

27. Iktiol (ichtammol)

Merupakan tir batubara yang larut dalam alkohol dan gliserin serta dapat

bercampur dengan lemak dan vaselin. Dipergunakan dalam konsentrasi 1-10%,

mempunyai daya antiseptik dan antiradang. Derivat tir lainnya seperti oleum kadini,

liquor carbonis detergens (tir batubara), tir olie, selain bersifat antiradang juga bersifat

antimitotik, antiparasit, dan antipruritus.

41
BAB III
KESIMPULAN

Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada

membran pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Tujuannya adalah untuk

mengadakan hemostasis yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan sekitarnya ke

keadaan fisiologik stabil secepat-cepatnya. Disamping itu untuk menghilangkan gejala-gejala

yang menganggu, misalnya rasa gatal dan panas. Bahan dasar untuk pembuatan obat topikal

dikenal ada 3 macam : (1) bahan padat berbentuk serbuk atau bedak, (2) lemak atau minyak,

(3) bahan cair. Dari ketiga macam macam bahan dasar ini dapat dibuat berbagai macam

kombinasi komposisi dari basis atau bahan dasr suatu obat topikal sesuai dengan jenis

dermatosis.

Memilih obat topikal selain faktor vehikulum, juga faktor bahan aktif yang

dimasukkan ke dalam vehikulum yang mempunyai khasiat tertentu yang sesuai untuk

pengobatan topikal. Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi oleh keadaan fisiko-kimia

permukaan kulit, di samping komposisi formulasi zat yang dipakai.

Di dalam resep harus ada bahan aktif dan vehikulum. Bahan aktif dapat berinteraksi

satu sama lain. Yang penting ialah, apakah bahan yang kita campurkan itu dapat

tercampurkan atau tidak, sebab ada obat/zat yang sifatnya O.T.T. (= obat tidak tercampurkan).

Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk kon-

sentrasi obat, kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas, dan efek vehikulum

terhadap kulit.

42
Bahan aktif yang digunakan diantaranya adalah:

Bahan Aktif
Alumunium Efek : astringent dan antiseptik ringan
Asetat Contoh : larutan burowi (aluminium asetat 5%)
Asam Asetat Digunakan sebagai larutan 5% untuk kompres, bersifat antiseptik
untuk infeksi pseudomonas.
Asam Benzoat Memiliki sifat antiseptik terutama fungisidal.
Asam Borat Konsentrasi 3%, tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai bedak,
kompres, atau dalam salap karena efek antiseptiknya sedikit dan dapat
bersifat toksik.
Asam Salisilat Efek keratoplasti : menunjang pembentukan keratin baru pada
konsenterasi 1-2%
Efek keratolitik : digunakan pada dermatosis hiperkeratotik
(konsenterasi 3-20%)
Konsenterasi 40% : untuk kelainan yang dalam seperti kalus
dan veruka vulgaris
Konsenterasi 1% dapat digunakan sebagai kompres (bersifat
antiseptik) pada kasus dermatitis eksudatif
Konsenterasi 3-5% dapat meningkatkan absorbs perkutan zat-
zat aktif
Asam Bersifat antimikotik dengan konsenterasi 5% dalam salap atau krim
Undersilenat
Asam Retinoat Efek: memperbaiki keratinisasi menjadi normal, meningkatkan
sintesis DNA dalam epitelium germinatif, meningkatkan laju
mitosis, menebalkan stratum granulosum, menormalkan
parakeratosis.
Indikasi: penyakit dengan sumbatan folikular, penyakit dengan
hyperkeratosis, proses penuaan kulit akibat sinar matahari
Benzokain Bersifat anastesi
Benzyl-Benzoat Bermafaat sebagai skabisid dan predikulosid
Camphora Konsentrasi 1-2%, bersifat antipruritus dengan mendinginkan
Menthol Konsenterasi 0,25-2%, bersifat antipruritus
Podofilin Konsenterasi 25% sebagai tingur untuk kondiloma akuminata
Selenium Disulfid Sebagai shampoo 1% untuk dermatitis seboroik pada kepala dan
ptiriasis vesikolor
Sulfur Bersifat anti seboroik, anti akne, anti scabies, anti bakteri gram

43
positif, anti jamur
Yang sering digunakan adalah sulphur presipitatum konsentrasi
4-20%. Dapat digunakan dalam pasta, krim, salap, dan bedak
kocok

Daftar Pustaka

1. Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller AS, Leffell D. Fitzpatricks


Dermatology in General Medicine, 8th Edition. 2011 [cited 2017 Jul 11]

44
2. Johnson, B. A., Nunley, J. R., 2000, Treatment of Seborrheic Dermatitis, American
Family Physician Vol. 61/ No. 9 (May 1, 2010)

3. Schwartz, R. A., Janusz, C. A., Janniger, C. K., 2006, Seborrheic Dermatitis: An


Overview, University of Medicine and Dentistry at New Jersey-New Jersey Medical
School, Newark, New Jersey, American Family Physician, Volume 74, Number 10
July 1, 2012, www.aafp.org/afp

4. Sweetman, S.C., 2009. Martindale : The Complete Drug Reference 36th


edition, Pharmaceutical Press: London.
5. Kumpulan kuliah farmakologi/ staf pengajar departemen farmakologi fakultas
kedokteran universitas sriwijaya ed. 2 Jakarta : EGC, 2008

6. Djuanda, Adhi et al, 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi keenam cetakan
kedua. FK UI : Jakarta.

7. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological pharmacology. In: Hardman JG,
Limbird IE, eds. Goodman and Gillmans the pharmacological basis of therapeutic.
10th ed. New York: McGraw Hill, 2011: 1795-814.

8. Arif A, Mirdhatillah S, dkk. 2014. Farmakologi. FK UI : Jakarta.

9. Djuanda A. Pengobatan topikal dalam bidang dermatologi. Yayasan Penerbitan IDI.


Jakarta, 2004.

10. Shin H, Kwon OS, Hyun C et al. Clinical effi cacies of topical agents for the
treatment of seborrhoeic dermatitis of the scalp: A Comparative study. J Dermatol
2009;36:131-7.

11. Hamzah M. Dermatoterapi. In: Hamza M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI, 2014: 342-52

12. Maddin S, Ho VC. Dermatologic therapy. In: Moschella, Harry J, Hurley, eds.
Dermatology. 3rd ed. Philadelphia: W.B Saunders Co, 2009. 2187-93

13. Darma IGN, Pohan PSS. Terapi topikal pada dermatitis atopik. Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2007;2:144-51.

45
14. Darwin R. Dasar-dasar pengobatan penyakit kulit. In: Harahap M, ed. Ilmu Penyakit
Kulit. Edisi-1. Jakarta: Penerbit Hippocrates, 2014:311-7

15. Lipsker D, Kragballe K, Fogh K, Saurat JH. Other topical medication. In: Bolognia
JL, Jorizzo JL, Rapini RP, eds. Dermatology; 4th ed. London: Elsevier Limited,
2013:2056-67.

16. Sharma S. Topical drug delivery system: A review. Pharmaceut. Rev. 2008;6:1-29

46

Anda mungkin juga menyukai