Anda di halaman 1dari 7

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu menyokong diagnosis psoriasis tidak


banyak. Pemeriksaan yang bertujuan mencari penyakit yang menyertai psoriasis perlu
dilakukan, seperti pemeriksaan darah rutin, mencari penyakit infeksi, pemeriksaan gula
darah, kolesterol untuk penyakit diabetes mellitus.

Pemeriksaan Histopatologi

Kelainan histopatologi yang dapat dijumpai pada lesi psoriasis ialah hyperkeratosis,
parakeratosis, akantosis dan hilangnya stratum granulosum. Papilomatosis ini dapat memberi
beberapa variasi bentuk seperti gambaran pemukul bola kasti atau pemukul bola golf.

Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan keratinisasi
terlalu cepat dan stratum korneum tampak menebal. Di dalam sel-sel tanduk ini masih dapat
ditemukan inti-inti sel yang disebut parakeratosis. Di dalam stratum korneum dapat
ditemukan kantong-kantong kecil yang berisikan sel radang polimorfonuklear yang dikenal
sebagai mikro abses Munro. Pada puncak papil dermis didapati pelebaran pembuluh darah
kecil yang disertai oleh sebukan sel-sel radang limfosit dan monosit.

G.    Komplikasi

Menurut  corwin (2009) komplikasi dari psoriasis diantaranya adalah:

a.              Infeksi kulit yang parah dapat terjadi

b.              Artritis deformans yang mirip dengan artritis rematoid, disebut   psoriatika, timbul


pada sekitar 30-40% pasien psoriasis. bila psioriasis dapat menjadi penyakit yang
melemahkan.

c.              Berdampak pada penurunan harga diri pasien yang


menimbulkan    psikologis,ansietas,depresi,dan marah.

  

H.    Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk memperlambat pergantian epidermis, meningkatkan


resolusi lesi psoriatik dan mengendalikan penyakit tersebut. Pendekatan terapeutik harus
berupa pendekatan yang dapat dipahami oleh pasien, pendekatan ini harus bisa diterima
secara kosmetik dan tidak mempengaruhi cara hidup pasien. Terapi psoriasis akan melibatkan
komitmen waktu dan upaya oleh pasien dan mungkin pula keluarganya.

Ada tiga terapi yang standar: topikal, intralesi dan sistemik.

1.    Terapi topical
Preparat yang dioleskan secara topikal digunakan untuk melambatkan aktivitas epidermis
yang berlebihan tanpa mempengaruhi jaringan lainnya.Obat-obatannya mencakup preparat
ter, anthralin, asam salisilat dan kortikosteroid.Terapi dengan preparat ini cenderung
mensupresi epidermopoisis (pembentukan sel-sel epidermis).

2.    Formulasi ter

Mencakup losion, salep, pasta, krim dan sampo. Rendaman ter dapat menimbulkan retardasi
dan inhibisi terhadap pertumbuhan jaringan psoriatik yang cepat.Terapi ter dapat
dikombinasikan dengan sinar ultraviolet-B yang dosisnya ditentukan secara cermat sehingga
menghasilkan radiasi dengan panjang gelombang antara 280 dan 320 nanometer (nm).Selama
fase terapi ini pasien dianjurkan untuk menggunakan kacamata pelindung dan melindungi
matanya.Pemakaian sampo ter setiap hari yang diikuti dengan pengolesan losion steroid dapat
digunakan untuk lesi kulit kepala.Pasien juga diajarkan untuk menghilangkan sisik yang
berlebihan dengan menggosoknya memakai sikat lunak pada waktu mandi.

3.    Anthralin

Preparat (Anthra-Derm, Dritho-Crème, Lasan) yang berguna untuk mengatasi plak psoriatik
yang tebal yang resisten terhadap preparat kortikosteroid atau preparat ter lainnya.

4.                   Kortikosteroid

Topikal dapat dioleskan untuk memberikan efek antiinflamasi. Setelah obat ini dioleskan,
bagian kulit yang diobati ditutup dengan kasa lembaran plastik oklusif untuk menggalakkan
penetrasi obat dan melunakkan plak yang bersisik.

5.    Terapi intralesi

Penyuntikan triamsinolon asetonida intralesi (Aristocort, Kenalog-10, Trymex) dapat


dilakukan langsung kedalam berck-bercak psoriasis yang terlihat nyata atau yang terisolasi
dan resisten terhadap bentuk terapi lainnya.Kita harus hati-hati agar kulit yang normal tidak
disuntuik dengan obat ini.

6.    Terapi sistemik

Metotreksat bekerja dengan cara menghambat sintesis DNA dalam sel epidermis sehingga
mengurangi waktu pergantian epidermis yang psoriatik. Walaupun begitu, obat ini bisa
sangat toksik, khususnya bagi hepar yang dapat mengalamim kerusakan yang
irreversible.Jadi, pemantauan melalui pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk
memastikan bahwa sistem hepatik, hematopoitik dan renal pasien masih berfungsi secara
adekuat.

Pasien tidak boleh minum minuman alkohol selama menjalani pengobatan dengan
metotreksat karena preparat ini akan memperbesar kemungkinan kerusakn hepar. Metotreksat
bersifat teratogenik (menimbulkan cacat fisik janin) pada wanita hamil.
a.    Hidroksiurea menghambat replikasi sel dengan mempengaruhi sintesis DNA.
Monitoring pasien dilakukan untuk memantau tanda-tanda dan gejal depresi sumsum tulang.

b.    Siklosporin A, suatu peptida siklik yang dipakai untuk mencegah rejeksi organ yang
dicangkokkan, menunjukkan beberapa keberhasilan dalam pengobatan kasus-kasus psoriasis
yang berat dan resisten terhadap terapi. Kendati demikian, penggunaannya amat terbatas
mengingat efek samping hipertensi dan nefroktoksisitas yang ditimbulkan (Stiller, 1994).

c.    Retinoid oral (derivat sintetik vitamin A dan metabolitnya, asam vitamin A) akan


memodulasi pertumbuhan serta diferensiasi jaringan epiterial, dan dengan demikian
pemakaian preparat ini memberikan harapan yang besar dalam pengobatan pasien psoriasis
yang berat.

d.   Fotokemoterapi. Terapi psoriasis yang sangat mempengaruhi keadaan umum pasien


adalah psoralen dan sinar ultraviolet A (PUVA). Terapi PUVA meliputi pemberian preparat
fotosensitisasi (biasanya 8-metoksipsoralen) dalam dosis standar yang kemudian diikuti
dengan pajanan sinar ultraviolet gelombang panjang setelah kadar obat dalam plasma
mencapai puncaknya. Meskipun mekanisme kerjanya tidak dimengerti sepenuhnya, namun
diperkirakan ketika kulit yang sudah diobati dengan psoralen itu terpajan sinar ultraviolet A,
maka psoralen akan berkaitan dengan DNA dan menurunkan proliferasi sel. PUVA bukan
terapi tanpa bahaya; terapi ini disertai dengan resiko jangka panjang terjadinya kanker kulit,
katarak dan penuaan prematur kulit.

e.    Terapi PUVA mensyaratkan agar psoralen diberikan peroral dan setelah 2 jam kemudian
diikuti oleh irradiasi sinar ultraviolet gelombang panjang denagn intensitas tinggi. (sinar
ultraviolet merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik yang mengandung panjang
gelombang yang berkisar dari 180 hingga 400 nm).

f.     Terapi sinar ultraviolet B (UVB) juga digunakan untuk mengatasi plak yang


menyeluruh. Terapi ini dikombinasikan dengan terapi topikal ter batubara (terapi
goeckerman). Efek sampingnya serupa dengan efek samping pada terapi PUVA.

g.    Etretinate (Tergison) adalah obat yang relatif baru (1986). Ia adalah derivat dari
Vitamin A. Bisa diminum sendiri atau dikombinasi dengan sinar ultraviolet. Hal ini dilakukan
pada penderita yang sudah bandel dengan obat obat lainnya yang terdahulu.

Di antara pengobatan tersebut diatas, yang paling efektif untuk mengobati psoriasis adalah
dengan ultraviolet (fototerapi), karena dengan fototerapi penyakit psoriasis dapat lebih cepat
mengalami “clearing” atau “almost clearing” (keadaan dimana kelainan / gejala psoriasis
hilang atau hampir hilang). Keadaan ini disebut “remisi”.Masa remisi fototerapi tersebut bisa
bertahan lebih lama dibandingkan dengan pengobatan lainnya.

1)        Pengobatan fotokemoterapi, yaitu dengan menggunakan kombinasi radiasi ultraviolet


dan oral psoralen (PUVA), namun kelemahannya adalah untuk jangka panjang dapat
menimbulkan kanker kulit.
2)        Fototerapi UVB konvensional dengan menggunakan sinar UVB broadband dengan
panjang gelombang 290-320 nm. Terapi kurang praktis karana pasien harus masuk ke dalam
light box.

3)        Fototerapi dengan alat Monochromatic Excimer Light 308 nm (MEL 308 nm)
merupakan bentuk fototerapi UVB yang paling mutakhir dengan menggunakan sinar laser
narrowband UVB dengan panjang gelombang 308 nm. Dibandingkan dengan narrowband
UVB, MEL 308 nm lebih cepat dan lebih efektif dalam mengobati psoriasis yang resisten.

Karena penyebab psoriasis belum diketahui dengan pasti, maka belum ada obat pilihan
psoriasis sebaiknya diobati secara topikal, jika hasilnya tidak memuaskan baru
dipertimbangkan pengobatan sistemik, karena efek sampimg pengobatan sistemik lebih
banyak.

1. Terapi topikal

Ada beberapa obat yang dapat dianggap sebagai anti psoriasis yaitu :

a.       Preparat ter, Ada 3 macam preparat ter yaitu :

·         Ter dari kayu : oleum cadini, pix liquid, oleum nisci

·         Ter batu bara : liantral, liquor carbonis detergent

·         Ter fosil : Ictiol

                        Yang dipakai untuk pengobatan psoriasis adalah preparat ter dari kayu dan
batu bara. Preparat ter dari batu bara efeknya lebih kuat dari 0ada ter dari kayu tetapi daya
erosi terhadap kulit lebih besar. Jadi untuk psoriasis yang kronik dipakai preparat ter dari batu
bara, sedang kasus baru dipakai preparat ter dari kayu. Efek dari preparat ter adalah anti gatal,
keratolitik, vasokostriksi dan menaikkan ambang  ransang.

b.      Mercury praecipitatum album

            Preparat ini mengandung Hg yang dapat menimbulkan dermatitis kontak dan bila
dipakai terlalu banyak dan terlalu lama terjadi kelainanan ginjal (Nefritis). Pada terapi topikal
biasanya obat-obat tersebut diatas digunakan dalam kombinasi. Disamping itu perlu pula
dikombinasi dengan Asam salisilat untuk memperkuat daya kerja pemakaian obat ini
sebaiknya sesudah mandi.

            Bila lesi generalisata atau universal pemakaian obat tersebut dapat secara parsial,
misalnya hari I yang diobati muka dan ekstremitas atas, hari II badan, hari III ekstremitas
bawah, hari IV muka dan ekstremitas, dan seterusnya.
            Disamping itu harus diperiksa kadar protein urin tiap minggu. Hal ini juga perlu
dilakukan pada pemakaian pada pemakaian obat-obat tersebut jangka panjang. Bila terjadi
komplikasi eritroderma, pengobatan dan preparat ter harus dihentikan kemudian diberi
prednison tablet 3 x 10 mg/hari. Untuk melunakkan kulit dan menghilangkan squama dapat
diberikan lanolin 5 (10%) dan      vaselin ad 50.

2. Terapi sistemik

Bisanya diberikan :

a. Kortikosteroid

Kortikosteroid hanya digunakan pada eritroderma psoriasis eritrodermik dan psoriasis


pustulosa generalisata. Dosis permulaan   40-60 mg prednison sehari. Jika telah sembuh dosis
diturunkan perlahan –lahan

b.      Obat sitostatik yang biasanya digunakan adalah metotreksat. Indikasinya ialah untuk
psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis artritis dengan lesi kulit, dan eritroderma karena
psoriasis yang sukar terkontrol dengan obat standar. Kontraindikasinya ialah jika terdapat
kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya
Tuberkulosis), ulkus pepetikum, kolitis ulserosa dan psikosis.

c.       Levodova

Levodova sebenarnya dipakai untuk penyakit parkinson. Diantaranya penderita parkinson


sekaligus juga menderita psoriasis, ada yang membaik psoriasisnya dengan pengobatan
levodova. Efek samping yaitu muntah, mual, anoreksia, hipotensi, gangguan psikik dan pada
jantung.

d.      DDS

DDS (Diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe barber


dengan dosis 2 x 1000 mg sehari. Efek samping yaitu anemia hemolitik, methemoglobinemia,
dan agranulositosis.

e.       Etretinat (tegison,  tigason)

            Obat ini merupakan retinoid aromatik, digunakan bagi psoriasis yang sukar
disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Dapat pula digunakan untuk
eritroderma psoriatik. Cara kerjanya belum diketahui pasti. Pda psoriasis oba tersebut
mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal.

            Efek sampingnya sangat banyak diantaranya; pada kulit (menipis), selaput lendir pada
mulut, mata dan hidung kering, peningkatan lipid darah, gangguan fungsi hepar, hiperostosis
dan teratogenik.

f.       Siklospurin
Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kg BB sehari. Bersifat nefrotoksik dan
hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat
terjadi kekambuhan.

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian 11 Pola Gordon:
a.
– Adanya riwayat infeksi sebelumya.
– Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
– Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
– Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
– Hygiene personal yang kurang.
– Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
b. Pola Nutrisi Metabolik
– Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari makan.
– Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
– Jenis makanan yang disukai.
– Napsu makan menurun.
– Muntah-muntah.
– Penurunan berat badan.
– Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
– Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar atau perih.
c. Pola Eliminasi
– Sering berkeringat.
– Tanyakan pola berkemih dan bowel.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
– Pemenuhan sehari-hari terganggu.
– Kelemahan umum, malaise.
– Toleransi terhadap aktivitas rendah.
– Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan.
– Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.

e. Pola Tidur dan Istirahat


– Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
– Mimpi buruk.
f. Pola Persepsi Kognitif
– Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
– Pengetahuan akan penyakitnya.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
– Perasaan tidak percaya diri atau minder.
– Perasaan terisolasi.
h. Pola Hubungan dengan Sesama
– Hidup sendiri atau berkeluarga
– Frekuensi interaksi berkurang
– Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
i. Pola Reproduksi Seksualitas
– Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
– Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
– Emosi tidak stabil
– Ansietas, takut akan penyakitnya
– Disorientasi, gelisah
k. Pola Sistem Kepercayaan
– Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
– Agama yang dianut

Anda mungkin juga menyukai