Anda di halaman 1dari 4

TERAPI FARMAKOLOGI UNTUK HIPERTENSI

Hipertensi atau tekana darah tinggi adalah tekanan darah di atas 14/90 mmHg
(WHO). Peningkatan tekanan darah biasanya disebabkan kombinasi berbagas kelainan
(multifaktoral) pasien ddengan diastole di atas 100 mmHg beresiko terkena komplikasi gagal
jantung, pendrahan serebral, atau hipertensi maligna. Obat antihipertensi aadalah obat yang
digunakan untuk menurunkan tekanan darah tinggi hingga mencapai tekanan darah normal.
Semua obat anti hipertensi bekerja pada satu atau lebih tepat kontrol anatomis dan efek
tersebut terjadi dengan mempengaruhi mekanisme normal regulasi tekanan darah. Selain
pemberian obat, faktor resiko lain harus diperhatikan, seperti merokok, mengurangi obesitas,
mengurangi minum alkohol, dan mengurangi garam. Pilihan terapi untuk hipertensi
bergantung pada dan dipengaruhi oleh banyak faktorm seperti berat ringan hipertensi, umur
dan penyakit yang di derita.

Tahapan terapi secara umum

1. Modifikasi pola hidup


2. Penurunan BB
3. Aktivitas fisik teratur
4. Pembatasan garam dan alkohol
5. Berhenti merokok

Obat anti hipertensi dibedakan :

a. DIURETIK, bekerja mlalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dan
menyebabkan ginjal meningkatkan eksresi garam dan air.
Contoh obat :
 Furosemide
Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke
dalam intersitium pada ascending limb of henle..
Dosis : Dewasa 40 mg/hr, Anak 2-6 mg/kgBB/hr
 HCT ( Hydrocholothisiade)
Mekanisme kerja : mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium sehingga
volume darah, curah jantung dan tahan vaskuler perifer menurun.
Dosis : Dewasa 25050 mg/hr, anak 0,5-1,0 mg/kgBB/12-24 jam.
b. BETA BLOKER, bekerja pada reseptor beta jantung untuk menurunkan kecepatan
denyut curah jantung.
 Asebutol
Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan aktivitas
remim, menurunkan outflow simpatetik perifer.
Dosis : 2 x 200 mg/hr ( max 800 mg/hr)
 Atenolol
Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung disertai vasodilatasi perifer,
efek pada reseptor adregenic di SSP, penghambatan sekeresi renin akibat
aktivasi adrenoseptor di ginjal
Dosis : 2 x 40 – 80 mm/hr
 Metoprolol
Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang di ikuti vasodilatasi
perifer, efek pada reseptor adregenic di SSP, penghambatan sekresi renin
akibat aktivasi adrenoreseptor beta 1 di ginjal.
Dosisi : 50 – 100 mg/kg
 Propranolol ( Beta Bloker)
Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, di duga karena menurunkan curah
jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus simpatetik
di pusat vasomotor otak.
Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemelihraan.
c. ALFA BLOKER, menghambat reseptor alfa di otot polos vaskuler yang secara
normal berespon terhadap rangsangan simpatis dengan vasokontriksi.
 Klonidin (Alfa antagonis)
Mekanisme kerja : menghambat perangsangan saraf adregenic di SSP.
Dosis : 150 – 300 mg/ hr.
d. CA ANTAGONIST, menurunkan kontraksi otot polos jantung dan atau arteri dengan
mengintervensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Penghambat
kalsium memiiki kemampuan yang berbda beda dalam menurunkan denyut jantung,
volume sekuncup dan resistensi perifer.
 Diltizem
Mekanisme kerja : menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium melalui
slow cannel calcium.
Dosis : 3 x 30 mg/hr sebelum makan
 Nifedipin
Mekanisme kerja : menurukan resistensi vaskuler perifer, menurunkan spasme
arteri coroner.
Dosis : 3x10 mg/hr
 Verapil (Antagonis Kalsium)
Mekanisme kerja : menghambat masuknya ion Ca ke dalam sel otot jantung
dan vaskuler sistemik sehingga menyebabkan relaksasi arteri coroner, dan
menurunkan resistensi perifer sehingga menurunkan penggunaan oksigen.
Dosis : 3x80 mg/hr
e. PENGHAMBAT ACE, berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan
menghambat enzim yang di perlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi
angiotensin II. Hal ini menurunkan tekanan darah baik secara langsung menurunkan
resistensi perifer. Dan angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun
dengan meningkatkan pengeluaran netrium melalui urine sehingga volume plasma dn
curah jantung menurun.
 Kaptopril
Mekanisme kerja : menghambat enxim konversi angiotensin sehingga
menurunkan angiotensin II yang berakibat menurunnya pelepasan renin dan
aldosterone.
Dosis : 2 – 3x25 mg/hr
 Lisinopril
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
perubahan angiotensn I menjadi angiotensi II terganggu, mengakibatkan
menurunya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone.
Dosis : awal 10 mg/hr.
 Ramipril
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan
menurunya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone.
Dosis : awal 2,5 mg/hr
f. VASODILATOR
 Hidralazin
Mekanisme kerja : merelaksasi otot polos arteriol sehingga resistensi perifer
menurun, meningkat denyut jantung.
Dosis : 50 mg/hr, dibagi 2-3 dosis.

Implikasi keperawatan pada pengobatan hipertensi

Pasien dengan hipertensi kadar kolesterol dan trigliserida plasma meningkat sesudah makan,
maka pemeriksaan harus pada darah puasa kemajuan dan efektifitasnya pengobatan dipantau
dari perubahan dalam kadar kolesterol dan trigliserida. Hiperlipidemia sangat meningkatan
risiko terhadap terosklerosis dan penyakit jantung lainya. Pengobatan bertujuan mencegah
komplikasi dan idealnya harus dimulai sebelum timbul gejala. Kepatuhan mengikuti aturan
pengobatan sangat penting, meski sulit dipertahankan. Pasien yang minum antasid untuk
gngguan lambung akan di ingatkan untuk minum obat bila dirasakan lagi. Pasien merasakan
manfaaatnya langsung. Tidak demikian dengan obat terhadap hiperlidemia, karena tidak
merasakan efeknya secara langsung. Karena itu pasien harus diyakinkan dan mengerti
mengapa mereka harus taat minum obat sesuai yang ditentukan, termasuk diet yang tepat.
Terapi obat itu hanya bantuan untuk, dan bukan menggantikan diet yang tepat. Terapi dengan
obat hipolipidemik biasanya untuk jangka panjang.

Implementasi perawan pada pengobatan hipertensi

a. Anjurkan pasien untuk melakukan perubahan gaya hidup termasuk penurunan berat
badan, berhenti merokok, penurunan asupan alkohol dan garam selama diet, dan
peningkatan latihan fisik, untuk meningkatkn efektifitas terapi anti hipertensi.
b. Berikan obat disaat lambung kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sebelum makan,
untuk memastikan absorpsi obat yang tepat.
c. Beri tahu dokter bedah dan tandai catatan pasien dengan jelas jika pasien menjalani
pembedahan, untuk menyiagakan petugas medis bahwa penghambatan angiotensin II
kompensatori dapat menyebabkan hipotensi setelah pembedahan yang perlu diatasi
dengan ekspansi volume.
d. Berikan bentuk parental hanya jika bentuk oral tidak memungkinkan, ganti ke bentuk
oral se segera mungkin, untuk mencegah peningkatan risiko efek merugikan.
e. Konsultasikan dengan dosis untuk mengurangi dosis pada pasien gagal ginjal, untuk
mempertimbangkan penurunan produksi renin dan kadar angiotensin II yang lebih
rendah dari normal.
f. Pantau pasien dengan seksama pada situasi yang menyebabkan penurunan volume
cairan ( misalnya keringat berlebihan, muntah, diare, dehidrasi), untuk mendeteksi
dan mengobati hipotensi berlebihan yang dapat terjadi.
g. Lakukan tindakan yang memberikan rasa nyaman untuk membantu pasien mengatasi
efek obat. Tindakan ini mencakup memberi makanan porsi kecil tetapi sering; akses
ke fasilitas kamar mandi; program defekasi jika perlu kontrol lingkunan; kewaspadaan
keamanan; dan perawatan kulit yang tepat jika perlu.

Anda mungkin juga menyukai