PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Obat topikal merupakan salah satu bentuk obat yang sering dipakai dalam terapi
dermatologi. Obat ini terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. Kecermatan
memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai dengan kondisi kelainan kulit merupakan
salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan terapi topikal, di samping faktor lain
seperti: konsentrasi zat aktif obat, efek fisika dan kimia, cara pakai, lama penggunaan obat
agar diperoleh hasil yang maksimal dan efek samping minimal.
Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada
membrane pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rektum.
1
Dengan adanyakemajuan-kemajuan dalam bidang farmasi, maka pengobatan
penyakit kulit juga berkembang pesat. Yang menarik perhatian adalah kemajuan dalam
bidang pengobatan topikal yang berupa perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan
empirik menjadi pengobatan spseifik dengan yang rasional.
Pada masa kini pengobatan topikal untuk penyakit kulit bukanlah merupakan
masalahlagi dengan tersedianya berbagai macam obat paten berbentuk krim, salep, losio
dansebagainya. Seperti halnya barang dagang lainya obat obatan paten tersebut cukup
mahalharganya dan sering tidak terjangkau oleh golongan masyarakat ekonomi lemah.
Secara ideal maka pemberian obat topikal harus berkhasiat fisis maupun kimiawi.
Kalau obat topikaldigunakan secara rasional, maka hasilnya akan optimal, sebaliknya kalau di
gunakan secarasalah obat topikal menjadi tidak efektif dan menyebabkan penyakit
iatrogenik.
Bahan penyusun obat topikal untuk penyakit kulit ada 2 macam, yaitu bahan aktif
dan bahan dasar atau vehikulum atau basis. Pada dasarnya keberhasilan pengobatan topikal
penyakit kulit tergantung pada beberapa hal, yaitu penentuan basis yang tepat bagi
jeniserupsi atau radang yang terjadi, pemilihan bahan aktif yang sesuai dengan etiologi
penyakittersebut, serta penetrasi obat kedalam kulit. Prinsip terapi topikal adalah pemilihan
basis yang sesuai dengan kondisi dematosis, yaitu keringkan bila basah, dan basahkan bila
kering (if it dry, wet it and if it wet, dry it). Tidak jarang pemakain basis obat saja telah
dapatmemberikan hasil yang memuaskan.
Dalam penulisan ini akan dibicarakan macam macam bahan dasar, bahan aktif,
prinsip prinsip pemilihan jenis basis obat, juga sedikit disinggung mengenai pemilihan
bahanaktif, serta penetrasi obat topikal. Sehingga dapat bermanfaat dalam menambah
pengetahuankita dalam pengobatan penyakit kulit khususnya pengobatan topikal serta
2
memperkenalkan bentuk dan cara pengobatan topikal yang disesuaikan dengan keadaan
penyakit kulit. Juga diharapkan pengetahuan ini akan dapat diterapkan dalam hal mengobati
dan menyembuhkan penyakit kulit yang di diagnosis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
I. Definisi
Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada
membran pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Dengan adanya
kemajuan-kemajuan dalam bidang farmasi, maka pengobatan penyakit kulit juga berkembang
pesat. Yang menarik perhatian adalah kemajuan dalam bidang pengobatan topikal yang
berupa perubahan dari cara pengobatan non-spesifik dan empirik menjadi pengobatan
II. Tujuan
Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal di dapatkan dari pengaruh fisik dan
kimiawi obat-obatan yang diaplikasikan di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara lain
dan melindungi dari pengaruh buruk dari luar. Semua hal itu bermaksud untuk mengadakan
hemostasis yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan sekitarnya ke keadaan
Bahan dasar untuk pembuatan obat topikal dikenal ada 3 macam : (1) bahan padat
berbentuk serbuk atau bedak, (2) lemak atau minyak, (3) bahan cair. Dari ketiga macam
macam bahan dasar ini dapat dibuat berbagai macam kombinasi komposisi dari basis atau
bahan dasar suatu obat topikal sesuai dengan jenis dermatosis. Bahan dasar ini selain bersifat
4
inert yaitu hanya berfungsi membawa bahan aktif pada tempat bekerjanya, juga sering
mempunyai sifat tertentu yang dapat mempengharui kondisi radang misalnya sebagai
juga sering mempengharui berbagai efektifitas bahan aktif, misalnya pengenceran krim
kortikosteroid dengan basis yang tidak tepat bahkan menginaktivasi kortikosteroid tersebut.
Selain itu dalam basis suatu obat sering ditambahkan bahan bahan tertentu sebagai emulgator,
pengawet agar basis tersebut stabil dan tidak mudah rusak oleh mikroorganisme. Hanya tidak
jarang bahan pengawet tersebut merupakan pemeka (sensitizer) yang dapat menimbulkan
reaksi alergi.
Bahan-bahan yang dapat digolongkan sebagai serbuk antara lain amilum (kanji), seng
oksida, seng strearat, bentonium, talkum venetum. Sedangkan bahan-bahan yang termasuk
lemak antara lain oleum kokos, oleum olivarium, oleum sesami, oleum arakidis, vaselin
album, parafin liquidum, parafin solidum. Yang termasuk bahan cair selain air, air suling,
juga alkohol, propilen glikol, gliserin, solusio kalsii hidroksida (air kapur), eter, kolodium
Suatu obat yang dibuat dengan bahan dasar bedak disebut bedak, misal bedak salisil.
Sedangkan bila bahan dasarnya lemak disebut salep, misal salep 2-4. Dan bila bahan
Dalam berbagai kondisi penyakit kulit sering diperlukan bahan dasar yang merupakan
campuran dari ketiga macam bahan dasar tersebut. Kombinasi antara bahan dasar serbuk dan
lemak akan membentuk suatu pasta berlemak (pasta zinsi oleosa), misal abos. Kombinasi
antara bahan dasar serbuk dan air disebut bedak kocok (shake lotion), dan bila liniment.
Campuran antara air dan lemak akan menghasilkan bentuk krim dan tergantung dari fasenya
dikenal krim W/O (water in oil) atau krim O/W (oil in water). Kombinasi bahan-bahan dasar
dapat ini dibuat sesuai dengan kondisi lesi kulit (lihat prinsip pemilihan basis obat). Sehingga
5
jelaslah dengan berbekal pengetahuan mengenai bahan dasar suatu obat topikal kita dapat
membuat suatu basis obat yang paling sesuai dengan kondisi lesi penyakit kulit.
SERBUK
LEMAK CAIR
6
1. Basis obat untuk radang akut
Radang akut di tandai dengan eritem berat, edema, vesikel, bula, intertriginasi, krusta.
Basis obat yang dibutuhkan adalah berbentuk cair atau air yaang dipergunakan
sebagai kompres, rendam, mandi, atau di oleskan. Kompres bekerja pada radang akut
a. Penguapan air akan menarik kalor lesi sehingga terjadi vasokontriksi, yang
c. Air melunakkan dan melarutkan krusta pada permukaan kulit, sehingga mudah
terangkat bersama kain kasa. Pembersihan krusta ini akan mengurangi sarang
pengompresan adalah sebagai berikut : kain kasa berlapis atau kain bekas berserat
katun yang bersih dibasahi dengan air bersih dingin. Dalam air ini dapat
dilarutkan zat aktif sesuai derngan kebutuhan. Kain yang sudah basah tersebut,
ditempelkan di atas lesi kulit selama beberapa menit, kemudian kain diangkat dan
dibasahi lagi dan ditempelkan kembali pada lesi yang dikompres, demikian
beberapa kali. Perhatikan kain agar tidak dibiarkan menempel pada lesi kulit
sampai kering, sebab dapat mengakibatkan lesi menjadi berdarah bila kain kasa
yang kering dan lengket diangkat. Kompres berlanjut sesudah lesi basah
mengering dan menjadi subakut akan menyebabkan lesi terlalu kering, pecah
7
(overdrying). Sehingga timbul masalah baru. Selain itu pengompresan yang terlalu
lama (lebih dari 15 menit) akan menyebabkan maserasi kulit sekitarnya. Untuk
basah 3 kali sehari selama 5-15 menit. Pada anak anak tiap kali pengompresan
jangan lebih dari sepertiga luas tubuh untuk menghindari pengacauan regulasi
panas tubuh.
Selain kompres, basis air juga sering dipergunakan untuk berendam apabila
kelainan kulit cukup luas dan untuk lesi basah di ujung-ujung ekstremitas.
Perendaman ini dapat melunakan dan membersihkan skuama atau debris yang
dari 30 menit.
Radang sub akut ditandai dengan eritem ringan, erosi, dan krusta, kadang-
aman untuk kondisi sub akut ini adalah basis krim, karena krim tersusun dari
campuran minyak dan air. Jika lesi sub akut tersebut lebih ke arah akut,
diguanakn krim minyak dalam air (O/W), sebaliknya jika lesi sub akut lebih ke
arah kronis, digunakan krim air dalam minyak (W/O). Contoh krim minyak
dalam air misal Krim Canesten, krim Hidrokortison, sedangkan krim air dalam
8
Radang kronis ditandai dengan lesi kering dapat berupa hiperkeratosis,
likenifikasi, fisura, skuama, dan hiperpigmentasi. Lesi kering seperti ini akan
bertambah kering bila diobati dengan basis air. Apabila ada debris diatas lesi
debris menjadi lunak dan mudah diangkat. Pemberian basis minyak akan
mencegah penguapan, sehingga air yang menguap dari stratum korneum dapat
Bahan aktif adalah komponen dalam suatu obat topikal yang berfunsi spesifik untuk
etiologi penyakit kulit tertentu. Dalam pengobatan penyakit kulit kita kenal obat-obat topikal
dengan bahan aktif kortikosteroid, antibiotik, antiseptik, antifungi, antivirus, tir dan lain-lain.
Dibawah ini akan dibahas beberapa bahan aktif yang sering dipergunakan dalam pengobatan
topikal penyakit kulit terutama apabila dikehendaki menyusun sendiri atau meracik
1. Aluminium Asetat
Efek-nya ialah astringen dan antiseptik ringan. Jika hendak digunakan sebagai
2. Asam Asetat
Pseudomonas.
9
Mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal. Digunakan dalam salap,
R/ Acidi benzoici 5
Acidi salicylici 3
Petrolati 28
Olei cocos 64
Modifikasi salap tersebut ialah A.A.V. II yang di bagian kami digunakan untuk
penyakit jamur superfisial. Salap tersebut berisi asam salisilat 6% dan asam benzoat
12%. Sedangkan salap lain ialah A.A.V. I berisi asam salisilat 3% dan asam benzoat 6%,
Asam Bensoat berupa kristal tak berwarna, sukar larut dalam air dan mudah
larut dalam alkohol dan lemak. Bersifat antifungal dan antiseptik. C7H6O2 (atau
C6H5COOH), merupakan asam karboksilat aromatik yang paling sederhana. Nama asam
ini berasal dari gum benzoin (getah kemenyan), yang dahulu merupakan satu-satunya
sumber asam benzoat. Asam lemah ini beserta garam turunannya digunakan sebagai
pengawet makanan. Asam benzoat adalah prekursor yang penting dalam sintesis banyak
- Mekanisme Kerja
Asam benzoat sebagai antibakteri dan antifungi. Champora dan menthol sebagai
anti iritan.
- Indikasi
Infeksi jamur ringan, terutama tinea pedis (kutu air) dan tinea korporis (kurap).
- Efek Samping
10
Biasanya reaksi lokal dengan peradangan ringan. Sangat jarang terjadi perlukaan
di kulit, lecet, atau terjadi keracunan salisilat karena diserap oleh kulit. Meskipun
jarang namun pernah terjadi keracunan salisilat topical terutama pada bayi dan
anak yang dioleskan berlebihan atau kulit yang dioleskan ditutup rapat.
Gejala keracunan salisilat meliputi pusing, gelisah, sakit kepala, nafas cepat,
telinga berdengung, bahkan kematian. Asam salisilat dan asam benzoate adalah
Perhatian : Hindari kontak dengan mata dan selaput lendir lainnya, wajah,
kelamin. Hindari penggunaan dalam jangka waktu lama untuk daerah yang luas.
- Kontraindikasi:
pada bagian badan yang berambut, penggunaan salep whitfield tidak dianjurkan
dan salep whitefield jangan dipakai di seluruh tubuh, Hindari kandungan ini jika
atau dalam salap berhubung efek antiseptiknya sangat sedikit dan dapat bersifat
toksik, terutama pada kelainan yang luas dan erosif terlebih-lebih pada bayi. Asam
Borat, juga disebut hidrogen borat, asam borakat, asam ortoborat dan acidum
boricum, adalah suatu asam lemah dari boron sering digunakan sebagai antiseptik,
insektisida, flame retardant, penyerap netron (neutron absorber), atau prekursor bagi
senyawa kimia lain. Asam borat memiliki rumus kimia H3BO3 (terkadang ditulis
11
B(OH)3), dan terdapat dalam bentuk kristal tak berbawarna atau serbuk putih yang
Asam borat dapat digunakan sebagai antiseptik untuk luka bakar ringan atau
digunakan dalam larutan yang sangat encer sebagai pencuci mata. Asam borat encer
dapat digunakan sebagai douche vagina untuk mengobati vaginosis bakteri karena
alkalinitas berlebihan.
mengobati jerawat. Asam ini juga digunakan sebagai pencegahan kaki atlet, dengan
memasukkan bubuk dalam kaus kaki atau stoking, dan sebagai larutan dapat
digunakan untuk mengobati beberapa jenis otitis eksterna (infeksi telinga) pada
manusia dan hewan. Pengawet dalam botol sampel urin (tutupi merah) di Inggris
Larutan asam borat yang digunakan sebagai pencuci mata atau pada kulit
Golongan Antiseptik
Kategori Obat bebas
Meredakan iritasi mata
Mengatasi jerawat
Manfaat
12
Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak
Bentuk Obat tetes mata, obat gel
Asam borat tersedia dalam berbagai merek dan bisa dibeli secara bebas di apotek.
Dosis asam borat tergantung kepada tujuan pemakaian dan kosentrasi merek
obat yang digunakan. Baca kemasan untuk mengetahui dosis dan cara pemakaian
samping. Tapi seiring dengan penyesuaian tubuh dengan obat, efek samping
umumnya akan mereda. Berikut ini adalah beberapa efek samping yang umum terjadi.
Rasa perih
Merupakan zat keratolitik yang tertua yang dikenal dalam pengobatan topikal.
menu njang pembentukan keratin yang baru. Pada konsentrasi tinggi (3 - 20%)
bersifat keratolitik dan dipakai untuk keadaan dermatosis yang hiperkeratotik. Pada
misalnya kalus dan veruka plantaris. Asam salisil dalam konsentrasi 1 %o dipakai
eksudatif. Asam salisil 3% - 5% juga bersifat mempertinggi absorbsi per kutan zat-zat
aktif.
13
Asam salisilat telah digunakan sebagai bahan terapitopikal sejak lebih dari
2000 tahun yang lalu. Dalam bidang dermatologi, asam salisilat telah lama dikenal
dengan khasiat utama sebagai bahan keratolitik. Hingga saat ini asam salisilat masih
digunakan dalam terapi veruka, kalus, psoriasis, dermatitis seboroik pada kulit kepala,
dan iktiosis. Semakin berkembang sebagai bahan peeling dalam terapi penuaan kulit,
dalam konsentrasi 1-40%. Penggunaan asam salisilat topikal relatif aman. Efek
samping lokal yang sering dijumpai pada penggunaan asam salisilat adalah dermatitis
yang serius.
Asam salisilat telah digunakan secara luas dalam terapi topikal sebagai bahan
keratolitik. Zat ini merupakan bahan keratolitik tertua yang digunakan sejak 1874.
Berbagai penelitian menyimpulkan terdapat tiga faktor yang berperan penting pada
keratinosit. Mekanisme kerja zat ini adalah pemecahan struktur desmosom yang
menggambarkan mekanisme kerja asam salisilat topikal. Efek desmolitik asam salisilat
14
konsentrasi yang lebih besar (20-60%), menimbulkan destruksi pada jaringan sehingga
salisilat topikal. Pasien dapat diedukasi untuk mengusap kulit dengan spon halus atau
handuk basah saat mandi. Pada terapi kalus, pengelupasan dapat pula dilakukan dengan
bantuan sikat. Bantuan mekanik ini akan menyebabkan pengelupasan yang adekuat
b) Efek Keratoplastik
yang menyebabkan efek keratoplastik. Mekanisme belum diketahui secara pasti, namun
hal tersebut diduga merupakan fenomena adaptasi homeopatik, yaitu asam salisilat
keratinisasi.
c) Efek Anti-Pruritus
Asam salisilat memiliki efek anti-pruritus ringan. Efek ini dapat diamati pada
konsentrasi 1-2%. Mekanisme kerja asam salisilat sebagai antipruritus belum diketahui
secara pasti.
d) Efek Anti-Inflamasi
Sebagaimana diketahui, aspirin (asam asetil salisilat) telah digunakan secara luas
biosistesis prostaglandin dan memiliki efek anti-inflamasi pada sediaan topikal dengan
konsentrasi 0,5-5%.
e) Efek Analgetik
15
Asam salisilat digunakan pula sebagai bahan analgesia. Metil salisilat topikal
(sebagai contoh: minyak gandapura) memiliki sifat sebagai counter irritant ringan. Zat
ini kerap dikombinasikan dengan mentol sebagai sediaan topikal yang digunakan dalam
aeruginosa.Solusio asam salisilat 1:1000 dapat digunakan sebagai kompres pada luka.
Solusio asam salisilat 1:1000 lebih nyaman digunakan dari solusio permanganas
kalikus maupun rivanol, karena tidak mengotori pakaian atau mewarnai kulit.
g) Efek Fungistatik
diamati terhadap Trichophyton spp. dan Candida spp. Efek ini diamati pada konsentrasi
rendah 2-3g/l (<1%). Akan tetapi, beberapa referensi menyebutkan kemungkinan efek
Asam salisilat dan turunannya dapat bekerja sebagai tabir surya. Mekanisme
efek tabir surya kimiawi tersebut melalui transformasi cincin benzen aromatik pada
pajaran ultraviolet (UV). Selain itu, asam salisilat juga memiliki efek absorpsi sinar
penggunaan asam salisilat topikal yang tidak dibersihkan sebelum fototerapi dapat
mempengaruhi hasil terapi. Sebagai tabir surya kimiawi, asam salisilat diklasifikasikan
dalam golongan non-PABA (para amino benzoic acid). Daya proteksi asam salisilat
sebagai tabir surya lebih rendah 40% bila dibandingkan golongan PABA.
16
- Penggunaan Klinis Asam Salisilat Topikal
a) Psoriasis
psoriasis. Zat tersebut kerap dikombinasikan dengan ter maupun sulfur dalam
vehikulum vaselin. Asam salisilat sering dikombinasikan dengan sediaan antralin untuk
0,1% dan asam salisilat 5% selama 7 hari, dilanjutkan dengan mometason furoat 0,1%
saja selama 14 hari. Pendekatan pertama lebih efektif mengeliminasi lesi psoriasi
asam salisilat dan betametason dipropionat sama efektif dengan salap kalsipotriol
Gatal dan skuama pada kepala dapat ditemukan sebagai manifestasi klinis pada
pasien dermatitis seboroik dan psoriasis. Berbagai sampo terapeutik mengandung asam
salisilat 2- 3%, serta kombinasi sulfur dan ter. Sampo tersebut cukup efektif dalam
mengatasi psoriasis pada skalp dan dermatitis seboroik yang bermanifestasi sebagai
c) Iktiosis
bermanifestasi kulit kering dengan skuama yang berlebihan. Tata laksana iktiosis kerap
kali kurang memuaskan. Terapi bertujuan mengurangi manifestasi klinis penyakit ini
melalui efek hidrasi, lubrikasi, dan keratolitik. Preparat asam salisilat 3-6% dalam
17
vehikulum salap bermanfaat untuk mengeliminasi skuama tebal pada iktiosis vulgaris,
menyebabkan klinisi harus berhati-hati dalam memberikan asam salisilat pada area
yang luas, terutama pada anak. Pemberian asam salisilat sebaiknya diprioritaskan pada
area yang tebal untuk mencegah kejadian absorpsi dan toksisitas sistemik.
Asam salisilat 50% dalam sediaan plester maupun salap (10-50%) dengan
oklusi dapat digunakan untuk terapi kalus. Asam salisilat 6% dalam sediaan gel (1x/hari
selama 2 minggu) terbukti cukup efektif mengatasi hiperkeratosis lokalisata pada tumit,
e) Veruka
Asam salisilat merupakan bahan terapi veruka yang terbukti efektif dan relatif
aman. Asam salisilat topikal merupakan terapi lini pertama pada veruka. Efektivitas
asam salisilat dalam terapi veruka berkaitan erat dengan efek desmolitiknya. Selain itu,
asam salisilat menyebabkan iritasi ringan pada kulit, sehingga mampu menginduksi
respons imun yang membantu mengeliminasi virus. Sediaan asam salisilat topikal untuk
terapi veruka bervariasi antara 10-60%. Terdapat pula sediaan kombinasi dengan asam
laktat maupun podofilin. Masa terapi bervariasi sekitar 6-12 minggu. Bruggink
melakukan uji klinis efektivitas bedah beku N2 dibandingkan dengan preparat asam
salisilat topikal 40% dalam gel dan mendapatkan hasil terapi yang sama efektif antar
keduanya. Uji klinis terapi veruka vulgaris antara kombinasi asam salisilat/ asam laktat
(setiap hari selama 3 minggu) dengan bedah beku (1x/minggu, selama 3 minggu),
memberikan hasil yang tidak berbeda secara bermakna dalam efektifitas pengobatan.
18
Uji kinis lainnya memperlihatkan kombinasi terapi bedah beku ditambah terapi topikal
asam salisilat dan asam laktat lebih baik daripada bedah beku saja.
f) Moluskum Kontagiosum
Leslie32 meneliti penggunaan asam salisilat gel 12% (2x/ minggu) sebagai
terapi moluskum kontagiosum pada anak dan mendapatkan bahwa sediaan ini cukup
iodine 10% dilanjutkan dengan plester asam salisilat 50% (1x/hari) untuk terapi
g) Dermatomikosis Superfisialis
Salap Whitfield yang mengandung asam salisilat 6% dan asam benzoat 12%
telah lama digunakan sebagai preparat terapi tinea. Konsentrasi asam salisilat dan asam
namun kini penggunaannya sudah digantikan oleh preparat yang lebih efektif.
h) Akne Vulgaris
Asam salisilat memiliki efek komedolitik ringan. Zat ini telah digunakan sejak
tahun 1950 dalam berbagai preparat terapi akne yang meliputi krim, pembersih wajah,
astringen, medicated pads, dan sabun. Di Amerika Serikat, konsentrasi maksimal yang
diperbolehkan dalam obat bebas adalah 2% dan digunakan paling banyak pada
pembersih wajah. Penggunaan asam salisilat topikal 30% sebagai bahan peeling dalam
terapi akne vulgaris semakin berkembang di Asia. Zat yang bersifat lipofilik ini mampu
19
berpenetrasi ke dalam unit pilosebaseus dan memberikan efek komedolitik, meskipun
tidak sekuat retinoid. Asam salisilat topikal dianggap cukup aman dan efektif dalam
terapi akne. Zat ini kerap digunakan sebagai terapi topikal alternatif pada pasien yang
tidak dapat menggunakan retinoid maupun benzoil peroksida, atau sebagai terapi
i) Photoaging
Asam salisilat 14% merupakan salah satu bahan aktif dalam solusio Jessner yang
digunakan sebagai bahan peeling untuk mengatasi melasma, akne, hiperpigmentasi, dan
kerusakan kulit akibat sinar UV. Mekanisme asam salisilat sebagai agen peeling
kimiawi berkaitan dengan trauma pada epidermis yang selanjutnya akan mengaktivasi
sel basal epidermis dan fibroblas. Hal tersebut menyebabkan efek regenerasi pada kulit
yang rusak akibat sinar UV. Pada konsentrasi yang lebih rendah, asam salisilat
- Kontraindikasi
Penggunaan asam salisilat topikal relatif aman. Zat ini digunakan sebagai obat
bebas di Amerika Serikat dalam konsentrasi 1-40%. Konsentrasi yang lebih tinggi dapat
diberikan dengan kewaspadaan dan edukasi penggunaan yang tepat. Pasien dengan
riwayat sensitivitas atau alergi kontak terhadap asam salisilat topikal sebaiknya tidak
Tidak terdapat penelitian penggunaan asam salisilat topikal pada ibu hamil
maupun ibu menyusui. Asam salisilat diekskresi pada ASI dan berpotensi menimbulkan
abnormalitas trombosit dan perdarahan pada bayi. Penggunaan aspirin pada ibu hamil
dan menyusui tidak dianjurkan. Asam salisilat masuk dalam kategori C oleh FDA.
20
Terdapat laporan kasus kejadian sindrom Reye pada penggunaan aspirin peroral pasien
dengan varisela sehingga salisilat dan turunannya tidak direkomendasikan pada pasien
yang menderita varisela, enam minggu pasca- varisela, dan pasien yang baru mendapat
vaksinasi varisela.
Asam salisilat telah menjadi bahan aktif utama dalam berbagai produk terapi
topikal. Sediaan asam salisilat dapat berupa salap, krim, solusio, gel, plester, maupun
sampo. Saat ini dikenal pula berbagai vehikulum baru yaitu liposom yang mampu
membawa asam salisilat dalam konsentrasi tinggi ke sel target dengan efek iritatif yang
minimal.
Sediaan asam salisilat bervariasi dengan konsentrasi 0,5%-60%. Selain itu asam
salisilat juga kerap menjadi bahan kombinasi dengan zat aktif lain untuk meningkatkan
sukar larut dalam air dan lebih mudah larut dalam lemak. Kelarutan dalam air dapat
ditingkatkan dengan menambahkan amonium sitrat, kalium sitrat, dan natrium fosfat.
salicylicum zincicum yang tidak aktif. Asam salisilat tidak dapat dicampurkan ke dalam
Jenis kortikosteroid yang stabil dalam kondisi asam adalah flusinolon. Kombinasi asam
21
salisilat dengan sulfur memiliki efek sinergistik yaitu meningkatkan aktivitas keduanya
sebagai bahan keratolitik dan antipruritus. Demikian pula penambahan asam salisilat
pada preparat antralin memiliki efek menguntungkan, yaitu mencegah oksidasi antralin.
bentuk senyawa terionisasi dan tidak terionisasi berada dalam keadaan seimbang.
Formulasi sediaan asam salisilat yang efektif ialah yang memiliki pH mendekati 2,97,
6. Asam Undersilenat
Asam Retinoat atau Tretinoin adalah bentuk asam dari vitamin A. Fungsi vitamin
A asam ini atau disebut dengan Asam Retinoat adalah berperan pada proses metabolisme
umum. Menurut Menaldi (2003), Asam Retinoat merupakan zat peremajaan non peeling
karena merupakan iritan yang menginduksi aktivitas mitosis sehingga terbentuk stratum
korneum yang kompak dan halus, meningkatkan kolagen dan glikosaminoglikan dalam
dermis sehingga kulit menebal dan padat serta meningkatkan vaskularisasi kulit sehingga
22
- Kegunaan
Kemampuannya mengatur siklus hidup sel ini juga dimanfaatkan oleh kosmetik anti
aging atau efek-efek penuaan. Penggunaan tretinoin yang sebagai obat keras, hanya
boleh dengan resep dokter, namun kenyataannya ditemukan dijual bebas kosmetik yang
mengandung tretinoin. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara,
produk krim pemutih yang dilarang penggunaannya dan mengandung Asam Retinoat,
antara lain RDL Hydroquinon Tretinoin Baby Face Solution 3 dan Maxi-Peel Papaya
Whitening Soap.
- Efek Samping
Asam Retinoat atau Tretinoin juga mempunyai efek samping bagi kulit yang
sensitif, seperti kulit menjadi gatal, memerah dan terasa panas serta jika pemakaian yang
berlebihan khususnya pada wanita yang sedang hamil dapat menyebabkan cacat pada
- Dosis
Sediaan topikal dalam bentuk krim, salep, dan gel yang mengandung Asam
8. Benzokain
Bersifat anestesia. Konsentrasinya 1/2 - 5%, tidak larut dalam air, lebih larut
dalam minyak (1 : 35), dan lebih larut lagi dalam alkohol. Dapat digunakan dalam
9. Benzil Benzoat
Cairan berkhasiat sebagai skabisid dan pedikulosid. Digunakan sebagai emulsi
23
10. Comphora
tersebut sehingga terjadi pendinginan. Dapat dimasukkan ke dalam bedak atau bedak
kocok yang mengandung alkohol agar dapat larut. Juga dapat dipakai dalam salap dan
krim.
hidrokortison dan hidrokortison asetat sebagai obat topikal pertama dan golongan
kortikosteroid. Hal ini merupakan kemajuan yang sangat besar dalam pengobatan
penyakit kulit karena kortikosteroid mempunyai khasiat yang sangat luas yaitu anti
inflamasi, anti alergi, anti pruritus, anti mitotik, dan vasokontriksi. Pada penyelidikan
ternyata bahwa kortison dan adreno cortico trophic hormone (ACTH) tidak efektif
kortikosteroid yang lebih poten dari pada hidrokortison, yaitu kortikosteroid yang
atom F pada posisi 6 dan 9 dan satu rantai samping pada posisi 16 dan 17,
menghasilkan bentuk yang mempunyai potensi tinggi. Zat-zat ini pada konsentrasi
0,025% sampai 0,1% memberikan pengaruh anti inflamasi yang kuat, yang termasuk
25
Maxivate lotion 0,05% betamethasone dipropionate
Topicort LP cream 0,05% desoxitnetasone
Valisone ointment 0,01% betamethasone valerate
26
Golongan VII: Potensi lemah) Obat topical dengan
hidrokortison,
dekametason,
glumetalone,
prednisolone, dan
metilprednisolone
- Indikasi
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat
pilihan untuk suatu penyakit kulit (MARKS 1985). Harus selalu diingat bahwa
kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan
jaringan parut hipertrofik, alopesia areata, akne berkista, prurigo nodularis, morfea,
sedikit dan harga murah, disamping itu ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu
stadium penyakit, luas atau tidaknya lesi, dalam atau dangkalnya lesi, dan lokalisasi
(ointments) ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar
27
berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula
lanolin atau minyak. Jenis ini merupakan yang terbaik untuk pengobatan kulit yang
kering karena banyak mengandung pelembab. Selain itu juga baik untuk pengobatan
pada kulit yang tebal contoh telapak tangan dan kaki. Salep mampu melembabkan
stratum komeum sehingga meningkatkan penyerapan dan potensi obat. Krim adalah
suspensi minyak dalam air. Krim meniiliki komposisi yang bervaniasi dan biasanya
lebih berminyak dibandingkan ointments tetapi berbeda pada daya hidrasi terhadap
kulit. Banyak pasien lebih mudah menemukan krim untuk kulit dan secara kosmetik
lebih baik dibandingkan ointments. Meskipun itu, krim terdiri dari emulsi dan bahan
pengawet yang mempermudah terjadi reaksi alergi pada beberapa pasien. Lotion
(bedak kocok) tediri atas campuran air dan bedak, yang biasanya ditambah dengan
gliserin sebagai bahan perekat, lotion mirip dengan krim. Lotion terdiri dan agents
Solution tidak mengandung minyak tetapi kandungannya terdini dan air, alkohol dan
propylene glycol. Gel komponen solid pada suhu kamar tetapi mencair pada saat
kontak dengan kulit. Lotion, solution, dan gel memiliki daya penyerapan yang lebih
rendah dibandingkan ointment tetapi berguna pada pengobatan area rambut contoh
pada daerah scalp dimana lebih berminyak dan secara kosmerik lebih tidak nyaman
pada pasien.
- Aplikasi KIinis
a. Cara aplikasi
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3x/hari sampai penyakit
kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan.
28
b. Lama pemakaian steroid topikal
Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dan 4-6 minggu
untuk steroid potensi lemah dan tidak lebih dan 2 minggu untuk potensi kuat.
- Efek Samping
Efek samping terjadi bila:
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan
2. Penggunaan kortikosteroid topilcal dengan potensi kuat atau sangat kuat
menjadi tidak khas karena efek anti inflamasinya. Pinggir yang eritematosa dan
berbatas tegas menjadi kabur dan meluas dikenal sebagai tinea incognito.
- Pencegahan Efek Samping
Efek sampmg sistemik jarang sekali terjadi, agar aman dosis yang dianjurkan
lemah. Pada kelainan akut dipakai pula kortikosteroid topikal yang lemah. Pada
kelainan subakut digunakan kortikosteroid topikal sedang. Jika kelainan kronis dan
tebal dipakai kortikosteroid topikal kuat. Bila telah membaik pengolesan dikurangi,
yang semula dua kali sehari menjadi sehari sekali atau diganti dengan kortikosteroid
pemakaiannya terbatas pada lesi yang resisten. Pada daerah lipatan (inguinal, ketiak)
29
dan wajah digunakan kortikosteroid topikal lemah / sedang. kortikosteroid topikal
jangan digunakan untuk infeksi bakterial, infeksi mikotik, infeksi virus, dan skabies.
Di sekitar mata hendaknya berhati-bati untuk menghindari timbulnya
glaukoma dan katarak. Terapi intralesi dibatasi 1 mg pada satu tempat, sedangkan
konsentrasinya 1/4 - 2%.Berupa kristal tak berwarna larut dalam alkohol, parafin dan
vasokonstriksi.
13. Podofilin
Bahan ini secara komersial disebut selenium disulfida yang dijual sebagai zat
anti-jamur dalam shampo untuk mengobati ketombe dan dermatitis seboroik dikaitkan
dengan kulit kepala dengan jamur genus Malassezia. Di Amerika Serikat, kekuatan
1% tersedia di setiap toko obat, dan kekuatan 2,5% juga tersedia tapi dengan resep
dokter. Pada kekuatan 2,5%, selenium disulfida juga digunakan pada tubuh untuk
mengobati panu, jenis infeksi jamur pada kulit yang disebabkan oleh spesies yang
Anti fungi
Sebagian besar anti jamur menyerang Malassezia yang berkaitan dengan
dermatitis seboroik. Dosis satu kali sehari gel ketokonazol (Nizoral) dalam dua
minggu, satu kali sehari regimen desonide (Desowan) dapat berguna untuk dermatitis
30
seboroik pada wajah. Shampo yang mengandung selenium sulfide (Selsun) atau azole
dapat dipakai. Shampo tersebut dapat diberikan dua sampai tiga kali seminggu.
Ketokonazole (krim atau gel foaming) dan terbinfin (Lamisil) oral dapat berguna. Anti
banyak kasus dermatitis seboroik di kulit kepala dapat diterapi secara efektif dengan
memakai shampo tiap hari atau berselang satu hari dengan shampo anti ketombe yang
mengandung 2,5 persen selenium sulfide atau 1-2 persen pyrithione zinc. Alternatif
lain shampo ketoconazole dapat dipakai. Shampo sebaiknya mengenai kulit kepala
dan daerah jenggot selama 5 sampai 10 menit sebelum dibilas. Shampo moisturizing
dapat dipakai setelah itu untuk mencegah kerontokan rambut. Setelah penyakit dapat
dikendalikan frekuensi memakan shampo dapat dikurangi menjadi dua kali seminggu
atau seperlunya. Solusio topical terbinafin 1 % efektif untuk terapi dermatitis seboroik
dihilangkan dengan memberikan minyak mineral hangat atau minyak zaitun pada
kulit kepala dan dibersihkan dengan deterjen seperti dishwashing liquid atau shampoo
kepala dan kemudian memberikan fluocinolone asetonid 0,01% dalam minyak pada
malam hari diikuti dengan shampo pada pagi harinya. Terapi ini dilakukan sampai
tiga kali seminggu. Solusio kortikostreroid, losion atau ointment dipakai satu atau dua
kali sehari di tempat fluocinolon acetonid dan dihentikan pada saat gatal dan eritema
31
hilang. Pemberian kortikosteroid dapat diulang satu sampai tiga minggu sampai gatal
dan eritemanya hilang dan kemudian dipakai lagi jika diperlukan. Pemeliharaan
dengan shampo anti ketombe dapat secara adekuat. Pasien dianjurkan agar memakai
steroid topikal poten dengan hemat sebab pemakaian yang berlebihan dapat
kulit kepala, wajah dan intertrigo. Daerah yang terkena dapat luas tetapi kelainan ini
dapat sembuh secara spontan 6-12 bulan dan tidak kambuh sampai dengan pubertas.
daerah luas pada kepala, skuama dapat dilembutkan dengan minyak yang disikan ke
dan anti-jamur Yang digunakan ialah sulfur dengan tingkat terhalus, yaitu sulfur
dalam konsentrasi 4-20%. Dapat digunakan dalam pasta, krim, salap, dan bedak
kocok. Contoh dalam salap ialah salap 2-4 yang mengandung asam salisilat 2% dan
sulfur presipitatum 4%. Sedangkan contoh dalam bedak kocok ialah losio
R/ Camphorae 3
Sulfuris praecipitati 20
32
Aquae rosarum 133
kerja, belerang (sulfur) memiliki khasiat bakretisid (membunuh bakteri) dan fungisid
kuman tertentu. Zat ini juga bersifat keratolitik (melarutkan kulit tanduk) untuk
juga diduga bersifat antisebore, antipruritus dan pada konsentrasi tinggi mempunyai
efek keratolitik (>2%). Efek keratoplastik didapat pada konsentrasi rendah (<1%).
secara sistemik, juga pernah dilaporkan mengenai efek samping pemakaian sulfur
diperdebatkan. Akan tetapi sampai saat ini sulfur masih dinyatakan, hanya bau yang
Sediaan yang dibuat pada percobaan ini adalah sediaan. Bersifat lemak, digunakan
sbg emolien. Sifatnya yang tidak mudah tercuci air, tidak mengering dalam waktu
lama. Pada praktikum kali ini dibuat sediaan salep dengan bahan aktif Sulfur
Sulfur bekerja sebagai keratolitik agent yaitu suatu zat yang dapat
keratin, disamping itu juga memiliki aktivitas antifungi dan antibakteri lemah. Sulfur
sinergis. Sulfur dipakai sebesar 10% adalah dosis yang optimal sebagai keratolotik
33
agent dan merupakan dosis maksimum untuk terapi scabies/kudis sehingga akan
16. Ter
Preparat golongan ini didapat sebagai hasil destilasi kering dari batubara,
kayu dan fosil. Yang berasal dari batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis
detergens. Yang berasal dari kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski. Contoh
Preparat ter yang kami sering guna-kan ialah likuor karbonis detergens
karena tidak berwarna hitam seperti yang lain dan tidak begitu berbau. Konsentrasi
dapat digunakan untuk proriasis dan dermatitis kronik dalam salap. Jika terdapat lesi
yang universal, misalnya pada psoriasis, tidak boleh dioleskan di seluruh lesi karena
akan diabsorbsi dan memberi efek toksik terhadap ginjal. Cara pengolesan digilir,
tubuh dibagi 3, hari I: kepala dan ekstremitas atas, hari II: batang tubuh dan hari III
ekstremitas bawah.
fototoksik, pada ter yang berasal dari batubara dapat juga terjadi folikulitis dan ter
akne. Efek karsinogen ter batubara dapat terjadi pada pemakaian yang lama. Pada
pemakaian . dalam waktu yang singkat efek samping ini tidak pernah terjadi.
17. Urea
34
Dengan konsentrasi 10% dalam krim mempunyai efek sebagai emolien, dapat
dipakai untuk iktiosis atau xerosis kutis. Pada konsentrasi 40% melarutkan protein.
Zat ini bersifat antiseptik dan/ atau bakteriostatik. Zat-zat antiseptik lebih disukai
dalam bidang dermatologi dari pada zat antibiotik, sebab dengan memakai zat antiseptik
a. Golongan Alkohol
b. Fenol
c. Halogen
d. Zat-zat pengoksidasi
35
Zat pengoksidasi dipakai sebagai desinfektan pada dermato-terapi topical.
1. Pemanganas kalikus
Zat ini mempunyai efek antiseptik lemah dalam larutan encer dalam air.
1. Merkuri
Zat ini dulu banyak dipakai dalam dermatologi. Sekarang tidak dipakai
2. Perak
Perak nitrat berbentuk kristal putih, mudah larut dalam air, wama perak
nitrat berubah menjadi hitam bila terkena sinar matahari, karena itu harus
di-simpan dalam botol berwarna gelap. Larutan perak nitrat kami pakai
untuk ulkus yang disertai pus yang disebabkan oleh kuman negatif-Gram.
ini mewarnai kulit, tetapi akan hilang sendiri perlahan-lahan. Jika terkena
lantai akan menjadi hitam dan tidak dapat hilang. Dapat pula dipakai dengan
36
bersifat kaustik dipakai pada ulkus dengan hiper-granulasi. Caranya ditutul
dengan lidi dan kapas sehari sekali. Kulit di sekitamya tidak boleh terkena
b) Sulfadiazin perak
f. Zat warna
akridin laktat (rivanol) dipakai untuk kompres dengan konsentrasi 1%, juga
bersifat deodoran. Metil rosanilin klorida atau gentian violet, dipakai dalam
konsentrasi 0,1-1% dalam air. Zat ini juga mempunyai efek antimikroba
Telah banyak kemajuan yang dicapai dalam riset obat yang bersifat imunomodulator
yaitu yang tercakup dalam terapi imun. Salah satu obat imunomodulator adalah takrolimus
(TKL) suatu calcinerin inhibitors (CnLs) yaitu suatu makrolactam yang pertama-tama
demikian mencegah sintesis IL2- IL3-IL4, IL5 dan sitokin yang lain misalnya CSF, TNFa
37
dan TFNy. TKL tidak menyebabkan atrofi kulit dan tidak berpengaruh pada sintesis kolagen
kulit.
Pimekrolimus juga dikenal sebagai ASM981 adalah derivat gugusan asli ascomycin
mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan CnLs yang lain. Pimekrolimus diformulasi
Merupakan serbuk kuning yang tidak larut dalam air, bersifat antiseptik dan
astringentia. Jangan diberikan pada lesi terbuka yang luas karena dapat menimbulkan
intoksikasi.
Pada konsentrasi tinggi bersifat kaustik. Derivat fenol yang banyak digunakan dalam
konsentrasi 0,05% dan resorsinol yang pada konsentrasi 0,5-1% mempunyai daya
keratoplastik dan astringensia dan pada konsentrasi 8-10% berdaya keratolitik dan
fungisidal.
dan pada konsentrasi tinggi sebagai pemutih (bleaching agent). Benzoil peroksida efektif
untuk mengatasi jerawat ringan sampai sedang. Komedo dan luka yang meradang
memberikan respon yang baik terhadap benzoil peroksida. Efektifitas salep dengan kadar
rendah sama dengan salep kadar tinggi untuk mengurangi radang. Biasanya dimulai dengan
38
Benzoil peroksida mengiritasi kulit terutama pada awal terapi, sisik dan kemerahan
sering kali menghilang perlahan dengan diteruskannya pengobatan. Jika jerawat tidak
Kalium permanganat (PK) berupa kristal berwarna ungu tua yang larut dalam
daya antiseptik dan astringensia. Larutan PK ini dapat menodai pakaian terutama bila
permanganat berupa kristal ungu, mudah larut dalam air. Dalam larutan encer
merupakan peroksidan. Pelepasan Oksigen terjadi bila zat ini bersentuhan dengan zat
organik. Inaktivasi menyebabkan perubahan warna larutan dari ungu menjadi biru.
- Indikasi:
Membantu penyembuhan luka yang tidak dalam, ulkus tropikum, jamur kaki (kutu
39
D. Pencuci perineum pasca persalinan
- Kontraindikasi:
- Cara Pemberian:
Kompres larutan 1 : 10.000, diganti 2-3 kali sehari. Ulkus tropikum memerlukan
Rendam kaki dengan luka berat yang basah dengan larutan PK setiap 8 jam.
Cuci Luka:
- Kompres 1g/4000ml
- Interaksi Obat:
Berupa serbuk berwarna ungu tua yang larut dalam air (1/40) dan alkohol
antikandida, dan astringensia. Obat ini sekarang jarang dipergunakan karena menodai
40
25. Vioform (hydroxyquinoline)
Adalah serbuk berwarna kuning kecoklatan yang sukar larut dalam air.
Seng oksida (zinc) oxidum selain dipakai sebagai bahan dasar juga mempunyai
sifat astrigensia dan antiseptik. Berupa serbuk yang berwarna putih dan tidak larut
dalam air.
Merupakan tir batubara yang larut dalam alkohol dan gliserin serta dapat
mempunyai daya antiseptik dan antiradang. Derivat tir lainnya seperti oleum kadini,
liquor carbonis detergens (tir batubara), tir olie, selain bersifat antiradang juga bersifat
41
BAB III
KESIMPULAN
Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada
membran pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Tujuannya adalah untuk
mengadakan hemostasis yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan sekitarnya ke
yang menganggu, misalnya rasa gatal dan panas. Bahan dasar untuk pembuatan obat topikal
dikenal ada 3 macam : (1) bahan padat berbentuk serbuk atau bedak, (2) lemak atau minyak,
(3) bahan cair. Dari ketiga macam macam bahan dasar ini dapat dibuat berbagai macam
kombinasi komposisi dari basis atau bahan dasr suatu obat topikal sesuai dengan jenis
dermatosis.
Memilih obat topikal selain faktor vehikulum, juga faktor bahan aktif yang
dimasukkan ke dalam vehikulum yang mempunyai khasiat tertentu yang sesuai untuk
pengobatan topikal. Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi oleh keadaan fisiko-kimia
Di dalam resep harus ada bahan aktif dan vehikulum. Bahan aktif dapat berinteraksi
satu sama lain. Yang penting ialah, apakah bahan yang kita campurkan itu dapat
tercampurkan atau tidak, sebab ada obat/zat yang sifatnya O.T.T. (= obat tidak tercampurkan).
Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk kon-
sentrasi obat, kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas, dan efek vehikulum
terhadap kulit.
42
Bahan aktif yang digunakan diantaranya adalah:
Bahan Aktif
Alumunium Efek : astringent dan antiseptik ringan
Asetat Contoh : larutan burowi (aluminium asetat 5%)
Asam Asetat Digunakan sebagai larutan 5% untuk kompres, bersifat antiseptik
untuk infeksi pseudomonas.
Asam Benzoat Memiliki sifat antiseptik terutama fungisidal.
Asam Borat Konsentrasi 3%, tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai bedak,
kompres, atau dalam salap karena efek antiseptiknya sedikit dan dapat
bersifat toksik.
Asam Salisilat Efek keratoplasti : menunjang pembentukan keratin baru pada
konsenterasi 1-2%
Efek keratolitik : digunakan pada dermatosis hiperkeratotik
(konsenterasi 3-20%)
Konsenterasi 40% : untuk kelainan yang dalam seperti kalus
dan veruka vulgaris
Konsenterasi 1% dapat digunakan sebagai kompres (bersifat
antiseptik) pada kasus dermatitis eksudatif
Konsenterasi 3-5% dapat meningkatkan absorbs perkutan zat-
zat aktif
Asam Bersifat antimikotik dengan konsenterasi 5% dalam salap atau krim
Undersilenat
Asam Retinoat Efek: memperbaiki keratinisasi menjadi normal, meningkatkan
sintesis DNA dalam epitelium germinatif, meningkatkan laju
mitosis, menebalkan stratum granulosum, menormalkan
parakeratosis.
Indikasi: penyakit dengan sumbatan folikular, penyakit dengan
hyperkeratosis, proses penuaan kulit akibat sinar matahari
Benzokain Bersifat anastesi
Benzyl-Benzoat Bermafaat sebagai skabisid dan predikulosid
Camphora Konsentrasi 1-2%, bersifat antipruritus dengan mendinginkan
Menthol Konsenterasi 0,25-2%, bersifat antipruritus
Podofilin Konsenterasi 25% sebagai tingur untuk kondiloma akuminata
Selenium Disulfid Sebagai shampoo 1% untuk dermatitis seboroik pada kepala dan
ptiriasis vesikolor
Sulfur Bersifat anti seboroik, anti akne, anti scabies, anti bakteri gram
43
positif, anti jamur
Yang sering digunakan adalah sulphur presipitatum konsentrasi
4-20%. Dapat digunakan dalam pasta, krim, salap, dan bedak
kocok
Daftar Pustaka
44
2. Johnson, B. A., Nunley, J. R., 2000, Treatment of Seborrheic Dermatitis, American
Family Physician Vol. 61/ No. 9 (May 1, 2010)
6. Djuanda, Adhi et al, 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi keenam cetakan
kedua. FK UI : Jakarta.
7. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological pharmacology. In: Hardman JG,
Limbird IE, eds. Goodman and Gillmans the pharmacological basis of therapeutic.
10th ed. New York: McGraw Hill, 2011: 1795-814.
10. Shin H, Kwon OS, Hyun C et al. Clinical effi cacies of topical agents for the
treatment of seborrhoeic dermatitis of the scalp: A Comparative study. J Dermatol
2009;36:131-7.
11. Hamzah M. Dermatoterapi. In: Hamza M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI, 2014: 342-52
12. Maddin S, Ho VC. Dermatologic therapy. In: Moschella, Harry J, Hurley, eds.
Dermatology. 3rd ed. Philadelphia: W.B Saunders Co, 2009. 2187-93
13. Darma IGN, Pohan PSS. Terapi topikal pada dermatitis atopik. Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2007;2:144-51.
45
14. Darwin R. Dasar-dasar pengobatan penyakit kulit. In: Harahap M, ed. Ilmu Penyakit
Kulit. Edisi-1. Jakarta: Penerbit Hippocrates, 2014:311-7
15. Lipsker D, Kragballe K, Fogh K, Saurat JH. Other topical medication. In: Bolognia
JL, Jorizzo JL, Rapini RP, eds. Dermatology; 4th ed. London: Elsevier Limited,
2013:2056-67.
16. Sharma S. Topical drug delivery system: A review. Pharmaceut. Rev. 2008;6:1-29
46