Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengistirahatkan kulit yang sakit dan melindunginya terhadap
kerusakan lebih lanjut. Riwayat sakit yang rinci harus dianamnesa. Kemudian iritan yang menyebabkan
didentifikasi dan dihilangkan, iritasi local harus dihindari, dan pemakaian sabun umumnya tidak
dilakukan sebelum terjadi kesembuhan, banyak preparat dianjurkan penggunaannya untuk meredakan
dermatitis. Umumya lotion yang tidak mengandung obat dapat dioleskan pada bercakbercak eritema
(inflamasi kulit) yang kecil. Kompres yang sejuk dan basah juga dapat dilakukan pada daerah dermatitis
vesikuler yang kecil. Remukan halus es yang ditambahkan pada air kompres kerapkali memberikan efek
antipruritus. Kompres basah biasanya membantu membersihkan lesi eozema yang mengeluarkan secret.
Mandi dengan larutan yang mengandung obat dapat diresepkan, untuk dermatitis dengan daerahdaerah
lesi yang lebih luas.
Penatalaksanaan medis pada dermatitis dapat dikeompokkan menjadi 2, yaitu (Mansjoer, A., dkk. 2000) :
a. Sistemik
Pada kasus dermatitis ringan diberi antihistamin, atau kombinasi antihistamin-antiserotonin,
antibradikinin, anti SRS-A, dsb. Pada kasus berat dapat dipertimbangkan pemerian kortikosteroid.
b. Topikal
Prinsip umum terapi topikal adalah sebagai berikut :
- Dermatitis basah (mandidans) harus diobati dengan kompres terbuka. Dermatitis kering (sika)
-
pasta, krim, atau linimentum (psta pendingin). Dermatitis kronik diberikan salep.
Pada dermatitis sika superfisial diberikan bedak, losio, krim, atau pasta. Krim diberikan pada
Antihistamin digunakan sebagai antipruritus yang cukup memuaskan untuk terapi simptomatis
pada DA. Klasifikasi antihistamin berdasarkan ada tidaknya efek sedasi adalah:
- antihistamin generasi pertama atau generasi lama
- antihistamin generasi kedua atau non sedatif antihistamine.
Generasi pertama dapat menembus sewar darah otak sehingga mempunyai efek sedasi sebagai
contoh: klorfeneramin, difenhidramin, hidroksizin, prometazin, pirilamin dan tripolidin.
Sedangkan generasi kedua termasuk antara lain: astemizol, loratadin, citirisin, terfenadin dan
fexofenadin. Loratadine 10 mg ataupun citirisin 5-10 mg dosis tanggal dikatakan dapat
mengurangi gejala secara cepat. Selain itu citirisin atau fexofenadine mempunyai efek
antiinflamasi pula yaitu dengan menghambat ekspresi molekul adesi sehingga mengurangi
migrasi sel-sel radang menuju ketempat inflamasi. Apabila rasa gatal pada malam hari masih
mengganggu dapat diberikan antihistamin generasi pertama, seperti hidroksizin atau doxepin agar
penderita dapat tidur nyenyak. Pemberian antihistamin lokal tidak dianjurkan oleh karena
mempunyai potensi sensitisasi, sehingga dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas.
h. Mengurangi stress.
Stres emosi pada penderita DA merupakan pemicu kekambuhan, bukan sebagai penyebab. Di
dalam merespon stress, rasa frustasi atau kekecewaan sering kali dengan timbul gatal dan garukan
maka terjadi lingkaran setan: stres-gatal-garukan. Garukan pada kulit merupakan trauma pada
keratinosit yang dapat merangsang keluarnya sitokin IL-1 dan TNF- dan sitokin ini akan
meningkatkan ekspresi molekul adesi yang pada akhirnya akan lebih memudahkan terjadinya
inflamasi. Usaha-usaha mengurangi stres adalah dengan melakukan konseling pada penderita DA,
terutama yang mempunyai kebiasaan menggaruk. Pendekatan psiko-terapi perlu pula
i.
Dalam jurnal Patterns of Clinical Management of Atopic Dermatitis in Infants and Toddlers: A
Survey of Three Physician Specialties in the United States pendekatan terapi DA yang
didokumentasikan pada survey ini adalah prosedur farmakologis dan intervensi diet atau nutrisi.
Hasil penelitian ini menunjukan, para dokter terutama dokter spesialis kulit sangat mengandalkan
pendekatan farmakologis dibanding pendekatan diet atau nutrisi pada pasien mereka dengan DA.
Lebih lanjut hasil survey ini juga diperoleh data bahwa ketika para dokter menggunakan pendekatan
diet atau nutrisi, banyak diantara mereka merekomendasikan formula soya atau protein kedelai
meskipun sebenarnya evidence based medicine terhadap pendekatan terapi dengan formula protein
kedelai untuk DA masih sangat tidak adekuat dan lemah. Para peneliti menyimpulkan terdapat
perbedaan nyata dan signifikan dalam aspek terapi DA diantara para dokter yang mengikuti survey,
kemungkinan disebabkan belum adanya pendekatan standard yang adekuat untuk terapi DA pada
anak. Publikasi ini menekankan adanya kebutuhan penting terhadap metode penatalaksanaan DA
yang konsisten di kalangan tenaga kesehatan. (dalam jurnal : Saavedra JM, Boguniewicz M, Chamlin
S, Lake A, Nedorost S, Czerkies LA, Patel V, Botteman MF, Horodniceanu EG. 2013. Patterns of
Clinical Management of Atopic Dermatitis in Infants and Toddlers: A Survey of Three Physician
Specialties in the United States.J Pediatr)
4) Penatalaksanaan Dermatitis Numularis
Pengobatan Dermatitis numularis yaitu mengurangi terkena bahan iritan tersering karena kulit kering,
yaitu dengan rendam air, sabun pH netral dan memakai pelembab. Juga pemberian obat topikal
Kortikosteroid salep, kalsineuron inhibitor, takrolimus, pimekrolimus atau preparat tar (Suyoso, S.
2010).
5) Penatalaksanaan Dermatitis Statis
Terdiri atas pengobatan kausa kelainan sirkulasi diperbaiki misalnya dengan elevasi tungkai pada saat
tidur. Perawatannya termasuk mengobati insufisiensi pembuluh vena yang mendasarinya dan
memperbaiki keadaan lesi pada kulit, dan membutuhkan pengawasan jangka panjang karena ini
adalah suatu kondisi yang kronis.
DAFTAR PUSTAKA
Boguniewicz and Leung. 1996. Management of Atopic Dermatitis in Leung (ed) Atopic Dermatitis: from
pathogenesis to treatment, RG Launders Co.
Kariosentono, H. 2006. Dermatitis Atopik (Eksema). Jilid 1. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.
Mansjoer, A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Suyoso, S. 2010. Pengobatan Dermatitis Numularis Dan Neurodermatitis Sirkumskripta. Surabaya:
Universitas Airlangga.